Anda di halaman 1dari 11

Epilepsi pada Anak

Citra anggar kasih masang


10-2010-139
Email : citramasang@yahoo.co.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Epilepsi adalah suatu kondisi yang dicirikan dengan terjadinya seizure berulang akibat
kelainan dari sel saraf pada otak. Epilepsi memiliki kecenderungan untuk diderita seumur
hidup oleh pengidapnya, dan seizure yang memicu epilepsi dapat datang sewaktu-waktu baik
dengan pemicu maupun tanpa pemicu. Akan tetapi beberapa pengidap epilepsi hanya
mengalami keadaan tersebut selama beberapa saat pada umur-umur tertentu. Berdasarkan
pemicunya, epilepsi dibedakan menjadi dua macam yaitu idiopathic epilepsi dimana
penyebabnya tidak diketahui dan symptomatic epilepsi dimana penyebab epilepsi dapat
teridentifikasi.
Seizure merupakan dampak dari adanya sel saraf pada otak yag bermuatan secara
berlebihan. Hal ini merupakan sebuah kondisi yang tidak normal yang mengakibatkan
kelainan pada tubuh. Seringkali, tubuh mengalami ketidaksadaran, aktivitas otot berlebih,
atau terkadang adanya sensasi panca indra yang tidak normal. Berdasarkan daerah terjadinya
kelebihan muatan tersebut, seizure dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu partial ketika
seizure hanya terjadi pada bagian tertentu dalam otak dan fokal seizure ketika terjadi
kelebihan muatan pada sel saraf yang lama kelamaan menyebar.
Pada dasarnya seizure merupakan kondisi yang sering dialami oleh manusia. Akan
tetapi, tidak semua seizure menyebabkan epilepsi. Seizure yang menyebabkan epilepsi
apabila terjadi berulang dan semakin meluas. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelebihan
muatan pada sel saraf yang akhirnya meningkatkan penghantaran beberapa neurotransmitter
dan mengakibatkan respon yang berlebihan khususnya pada otot.1
Anamnesis
Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan
1

terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut
aloanamnesis. Untuk pasien bayi dan anak yang belum dapat memberi keterangan,
aloanamnesis paling sering digunakan.
Pada pasien terutama pasien anak, sebagian terbesar data untuk menegakkan
diagnosis diperoleh dari anamnesis. Hambatan langsung yang dijumpai dalam pembuatan
anamnesis pasien anak ialah pada umumnya aloanamnesis, dan bukan autoanamnesis. Dalam
hal ini, pemeriksa harus waspada akan terjadinya bias oleh karena data tentang keadaan
pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi orang tua atau pengantar.1
Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis:

Identitas pasien: nama; umur; jenis kelamin; nama orangtua; alamat; umur,

pendidikan dan pekerjaan orangtua; agama dan suku bangsa.


Riwayat penyakit: keluhan utama
Riwayat perjalanan penyakit
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat makanan
Riwayat keluarga

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran, tandatanda vital, glasgow coma scale, waktu pengisian kapiler, pemeriksaan tekanan vena
jugularis, abdomen patologis yang dilakukan setelah kondisi gawat telah ditatalaksana dan
pasien kondisinya kembali stabil.2
Pemeriksaan penunjang
Tes Lab :
Sampai saat ini belum ada tes diagnosis di laboratorium untuk epilepsi, akan tetapi pada
beberapa kasus tertentu setelah pasien mengalami GTC atau CP seizures, dapat dideteksi
kenaikan kadar serum prolaktin yang cukup signifikan. Tes laboratorium dpat dilakukan
untuk mengeliminasi penyebab kejang lain (hipoglisemia, perubahan konsentrasi elektrolit,
infeksi, dll) yang bukan menyebabkan epilepsy
Tes diagnostik lain :
2

EEG sangat berguna untuk mendiagnosis berbagai macam jenis seizure. Epileptiform EEG

pada umumnya dapat ditemukan pada 50% pasien yang mengalami epilepsi.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) juga dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan lobus
temporal pada otak.CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya tumor otak atau

pendarahan otak yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya epilepsi.


