Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Kegawatdaruratan pada traktus biliaris yang utama diantaranya adalah
kolesistitis akut, kolangitis ascenden, dan pankreatitis akut. Kolesistitis adalah
inflamasi kandung empedu yang terjadi paling sering karena obstruksi duktus sistikus
oleh batu empedu. Kurang lebih 90% kasus kolesistitis melibatkan batu pada duktus
sitikus (kolesistitis kalkulus) dan sebanyak 10% termasuk kolesistitis akalkulus.1
Kira-kira 10-20% penduduk Amerika memiliki batu empedu, dan sepertiganya
berkembang menjadi kolesistitis akut. Kolesistektomi untuk kolik bilier rekuren atau
kolesistitis akut adalah prosedur penatalaksanaan bedah utama yang dilakukan oleh
ahli bedah umum, dan kurang lebih 500.000 operasi dilakukan per tahunnya.2
Insidensi terjadinya kolesistitis meningkat seiring pertambahan usia. Penjelasan
secara fisiologis untuk peningkatan insidensi tersebut belum ada. Peningkatan
insidensi pada laki-laki usia lanjut dikaitkan dengan perubahan rasio androgenestrogen.2,3
Perempuan penderita kolelitiasis 2-3 kali lebih banyak daripada laki-laki,
sehingga lebih banyak perempuan yang menderita kolesistitis. Peningkatan kadar
progesteron selama kehamilan dapat menyebabkan stasis cairan empedu, sehingga
penyakit kandung empedu meningkat kejadiannya pada wanita hamil. Sedangkan,
kolesistitis akalkulus lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut.2,3
Faktor resiko utama kolesistitis yakni kolelitiasis meningkat prevalensinya pada
orang Skandinavia, Indian Pima, dan Hispanik, namun menurun dan jarang pada
individu yang berasal dari sub-sahara Afrika dan Asia. Di Amerika Serikat, penduduk
kulit putih lebih sering terkena kolesistitis daripada penduduk kulit hitam.2,3
Meskipun telah ditemukan berbagai modalitas terapeutik untuk kolesistitis
namun penyakit ini masih memiliki tingkat morbiditas dan tingkat mortalitas yang
cukup tinggi terutama pada orang lanjut usia.
Oleh karena itu Referat ini akan membahas mengenai beberapa hal berkaitan
dengan penyakit peradangan pada dinding kandung empedu ini serta terapi yang
sesuai.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1...........................................................................................................................Def
inisi Kolesistitis Akut
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri
perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya, kolesistitis dapat
dibagi menjadi:
1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung empedu
yang berada di duktus sistikus.
2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.1
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam. Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih
belum jelas. 4
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan
kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang timbul pada
kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada kandung
empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada kandung empedu
yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan litiasis dan
gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.1
2.2...........................................................................................................................Epi
demiologi Kolesistitis Akut
Kira-kira 10-20% penduduk Amerika memiliki batu empedu, dan sepertiganya
berkembang menjadi kolesistitis akut. Kolesistektomi untuk kolik bilier rekuren atau
kolesistitis akut adalah prosedur penatalaksanaan bedah utama yang dilakukan oleh
ahli bedah umum, dan kurang lebih 500.000 operasi dilakukan per tahunnya.2
Insidensi terjadinya kolesistitis meningkat seiring pertambahan usia. Penjelasan
secara fisiologis untuk peningkatan insidensi tersebut belum ada. Peningkatan
insidensi pada laki-laki usia lanjut dikaitkan dengan perubahan rasio androgenestrogen.2,3
2

