Anda di halaman 1dari 64

entuk, fungsi, dan makna MANTRA PERTANIAN DAlam masyarakat SASAK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu produk budaya, seni memiliki berbagai bentuk


pengungkapan yang pada prinsipnya bertujuan untuk mengkomunikasikan pikiran
dan perasaan masyarakat yang tumbuh dan bekembang dari waktu ke waktu. Salah
satu bentuk pengungkapan seni sebagai produk budaya adalah mantra pada
masyarakat Sasak. Mantra pada masyarakat Sasak sangatlah beraneka ragam
bentuknya seperti yang diungkapkan oleh Rusyana (1970) membagi mantra
berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu jampe (jampi), asihan (pekasih),
singlar (pengusir), jangjawokan (jampi), rajah (kata-kata pembuka jampi), ajian
(jampi ajian kekuatan), dan pelet (guna-guna). Diantara sekian banyak mantra
yang ada, peneliti hanya mengkaji tentang Mantra dalam dunia pertanian pada
masyarakat Sasak yang ada di Desa Banyumulek Lombok Barat.
Seiring dengan kemajuan zaman yang sudah berkembang pada era globalisasi ini
tradisi-tradisi itu sudah mulai berkurang khususnya yang mengkaji mantra
pertanian. Karena dirasa sangat menyulitkan, prosesnya hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang tertentu saja, tidak ada generasi penerusnya yang mewarisi, dan
kemajuan teknologi sangat berkembang yang membuat sebagian orang, ada yang
masih mempertahankan dan adapula orang yang sudah tidak memakainya lagi.
Karena itulah adat istiadat atau tradisi yang sudah mulai berkurang dan rentan
untuk hilang perlu untuk dikaji. Mantra sebagaimana sastra umumnya juga
mempunyai bentuk, fungsi dan makna. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana bentuk dari mantra tersebut lalu fungsinya untuk apa, dan seperti apa
makna dari mantra pertanian tersebut, oleh sebab itu maka perlu diadakan
penelitian dan dokumentasi budaya. Dalam peristilahan ahli antropologi ilmu atau
mantra ini biasa dikenal dengan istilah magic (ilmu gaib). Lebih lanjut Richard
menguraikan pengertian mantra dalam bukunya Suyasa mengatakan bahwa mantra
sebagai ekspresi manusia yang diyakini mampu mengubah suatu kondisi karena
dapat memunculkan kekuatan gaib, estetik, dan penuh mistis (Suyasa, 2004: 2).
Kehadiran mantra itu sendiri berpangkal pada kepercayaan masyarakat pendukung
di dalamnya yang memunculkan fenomena yang semakin kompleks dijaman
sekarang. Sejumlah penilaian, sikap, dan perlakuan masyarakat terhadap mantra
semakin berkembang. Ada sebagian masyarakat yang begitu mengikatkan secara
penuh maupun sebagian dirinya terhadap mantra dalam kepentingan hidupnya.
Sebagian masyarakat lainnya secara langsung atau tidak langsung menolak
kehadiran mantra dengan pertimbangan bahwa menerima mantra berarti

melakukan perbuatan syirik. Pada bagian masyarakat yang disebutkan pertama


dapat digolongkan ke dalam masyarakat penghayat atau pendukung mantra,
sedangkan bagian masyarakat yang lainnya digolongkan ke dalam masyarakat
bukan penghayat mantra.
Bagi masyarakat penghayat mantra, kegiatan sehari-hari kerap kali diwarnai
dengan pembacaan mantra demi keberhasilan dalam mencapai maksud atau tujuan
yang sesuai dengan fungsi dari mantra tersebut misalnya, para petani ingin
sawahnya subur, terhindar dari gangguan hama, ingin panen hasilnya melimpah,
para pedagang ingin dagangannya laris. Mantra diterima oleh masyarakat
penghayatnya sebagai kebutuhan penunjang setelah kehidupan agamanya dijalani
secara sungguh-sungguh. Adanya kebutuhan terhadap mantra sebagai warna yang
menghiasi kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang tidak terlepas kepada keadaan
alam dan mata pencaharian, menghasilkan tiga kelompok besar sehubungan
dengan penggunaan mantra, yaitu mantra yang digunakan untuk perlindungan,
kekuatan, dan pengobatan.
Mantra merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sasak
sebagai bagian dari budaya. Mantra dapat memberikan gambaran luas tentang pola
dan macam kehidupan masyarakat pendukungnya. Sebagai bagian dari budaya
mantra merupakan suatu keberhasilan karya cipta sastra yang harus diwariskan
dari generasi kegenerasi. Berdasarkan pandangan di atas, maka peneliti
bermaksud mengkaji bentuk, fungsi dan makna mantra dalam dunia pertanian
pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1) bagaimanakah bentuk mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di
Desa Banyumulek Lombok Barat?
2) bagaimanakah fungsi dan makna mantra dalam dunia pertanian pada
masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat?
3) bagaimanakah pandangan masyarakat terhadap keberadaan mantra dalam
dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1) mendeskripsikan bentuk mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat
Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat?
2) mendeskripsikan fungsi dan makna mantra dalam dunia pertanian pada
masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat?
3) mendeskripsikan pandangan masyarakat terhadap mantra dalam dunia
pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis
1. Diharapkan dengan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat
memperluas cakrawala di dalam pengembangan kesusastraan Indonesia.
2. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini, diharapkan berguna bagi peneliti
sebagai acuan dalam mengadakan penelitian secara lebih mendalam tentang halhal yang belum terjangkau dalam penelitian ini.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan
bagi pengajaran sastra yang ada di sekolah.
2. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan
masukan-masukan pada peneliti selanjutnya dalam bidang yang relevan dengan
objek dan sasaran penelitian ini.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar


Analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa ( karangan, perbuatan
dan sebagainya ) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Analisis pada
penelitian ini difokuskan pada struktur dalam mantra dunia pertanian pada
masyarakat sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat. Analisis mantra bukan berarti
merubah teks-teks mantra atau membolak-baliknya apalagi merubah isi
kandungannya. Analisis merupakan suatu cara untuk memahami karya-karya sastra
baik untuk memanfaatkan, maupun melakukan kritikan. Pada bagian lain, analisis
merupakan suatu langkah menelaah, mengkaji dan menyelidiki suatu sastra.
Dalam bukunya Nurgiantoro ( 2009: 30 ) mengatakan bahwa analisis menyarankan
pengertian mengurai karya itu atas unsur- unsur pembentuknya tersebut, yang
berupa unsur-unsur intrinsik. Menganalisis bukan berarti memecah dan
mencincang-cincang karya sastra, memisah-misahkan bagian dari keseluruhannya
melainkan sebagai sarana, sarana untuk memahami karya-karya kesastraan itu
sebagai satu kesatuan yang padu dan bermakna, bukan sekedar bagian per-bagian
yang terkesan sebagai suatu percincangan di atas. Jadi analisis adalah langkahlangkah telaah secara mendalam terhadap sesuatu, baik itu karya sastra ataupun
yang lain dengan penuh kesadaran dan rasional objektif untuk memperoleh
penghayatan serta memberi penilaian terhadap suatu karya sastra atau yang
lainnya.
Untuk penelitian sastra (mantra) dengan mengunakan salah satu teori sastra sastra,
pertama kali yang harus dimengerti dahulu mengenai teori itu, kemudian mengenai
metodenya. Dalam hal ini, teori yang digunakan sebagai pendekatan sastra adalah
semiotik. Jadi, haruslah dimengerti apakah semiotik itu dan seluk beluknya.
Penelitian sastra dengan pendekatan semiotik itu sesungguhnya merupakan
lanjutan dari pendekatan bentuk. Seperti yang dikemukakan Pradopo (1995: 118)
untuk dapat memberikan makna mantra pertanian secara semiotik, pertama kali
dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif.
Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau
secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama.
Sedangkan pembacaan hermeneutik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan
sisitem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya.
Jika kerja analisis kesastraan dimaksudkan untuk memahami secara lebih baik
sebuah karya, merebut makna pursuit of signs, menurut istilah Culler, menafsirkan
makna berdasarkan berbagai kemungkinannya, analisis tersebut sebenarnya telah
melibatkan kerja hermeneutik. Hermeneutik menurut Teeuw ( 1984: 123), adalah

ilmu atau teknik memahami karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang
lebih luas menurut maksudnya. Berdasarkan teori dengan pendekatan semiotik
dalam menentukan makna dan fungsi mantra, dilakukan suatu interpretasi dan
penafsiran serta penilaian terhadap mantra untuk mendapatkan suatu fungsi serta
maknanya dalam kehidupan masyarakat Sasak Lombok Barat.
2.2

Pengertian Mantra

Mantra sebagaimana dikemukakan Poerwadarminta (1988: 558) adalah:


1) perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib (misal dapat
menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya); 2) susunan kata berunsur
puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya
diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa mantra adalah kalimat
yang diucapkan dengan diulang-ulang atau dilafalkan secara khusus untuk
mendatangkan daya gaib, susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap
mengandung kekuatan gaib (KBBI, 2005: 713).
Menurut Richard dalam Suyasa (2004: 2) bahwa mantra sebagai ekspresi manusia
yang diyakini mampu mengubah suatu kondisi karena dapat memunculkan
kekuatan gaib, estetik, dan penuh mistis, historis, mantra di samping memiliki
konsep acuan yang lain juga pijakannya bersumber pada agama. Di dalam buku
Teori Dasar Sastra. Mengatakan bahwa, mantra yang dalam perkembangannya
membentuk acuan dan dari acuan itu muncul bentuk-bentuk sastra yang bersifat
psikologis, mistis, simbolis, dan impresif. (Suyasa, 2004: 4). Dan lebih lanjut
dikemukakan dalam Purwardarminta (1984: 632) bahwa mantra adalah perkataan
atau kalimat yang dapat mendatangkan daya gaib, jampi, dan pesona.
2.3

