Anda di halaman 1dari 1

Membebaskan pajak KUKM tanpa membereskan masalah UKM, tidak akan

berhasil. Pemberian bantuan sosial kepada UKM harus diubah menjadi business
development. Hal ini untuk merubah mindset pelaku UKM, dimana bantuan tidak
gratis tetapi merupakan kredit investasi Pemerintah yang harus dibayar kembali
melalui pembayaran pajak. Pemberian berbagai fasilitas yang bersumber dari
APBN maupun BUMN kepada UKM, harus mengedepankan aspek pemenuhan
kewajiban pelaporan dan pembayaran pajak dari UKM.

Pertama, akses kredit bagi pembayar pajak. Terkait permodalan UKM. Bagi UKM
yang telah memiliki NPWP, akan mendapat bantuan modal. Bantuan CSR-BUMN
maupun penyaluran kredit lunak harus diprioritaskan dahulu bagi pelaku usaha
yang ber-NPWP, baik perseorangan atau badan hukum. Khusus bagi UKM yang
telah membayar pajak, digunakan prinsip gearing ratio. Misalnya pelaku UKM
menyetor pajak setahun Rp.5 juta selama dua tahun berturut-turut, mendapat
gearing ratio 10 kali atau kredit sampai Rp.50 juta.

Kedua, seleksi penerima bantuan pemasaran. Berbagai usaha pemasaran oleh


Kementerian Perdagangan dan Kementerian KUKM, seperti pameran ke luar
negeri (seperti Indonesian Expo) maupun pameran dagang nasional, hanya
diprioritaskan bagi UKM yang ber-NPWP dan aktif melakukan pelaporan SPT
pajak, walaupun setoran pajak UKM tersebut masih kecil. Dengan demikian, ada
insentif bagi UKM taat pajak dan UKM bukan wajib pajak.

Ketiga, perbaikan manajemen keuangan UKM. Aktfivasi BDS (Business


Development Services) untuk pembinaan UMKM. BDS dibentuk Kementerian
KUKM. BDS bergerak sebagai penyedia jasa non-finansial untuk meningkatkan
kinerja perusahaan individual, akses ke pasar, termasuk sosialisasi perpajakan.
UKM perlu dibina oleh BDS agar dapat membukukan penerimaan dan
pengeluaran keuangan sederhana, termasuk perhitungan biaya tenaga kerja
famili yang mendapat imbalan berupa natura. Pembukuan sederhana juga untuk
mengetahui laba bersih UKM yang bergerak dibidang multibisnis, sehingga
pengenaan pajak penghasilan dapat dikenakan atas laba bersih, bukan atas
omset usaha.

Keempat, kemudahan pembayaran pajak. DJP sedang mengembangkan billing


system bagi wajib pajak sehingga tidak perlu antri di bank, secara terbatas pada
beberapa kantor wilayah dan bank tertentu. Sampai Maret 2012, dari data
Lembaga Penjamin Simpanan, jumlah rekening di bawah Rp 2 miliar sebanyak
100,9 juta rekening atau 99,85% dari rekening yang ada di bank umum. Jika
penetrasi rekening bank bisa dikelola dalam billing system DJP, maka KUKM
semakin mudah membayar pajak.

Anda mungkin juga menyukai