The International League Against Epilepsy (ILAE), merumuskan sebuah skema untuk
mengklasifikasikan jenis jenis seizure dan epilepsi, yaitu The International Classification of
Epileptic Seizures. Pengelompokkan berdasarkan skema ini menggabungkan antara deskripsi
klinis dengan penemuan perubahan elektrofisiologis pada keadaan tertentu untuk
mengklasifikasikan jenis jenis kejang epileptik.2
Etiologi
Idiopatik
Faktor herediter seperti: sklerosis tuberose, neurofibrometosis, angiometosis

ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hypoparatiroidisme, hypoglikemia


Faktor genetik ( tapi bukan penyakit keturunan )
Kelainan congenital otak
Gangguan metabolik ( hypoglikemia, hypokalasemia)
Infeksi: radang yang disebabkan oleh bakteri atau virus pada otak dan selaputnya

(brain abscess, meningitis, encephalitis, and AIDS)


Neoplasma otak dan selaputnya
Kelainan pembuluh darah ( sroke)
Trauma
Keracunan
Stroke
Dementia

Epidemiologi
Pinzon (2007) mengungkapkan dari 50 juta penyandang epilepsi di seluruh dunia, 37 juta
diantaranya tergolong epilepsi primer dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan
WHO pada tahun 2001 memperkirakan rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif
diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka
prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Data lain menyebutkan bahwa pengidap epilepsi di Indonesia diperkirakan sekitar 1,1 juta
hingga 1,3 juta penduduk dan angka ini setara dengan 2% dari jumlah pengidap epilepsi di
dunia yang mencapai 50 juta orang.3
Patofisiologi

Suatu serangan dapat dilacak pada membran sel atau sel disekitarnya yang tidak
stabil. Rangsangan yang berlebih menyebar secara lokal (serangan lokal) maupun

lebih luas (serangan umum)


Terjadinya konduktansi kalium yang tidak normal. Cacat pada kanal kalsium sensitif
voltase, atau defesiensi pada membran adenosin trifosfat (ATP-ase) yang berkaitan
dengan transport ion dapat menghasilkan ketidak stabilan membran neuronal dan

serangan kejang
Aktifitas neuronal normal tergantung pada fungsi normal pemicu rangsang ( yaitu
glutamat aspartat asetilkolin norepinefrin histamin. Faktor pelepas kortikotropin,
purin, peptida, sitokin dan hormon steroid) dan penghambat neuro transmitter (yaitu
dopamin, GABA) pasokan glukosa oksigen, natrium kalium, klorida kalsium dan
asam amino yang cukup pH normal dan fungsi normal reseptor

Dasar serangan epilepsy ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegitiatan listrik yang
disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neurone bergantung
pada permiabelitas selektif membrane neuron, yakni, membrabe sel mudah dilalui oleh ion K
dari ruang ekstra seluller ke intraselulet dan kurang sekali ion Ca, Na, dan Cl, sehingga di
dalan sel terdapat konsentrasu tingi ion K dan konsentrasi rendah ini Ca, Na, dan Cl,
sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion
inilah yang menimbulkan potensial membrane.

Ujung terminal neuron-neuoron berhubungan dengan dendrit-dendrite dan badan-badan


neuron yang lain. Membentuk sinaps dan merubah polarisasi membrane neuron berikutnya.
Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi ata lepas muatan listruk dan neurotransmitter yang menimbukan hiperpolarusasu
sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listri, Diantara
neurotransmitter-neurotransmitter ksitasi dapat disebut glutamate, aspartate dan asetilkolin
sedangkan neurotransmitter inhibisi terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan
glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrij dan terjadi transmisi impuls atau
rangsang.Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologi apabila potensial aksi tiba di
neuron.Dalam keadaan istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan
berada dalam keadaan polarusasi. Aksi potensial akan memcetuskan depolarisasi membrane
neuron dan seluruh sel aka melepas muatan listrik,
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi
membrane neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca Na dari ruangan ekstra
ke intraseluler. Influk Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepas muatan
listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali> Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah
besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas
serangan berhenti akibat pengaruh inhibisi.Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuronneuron sekitar epileptic.Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan pasca synaptic yang
menjamin