Jenis-jenis Mantra

Sejalan dengan pembagian jenis mantra, Rusyana (1970) membagi mantra


berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu jampe jampi, asihan pekasih,
singlar pengusir, jangjawokan jampi, rajah kata-kata pembuka jampi, ajian
jampi ajian kekuatan, dan pelet guna-guna Dipandang dari tujuan permohonan,
Mantra dapat dikelompokkan ke dalam mantra putih white magic dan mantra
hitam black magic. Pembagian tersebut berdasarkan kepada tujuan mantra itu
sendiri, yakni mantra putih digunakan untuk kebaikan sedangkan mantra hitam
digunakan untuk kejahatan, Rusyana (1970).
Ditunjau dari segi bentuk dan isinya, ragam mantra dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis, yakni:
2.3.1 Mantra pengobatan
Jenis mantra pengobatan ini khusus digunakan sebagai alat atau media pengobatan
dengan cara dibacakan mantranya. Mantra pengobatan masyarakat Banyumulek

bermacam-macam, disesuaikan dengan jenis penyakitnya, misalnya: penyakit


panas, kena gangguan makhluk halus, sulit buang air kecil, luka senjata tajam, dan
lain sebagainya. Jika masyarakat sakit, maka untuk mengobatinya adalah sesuai
dengan yang dideritanya dan mantra ini termasuk mantra putih.

2.3.2 Mantra penjagaan diri


Mantra penjagaan diri yang dimaksud pada pemahaman orang Banyumulek adalah
berupa doa-doa yang di dalamnya mengandung nilai-nilai pengharapan, agar
kiranya membaca doa tersebut turun penjagaan dari Tuhan. Dalam hal ini, pemilik
mantra mengharapkan dengan penjagaan Tuhan, maka si peminta doa akan
terhindar dari segala musibah, baik yang timbul oleh alam, makhluk, maupun
cobaan dari Tuhan. Mantra ini tergolong mantra putih.
2.3.3 Mantra kekebalan
Mantra kekebalan yang dimaksud adalah jenis mantra yang apabila dibaca oleh
seseorang maka akan menimbulkan kekuatan, kemampuan, kebiasaan, ketetapan
yang ada pada alam dan makhluk. Mantra ini juga tergolong mantra putih, tetapi
memiliki roh yang panas.
2.3.4 Mantra sihir
Mantra sihir adalah mantra yang diyakini oleh masyarakat-masyarakat di desa
Banyumulek sebagai mantra sesat. Pada mantra sihir tersebut diyakini bacaanbacaan yang mengandung kekuatan atau meminta pertolongan kepada makhluk
halus, dalam hal ini adalah jin atau iblis. Selain itu juga mantra sihir memiliki
persyaratan atau perjanjian-perjanjian yang dianggap keluar dari peraturan agama.

2.3.5 Mantra jimat


Mantra ini adalah mantra yang dipakai untuk diletakkan (dilekatkan), dibawa
kemana saja, dengan cara menulis mantranya pada sepotong benda (kertas, kulit,
kain). Mantra jimat biasa ditulis dengan bahasa Arab rajah (tulisan huruf-huruf
Arab).
2.3.6 Mantra pengasih-asih
Adalah salah satu mantra yang digunakan oleh seseorang bagaimana caranya
disukai orang banyak, suaminya, mertuanya, atau disayangi oleh anak-anaknya.
Dan bisa juga digunakan agar bagaimana disenangi oleh atasan atau oleh guru
dosen. Mantra ini termasuk mantra putih karena kebutuhan.

2.3.7 Mantra penghidupan (pertanian)


Adalah sebuah mantra yang digunakan oleh seseorang agar usahanya,
dagangannya, pertaniannya bisa berhasil dan sukses dengan digunakan oleh
masyarakat agar pertaniannya tidak diganggu oleh hama atau binatang buas.
Mantra ini termasuk mantra putih.
2.4

Teori Bentuk

Munculnya pendekatan bentuk tidaklah dapat dilepaskan dari peran kaum formatif
Rusia, karena itu kaum formatif dipandang sebagai peletak dasar telaah sastra
dengan pendekatan ilmu modern. Ciri khas penelitian sastra kaum formatif adalah
perhatiannya terhadap apa yang merupakan suatu yang khas dalam karya sastra
yang terdapat dalam karya sastra dalam teks bersangkutan. Dalam hal ini nilai
estetika suatu karya sastra seperti yang dikemukakan oleh tokoh utamanya
Jakobson adalah didasarkan pada poetic Function yang diolah berdasarkan kode
metrum, rima, macam-macam bentuk paraletisme, pertentangan, kiasan dan
sebagainya. Karya sastra dipandang sebagai suatu yang otonom. Dengan kata lain
Jakobson, merumuskan bahwa karya sastra adalah ungkapan yang terarah pada
ragam yang melahirkan puitis memusatkan perhatiannya pesan demi pesan itu
sendiri.
Teori tersebut sebenarnya menekankan otonomi dan prinsip obyektifitas pada
bentuk karya sastra memiliki beberapa kelemahan pokok. Karya sastra diasingkan
dari konsep dan fungsinya sehingga sastra kehilangan relevansi sosialnya. Tersebut
dari sejarah dan terpisah dari permasalahan manusia. Di samping itu karya sastra
tidak dapat diteliti dalam rangka konvensi-konvensi kesusastraan sehingga
pemahaman kita mengenai genre dan sistem sastra sangat terbatas. Secara umum
struktur puisi (mantra) dibagi ke dalam: unsur yang membangun dalam puisi ada
dua yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik, kedua unsur tersebut tidak dapat
dipisahkan. Berkaitan dengan unsur batin, puisi memiliki unsur intrinsic.
Bentuk fisik puisi adalah medium untuk mengungkapkan makna yang hendak
disampaikan penyair. Bangun suatu bentuk puisi (mantra) adalah unsur pembentuk
puisi yang dapat diamati secara visual. Unsur tersebut meliputi: (1) bunyi, (2) kata,
(3) lirik atau baris, (4) bait, dan (5) tipografi yang dikemukakan (Aminuddin, 2011:
136).
Bentuk bangun tersebut sebagai salah satu unsur yang dapat dinikmati secara
visual karena dalam puisi juga terdapat unsur-unsur yang hanya dapat ditangkap
lewat kepekaan batin dan daya kritis pikiran pembaca. Unsur tersebut pada
dasarnya dapat merupakan unsur tersembunyi dibalik apa yang dapat dinikmati
secara visual yang dapat disebut sebagai lapis makna puisi. Selanjutnya dari segi
bentuk fisik puisi yang telah dikemukakan di atas, Tjahjono mengatakan bahwa
unsur fisik puisi meliputi: (1) bunyi dan irama, (2) diksi atau pilihan kata, (3) baris

dalam puisi, (4) enjabemen, (5) bait dan (6) tipografi (Tjahjono, 1987: 44). Adapun
bentuk dalam mantra terdiri dari: tema, bunyi, baris, bait dan diksi.
a)

Tema (sense) dalam puisi

Tema adalah suatu yang diciptakan atau digambarkan oleh penyair lewat puisi
(mantra) yang dihadirkannya. Terdapatnya tema suatu puisi pada dasarnya akan
berhubungan dengan gambaran atau makna puisi (mantra) secara umum yang
ingin diungkapkan (Aminuddin, 2011: 150). Tema merupakan gagasan pokok yang
dikemukakan penyair, sehingga dengan gagasan pokok inilah yang mendorong
penyair untuk menciptakan dan menjiwai isi puisi yang dilahirkannya.
b) Bunyi dan irama dalam puisi
Bunyi merupakan salah satu unsur yang membangun salah satu puisi akan memiliki
keindahan dan maknanya serta kenikmatan akan didukung oleh unsur bunyi atau
irama yang membentuk puisi tersebut. Berbicara tentang bunyi dalam puisi terlebih
dahulu harus dipahami beberapa istilah yang berkaitan dengan bunyi, meliputi:
1. rima, adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik dalam lirik maupun
pada akhir lirik puisi. Rima mengandung beberapa aspek, yaitu: (a) asonansi
(perulangan vokal), (b) aliterasi (perulangan bunyi konsonan), (c) rima akhir
(paduan bunyi pada setiap akhir), (d) rima dalam (perulangan bunyi di antara katakata dalam satu lirik), (e) rima identik (perulangan kata di antara bait-bait), (f) rima
rupa (perulangan hanya tanpa pada penulisan suatu bunyi, sedangkan pelafalannya
tidak sama).
2. irama adalah paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalisasi
(musikalitas), baik berupa alunan keras, lunak, tinggi, rendah, panjang, pendek
yang keseluruhannya maupun menumbuhkan kemerduan, kesan suasana serta
mampu memberikan nuansa dan makna tertentu.
c)