Perempuan penderita kolelitiasis 2-3 kali lebih banyak daripada laki-laki,


sehingga lebih banyak perempuan yang menderita kolesistitis. Peningkatan kadar
progesteron selama kehamilan dapat menyebabkan stasis cairan empedu, sehingga
penyakit kandung empedu meningkat kejadiannya pada wanita hamil. Sedangkan,
kolesistitis akalkulus lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut.2,3
2.3...........................................................................................................................Fis
iologi Produksi Aliran Empedu
Empedu yang dibentuk dalam lobulus hati disekresi ke dalam jaringan
kanalikuli yang kompleks, duktulus biliaris yang kecil dan duktus biliaris yang lebih
besar yang mengalir bersama limfatik dan cabang vena porta dan arteri hepatika
dalam traktus porta yang terletak antara lobulus hati. Duktus biliaris interlobulus ini
bergabung membentuk duktus biliaris septum yang lebih besar yang bergabung untuk
membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri yang berlanjut sebagai duktus hepatikus
komunis. Bersama dengan duktus sistikus dari kandung empedu, duktus hepatikus
komunis bergabung membentuk duktus koledokus yang kemudian bergabung dengan
duktus pankreatikus mayor lalu memasuki duodenum melalui ampulla Vater. 5

Gambar 2.1 : Anatomi duktus biliaris


(Sumber: Netter Atlas of Human Anatomy)
Empedu hati adalah cairan isotonik berpigmentasi dengan komposisi elektrolit
yang menyerupai plasma darah. Komponen utama cairan empedu terdiri dari 82% air,
3

12% asam empedu, 4% lesitin dan fosfolipid lainnya serta 0,7% kolesterol yang tidak
diesterifikasi. Unsur lain termasuk bilirubin terkonjugasi, protein (IgA), elektrolit,
mukus, dapat pula obat atau hasil metabolisme lainnya. Cairan empedu ditampung
dalam kandung empedu yang memiliki kapasitas 50 ml. Selama empedu berada di
dalam kandung empedu, maka akan terjadi peningkatan konsentrasi empedu oleh
karena terjadinya proses reabsorpsi sebagian besar anion anorganik, klorida dan
bikarbonat, diikuti oleh difusi air sehingga terjadi penurunan pH intrasistik. 1
Asam asam empedu primer (asam kolat & kenodeoksikolat) dibentuk dari
kolesterol di dalam hepatosit,

diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi dan

bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan glisin atau taurin dan diekskresi ke
dalam empedu. Sekresi empedu membutuhkan aktivitas hepatosit (sumber empedu
primer) dan kolangiosit yang terletak sepanjang duktulus empedu. Produksi empedu
per hari berkisar 500 600 mL. 1
Asam empedu mempunyai kegunaan seperti deterjen dalam mengemulsi
lemak, membantu kerja enzim pankreas dan penyerapan lemak intraluminal. Asam
empedu primer dapat dialirkan ke duodenum akibat stimulus fisiologis oleh hormon
kolesistokinin (CCK) (meskipun terdapat juga peranan persarafan parasimpatis),
dimana kadar hormon ini dapat meningkat sebagai tanggapan terhadap diet asam
amino rantai panjang dan karbohidrat. Adapun efek kolesistokinin diantaranya (1)
kontraksi kandung empedu (2) penurunan resistensi sfingter Oddi (3) peningkatan
sekresi empedu hati (4) meningkatkan aliran cairan empedu ke duodenum. 4
Asam empedu primer yang telah sekresikan ke duodenum akan direabsorpsi
kembali di ileum terminalis kemudian memasuki aliran darah portal dan diambil cepat
oleh hepatosit, dikonjugasi ulang dan disekresi ulang ke dalam empedu (sirkulasi
enterohepatik). Sekitar 20% empedu intestinal tidak direabsorpsi di ileum, yang
kemudian dikonjugasi oleh bakteri kolon menjadi asam empedu sekunder yakni
deoksikolat dan litokolat dan 50% akan direabsorpsi kembali. 4
2.4...........................................................................................................................Eti
logi dan Faktor resiko Kolesistitis Akut
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis
cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama

kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus
(10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). 6
Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan
empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu
menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia dan
nekrosis dinding kandung empedu. Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana
stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih
belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan
pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu yang diikuti
oleh reaksi inflamasi dan supurasi. 7
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 85%
pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung empedu
para pasien ini adalah E. colli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies
Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoksin yang dihasilkan oleh organisme
organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan,
perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis
dinding kandung empedu. 8
Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Peningkatan risiko
terhadap perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan trauma
atau luka bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang menyertai
persalinan yang memanjang dan dengan operasi pembedahan besar nonbiliaris lainnya
dalam periode pascaoperatif. Faktor lain yang mempercepat termasuk vaskulitis,
adenokarsinoma kandung empedu yang mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi
kandung

empedu, infeksi

bakteri kandung empedu (misalnya

Leptospira,

Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera) dan infeksi parasit kandung empedu.
Kolesistitis akalkulus mungkin juga tampak bersama dengan berbagai penyakit
sistemik

lainnya

(sarkoidosis,

penyakit

kardiovaskular, sifilis,

tuberkulosis,

aktinomises). 4
Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang
mendapat nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu tidak
mendapatkan

stimulus

dari

kolesistokinin

(CCK)

yang

berfungsi

mengosongkan kantong empedu, sehingga terjadi statis dari cairan empedu. 9


5

untuk

2.5...........................................................................................................................Ma
nifestasi Klinis Kolesistitis Akut
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di
sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh.
Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang kadang rasa sakit
menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa
reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan
inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Sekitar
60 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. 1
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran
atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering
mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi
volume vaskuler dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisik, kuadran kanan atas
abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien
dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk
sewaktu palpasi subkosta kuadran kanan atas biasanya menambah nyeri dan
menyebabkan inspirasi terhenti (Murphys sign). 1
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan
nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan,
juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda
rangsangan peritoneum generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan,
asalkan tidak ada perforasi. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat
ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan
adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik. Pada pasien pasien yang sudah tua
dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan
kadang hanya berupa mual saja. 1
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan
dengan kolesistitis kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan
keadaan inflamasi kandung empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya
tidak terdapat tanda tanda kolik kandung empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke
dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda tanda kolesistitis akut yang jelas
sebelumnya. 4
6

2.6...........................................................................................................................Dia
gnosis Kolesistitis Akut
Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen bagian atas
yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka mencari pertolongan ke
unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis akut juga sering merasa
mual dan muntah serta pasien melaporkan adanya demam. Tanda-tanda iritasi
peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa pasien menjalar hingga ke bahu
kanan atau skapula. Kadang-kadang nyeri bermula dari regio epigastrium dan
kemudian terlokalisisr di kuadran kanan atas (RUQ). Meskipun nyeri awal
dideskripsikan sebagai nyeri kolik, nyeri ini kemudian akan menetap pada semua
kasus kolesistitis. Pada kolesistitis akalkulus, riwayat penyakit yang didapatkan
sangat terbatas. Seringkali, banyak pasien sangat kesakitan (kemungkinan akibat
ventilasi mekanik) dan tidak bisa menceritakan riwayat atau gejala yang muncul.11,12

Gambar 2.2 Algoritma diagnosis kolesistitis


(Sumber: Miura F, et al. Flowchart for the diagnosis and treatment of acute
cholangitis and cholecystitis)

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan atas
abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran kanan atas
saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat yang

menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda Murphy
positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan demam.11,12
Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat ditemukan
leukositosis dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Pada 15% pasien,
ditemukan peningkatan ringan dari kadar aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), alkali fosfatase (AP) dan bilirubin jika batu tidak berada di
duktus biliaris.11,12,13
Pemeriksaan pencitraan untuk kolesistitis diantaranya adalah ultrasonografi
(USG), computed tomography scanning (CT-scan) dan skintigrafi saluran empedu.
Pada USG, dapat ditemukan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu,
adanya cairan di perikolesistik, dan tanda Murphy positif saat kontak antara probe
USG dengan abdomen kuadran kanan atas. Nilai kepekaan dan ketepatan USG
mencapai 90-95%.1,14

Gambar 2.3: Pemeriksaan USG pada kolesistitis


(Sumber: Khan AN, et al. http://emedicine.medscape.com/article/365698overview)

Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal, tapi mampu


memperlihatkan adanya abses perikolesisitik yang masih kecil yang mungkin tidak
terlihat dengan pemeriksaan USG. Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat
radioaktif HIDA atau 99m Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai kepekaan dan
ketepatan yang lebih rendah daripada USG dan juga lebih rumit untuk dikerjakan.
Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu

pada pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi sangat menyokong kolesistitis


akut.1

Gambar 2.4 Koleskintigram normal


(Sumber: Khan AN, et al. http://emedicine.medscape.com/article/365698overview)

Gambar 2.5: Gambaran 99mTc-HIDA scan yang memperlihatkan tidak adanya


pengisian kandung empedu akibat obstruksi duktus sitikus

(Sumber: Khan AN, et al. http://emedicine.medscape.com/article/365698overview)

Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis


adalah:16

Gejala dan tanda lokal


o Tanda Murphy
o Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
o Massa di kuadran kanan atas abdomen
Gejala dan tanda sistemik
o Demam
o Leukositosis
o Peningkatan kadar CRP
Pemeriksaan pencitraan
o Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi

Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil USG atau
skintigrafi yang mendukung.16
2.7...........................................................................................................................Dia
gnosis banding Kolesistitis Akut
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba tiba, perlu
dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah diafragma
seperti appendiks yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis

akut,

pielonefritis

dan

infark

miokard.

Pada

wanita

hamil

kemungkinannya dapat preeklampsia, appendisitis dan kolelitiasis. Pemeriksaan lebih


lanjut dan penanganan harus dilakukan segera karena dapat mengancam nyawa ibu
dan bayi . 17

10

2.8...........................................................................................................................Pe
natalaksanaan Kolesistitis Akut
2.8.1.

Terapi konservatif

Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis akut
dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit sebelum
kolesistektomi. Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi
pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang
rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal
sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis dan
septikemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk
mematikan kuman kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.
colli, Streptococcu faecalis dan Klebsiella, namun pada pasien diabetes dan pada
pasien yang memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian
antibiotik kombinasi. 4
Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam
dengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, sefalosporin generasi ketiga atau metronidazol
dengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus kasus yang
sudah lanjut dapat diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat mual dan
muntah dapat diberikan anti-emetik atau dipasang pipa nasogastrik. Pemberian CCK
secara intravena dapat membantu merangsang pengosongan kandung empedu dan
mencegah statis aliran empedu lebih lanjut. Pasien pasien dengan kolesistitis akut
tanpa komplikasi yang hendak dipulangkan harus dipastikan tidak demam dengan
tanda tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda tanda obstruksi pada hasil
laboratorium dan USG, penyakit penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes
mellitus) telah terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai
seperti Levofloxasin 1 x 500 mg PO dan Metronidazol 2 x 500 mg PO, anti-emetik
dan analgesik yang sesuai. 4
2.8.2.

Terapi bedah

Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah


sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 8 minggu setelah terapi
konservatif dan keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus akan
11

membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbul
gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan lama
perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat serta biaya dapat ditekan. Sementara
yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan penyebaran infeksi ke
rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena proses infalamasi akut di
sekitar duktus akan mengaburkan anatomi. 18
Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu dilakukan
pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi kolesistitis akut,
misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau perforasi. Pada kasus kolesistitis
akut nonkomplikata, hampir 30 % pasien tidak berespons terhadap terapi medis dan
perkembangan penyakit atau ancaman komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih
dini dilakukan (dalam 24 sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak
meningkat pada pasien yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi
yang tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan untuk (1)
pasien yang kondisi medis keseluruhannya memiliki risiko besar bila dilakukan
operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih meragukan.18
Kolesistektomi dini (atau segera) merupakan terapi pilihan bagi sebagian besar
pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar pusat kesehatan, angka mortalitas untuk
kolesistektomi darurat mendekati 3 %, sementara risiko mortalitas untuk
kolesistektomi elektif atau dini mendekati 0,5 % pada pasien berusia kurang dari 60
tahun. Tentu saja, risiko operasi meningkat seiring dengan adanya penyakit pada
organ lain akibat usia dan dengan adanya komplikasi jangka pendek atau jangka
panjang penyakit kandung empedu. Pada pasien kolesistitis yang sakit berat atau
keadaan umumnya lemah dapat dilakukan kolesistektomi dan drainase dilakukan pada
lain waktu. 19
Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopi di Indonesia
pada awal 1991, hingga saat ini tindakan tersebut sudah sering dilakukan di pusat
pusat bedah digestif. Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai angka 90% dari
seluruh kolesitektomi. Konversi ke tindakan kolesistektomi konvensional menurut
Ibrahim A. dkk, sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali
duktus sistikus yang diakibatkan perlengketan luas (27%), perdarahan dan keganasan
kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma
saluran empedu (7%), perdarahan, kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli
bedah tindakan kolesistektomi laparoskopi ini sekalipun invasif mempunyai kelebihan
12

seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara
kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat
aktivitas pasien (Siddiqui T, et al, 2008). Pada wanita hamil, laparaskopi
kolesistektomi terbukti aman dilakukan pada semua trimester. 20
Adapun beberapa kontraindikasi dari laparoskopi kolesistektomi di antaranya
adalah:

Risiko tinggi terhadap anastesi umum


Tanda tanda perforasi kandung empedu seperti abses, fistula dan peritonitis
Batu empedu yang besar atau dicurigai keganasan
Penyakit hati terminal dengan hipertensi portal dan gangguan sistem pembekuan
darah. 18
2.9...........................................................................................................................Ko
mplikasi Kolesistitis Akut
2.9.1.

Empiema dan hidrops

Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis


akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang
tersumbat tersebut disertai kuman kuman pembentuk pus. Biasanya terjadi pada
pasien laki - laki dengan kolesistitis akut akalkulus dan juga menderita diabetes
mellitus. Gambaran klinis mirip kolangitis dengan demam tinggi, nyeri kuadran kanan
atas yang hebat, leukositosis berat dan sering keadaan umum lemah. Empiema
kandung empedu memiliki risiko tinggi menjadi sepsis gram negatif dan/atau
perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai perlindungan antibiotik yang
memadai segera setelah diagnosis dicurigai. 21
Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan
berkepanjangan duktus sistikus biasanya oleh sebuah kalkulus besar. Dalam keadaan
ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara progresif mengalami peregangan
oleh mukus (mukokel) atau cairan transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel
sel epitel mukosa. Pada pemeriksaan fisik sering teraba massa tidak nyeri yang
mudah dilihat dan diraba menonjol dari kuadran kanan atas menuju fossa iliaka
kanan. Pasien hidrops kandung empedu sering tetap asimtomatik, walaupun nyeri
kuadran kanan atas kronik juga dapat terjadi. Kolesistektomi diindikasikan, karena
dapat timbul komplikasi empiema, perforasi atau gangren. 21

13

2.9.2. Gangren dan perforasi


Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis
jaringan berbercak atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi
berlebihan kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi yang
menyebabkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan predisposisi perforasi
kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada kolesistitis kronik tanpa
gejala atau peringatan sebelumnya abses. 22
Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi bakteri pada isi
kandung empedu yang terlokalisasi tersebut menimbulkan abses. Sebagian besar
pasien sebaiknya diterapi dengan kolesistektomi, tetapi pasien yang sakit berat
mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase abses. 22
Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian
sekitar 30%, Pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien nyeri
kuadran kanan atas karena kandung empedu yang teregang mengalami dekompresi,
tetapi kemudian timbul tanda peritonitis generalisata. 22
2.9.3. Pembentukan fistula dan ileus batu empedu
Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung
empedu mungkin diakibatkan dari inflamasi dan pembentukan perlekatan. Fistula
dalam duodenum sering disertai oleh fistula yang melibatkan fleksura hepatika kolon,
lambung atau duodenum, dinding abdomen dan pelvis ginjal. Fistula enterik biliaris
bisu/tenang yang secara klinis terjadi sebagai komplikasi kolesistitis kronik pernah
ditemukan pada 5 % pasien yang menjalani kolesistektomi. 4
Fistula kolesistoenterik asimtomatik mungkin kadang didiagnosis dengan
temuan gas dalam percabangan biliaris pada foto polos abdomen. Pemeriksaan
kontras barium atau endoskopi saluran makanan bagian atas atau kolon mungkin
memperlihatkan fistula, tetapi kolesistografi oral akan hampir tidak pernah
menyebabkan opasifikasi baik kandung empedu atau saluran fistula. Terapi pada
pasien simtomatik biasanya terdiri dari kolesistektomi, eksplorasi duktus koledokus
dan penutupan saluran fistula. 4
Ileus batu empedu menunjuk pada obstruksi intestinal mekanik yang
diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar ke dalam lumen usus. Batu tersebut
14