agar

neuron-neuron

tidak

terus-menerus

berlepas

muatan

memegang

peranan.Keadaan yang menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuronneuron akibat habisnya zat-zat penting untuk fungsi otak.4

Diagnosis
Definisi

Suatu serangan berulang secara periodik dengan dan tanpa kejang. Serangan tersebut
disebabkan kelebihan neuron kortikal dan ditandai dengan perubahan aktivitas listrik
seperti yang diukur dengan elektro enselofogram (EEG). Kejang menyatakan

keparahan kontraksi otot polos yang tidak terkendali


suatu gangguan kronik yang dicirikan oleh adanya seizure yang berulang-ulang.
Seizure: adanya peningkatan aktivitas listrik yang tiba-tiba pada otak yang biasanya
mempengaruhi perasaan atau tindakan seseorang untuk waktu yang singkat

Generalized Seizure dibedakan menjadi beberapa golongan lagi, yaitu absence (petit mal),
Tonic-clonic, Myoclonic, atonic, dan tonic seizure.
a. Absence seizure biasanya ditemukan pada masa anak-anak, tetapi dapat terjadi hingga
dewasa. Absence seizure muncul dengan sensasi memandang jauh kosong beberapa
detik, terkadang terjadi pandangan jauh. Seizure ini sulit dibedakan dengan complex
seizure, biasanya dilakukan EEG sebagai media pembantu (Fisher, 2010).
b. Tonic-clonic Seizure terjadi dengan diawali oleh kehilangan kesadaran dan menjadi
kaku, disebut fase tonic, diikuti dengan fase clonic dimana terjadi kontraksi otot
anggota tubuh yang cepat. Ciri khas dari fase ini adalah terjadinya kondisi klinis
dimana mata berputar ke atas dan pasien akan membuat suara seperti tangisan akibat
kontraksi dari otot pernafasan. Seizure ini terjadi selama tiga menit, fase seizure
disebut ictal dan fase setelah seizure disebut post ictal (Fisher, 2010).
c. Myoclonic seizure merupakan seizure dengan adanya kontraksi otot berlebih namun
tidak beritme (tidak seperti clonic seizure yang terjadi dalam ritme tertentu). Seizure
ini tidak banyak terjadi pada penderita epilepsi (Fisher, 2010).
d. Atonic seizure merupakan serangan epilepsi yang ditandai dengan terjatuhnya pasien
secara langsung. Penderita seizure tipe ini akan mengalami kelumpuhan dan
kemudian terjatuh. Untuk melakukan pengamanan biasanya digunakan pelindung
kepala pada penderita (Fisher, 2010).
e. Tonic dan Clonic seizure, merupakan dua jenis seizure yang berbeda. Pada tonic
seizure terjadi kekakuan otot, ditandai dengan lengan atau kaki kaku memanjang ke
arah atas. Seizure tonic bisa diikuti dengan kehilangan kesadaran maupun tidak.
Sedangkan clonic seizure merupakan seizure dengan kondisi klinik kejang otot yang
terjadi secara berlebihan (Fisher, 2010).
Unclassifiable Seizure merupakan seizure yang terjadi secara kontinu dengan pola
yang tidak terduga. Terkadang dimulai dengan partial seizure dengan tipe-tipe tertentu
dilanjutkan dengan generalized seizure. Pengobatan seizure tipe ini dilakukan dengan cara
meningkatkan kemampuan otak untuk membatasi seizure agar tidak semakin meluas. Pada
dewasa, sebanyak 40% complex seizure terjadi, 20% simple partial seizure, 20% clonic-tonic
seizure, 10% absence seizure, dan 10% lagi seizure yang lain.3
Pada kebanyakan kasus, tenaga medis pada umumnya tidak akan melihat langsung peristiwa
kejang yang terjadi pada pasien. Banyak pasien, umumnya yang menderita CP (complex
partial) dan GTC (General Tonic-Clonic) seizures, mengalami gangguan ingatan pada saat
terjadinya peristiwa tersebut.Maka dari itu, penting bagi tenaga medis untuk mencari
informasi dan deskripsi mengenai event ictal (saat terjadinya kejang) dari pihak ketiga,
6