Diksi atau pemilihan kata dalam puisi

Diksi (diction) berarti pilihan kata-kata yang dipergunakan dalam puisi pada
umumnya sama dengan kata-kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari
secara alamiah kata-kata yang digunakan dalam puisi (mantra) dalam kehidupan
sehari-hari memiliki makna yang sama bahkan ucapan bunyi pun tidak ada
perbedaan. Berdasarkan bentuk dan isi kata-kata dalam puisi dapat dibedakan,
antara lain: (1) lambang, yakni bila kata-kata itu mengandung makna, seperti dalam
kamus (makna leksikal) sehingga acuan maknanya tidak mungkin menunjuk pada
berbagai macam kemungkinan lain (makna denotasi), (2) ulterence atau indice,
yakni kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam
konteks pemakaian, (3) symbol, yakni bila kata-kata itu mengandung makna ganda
(makna konotasi) hingga untuk memahami seseorang harus menafsirkan
(interpretative) dengan melihat bagaimana kata tersebut dengan kata yang lainnya

(analisis kontekstual) seringkali berusaha menemukan fitur semantisnya lewat


kaidah proyeksi, mengembangkan kata ataupun bentuk larik (kalimat) ke dalam
bentuk yang sederhana lewat pendekatan parafratis (Aminuddin, 2011: 140).
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa kata-kata dalam puisi tidak
diletakkan secara acak, akan tetapi ditata, diolah dan diatur penyairnya secara
cermat,. Pemilihan kata untuk mengungkap suatu gagasan disebut diksi. Diksi yang
baik tentu berhubungan dengan pemilihan kata yang tepat, padat, dan kaya akan
nuansa makna sehingga mampu mengembangkan dan mengajak daya imajinasi
pembaca dalam memahami dan menikmati makna suatu puisi yang dibacanya.
d) Baris dalam puisi
Baris merupakan ciri visual yang membedakan dengan genre sastra lainnya. Di
samping sebagai ciri visual baris dalam puisi juga berfungsi sebagai upaya untuk
menciptakan efek estetik untuk membangkitkan makna (Tjahjono, 1987: 62).
Selanjutnya, Aminuddin mengatakan bahwa istilah baris sama dengan istilah
kalimat dalam karya prosa, hanya saja sesuai dengan hak kepengarangan yang
diistilahkan dengan Licentia Poetica makna wujud, ciri-ciri dan peranan larik dalam
puisi tidak begitu saja disamakan menyeluruh dengan kalimat dalam karya prosa
secara jelas diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan titik, hal yang
demikian tidak selamanya tidak dijumpai dalam puisi. Selain itu baris dalam puisi
(mantra) juga seringkali mengalami pelesapan, yakni pengulangan salah satu atau
beberapa bentuk dalam suatu larik untuk mencapai kepadatan dan keefektifan
bahasa (Aminuddin, 2011: 144).
Baris atau larik dalam puisi adalah satuan yang pada umumnya lebih besar dari
kata dan telah mendukung suatu makna tertentu. Baris dalam puisi pada dasarnya
adalah merupakan pemadu, penyatu dan pengembang ide penyair yang diawali
lewat kata. Akan tetapi sesuai dengan keberadaan baris dalam puisi makna
penataan baris harus memperhitungkan masalah rima serta penataan pola
persajakan. Dalam hal ini dikenal dalam istilah enjabemen, yakni pemenggalan larik
suatu puisi yang dilanjutkan pada larik suatu puisi yang dilanjutkan pada larik
berikutnya (Aminuddin, 2011: 154).
e)

Bait dalam puisi

Peranan bait dalam puisi hampir sama dengan fungsi paragraf dalam prosa, untuk
menyatakan ide pokok. Satuan yang lebih besar dari larik bisa disebut dengan bait,
pengertian bait adalah kesatuan larik yang berada dalam suatu kelompok dalam
rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait)
lainnya (Aminuddin, 2011: 145). Akan tetapi, sesungguhnya dalam bait yang
terpenting adalah kesatuan makna, bukan kesatuan baris. Keberadaan bait dalam
puisi adalah membentuk satu kesatuan makna dalam rangka mewujudkan ide
pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok larik
lainnya. Pada sisi lain, bait juga berperan menciptakan tipografi puisi serta berperan

menekankan atau mementingkan suatu gagasan yang dituangkan penyairnya.


Dengan demikian, bait-bait dalam puisi dapat diibaratkan sebagai suatu paragraf
atau baitnya telah mengandung pokok-pokok pikiran tertentu.
2.5

Teori Semiotik

Ferdinand de Saussure dan Charles Sander Peirce. Kedua tokoh tersebut


mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan di antara keduanya tidak
saling mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat.
Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Peirce filsafat.
Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiology).
Semiologi menurut Saussure seperti dikutip Hidayat, didasarkan pada anggapan
bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama
berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakangnya sistem pembedaan dan
konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda di sana ada sistem.
Sedangkan Peirce menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika (semiotics). Bagi
Peirce yang ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat
tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika
sama dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah semiotika lebih populer daripada
semiologi.
Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992: 2).
Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Dalam
pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat
disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa,
tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan,
semua ini dapat disebut tanda. Sebuah bendera kecil, sebuah isyarat tangan,
sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makan, sebuah gejala mode, suatu
gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu, letak bintang
tertentu, suatu sikap, setangkai bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap,
berbicara cepat, berjalan sempoyongan, menatap, api, putih, bentuk, bersudut
tajam, kecepatan, kesabaran, kegilaan, kekhawatiran, kelengahan, semuanya itu
dianggap sebagai tanda.
Menurut Saussure, seperti dikutip Nurgiantoro (2009: 39) tanda sebagai kesatuan
dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Di
mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau
gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut
dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut
signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung di
dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang
dipresentasikan oleh aspek pertama. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda
terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau

merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, obyek dan
sebagainya. Petanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari
apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur
melahirkan makna. Tanda akan selalu mengacu pada (mewakili) sesuatu hal
(benda) yang lain yang disebut referent. Lampu merah mengacu pada jalan
berhenti. Wajah cerah mengacu pada kebahagiaan. Air mata mengacu pada
kesedihan. Apabila hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam
benak orang yang melihat atau mendengar akan timbul pengertian.
Menurut Pierce, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu
yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang
lain, oleh Pierce disebut objek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau
menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak
penerima tanda melalui interpretant. Jadi, interpretant ialah pemahaman makna
yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi
sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu
pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga
unsur yang dikemukakan Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik.
Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan
menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol (Nurgiantoro, 2009:
41- 42).
2.6

Teori Fungsi

Dalam bidang sastra lisan, sebagai bagian folklor, Sudikan (2001: 109-112)
menyatakan bahwa teori fungsi itu dipelopori oleh para ahli folklor, diantaranya
William R. Bascom, Alan Dundes, dan Ruth Finnegan. Menurut Bascom (1965: 3-20;
Dundes, 1965: 290-294), sastra lisan mempunyai empat fungsi, yaitu: (a) sebagai
sebuah bentuk hiburan (as a form of amusement), (b) sebagai alat pengesahan
pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan (it plays in validating culture, in
justifying its rituals in instution to thos who perform and observe them), (c) sebagai
alat pendidikan anak-anak (it plays education, as pedagogical device), dan (d)
sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi
anggota kolektifnya (maintaining conformity to the accepted pattern of behavior, as
means of applying social preasure and exercising social control).
Selanjutnya Dundes (1965) juga menyajikan konsep-konsep fungsi folklor dalam
kaitannya dengan hukum, politik, dunia anak, dan sosial. Beberapa ahli yang dia
sebut antara lain Jhon C. Betty Wang, Herbert Passin, Jhon W. Bennet, Paul V. Gump,
dan Brian SuttonSmith. Teori-teori yang disebutkan terakhir ini telah menyebar luas
dikalangan peneliti folklore di Indonesia. Di dalam ilmu sastra konsep fungsi
beraneka warna. Atas dasar realitas itu, Hutomo (1993: 8-10; dalam bukunya
Endraswara, 2009: 125) memberikan konsep fungsi ialah kaitan saling
ketergantungan, secara utuh dan berstuktur, antara unsur-unsur sastra, tulis atau
lisan, baik di dalam sastra itu sendiri (intern), maupun dengan lingkungannya

(ekstern), tanpa membedakan apakah unsur-unsur tersebut dipergunakan untuk


memenuhi kebutuhan naluri manusia, ataupun memelihara keutuhan dan sistem
struktur sosial. Dari berbagai konsep teoritis fungsi di atas, peneliti akan mencoba
memakai teorinya Bascom untuk mengkaji fungsi mantra pertanian pada
masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat.

BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini memerlukan suatu metode agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu
tujuan, cara utama tersebut disesuaikan dengan situasi penelitian.
3.1

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di desa Bayumulek. Desa Banyumulek adalah salah
satu dari delapan desa di Wilayah Kecamatan Kediri yang berjarak 5 km dari Ibu
Kota Kecamatan Kediri dan 5 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Lombok
Barat. Kehidupan masyarakat Banyumulek mayoritas adalah petani disamping juga
sebagai pedagang, peternak, pengerajin gerabah, dan lain-lain. Sejalan dengan
perkembangan pariwisata beberapa lokasi pertanian diubah menjadi lokasi
perdangan gerabah yang terkenal (Art Shop), namun adat istiadat masyarakat
tentang mantra khususnya masih kuat. Hal itu dapat kita lihat pada masyarakat
Banyumulek yang masih percaya dengan keberadaan mantra serta kegunaanya.
Adapun mantra yang masih hidup pada masyarakat Banyumulek antara lain seperti
mantra senggeger, mantra obat terkena penyakit, mantra ajian kekuatan dan
khususnya mantra pertanian yang masih digunakan pada saat penanaman,
pemeliharaan, memetik dan menyimpan. Hal ini juga bisa kita lihat dengan luas
wilayah Desa Banyumulek yang sebagian besar adalah lahan pertanian dari luas
wilayah Banyumulek 242 Ha, atau 2.42 km2 yang terdiri dari Sawah Orogasi 180
Ha, Kebun 10 Ha, Pekarangan 52 Ha. Maka hal itulah yang membuat peneliti
memilih desa Banyumulek sebagai lokasi penelitian.
3.2

Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah bentuk, fungsi, makna mantra serta pandangan
masyarakat dalam dunia pertanian yang ada di Desa Banyumulek Lombok Barat.
3.3

Data dan Sumber Data

A. Data

Data dalam penelitian ini adalah mantra yang akan dianalisis dengan bentuk,
fungsi dan makna mantra sera pandangan masyarakat dalam dunia pertanian pada
masyarakat Sasak di Desa Banyumulek yang bersumber dari beberapa Belian (tabib
atau dukun) yang berada di Desa Banyumulek.
B. Sumber Data
Menurut Arikunto (2002: 135) bahwa sumber data dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a)

data primer

data primer yaitu data pokok yang dalam hal ini adalah mantra pertanian pada
masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat yang dikumpulkan dari
respon (narasumber) yang didapatkan dari beberapa belian dan yang ahli dalam
bidang tersebut sesuai dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini data primernya
adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi, rekaman, dan wawancara.
b) data skunder
data skunder yaitu data pelengkap yang diperoleh dari penelitian yang sudah ada
dan dalam hal ini yaitu buku penunjang dan catatan yang terkait dengan penelitian
mantra dari para belian atau tabib yang ada di Desa Banyumulek Lombok Barat.
Pertimbangan untuk menentukan responden mengacu pada saran Spradley dalam
bukunya Faisal, (1990) antara lain:
1) mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses inkulturasi,
sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tapi juga dihayati.
2) mereka yang sedang berkecimpung atau menggunakan atau sedang masih
meyakini pada apa yang tengah diteliti.
3) mereka yang sedang menyampaikan informasi kebiasaan sendiri.
4) informan adalah orang yang asyik diajak bicara (tempat melekatnya informasi).
Jadi informasinya adalah sejumlah Belian (tabib/dukun) yang memiliki mantra yang
dikenal sakti dan memiliki pengalaman dalam pemakaian mantra pertanian di Desa
Banyumulek.
Berikut nama-nama informan sebagai sumber data dalam penelitian objek yang
diteliti.
No

Nama

L/P

Umur

Pendidikan

Alamat
1

Muniah

60 Th

Tidak tamat SD

Banyumulek
2

Sawiah

56 Th

Tidak tamat SD

Banyumulek
3

H. Safwan

60 Th

Tidak tamat SD

Banyumulek
4

Mahmud

56 Th

Tidak tamat SD

Banyumulek

H. Mahruf

68 Th

Tidak tamat SR

Banyumulek
Sumber: Informan terkait untuk memperoleh tentang data yang di teliti di Desa
Banyumulek.

3.4

Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik rekaman


Teknik rekaman yaitu suatu proses pengambilan suara (bunyi) atau gambar dari apa
yang telah di ucapkan oleh para narasumber (belian) pada saat ritual untuk
disimpan kedalam media rekam. Teknik rekaman ini dilakukan apabila dalam
pengumpulan data dirasakan sulit atau terlalu banyak untuk dicatat maka penulis
akan menggunakan alat rekam (recorder/sejenisnya) untuk mendapatkan data yang
berkaitan dengan ritual mantra pada pertanian pada saat selametan sapi, nenggala,
lowong, nunuin, mbauin, mata, dan nenambunang.
3.4.2 Teknik pencatatan
Teknik pencatatan merupakan dokumentasi dalam bentuk tulisan harian yang ditulis
secara priodik dan terstruktur terhadap apa yang telah diamati pada saat ritual atau
proses mantra pertanian tersebut berlangsung. Pencatatan ini sangat pelu, karena
objek yang diteliti adalah hal yang tersembunyi dan penuh dengan syarat-syarat
(tidak semua orang mengetahuinya), baik dalam proses penerimaan mantramantranya. Berhubungan dengan metode pencatatan ini, peneliti akan mencatat
hal-hal yang perlu dan mungkin sulit apabila tidak dicatat (menggunakan cara lain)
seperti syarat, kode atau sandi dalam pemakaian mantra pada informan atau
narasumber (belian) yang berkompeten dibidangnya.

3.4.3 Teknik wawancara


Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh seorang pewawancara untuk
memperoleh informasi dari informan (Arikunto, 2006: 155). Teknik wawancara yang
digunakan peneliti adalah wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin
adalah tanya jawab secara lisan antara peneliti dengan responden, dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara bebas dan terarah. Teknik wawancara
yaitu menanyakan hal-hal yang dianggap penting masyarakat menyangkut peranan
mantra dalam kehidupan sosial masyarakat Banyumulek. Hal ini sesuai dengan
judul yang peneliti angkat yaitu analisis bentuk, fungsi dan makna pada mantra
dalam dunia pertanian di Desa Banyumulek Lombok Barat. Dalam hal ini peneliti
mencari informasi dengan menggunakan wawancara dengan beberapa narasumber
atau belian yang ahli dalam mantra.
3.4.4 Teknik transkripsi
Teknik transkripsi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengubah
hasil rekaman dari ucapan atau lisan ke dalam bentuk tulisan. Adapun yang
diucapkan tersebut adalah mantra pertanian dalam bentuk bahasa Arab, Jawa,
Sansekerta dan Melayu yang berkembang pada masyarakat Banyumulek. Teknik
transkripsi ini digunakan untuk mengubah ucapan informan (belian) ke dalam
bahasa tulisan supaya peneliti lebih mudah untuk memahami dan menganalisis
mantra pertanian masyarakat Banyumulek tersebut.
3.4.5 Teknik terjemahan
Teknik terjemahan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengubah mantra
dalam dunia pertanian yang berbentuk bahasa Arab, Jawa, Sansekerta atau Melayu
Sasak (Banyumulek) untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Metode
terjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan dari asli ke dalam bahasa
Indonesia supaya mudah untuk dipahami dan dimengerti maksudnya. Karena
mantra pada mantra Banyumulek ini adalah bahasa Banyumulek asli yang kadang
bercampur dengan bahasa Arab, Jawa dan Sansekerta.
3.4.6 Teknik observasi
Teknik observasi biasanya diartikan sebgai pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti. Penggunaan teknik-teknik
observasi tergantung sekali pada situasi dimana observasi diadakan, namun teknik
observasi yang digunakan peneliti dalam kajian mantra pertanian pada masyarakat
Sasak di desa Banyumulek adalah observasi partisipan yang umumnya digunakan
orang untuk riset yang bersifat eksploratif. Suatu observasi disebut observasi
partisipan jika orang yang mengadakan observasi (observer) turut ambil bagian
dalam prikehidupan orang atau orang-orang yang diobservasi (observes).
3.5 Analisis Data

Archer Taylor menyarankan adanya tiga langkah penelitian sastra lisan, yaitu: (1)
pengumpulan data, (2) klasifikasi, dan (3) interpretasi. Dalam bukunya Endraswara
metode demikian oleh Danandjaja (1990: 98) dinamakan metode kualitatif
penelitian sastra lisan. Metode ini dipandang paling cocok dalam peneitian sastra
lisan. Hal ini cukup beralasan karena sastra lisan merupakan fenomena humanistis
sehingga perlu didekati dengan paham manusiawi pula.
Metode kualitatif menghendaki adanya pemaparan kata-kata atau kalimat dan tidak
menggunakan angka-angka statistik. Dalam bidang budaya, metode kualitatif
dikenal dengan metode etnografis. Artinya, pemaparan budaya rakyat dengan
memperhatikan aspek-aspek etnografis. Paham etnografis yang paling utama
adalah wawancara mendalam, pengamatan terlibat, dan dokumentasi. Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Tujuan dari
penelitian deskriptif kualitatif adalah untuk memuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sisitematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubunga antar fenomena yang diselidiki.
Sealanjutnya data yang terkumpul dengan berbagai metode pengumpulan data
seperti tersebut di atas, diolah sedemikian rupa dengan meggunakan teknik
deskriptif kualitatif. Dalam menggunakan analisis data digunakan analisis data
kualitatif yang terdapat 3 langkah yang dilakukan, yakni: (a) identifikasi, (b)
klasifikasi, dan (c) interpretasi.
(a) Identifikasi, yakni mengenal dan menentukan berbagai hal yang berkaitan
dengan data yang dikumpulkan baik melaui observasi maupun dokumentasi.
Identifikasi dalam penelitian ini adalah memilih, menyaring, mencocokan data. Data
hasil observasi dan dokumentasi digolongkan berdasarkan jenis data. Data yang
diperoleh dari hasil observasi berupa hasil pengamatan dan pencatatan aktivitas
proses ritual mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa
Banyumulek dengan pendekatan hermeniutik, dikelompokkan ke dalam data
primer. Sedangkan data yang berupa hasil yang didapatkan dari buku penunjang
dan catatan dari para informan dan peneliti sesudahnya merupakan data sekunder
atau sebagai pelengkap.
(b) Klasifikasi, yakni mengelompok-kelompokkan hasil penelitian sesuai jenisjenisnya. Pengelompokan ini menyangkut tentang penggunaan mantra yang
digunakan pada saat-saat yang berbeda dan pada tanaman yang berbeda pula.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah klasifikasi bermakna penyusunan
bersistem dalam kelompok atau golongan menurut standar yang ditetapkan
(Depdinas, 2001: 507). Dari makna tersebut, maka alur analisis data selanjutnya
adalah tahap penyusunan data perolehan, baik data primer maupun skunder.
(c) Interpretasi, yaitu membrikan penafsiran terhadap hasil penelitian. Interpretasi
bermakna tafsiran; member kesan pendapat atau pandangan teoritis terhadap
sesuatu (Depdiknas, 2001: 385). Dalam penelitian ini data yang telah