biasanya memasuki duodenum melalui fistula kolesistoenterik pada tingkat tersebut.


Tempat obstruksi oleh batu empedu yang terjepit biasanya pada katup ileosekal,
asalkan usus kecil yang lebih proksimal berkaliber normal. Sebagian besar pasien
tidak memberikan riwayat baik gejala traktus biliaris sebelumnya maupun keluhan
kolesistitis akut yang sugestif atau fistulisasi. 4
Batu yang berdiameter lebih besar dari 2,5 cm dipikirkan memberi
kecenderungan pembentukan fistula oleh erosi bertahap melalui fundus kandung
empedu. Untuk menegakkan diagnostik adakalanya mungkin ditemukan foto polos
abdomen (misalnya obstruksi usus-kecil dengan gas dalam percabangan biliaris dan
batu empedu ektopik berkalsifikasi) atau menyertai rangkaian gastrointestinal atas
(fistula kolesistoduodenum dengan obstruksi usus kecil pada katup ileosekal).
Laparotomi dini diindikasikan dengan enterolitotomi dan palpasi usus kecil yang lebih
proksimal dan kandung empedu yang teliti untuk menyingkirkan batu lainnya.4
2.9.4. Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porselin.
Garam kalsium mungkin disekresi ke dalam lumen kandung empedu dalam
konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan pengendapan kalsium dan opasifikasi
empedu yang difus dan tidak jelas atau efek pelapis pada rontgenografi polos
abdomen. Apa yang disebut empedu limau atau susu empedu secara klinis biasanya
tidak berbahaya, tetapi kolesistektomi dianjurkan karena empedu limau sering timbul
pada kandung empedu yang hidropik. Sedangkan kandung empedu porselin terjadi
karena deposit garam kalsium dalam dinding kandung empedu yang mengalami
radang secara kronik, mungkin dideteksi pada foto polos abdomen. Kolesistektomi
dianjurkan pada semua pasien dengan kandung empedu porselin karena pada kasus
presentase tinggi temuan ini tampak terkait dengan perkembangan karsinoma
kandung empedu .4
2.10.........................................................................................................................Pr
ognosis Kolesistitis Akut
Pada kasus kolesistitis akut tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat terlihat
dalam 1 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan didapatkan
pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh
dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula, menjadi kolesistitis rekuren.
15

Kadang kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren,


empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum pada
10 15% kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian dapat mencapai 50 60%. Hal
ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan.
Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus memiliki angka mortalitas sebesar 10 50%.
Tindakan bedah pada pasien tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di
samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.23