seperti orang orang terdekat, anggota keluarga, atau saksi mata.Selama menjalani
pengobatan, pasien juga dapat mengalami perubahan manifestasi kejang.
Gejala gejala dari suatu seizure / peristiwa kejang yang terjadi tergantung pada seizure jenis
apa yang terjadi.Selain itu, manifestasi gejala klinis ini dapat pula berbeda beda antar
pasien yang menderita epilepsi. Berikut ini manifestasi umum yang terjadi pada tipe tipe
seizure tertentu :4

Seizure CP umumnya melibatkan saraf somatosensory dan perubahan focal motor


Absence Seizure hampir tidak dapat dideteksi karena durasi kehilangan kesadaran yang

sangat singkat
Seizure GTC umumnya adalah peristiwa konvulsi mayor dan hampir selalu berhubungan

dengan hilangnya kesadaran penderita.


Tanda tanda orang yang mengalami epilepsi umumnya tidak dapat diketahui dengan jelas.
Differential diagnosis
Partial Seizure
Dibedakan menjadi simple seizure dan complex seizure.
a. Simple seizure merupakan seizure yang terjadi tanpa diikuti dengan kehilangan
kesadaran maupun ingatan sebelum seizure terjadi. Simple seizure ini dibedakan
lagi menjadi sensory, motor, sensory-motor, phychic, dan autonomic. Seizure tipe
ini biasanya hanya ditandai dengan sensasi kesemutan, penciuman dan perasa
yang aneh, sensasi sentuhan, dan bila terjadi penyebaran seizure hanya terjadi
pusing hingga mual (Fisher, 2010).
b. Complex seizure merupakan seizure yang terjadi diikuti dengan kehilangan
kesadaran dan memori sebelum seizure terjadi. Complex seizure dibedakan
menjadi tanpa atau dengan aura dan tanpa atau dengan automtisme. Seizure tipe
ini sering disebut temporal lobe seizure. Penderita kelainan ini dapat merasakan
sensasi deja vu, mual hebat, rasa panas, dan tersengat listrik sebelu terjadi seizure.
Sensasi-sensasi inilah yang disebut dengan aura. Sedangkan beberapa penderita
akan mengalami kekosongan pikiran hingga beberapa menit sebelum seizure yanh
disebut automatism.5
Faktor risiko

Bayi yang lahir dengan berat badan rendah


Pendarahan di otak
Abnormalitas pembuluh-pembuluh darah otak .
7

Meningitis
Esepalitis
Cacat mental
Penyakit alzhaimer
Siklus menstruasi yang tidak normal
Kurang tidur
Stress
Alkohol
Obat
Perubahan hormonal
Terlalulelah

Prinsip Terapi6
Sasaran Terapi : Mengontrol supaya tidak terjadi kejang dan meminimalisasi adverse effect
of drug
Strategi Terapi : Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik syaraf yang berlebihan
melalui perubahan pada kanal ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter

Prinsip Umum Terapi:

monoterapi lebih baik mengurangi potensi adverse effect, meningkatkan


kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi lebih baik dari monoterapi dan
biasanya kurang efektif karena interaksi antar obat justru akan mengganggu
efektivitasnya dan akumulasi efek samping dg politerapi

hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif toleransi, efek pada


intelegensia, memori, kemampuan motorik bisa menetap selama pengobatan

jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi non-sedatif, jika gagal baru
diberi sedatif atau politerapi

berikan terapi sesuai dgn jenis epilepsinya

Memperhatikan risk-benefit ratio terapi

Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin dalam jangka
waktu pendek

mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai dg kondisi klinis
pasien penting : kepatuhan pasien

ada variasi individual terhadap respon obat antiepilepsi perlu pemantauan


ketat dan penyesuaian dosis

Kejang
parsial

Drug of
choice

Alternati
ves

Karbamaze
pin
Fenitoin
Valproat
Lamotrigin
Gabapentin
Topiramat
Tiagabin
Primidon
Fenobarbita
l

Kejang Umum (generalized


seizures)
Tonicclonic
Valproat
Karbamaz
epin
Fenitoin
Lamotrigin
Topiramat
Primidon
Fenobarbit
al

Abscense
Etosuksi
mid
Valproat
Clonazep
am
Lamotrigi
n

Myoclonic,
atonic
Valproat

Klonazepa
m
Lamotrigin
Topiramat
Felbamat

jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan pelan-pelan


dihentikan dan diganti dengan obat lain (jgn politerapi)

lakukan monitoring kadar obat dalam darah jika mungkin, lakukan


penyesuaian dosis dgn melihat juga kondisi klinis pasien

Pencegahan

Infeksi pada masa kanak-kanak harus dikontrol dengan vaksinaksi yang benar, orang
tua dengan anak yang pernah mengalami kejang demam harus diintruksikan pada
metode untuk mengontrol demam (kompres dingin obat anti peuretik).

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab yang dapat dicegah, tindakan
pencegahan epilepsi akibat decera kepala.

Untuk mengidentifikasi anak gangguan pada usia dini, pencegahan kejang dilakukan
dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijak sana dan memodifikasi
gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini. 3

Prognosis
Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang mengalami epilepsy akan sembuh,
dan kurang lebih separuh pasien akan bisa lepas obat. 20 - 30% mungkin akan
berkembang menjadi epilepsi kronis pengobatan semakin sulit 5 % di antaranya
akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari . Pasien dg lebih dari
satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan psikiatri dan neurologik
prognosis jelek. Penderita epilepsi memiliki tingkat kematian yg lebih tinggi
daripada populasi umum.2

Kesimpulan
Epilepsi adalah suatu kondisi yang dicirikan dengan terjadinya seizure berulang akibat
kelainan dari sel saraf pada otak. Epilepsi memiliki kecenderungan untuk diderita seumur
hidup oleh pengidapnya, dan seizure yang memicu epilepsi dapat datang sewaktu-waktu baik
dengan pemicu maupun tanpa pemicu. Akan tetapi beberapa pengidap epilepsi hanya
mengalami keadaan tersebut selama beberapa saat pada umur-umur tertentu. Prognosis
epilepsi bergantung kepada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi, faktor penyebab, saat
pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat.

10

Daftar Pustaka
1. Dewanto, B. Suwono, J. Riyanto, B. Turana, Y. Panduan Praktis Diagnosis dan
tatalaksana penyakit Saraf. 2007. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Hartono A. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Terjemahan Lynn
SB. Bates Guide to physical examination & history taking. 2009. Edisi ke-8. Jakarta :
EGC
3. Levitt LP, Weiner HL. Buku saku neurologi. 2001. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran
EGC
4. Bradley J, Wayne D, Rubenstein D. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. 2008. Jakarta :
Penerbit Erlangga
5. Fakultas Kedokteran Indonesia. Kapita Selekta Kedikteran Jilid I. 2005. Edisi ke-7.
Jakarta : Media Aesculapics
6. Price SA, Wilson L.M. Patofisiologi. Edisi keenam. 2006. Jakarta : EGC

11

Anda mungkin juga menyukai