dikelompokkan dan diurutkan berdasarkan kriteria yang ditetapkan selanjutnya


dikaji berulang-ulang untuk medapatkan satu kepastian hasil. Artinya dari perolehan
data tersebut akan tergambar jelas tentang bentuk, fungsi, dan makna pada mantra
dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa Banyumulek. Berdasarkan
pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif kualitatif
adalah cara penelitian yang lebih cendrung memaparkan apa adanya yang ditemui
dilapangan tanpa menganalisis lebih ke dalam.
Jadi metode deskriptif kualitatif ini digunakan untuk menarik kesimpulan hasil
penelitian semua data yang telah digunakan dan dianalisis. Hal ini dikarenakan
terbatasnya waktu dan anggaran penelitian, sehingga metode deskriptif kualitatif
dapat dipilih oleh peneliti.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Etnografi
Bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa disuatu komunitas dalam suatu
daerah geografi ekologi atau suatu wilayah administratif yang terdiri dari unsurunsur kebudayaan universal yaitu: (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistem

ekonomi, (4) organisasi sosial, (5) sistem pengetahuan, (6) kesenian, (7) sistem
religi. Unsur-unsur universal memiliki aktivitas adat istiadat, pranata-pranata sosial,
dan benda-benda kebudayaan yang dapat digolongkan kedalam salah satu diantara
ketujuhunsur tersebut.
Etnografi kebudayaan suatu suku bangsa yang disusun berdasarkan kerangka
etnografi yang terbagi dalam sub-sub bab khusus.
1.

Nama suku bangsa

2.

Lokasi, lingkungan alam, dan demografi

3.

Asal mula dan sejarah

4.

Bahasa

5.

Sistem teknologi

6.

Sistem mata pencarian

7.

Organisasi sosial

8.

Sistem pengetahuan

9.

Kesenian

10. Agama dan sistem religi, (Koentjaraningrat, 1997: 5).


1) Penduduk
Perkembangan penduduk desa ganti selama tahun terakhir dapat digambarkan
sebagai berikut. Jumlah penduduk sampai dengan April 2012 berjumlah 8.230 Jiwa,
terdiri dari 4.611 Jiwa Perempuan, 3.619 Jiwa dan jumlah Kepala Keluarga 2.503 KK
yang tesebar di 10 Dusun yakni: dusun aiq paiq, dusun kulem, dusun nuse, dusun
menseh, dusun petanem, dusun santong, dusun ganti tengah, dusun manggu,
dusun batuq, dusun sepakat.
Penduduk yang mendiami Lombok tengah khususnya desa ganti terdiri atas empat
suku atau etnis yang berasal dari beberapa daerah seperti Jawa dengan jumlah 3
orang laki-laki dan 3 orang perempuan, Mbojo 2 orang laki-laki dan 3 orang
perempuan, Samawa 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan, sedangkan sebagian
besar masyarakat Desa ganti berasal dari etnis suku Sasak yang berasal dari
daerah setempat dengan jumlah 3.611 laki-laki dan 4.609 orang perempuan.
2) Lokasi, Ligkungan Alam dan Demografi Desa Banyumulek
Lokasi penelitian mantra pengobatan pada masyarakat Sasak berada di dusun aiq
paiq yang merupakan salah satu dari delapan Desa di wilayah Kecamatan praya
timur yang berjarak 15 Km dari Ibu Kota Kecamatan praya timur. Sedangkan

lingkungan alam yang ditempati oleh masyarakat dusun aiq paiq mempunyai tanah
yang datar dan subur untuk segala jenis tanaman disetiap musimnya dengan
keadaan alam dusun aiq paiq dikelilingi oleh sawah. Mengenai demografi dusun aiq
paiq kita ketahui luas wilayah dusun aiq paiq berjumlah 200 Ha atau 200 km2 yang
terdiri dari: sawah orogasi 180 Ha, perkebunan 5 Ha, pekarangan 15 Ha.
Batas Administratif Dusun aiq paiq meliputi.
Sebelah Timur

: Desa Beleke

Sebelah Selatan

: Dusun Kulem

Sebelah Barat

: Desa Pemateq

Sebelah Utara

: Dusun Nuse

3) Bahasa

Bahasa yang digunakan masyarakat dusun aiq paiq dalam menggunakan mantra
atau berkomunikasi sehari-hari adalah sebagian besar memakai bahasa Sasak
dengan dialek tiang-ngeh atau aoq-ape, karena adanya tingkatan-tingkatan sosial,
maka bahasa yang digunakan di dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam
mantra pengobatan berbeda pula. Adapun tingkatan-tingkatan tersebut antara lain.
a) Tingkatan bahasa tiang-nggeh, tingkatan ini dipergunakan apabila berbicara
sesama para menak (perbape) dalam komunikasi sehari-hari atau strata jajar
karang yang berbicara pada kelompok strata perbape. Tingkatan bahasa ini juga
dipergunakan pada acara adat mantra saat pengobatan, sorong serah aji krame,
baik yang perbape maupun yang jajar karang.
b) Tingkatan bahasa aok-ape atau ngno-ngne pada masyarakat Dusun aiq paiq,
tingkatan bahasa ini dipergunakan oleh strata jajar karang dengan kelompok jajar
karang untuk komunikasi sehari-hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahasa
yang di gunakan oleh penduduk Dusun Aiq Paiq dalam menggunakan mantra
pengobatan khususnya adalah menggunakan bahasa Sasak ngno-ngne selain
menggunakan bahasa halus madya atau jajar karang. Masyarakat yang ada di
dusun aiq paiq menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa sehari-hari dengan
jumlah masyarakat pemakai bahasa Sasak 360 orang laki-laki dan 261 orang
perempuan, sehingga berjumlah 621 orang sesuai dengan jumlah data penduduk
yang ada disaat ini.
4) Sistim Teknologi

Berkenaan dengan perkembangan dan persebaran bercocok tanam sebagai salah


satu unsur kebudayaan manusia, perhatian yang besar diberikan oleh antropologi
budaya pada sistem peralatan yang digunakan. Karena itu beragam bentuk
peralatan bercocok tanam manusia dibagi kedalam: (1) bercocok tanam tanpa
bajak, (2) bercocok tanam dengan bajak, (Koetjaraningrat, 1997: 68-69).
Berdasarkan tanpa bajak dalam antropologi juga disebut hand agriculture, hoe
agriculture atau horticulture Dalam sistem ini tanah diolah dengan menggunakan
cangkul terlebih dahulu sebelum ditanami, teknik ini masih pakai masyarakat
sampai sekarang. Sedangkan bercocok tanam dengan bajak dalam antropologi di
sebut plough agriculture, yang menggunakan tenaga hewan atau manusia untuk
menariknya. Dengan bajak, seorang petani dapat mengolah tanah yang lebih luas
secara merata, daripada ia menggunakan cangkul, namun untuk menggunakan
bajak diperlukan hewan yaitu kerbau atau sapi untuk menariknya, namun pada saat
sekarang ini orang yang menggunakan hewan untuk membajak sudah jarang kita
lihat sejalan dengan kemajuan zaman yang sangat maju dibidang IPTEK.
5) Sistim Mata Pencarian

Kehidupan masyarakat dusun aiq paiq mayoritas adalah petani di samping juga
sebagai pedagang, peternak, pengerajin gerabah, dan lain-lain. Berkaitan tentang
pertanian pada masyarakat Dusun Aiq Paiq ada berbagai sistem kepemilikan tanah
pertanian sebagaimana kutipan dalam bukunya Koentjaraningrat (1997: 71)
dikatakan bahwa ada empat sistem kepemilikan tanah yaitu: (1) sistem kepemilikan
umum (berdasarkan kepemilikan komunal), dengan pemanfaatan lahan secara
bergantian, (2) sistem kepemilikan komunal, dengan kemungkinan untuk
mengalihkan pemanfaatan lahan kepada orang lain, (3) sistem kepemilikan komunal
dengan kemungkinan kepemilikan lahan secara terus-menerus, dan (4) sistem
kepemilikan individu. Masyarakat Dusun Aiq Paiq dalam sistem kepemilikan tanah
termasuk pada sistem kepemilikan individu, lahan pertanian merupakan milik
sendiri selama lahan itu tidak dijualnya, diwariskannya, atau dihibahkannya. Di
Dusun Aiq Paiq di mana kepadatan penduduk telah demikian tingginya, banyak
orang desa memang tidak mempunyai sawah, baik berdasarkan sistem komunal,
maupun berdasarkan sistem kepemilikan individu. Walaupun demikian yang tidak
memiliki lahan, dapat menempuh berbagai cara agar ia dapat memperoleh
penghasilan dari pekerjaan bercocok tanam, yaitu dengan: (1) menyewa lahan
orang, (2) dengan mengerjakan lahan orang dengan imbalan bagi hasil, dan (3)
dengan mengerjakan lahan milik orang lain yang di gadaikan padanya.
Namun adat istiadat masyarakat tentang mantra khususnya masih kuat. Hal itu
dapat kita lihat pada masyarakat Dusun Aiq Paiq yang masih percaya dengan
keberadaan mantra serta kegunaanya. Adapun mantra yang masih hidup pada
masyarakat Dusun Aiq Paiq antara lain seperti mantra senggeger, mantra
pengobatan terkena penyakit, mantra ajian kekuatan.

