PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat
pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu
perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek
keperawatan baik aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan. Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma
etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek
sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut.
Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang
hukum disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi
tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada
kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut
substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk
menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya
juga berbeda.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,penulis merumuskan rumusan makalah
sebagai berikut :
1. Apa definisi dari malpraktek?
2. Bagaimana contoh malpraktek dan kajian etika hukum?
3. Apa saja jenis malpraktek berdasarkan kategori yuridis malpraktek?
C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas,makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Definisi dari malpraktek
2. Contoh malpraktek dan kajian etika hukum
3. Jenis malpraktek berdasarkan kategori yuridis malpraktek
D. Kegunaan Makalah
1
Makalah disususn dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis.Secara teoritis makalah ini berguna sebagai konsep tentang malpraktek dalam
keperawatan. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat sebagai wahana penambah
pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang malpraktek dalam keperawatan
D. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan mengumpulkan informasi dari berbagai media informasi
baik media elektronik,maupun media cetak yang mendukung dalam pembuatan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI MALPRAKTEK
Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak
terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang
biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena
tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus
menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik
pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada
konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian
malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.Guwandi
(1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk
menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati
dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama. Neglected adalah
kelalaian individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dia lakukan atau
melakukan sesuatu yang dihindari orang lain (Creighton,1986).Undangundang tentang
ngabaian diruang bedah mencakup identifikasi kesalahan terhadap klien atau lokasi yang
dibedah,maka akibat tekanan karena kesalahan dalam member posisi,cedera akibat alat yang
rusak karena kesalahan pemeriksaan,dan tertinggalnya benda asing.Kompetensi yang kurang
dalam penggunaan alat juga dapat diinterpretasikan sebagai pengabaian.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang
lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah
dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
4
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
o Alpa atau kurang hati-hati sehingga pasien menderita luka-luka (termasuk cacat) atau
meninggal dunia.
2. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji).Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil
malpractice antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan
dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini
maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka
melaksanakan tugas kewajibannya.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan
dengan dua cara yakni :
1. Cara langsung
Kewajiban dokter timbul jika secara afirmatif menerima suatu tanggung jawab untuk
melakukan tindakan medik melalui hubungan kontraktual (a contract basis), baik yang dibuat
atas beban atau dengan Cuma-Cuma (gratuitous service). Kedua, jika berdasarkan ketentuan
yang ada wajib melakukan tindakan medis (a tort basis). Menelantarkan kewajiban terbukti
jika dokter melakukan tindakan medik yang kualitasnya di bawah standar yaitu suatu
tindakan yang mutunya tidak menggambarkan telah diterapkannya ilmu, keterampilan,
perhatian dan pertimbangan yang layak sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan dokter
dengan keahlian yang sama ketika menghadapi situasi dan kondisi yang sama pula. Untuk
membuktikan ini diperlukan kesaksian ahli dari dokter yang sama keahliannya dengan dokter
yang sedang diadili. Rusaknya kesehatan terbukti jika pasien meninggal dunia, cacat,
lumpuh, mengalami luka berat atau luka sedang. Jika pasien meninggal dunia perlu dilakukan
otopsi dan bila masih hidup perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter lain yang akan
bertindak sebagai saksi ahli.Sedangkan hubungan langsung terbukti jika ada hubungan
kausalitas antara rusaknya kesehatan dengan tindakan dokter yang kualitasnya di bawah
standar. Untuk membuktikan ini juga diperlukan kesaksian ahli.
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan
haruslah bertindak berdasarkan
6
Cara ini adalah yang paling mudah yaitu dengan mencari fakta-fakta yang berdasarkan
doktrin Res Ipsa Loquitor (the thing speaks for itself) dapat membuktikan adanya kesalahan
di pihak dokter. Namun tidak semua kelalaian dokter meninggalkan fakta semacam itu.
Doktrin Res Ipsa Loquitor ini sebetulnya merupakan varian dari doctrine of common
knowledge hanya saja di sini masih diperlukan sedikit bantuan kesaksian dari ahli untuk
menguji apakah fakta yang ditemukan memang dapat dijadikan bukti adanya kelalaian dokter
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan
mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res
ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi
kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak
ada contributory negligence.
Misalnya ada kasus saat tenaga perawatan akan mengganti/ memperbaiki kedudukan
jarum infus pasien bayi, saat menggunting perban ikut terpotong jari pasien tersebut .Dalam
hal ini jari yang putus dapat dijadikan fakta yang secara tidak langsung dapat membuktikan
kesalahan tenaga perawatan, karena:
a. Jari bayi tidak akan terpotong apabila tidak ada kelalaian tenaga perawatan.
b. Membetulkan jarum infus adalah merupakan/berada pada tanggung jawab perawat.
c. Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadian tersebut.