16

BAB III
KESIMPULAN

Kolesistitis merupakan peradangan pada dinding kandung empedu yang


ditandai dengan trias gejalanya, yakni: nyeri perut kuadran kanan atas, demam dan
leukositosis. Terdapat dua jenis kolesistitis berdasarkan penyebab utamanya yakni
kolesistitis akut kalkulus dan kolesistitis akut akalkulus. Berdasarkan onsetnya,
terbagi menjadi kolesistitis akut dan kronik. Patofisiologi kolesistitis akut sampai saat
ini masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Penegakkan diagnosis untuk kolestitis
adalah dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kolesistitis
akut kalkulus lebih banyak ditemukan pada wanita, usia > 40 tahun dan pada wanita
hamil atau yang mengkonsumsi obat hormonal, walaupun pada kenyataannya tidak
selalu seperti itu.
Pemeriksaan penunjang sering menunjukkan leukositosis, peningkatan serum
aminotransferase, alkali fosfatase, serum bilirubin dan serum amilase. Pemeriksaan
USG dapat merupakan pemeriksaan penunjang yang banyak dilakukan karena daya
sensitivitasnya sampai 95%.
Terapi dibagi menjadi dua, yakni terapi konvensional berupa perbaikan
kondisi umum pasien, antibiotik sesuai dengan pola kuman, analgesik dan anti-emetik
dan terapi pembedahan bila terdapat inidikasi, dimana saat ini lebih sering dilakukan
laparaskopi kolesistektomi dikarenakan dapat memberi keuntungan pada pasien
seperti rasa nyeri pasca operasi minimal, memperpendek masa perawatan dan
memperbaiki kualitas hidup pasien lebih cepat.
Pemberian terapi lebih awal dan adekuat berperan dalam mencegah terjadinya
komplikasi kolesistitis seperti gangren, empiema, emfisema, perforasi kandung
empedu, abses hati, peritonitis, dan sepsis.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. Hal 477-478.
2. Steel PAD, Sharma R, Brenner BE, Meim SM. Cholecystitis and Biliary
Colic in Emergency Medicine. [Diakses pada: November 2015]. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview.
3. Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: November
2015].

Diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/171886-

overview.
4. Isselbacher, KJ, Braunwald E, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison:
Prinsip Harrison. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa
Indonesia: Prof. Dr. H. Ahmad H. Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Dasar Dasar Penyakit.
EGC. Jakarta. 2006.
6. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis - a review. Clin
Gastroenterol Hepatol. Sep 9 2012.
7. Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis.
Gastroenterol Clin North Am. Mar 2013;28(1):75-97.
8. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum
gallbladder motility: a model of acalculous cholecystitis. Ann Surg. Aug
2013;232(2):202-7.
9. Sitzmann JV, Pitt HA, Steinborn PA, et al. Cholecystokinin prevents
parenteral nutrition induced biliary sludge in humans. Surg Gynecol Obstet.
Jan 2010;170(1):25-31.
10. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et al.
Background: Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis and
cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10.
11. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.
12. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et al.
Flowchart for the diagnosis and treatment of acute cholangitis and
18

cholecystitis: Tokyo Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007.


p. 27-34.
13. Steel PAD, Sharma R, Brenner BE, Meim SM. Cholecystitis and Biliary
Colic in Emergency Medicine. [Diakses pada: November 2015]. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview.
14. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.
15. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging. [Diakses
pada:

November

2015].

Diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview.
16. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358 (26); 2008.
17. Yates MR, Baron TH. Biliary tract disease in pregnancy. Clin Liver Dis.
2013;3:131-147.
18. Wilson E, Gurusamy K, Gluud C, Davidson BR. Cost-utility and value of
information analysis of early versus delayed laparoscopic cholecystectomy
for acute cholecystitis. Br J Surg. Feb 2010;97(2):210-9.
19. Mutignani M, Iacopini F, Perri V, et al. Endoscopic gallbladder drainage for
acute cholecystitis: technical and clinical results. Endoscopy. Jun
2011;41(6):539-46.
20. Cox MR, Wilson TG, Luck AJ, et al. Laparoscopic cholecystectomy for
acute inflammation of the gallbladder. Ann Surg. Nov 2011;218(5):630-4.
21. Gruber PJ, Silverman RA, Gottesfeld S, et al. Presence of fever and
leukocytosis in acute cholecystitis. Ann Emerg Med. Sep 2010;28(3):273-7.
22. Chiu HH, Chen CM, Mo LR. Emphysematous cholecystitis. Am J Surg. Sep
2012;188(3):325-6.
23. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM, Current Medical Diagnosis &
Treatment. McGraw Hill: Lange. 2009.

19

Anda mungkin juga menyukai