6) Sistem Pengetahuan

Ilmu pengetahuan yang dikuasai masyarakat dari sisi kehidupan mereka lebih
banyak Berkenaan dengan perkembangan dan persebaran bercocok tanam sebagai
salah satu unsur kebudayaan manusia, perhatian yang besar diberikan oleh
antropologi budaya pada sistem peralatan yang digunakan. Karena itu beragam
bentuk peralatan bercocok tanam manusia dibagi kedalam: (1) bercocok tanam
tanpa bajak, (2) bercocok tanam dengan bajak, (Koetjaraningrat, 1997: 68-69).
7) Kesenian
Adapun jenis kesenian sastra yang ada di Dusun Aiq Paiq adalah sebagai berikut.
a)

takepan (lontar)

Kitab-kitab kuno yang disebut takepan yakni tulisan kawi yang berisi tentang cerita
yang dibaca pada malam hari ketika berlangsungnya acara syukuran atau roah atas
orang yang menikah atau saat orang telah meninggal dunia. Pembacaan takepan
merupakan kegiatan untuk mengisi acara oleh sekelompok pembaca atau sesepuh
dan orang tua di dusun yang bersangkutan pada malam hari untuk memeriahkan
acara dan agar muda-mudi yang sibuk memasak dan membuat berbagai jajanan
menjadi merasa tetap ditemani dan terjaga dengan lantunan cerita takepan
tersebut. Pembacaan takepan yang berisi cerita masa lampau dari bahasa kawi
yang dilantunkan dengan berbagai jenis tembang seperti: Tembang sinom, Dangdang, Pangkur, Kasmaran jaya, Mas kumambang, Siksa kubur, Nikmat kubur dan
lain-lain. Yang selanjutnya atau bacaan itu diterjemahan kedalam bahasa Sasak
biasa oleh peserta yang lain, sehingga bisa dipahami oleh para pendengar.
b) belelakaq
Lelakaq yang dimaksud disini adalah, tembang pada acara adat sorong serah aji
kerame, yang merupakan salah satu rentetan upacara adat perkawikan suku Sasak.
Lelakaq ini dilakukan secara bergantian oleh masing-masing pembayun kedua belah
pihak, baik pembayun penampi atau penerima. Kelompok ini, dilantunkan untuk
menghibur pihak keluarga perempuan yang ditinggal kawin oleh putrinya.
c)

selakaran

Selakaran merupakan acara pembacaan kitab karang, Al-Barzanji tentang sejarah


kelahiran Nabi Muhammad Saw, yang menggunakan bahasa Arab yang ditentukan
bersama-sama pada malam hari sebagai rentetan acara syukuran atau anak yang
mau dicukur yang dilanjutkan dengan zikir dan doa.
d) betandak

Betandak merupakan lantunan sastra pantun yang biasa dilakukan secara


bergantian atau saling sambut antara laki-laki dan perempuan pada acara panen
padi disawah, bukit atau gunung, selain itu betandak juga diadakan pada acara
belancaran menggunakan perahu dayung ketika berlangsungnya acara bau nyale.
e)

Mantra

Menurut Richard dalam bukunya Suyasa (2004: 2) bahwa mantra sebagai ekspresi
manusia yang diyakini mampu mengubah suatu kondisi karena dapat memunculkan
kekuatan gaib, estetik, dan penuh mistis, historis, mantra di samping memiliki
konsep acuan yang lain juga pijakannya bersumber pada agama.
f)

Seni musik

Adapun jenis seni musik yang ada di Desa Banyumulek, ada yang berupa musik
tradisional seperti, klentang atau cungklik, gamelan, gendang bleq, rebana, musik
kamput, kecimol, cilokaq, kasidah, nasyid, rudat dan lain-lain.
8) Agama dan religi
Masyarakat Banyumulek masih mempercayai tentang adanya mitos, dan adanya
mitos tersebut masih dilestarikan sampai saat ini. Mitos- mitos tersebut lebih
banyak terwujud dalam prilaku masyarakat ketika akan melakukan sesuatu, seperti
halnya dalam bertani kita harus menancapkan suatu benda apapun di tengah
sawah sebagai tanda bahwa sawah tersebut ada yang memiliki dan konon cerita
dari narasumber (Bapak Muniah) mengatakan hal tersebut dilakukan dengan tujuan
agar kita tidak kedahuluan penanamannya sama mahluk halus, sebab itulah harus
dikasih tanda.
Aspek agama mencakup pemujaan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk
menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Ritual mengacu pada
seperangkat ritus dan pelaksanaan keagamaan. Nilai keagamaan tersebut dapat
diwujudkan dalam peribadatan dan syariat yaitu untuk menunjukkan seberapa
tingkat ketaatan di dalam mengerjakan kegiatan ritual-ritual sebagaimana
dianjurkan oleh agamanya. Dalam mantra pertanian ini hal itu terlihat bahwa
mantra dilakukan masyarakat setelah agamanya dijalani dengan ditujukan hanya
kepada Allah dengan dibuktikan masyarakat Banyumulek memakai mantra dari AlQuran, Hadist dan lain-lain.
4.2

Ritus-ritus Peksanaan Mantra Pertanian

Ritus-ritus pelaksanaan mantra pertanian pada masyarakat Sasak desa


Banyumulek. Cara bercocok tanam masyarakat Banyumulek masih banyak
dipengaruhi oleh ilmu dukun (Belian), dalam melaksanakan pekerjaan bercocok
tanam seperti itu perlu diperhatikan awal dari setiap perhitungan hari baik dan
buruknya untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan alat yang disebut
dengan warige.

Ritus-ritus pelaksanaan mantra dalam pertanian tersebut terdiri dari beberapa


tahapan dalam pertanian pada masyarakat Banyumulek berikut ini.
1) Nyelametan sampi (acara selametan sapi)
2) Nenggala (nggaro atau membajak)
3) Lowong (menanam benih)
4) Nunuin atau nenausin (pemeliharaan tanaman)
5) Mataq atau mbauin (panen)
6) Tetambunang (mengumpulkan padi yang sudah di panen).
(1)

Nyelametan Sapi

Upacara nyelametan sapi yang dilakukan oleh petani terutama terlebih dahulu
dengan menentukan hari baik yang biasanya para petani atau menurut beberapa
narasumber (belian atau dukun) dilakukan pada hari Senin, Rabu, Kamis dan
Jumat. Dengan menghitung tanggalan dan hari seperti berikut:
a. ayu, artinya bahwa hari itu bagus. Baik digunakan untuk hari mulai bertani dan
tidak baik apabila menebang pohon pada hari ini karena kayu akan dimakan rayap
karena ditebang pada hari yang manis.
b. ala, artinya bala atau penyakit. Hari ini (ala) tidak baik digunakan waktu
bertani karena tanaman akan terkena penyakit, namun hari ini (ala) baik untuk
menebang pohon karena kayu tidak dimakan hama karena ditebang pada hari pahit
atau penyakit.
c. menga artinya hari manis, hari ini baik dilaksanakan ketika akan membangun
rumah, dengan alasan bahwa orang-orang akan senang bersilaturahmi kerumah
kita.
d. mengkem, artinya sulit orang akan mau kerumah kita kalau kita membuat
rumah pada hari mengkem, dan kalau kita menanam sesuatu harga tenaga mahal
dan sulit didapat. Perhitungan hari yang tujuh harus dihitung dengan hari yang
empat di atas.
Adapun proses upacara tersebut diikuti oleh sesepuh, tokoh masyarakat dan
umum dengan menyembelih beberapa ayam, ketupat lepas, ketupat tanggek, dan
ketupat jamak atau biasa yang digantungkan pada sapi. Setelah itu para kiyai atau
tokoh masyarakat membacakan mantra ketika sapi mau turun kesawah, mantra
yang dibacakan waktu nyelametan sapi oleh petani yaitu:
Bissmillahirrahmanirrahim
Tanggek mas

elong surta
awak tembaga
naena selaka
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
Setelah mantra itu dibaca lalu sapinya harus mengelilingi sawah, terus diusapkan
tanah bekas kakinya pada keningnya, penbacaan mantra tersebut dilakukan dengan
tujuan sapi yang membajak diberi keselamatan dan tidak diganggu oleh mahluk
halus dan seperti yang dikatakan oleh Bapak H. Safwan, bahwa pembacaan mantra
tersebut juga dilakukan agar tanah yang dibajak menjadi subur.
(2)

Nenggala (Membajak Sawah)

Sewaktu nenggala, kita mengadakan selamatan lagi dengan menyembelih ayam,


membuat ketupat untuk dikalungkan pada sapi dan digantungkan nanti pada
(bebonto atau patung yang dibuat mirip manusia dari jerami) atau pelapah kelapa
di tengah sawah, mantra dibaca oleh tokoh masyarakat atau tokoh adat yang bisa
juga dibaca oleh petani sewaktu membajak sawah, adapun mantra membajak
sawah dapat kita lihat pada kutipan berikut:

Bissmillahirrahmanirrahim
Kulhuwallahu ahad
Allahu shamad
lam yalid
walam yulad
walam yakunlahu kufwan ahad
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
Mantra tersebut dibaca dengan tujuan agar tanah yang dibajak tidak didahului
mahluk halus sewaktu menanam, adapun tanda (saweq) atau bebonto tersebut
dibuat dengan tujuan agar masyarakat mengetahui bahwa sawah tersebut ada
yang memiliki, tanaman selamat dan tidak diganggu. Nenggala atau membajak
sawah pada masyarakat desa Banyumulek menggunakan bajak (cangkul, bajak)
bajak biasanya ditarik kerbau atau sapi dan sekarang memakai mesin bajak.

