Studies"nya Australia), agaknya sudah diakui sebagai bidang studi yang menempati posisi
strategis dnfam praksis pendidikan di Australia. Yang demikian ini numpak. misalnya, dari
kebijakan pemerintah Australia--melalui sebuah koluborasi nasional yang dibentuk oleh The
Australiun Education C()uncil-yang merekomendasikan pengembangan kurikulum bidang
studi tersebut bersama dengan kurikulum bidang studi lain, seperti Bahasa Inggris,
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Teknologi, Pendidikan Kesebatan dan Olahraga. Seni,
dan bahasa-bahasa lain di luar bahasa Inggris. .Wacana berikut, meski secara singkat, akan
mencoba memperkenalkan beberapa segi dari Studi Masyarakat din Lingkungan tersebut
yang barangkali bisa dipakai sebagai bahan perbandingan dalam mengembangkan desain
Ilmu Pengetahuan Sosial di Indonesia. Mated bahasan mengacu kepada basil perbincangan
dengan Dr. Marry F.Sanders (pakar Social Studies dan University of Tasmania yang dalam
tahun-tahun terakhir ini mengetuai proyek kerjasama antara institusinya dengan FPIPS IKIP
MALANG) dan dua dokumen resmi dan The Austral.ian Education Council, yaitu A
_.tateme1lt 011 studies of society al/d el/virol/mellt for Australiall schools. dan Studies of
society alld em'irol/mellt, a curriculuin profile for Allstralia/I schools.
Pengajaran Pendidikan Sosial di Australia dan di Indonesia
Fattah Hanurawan
Abstract
Terdapat isu penting berkenaan dengan pengajaran pendidikan sosial di Australia, yaitu
meliputi isu-isu signifikan terkait dengan perspektif nasional, isu-isu signifikas terkait dengan
isi kurikulum yang penting, isu-isu signifikan terkait dengan masalah-masalah yang menjadi
perhatian masyarakat. Secara umum pola pendidikan sosial Australia cukup relevan untuk
diterapkan di Indonesia, apabila memperhatikan situasi dan kondisi pendidikan serta
perkembangan masyarakat Indonesia. Modifikasi terhadap isu-isu itu secara umum harus
memperhatikan faktor-faktor sosial budaya, seperti perkembangan tingkat ekonomi di
Indonesia, nilai sosial budaya yang ada di Indonesi, pandangan hidup bangsa, atau problemaproblema sosial kemasyarakatan yang khas di Indonesia.
Mata pelajaran IPS SMP di Indonesia dan Australia pada dasarnya memiliki tujuan sama,
yakni membentuk warga negara yang baik, membantu peserta didik memecahkan masalah,
dan menumbuhkan kebanggaan akan budaya bangsa. Di New South Wales Australia, nama
mata pelajaran IPS di pendidikan dasar adalah HSIE (Human Society and Its Environments)
yang menekankan pada pengembangan nilai-nilai dan tingkah laku peserta didik. Demikian
ditegaskan guru IPS dari sekolah private New South Wales Yusdi Maksum M, Ed. dalam
Seminar Nasional Hima Pendidikan IPS FISE UNY kemarin (30/12) di Ruang Ki Hajar
Dewantara FISE UNY. Menurut Yusdi, yang pernah mengajar di sekolah Indonesia yang
Pembelajaran IPS di NSW tidak terlalu banyak materi, tetapi lebih mengedepankan strategi
pemecahan masalah. Hal ini berbeda dengan di Indonesia yang terlalu sarat materi tegas
alumni UNY yang telah menetap di Australia ini. Pernyataan tersebut dibenarkan pembicara
lain Saliman M, Pd. Menurut Saliman kurikulum pendidikan IPS di Indonesia masih sarat
dengan muatan materi, akibatnya guru kurang mampu mengembangkan pembelajaran IPS
yang variatif. Hal ini ditambah jumlah jam mengajar guru tidak sebanding dengan materi
yang harus dibelajarkan.
Selain perbedaan strategi pembelajaran, pembelajaran IPS di Indonesia dan Australia juga
berbeda dari teknik penilaian yang digunakan. Di Indonesia penilaian masih mengacu pada
angka-angka sebagai simbol keberhasilan belajar peserta didik, sementara di Australia,
penilaian laporan kemajuan peserta didik lebih menekankan pada proses yang telah dilakukan
peserta didik dalam mencapai kompetensi Di Indonesia lebih menekankan hasil, di Australia
menekankan pada proses. Filosofi yang digunakan Australia adalah bahwa setiap peserta
didik yang belajar pasti mengalami kemajuan tegas Yusdi.
Senada dengan Yusdi, Saliman juga menilai bahwa salah satu kegagalan pendidikan IPS di
Indonesia adalah penilaian pembelajaran masih mengedepankan angka dan paper and pencil
terst. Idealnya kalau pendidikan IPS dicanangkan sebagai pendidikan karakter, hendaknya
penilaian lebih menekankan pada sikap peserta didik tegas Ketua Prodi Pendidikan IPS ini.
Menyikapi tentang penilaian IPS, kedua pembicara sepakat menolak wacana Pendidikan IPS
di Ujian Nasional-kan. Kalau IPS di-UAN-kan kita semakin khawatir bahwa IPS hanya
pelajaran hapalan.tegas Saliman.
Sebagai perbandingan, konsep UAN di Indonesia dan Australia berbeda, Di Australi Ujian
Nasional memang ada untuk mata pelajaran Matematika dan bahasa. Tetapi bukan sebagai
penentu kelulusan, hanya untuk mengukur peringkat sekolah sajategas Yusdi. Salah satu
rekomendasi Seminar Nasional adalah agar Pemerintah tidak menjadikan Ujian Nasional
sebagai penentu kelulusan peserta didik.
Perbedaan lain pendidikan IPS di Indonesia dan Australia adalah proses rekruitmen guru.
NSW telah memiliki 7 standar guru profesional yang benar-benar dilaksanakan secara ketat.
Hal ini tentu berbeda dengan Indonesia, apalagi proses sertifikasi guru saat ini yang lebih