Seperti dikemukakan di depan bahwa tidak setiap upaya kesehatan selalu dapat memberikan
kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan atau bahkan kematian. Malapetaka seperti ini
tidak mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang perlu dikaji apakah malapetaka tersebut
merupakan akibat kesalahan perawat atau merupakan resiko tindakan, untuk selanjutnya
siapa yang harus bertanggung gugat apabila kerugian tersebut merupakan akibat kelalaian
tenaga perawatan.
Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:
1. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan
kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus
dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care
provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu tidak
dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak dipenuhinya sesuatu hak pihak lain
sebagai akibat adanya hubungan kontraktual.Dalam kaitannya dengan hubungan terapetik,
kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh health care provider adalah berupa
upaya (effort), bukan hasil (result). Karena itu health care provider hanya bertanggung gugat
atas upaya medik yang tidak memenuhi standar, atau dengan kata lain, upaya medik yang
dapat dikatagorikan sebagai civil malpractice.
2. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas
kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub
ordinate),misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang
diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.
8
Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh subordinate-nya.
Dalam kaitannya dengan pelayanan medik maka RS (sebagai employer) dapat bertanggung
gugat atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang bekerja dalam kedudukan
sebagai subordinate (employee). Lain halnya jika tenaga kesehatan, misalnya dokter, bekerja
sebagai mitra (attending physician).Oleh sebab itu dalam membahas masalah hospital
liability perlu memahami pula pola hubungan kerja antara tenaga kesehatan dengan RS
sehingga pola hubungan terapetik yang terjadi dengan pasien dapat dipastikan
3. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya perbuatan yang
melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain,
akan tetapi termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan
ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang
lain (Hogeraad 31 Januari 1919).
Tanggung gugat jensi ini merupakan tanggung gugat yang tidak didasarkan atas
adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad).Pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada perbuatan yang berlawanan
dengan hukum, kewajiban hukum diri sendiri atau kewajiban hukum orang lain saja tetapi
juga yang berlawanan dengan kesusilaan yang baik & berlawanan dengan ketelitian yang
patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain
(Hogeraad,31Januari1919).Konsep liability in tort tersebut sebetulnya berasal dari
Napoleontic Civil Code Art.1382, yang bunyinya: Everyone causes damages through his
own behavior must provide compensation, if at least the victim can prove a causal
relationship between the fault and damages.Dengan adanya tanggung gugat seperti itu maka
health care provider dapat digugat membayar ganti rugi atas terjadinya kesalahan yang masuk
katagori tort (civil wrong against person or properties); baik yang bersifat intensional ataupun
negligence. Contoh dari tindakan RS yang dapat menimbulkan tanggung gugat antara lain
membocorkan rahasia kedokteran, eutanasia atau ceroboh dalam melakukan upaya medik
sehingga pasien meninggal dunia atau cacat.
4.Strict liability.
Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat tanpa kesalahan (liability whitout
fault) mengingat seseorang harus bertanggungjawab meskipun tidak melakukan kesalahan
apa-apa; baik yang bersifat intensional ataupun negligence. Tanggung gugat seperti ini
biasanya berlaku bagi product sold atau article of commerce, misalnya rokok (dimana
produsen harus membayar ganti rugi atas terjadinya kanker paru-paru, kecuali pabrik telah
memberikan peringatan akan kemungkinan terjadinya risiko seperti itu).Di negara-negara
common law, produk darah dikatagorikan sebagai product sold sehingga produsen yang
mengolah darah harus bertanggung gugat untuk setiap transfusi darah olahannya yang
menularkan virus hepatitis atau HIV.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Malpraktik bersifat sangat kompleks
- Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
10
- Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik lebih
spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau
penasihat hokum
- untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal
dibawah ini :
a. Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
b. Breach of the duty Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya.
c. Injury Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum
d. Proximate caused Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan
cedera yang dialami pasien.
- Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu tahap pengkajian
keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan
intervensi keperawatan (intervention errors).
B. SARAN
Adapun saran yang didapatkan dari pembahasan diatas diantaranya :
- dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode etik
keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan
- perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko
melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors)
sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi
- perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan kemampuannya
untuk mencegah terjadinya malpraktek
11
Daftar Pustaka
http://www.inna-ppni.or.id
http://habibnurhidaya.blogspot.com/2013/06/malpraktik-lisensi-liability.html
http://irh4mgokilz.wordpress.com/2011/02/19/makalah-malpraktek-dalam-keperawatan/
12