Sementara itu dipersiapkan pula tempat-tempat persemaian, yaitu bidang-bidang


yang kecil tempat menaburkan bibit padi. Kemudian sawah diolah sekali lagi sambil
membaca mantra agar sawahnya subur dan sapinya selamat sewaktu membajak
dengan membiarkan sawahnya terendam air selama beberapa hari. Bajak yang
dipergunakan untuk mengolah tanah, baerikut kerbau, sapi atau mesin bajak
biasanya digunakan secara bergantian. Tanah yang telah dicangkul atau dibajak,
dan merupakan gumpalan-gumpalan lumpur, kemudian didiamkan lagi selam satu
hingga dua minggu lalu diratakan dengan alat yang disebut garu atau gau. Alat itu
di tarik kerbau, sapi atau mesin. Apabila pekerjaan itu telah selesai dilakukan, maka
tanah siap untuk ditanami dengan bibit padi yang sementara itu telah tumbuh di
persemaian.

(3)

Lowong

Lowong atau penanaman dilakukan oleh tenaga wanita. Pembacaan mantra


sewaktu lowong atau menanam padi dilakukan saat kita mulai mencabut tunas
muda dengan hati-hati lalu diikat dengan ikatan yang masing-masing beratnya
sekitar 2 kg yang kemudian ikatan-ikatan itu ditanam secara merata diseluruh lahan
sawah. Mantra yang dibaca pada waktu menanam yaitu:
Bissmillahirrahmanirrahim
Rabbana atina
fiddunya hasanah
wafil akhirati khasah
wakina azabannar
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
(QS.Al-Baqarah:201)
Mantra tersebut bisa dilakukan oleh petani atau pekerja yang menanam padi, umbiumbian atau biji-bijian yang dalam hal ini lebih banyak dilakukan oleh para wanita,
kemudian menanamnya satu persatu dengan membenamkan akarnya kedalam
lumpur, membentuk deretan yang teratur. Pembacaan mantra tersebut mempunyai
tujuan agar tanamannya mempuyai hasil yang bagus dan tumbuh subur.
(4)

Nunuin atau Nenausin

Nunuin atau nenausin biasanya dilakukan masyarakat atau petani dengan


melakukan upacara sambil menaruh telur dalam periuk (tong-tong suit) sambil

membakar kemenyan, serabut tempurung kelapa, daun berora yang yang dibawa
oleh petani setelah dibacakan mantra dengan mengelilingi sawahnya, adapun
mantranya yaitu:
Bissmillahirrahmanirrahim
Alam taraillallazina haraju
min diyarihim wahum
ulufun zazaral mautu
faqolalahum Allahu mautu.
Mautu. Mautu.
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah.
Mantra tersebut dibaca oleh peteni dengan tujuan agar buah padinya cepat tua dan
tidak diganggu hama serta terpelihara dari segala penyakit tanaman, hal tersebut
dilakukan dengan cara menggantungkan daun berora atau daun api-api pada
batang padi yang baru berbuah.
(5)

Mata atau Mbauin

Berapa lama waktu padi itu berbuah dan dapat dipanen, tergantung dari jenisnnya,
maupun dari berbagai faktor lain. Ada jenis padi yang dapat dipanen setelah
berumur 4 bulan, tetapi ada jenis-jenis lain yang baru dapat dipanen setelah 6
bulan. Sebelum melakukan panen padi, para petani hampir selalu mengadakan
upacara selamatan yang dipimpin oleh dukun atau tokoh adat. Mantra yang di baca
waktu panen dapat kita lihat pada kutipan berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim
Keliling masan bain baloqbi
lingku nemuek kamu
kance sepulu atau seket
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah.
Bacaan mantra tersebut dilakukan ketika akan memanen yang biasa dilakukan oleh
wanita atau pria dengan menggunakan sebuah pisau kecil yang dinamakan
rangkap. Mantra tersebut dibaca dengan tujuan agar padi yang dipanen mempunyai

berkah dan filosofisnya menggunakan rangkap agar padinya tahan lama dan tidak
cepat habis karena cara mendapatkannya sulit atau susah. Mereka yang dikerahkan
untuk turut memotong padi biasanya memperoleh bagian dari padi yang berhasil
mereka potong.
(6)

Nenambunang.

Ritus selanjutnya adalah malai-malai padi yang sudah dipotong kemudian dibiarkan
di sawah selama beberapa hari dengan tujuan agar menjadi kering yang oleh
masyarakat Banyumulek disebut nenambunang. Proses tersebut tidak terlepas dari
sebuah ritual seperti berikut yang dijelaskan dengan prosesinya. Setelah padi
kering, kemudian malai-malai itu diikat-ikat dengan ukuran 20 Kg ukuran untuk ibu
padi dan bapak padi, sedangkan yang berukuran 2 Kg yaitu anak-anaknya dan
dipikul ke desa oleh tenaga buruh dan ditimbun di dalam tempat penyimpanan padi
yang disebut Balai Balaq yang hampir punah keberadaanya saat ini.
4.3

Penyajian Data

Berikut ini disajikan mantra-mantra pertanian yang telah didapatkan melalui


pengumpulan data dari masyarakat atau Belian yang dijadikan sebagai narasumber.
(1) Mantra untuk membajak sawah

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Kulhuwallahu ahad

lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang


Allahu shamad

Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang berlam yalid

gantung pada-Nya segala sesuatu. Dia


walam yulad

tidak beranak dan tidak pula diperanakwalam yakunlahu kufwan ahad

kan dan tidak ada seorangpun yang


Berkat La Ilaha illallah

setara dengan Dia.


Muhammadarrasulullah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

(2) Mantra untuk menanam padi dan biji-bijian

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Rabbana atina

lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,


fiddunya hasanah

berilah kami kebaikan di dunia dan kewafil akhirati khasah

baikan di akhirat, dan peliharalah kami


wakina azabannar

dari siksa api neraka.


Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah
(QS.Al-Baqarah:201)

(QS. Al-Baqarah: 201)

(3) Mantra yang di gunakan untuk panen

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Keliling masan bain baloqbi

lagi Maha Penyayang. Berputar musim

lingku nemuek kamu

cucu nenekmu, akan aku undang berkance sepulu atau seket

tamu sebanyak sepuluh atau lima puluh


Berkat La Ilaha illallah

orang.
Muhammadarrasulullah.

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

(4)

Mantra untuk menanam ubi jalar

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Muntembuku

lagi Maha Penyayang. Setiap buku taman


bilang nggaro

waktu membajak
bilang buku

setiap buku
taokna berisi sekeraro

berisi sebakul
Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

(5)

Mantra untuk acara


selamatan sapi

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Tanggek mas

lagi Maha Penyayang. Tanduk mas


elong surta

ekor sutra
awak tembaga

badan tembaga
naena selaka

kakinya perak
Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

(6) Mantra untuk


membajak sawah

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Tri trinjang

lagi Maha Penyayang. Ikan teri ikan


buak jarak sekeraro

terinjang, buah jarak sebakul


nyedi inak bijang

biar pergi inak bijang


adekna arak langan anak nabi

agar ada jalan anak Nabi


Muhammad belalo

Muhammad berjalan
Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

(7) Mantra untuk tanaman agar tidak dimakan hama

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Dendek kaken taletan

lagi Maha Penyayang. Jangan makan


umat manusia sine

tanaman umat manusia ini


adekna arak sanguna

biar ada bekal


beribadah umat manusia,

beribadah umat manusia


ito aning ulek

pergilah pulang
gawah lauk masih guar.

kehutan yang masih luas


Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

(8) Mantra untuk buka bumi

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Assalamualaikum

lagi Maha Penyayang. Keselamatan atas


Mas bumi

pemilik bumi
banda sari

segala isinya
banyu suci

air suci
banyu saka

air bening
badan sampurna

badan sempurna
adekta selamat daet taletanta.

biar selamat dengan tanamannya.


Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

(9) Mantra untuk tanaman agar tidak diganggu hama

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Hatamallahuaala kulubihim

lagi Maha Penyayang. Allah telah mengwaala samihim

unci hati dan pendengaran mereka


waala absharihim

dan penglihatan mereka


gisawah.

di tutup
Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah
(QS.Al-Baqarah:7).

(QS.Al-Baqaral:7)

(10) Mantra untuk tanaman agar hasilnya baik

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Alam taraillallazina haraju

lagi Maha Penyayang. Tidakkah kamu


min diyarihim wahum

memperhatikan orang yang keluar dari


ulufun zazaral mautu

kediaman mereka dan mereka berfaqolalahum Allahu mautu.

jumlah seribu orang yang berlindung


Mautu. Mautu.

dari kematian, berkatalah mereka Allah


Berkat La Ilaha illallah

akan mematikanmu, mematikanmu,


Muhammadarrasulullah.

Mematikanmu

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

(11) Mantra untuk mengawinkan padi

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


ne kusodok kamu

lagi Maha Penyayang. Aku titipkan kamu


mas cantelan selae jelo

pemilik tanaman mas berpasangan selama


Berkat La Ilaha illallah

dua puluhlima hari


Muhammadarrasulullah.

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

4.4 Analisis Data


4.4.1 Bentuk mantra pertanian
Mantra mengikuti bentuk puisi, maka mantra akan dikaji sebagaimana bentuk yang
membangun puisi yaitu: (1) tema, (2) bunyi, (3) baris , (4) bait, (5) diksi.

1) Tema
Tema adalah suatu yang diciptakan atau digambarkan oleh penyair atau dukun
lewat mantra yang dihadirkannya. Pada dasarnya tema merupakan suatu yang
harus dan pasti dalam mantra. Seperti contoh pada kutipan mantra berikut ini:
Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Kulhuwallahu ahad

lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang


Allahu shamad

Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang berlam yalid

gantung pada-Nya segala sesuatu. Dia


walam yulad

tidak beranak dan tidak pula diperanakwalam yakunlahu kufwan ahad

kan dan tidak ada seorangpun yang


Berkat La Ilaha illallah

setara dengan Dia.


Muhammadarrasulullah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah
Tema mantra di atas adalah berkaitan dengan tauhid yaitu meng-Esakan Allah
seperti yang tertulis dalam terjemahan mantra yang terdapat dalam salah satu ayat
Al-Quran diatas adalah bahwa Allah itu Maha Esa (terdapat pada bait pertama
sampai akhir yang diperkuat dengan akhiran huruf (d) yang berati semua perbuatan
harus kita tujukan pada Allah) dan hanya kepada-Nyalah semua tempat
bergantung yang ke-Esa-Nya dipertegas lagi dengan ayat selanjutnya yang
mengatakan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Berdasarkan
penjelasan di atas jelaslah tema mantra tersebut menjeslakan tenteng nyelametan
sapi yang ditujukan kepada Sang pencipta yaitu Allah yang Esa, yang akhir dari
semua mantra dipusatkan pada kata Allah dan Rasulullah, (Narasumber: H. Safwan).

2) Bunyi
Bunyi merupakan salah satu unsur yang membangun salah satu puisi akan memiliki
keindahan dan maknanya serta kenikmatan akan didukung oleh unsur bunyi atau
irama yang membentuk puisi tersebut. Berbicara tentang bunyi dalam puisi terlebih
dahulu harus dipahami beberapa istilah yang berkaitan dengan bunyi, meliputi:
rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik dalam lirik maupun pada
akhir lirik puisi. Rima mengandung beberapa aspek, yaitu:
a)

asonansi (perulangan vokal)

Bunyi vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh arus udara dari paru-paru
melalui pita suara dan penyempitan suara di atas glosit. Contoh asonansi
perulangan vokal dalam mantra pertanian dapat kita lihat pada kutipan mantra
seperti berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Assalamualaikum

lagi Maha Penyayang. Keselamatan atas


Mas bumi

pemilik bumi
banda sari

segala isinya
banyu suci

air suci
banyu saka

air bening
badan sampurna

badan sempurna
adekta selamat daet taletanta.

biar selamat dengan tanamannya.


Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

Dari mantra di atas dapat kita lihat perulangan vokal yang terjadi yaitu vokal (i)
terdapat pada kata bumi, sari dan suci yang berarti inti dari mantra tersebut, yang
terdapat pada bait satu, dua, dan tiga. Sedangkan vokal (a) yang terdapat dibait
keempat, kelima dan keenam terdapat pada kata saka, sampurna dan taletanta
yang berarti sema akhiran huruf (a) di atas mengandung makna bahwa itu adalah
tujuan. Mantra ini dibaca sebagai rasa hormat pada bumi dan air yang diiringi
dengan salam seperti mantra di atas. Mantra di atas disebut juga oleh masyarakat
Sasak di desa Banyumulek dengan sebutan mantra buka gumi (Narasumber: Bapak
Sawiah).
b) aliterasi (perulangan bunyi konsonan).
Bunyi konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran
udara pada salah satu tempat disalurkan suara di atas glottis. Perulangan bunyi
konsonan dalam mantra dapat kita lihat dalam kutipan berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Hatamallahuaala kulubihim

lagi Maha Penyayang. Allah telah mengwaala samihim

unci hati dan pendengaran mereka


waala absharihim

dan penglihatan mereka


gisawah.

Ditutup
Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

Dalam mantra di atas konsonan pada kalimatnya bukan sekedar ingin


menyeragamkan bunyi bahasa (konsonan). Akan tetapi memiliki nilai penting
seperti pada baris kedua meyimbolkan dan menggambarkan bahwa siapa pun yang
tidak menjalankan perintah dan larangan Allah maka ia akan menutup hatinya
karena hatinya telah gelap, begitu pun dengan pendengaran dan penglihatannya
pada baris ketiga dan keempat. Dari kutipan mantra di atas dapat kita lihat contoh
perulangan bunyi konsonan (m) pada bait satu, dua, tiga, dan empat yang berarti

akhiran huruf (m) bermakna mereka, sedangkan bunyi vokal (h) terdapat pada bait
lima, enam, dan tujuh.
c)

rima akhir (paduan bunyi pada setiap akhir)

Paduan bunyi rima akhir dapat dilihat pada kutipan mantra berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Kulhuwallahu ahad

lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang


Allahu shamad

Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang berlam yalid

gantung pada-Nya segala sesuatu. Dia


walam yulad

tidak beranak dan tidak pula diperanakwalam yakunlahu kufwan ahad

kan dan tidak ada seorangpun yang


Berkat La Ilaha illallah

setara dengan Dia.


Muhammadarrasulullah

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah
Paduan bunyi akhir pada mantra pertanian di desa Banyumulek di atas dapat kita
lihat yang setiap kata, frase, atau kalimatnya yang diakhiri dengan bunyi huruf (d)
pada kata ahad, shamad, yalid, yulad dan pada kata ahad dibait terakhir
mengandung makna penyerahan diri sepenuhnya atas segala apa yang telah
dilakukan.
d) rima dalam (perulangan bunyi di antara kata-kata dalam satu lirik)
Contoh kutipannya sebagai berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Alam taraillallazina haraju

lagi Maha Penyayang. Tidakkah kamu


min diyarihim wahum

memperhatikan orang yang keluar dari


ulufun zazaral mautu

kediaman mereka dan mereka berfaqolalahum Allahu mautu.

jumlah seribu orang yang berlindung


Mautu. Mautu.

dari kematian, berkatalah mereka Allah


Berkat La Ilaha illallah

akan mematikanmu, mematikanmu,


Muhammadarrasulullah.

Mematikanmu

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah
Dari kutipan tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa perulangan bunyi pada larik
ketiga dan empat yaitu pada akhiran huruf (m) pada kata (mautu) yang berarti
mematikanmu. Mantra ini dibaca agar tanaman tidak diganggu atau dimakan hama
dengan cara menancapkan pucuk pohon berora dan kembang api-api yang di bakar
bersama kemenyan dengan mengelilingi sawah sebagaimana yang dikatakan
narasumber saat diwawancara (Narasumber: Bapak Sawiah).
e)

rima identik (perulangan kata di antara bait-bait)

Berikut kutipanya beserta penjelasannya:


Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Tri trinjang

lagi Maha Penyayang. Ikan teri ikan


buak jarak sekeraro

terinjang, buah jarak sebakul


nyedi inak bijang

biar pergi inak bijang


adekna arak langan anak nabi

agar ada jalan anak Nabi


Muhammad belalo

Muhammad berjalan
Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

Perulangan kata di antara bait-bait terdapat pada kata (tri-trinjang = yang berarti
ikan tri yang kecil-kecil) yang akhiran huruf (g) tersebut menguatkan mantra
dengan menggambarkan sesuatu benda atau orang yang dijadikan simbol
kesederhanaan dan sebuah penyakit yang harus dijauhi , dan bisa juga dilihat pada
kata (arak = yang berarti agar ada tempat untuk berjalan) seperti kutipan mantra
pertanian di atas pada bait kelima identik dengan perulangan bunyi pada kata pada
kata (jarak = yaitu sejenis tanaman). Sedangkan akhiran huruf (o) mengandung
makna harapan agar dimudahkan rizki dan jalan dalam bertani.
f) rima rupa (perulangan hanya pada penulisan suatu bunyi, sedangkan
pelafalannya tidak sama).

Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Muntembuku

lagi Maha Penyayang. Setiap buku taman


bilang nggaro

waktu membajak
bilang buku

setiap buku
taokna berisi sekeraro

berisi sebakul
Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

Perulangan bunyi pada mantra tersebut dapat kita lihat pada akhiran kata (buku
yaitu huruf u) pada bait kedua dan keempat bermakna atau merefreskan suatu
tumpuan, sedangkan kata (bilang) yang mengalami perulangan terdapat diawal
pada baris ketiga dan keempat, dan kata (o) pada kata (nggaro dan sekeraro) bait
terakhir bermakna hasil yang akan didapatkan dari usaha yang sudah dilakukan.

3) Baris dalam Mantra


Baris atau larik dalam mantra adalah satuan yang pada umumnya lebih besar dari
kata dan telah mendukung suatu makna tertentu. Baris dalam mantra pada
dasarnya adalah merupakan pemadu, penyatu dan pengembang ide penyair yang
diawali lewat kata. Akan tetapi sesuai dengan keberadaan baris dalam puisi makna
penataan baris mantra harus memperhitungkan masalah rima serta penataan pola
persajakan, seperti kutipan berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Keliling masan bain baloqbi

lagi Maha Penyayang. Berputar musim


lingku nemuek kamu

cucu nenekmu, akan aku undang berkance sepulu atau seket

tamu sebanyak sepuluh atau lima puluh


Berkat La Ilaha illallah

orang.
Muhammadarrasulullah.

Berkat La Ilaha Illallah

Muhammadarrasulullah

Berkaitan dengan kata-kata yang dipilih dalam menciptakan mantra pertanian


tersebut oleh oarang-orang pada saat itu lebih condong pada istilah sesuatu,
seperti nama asal benda, musim, nama orang yang dianggap keramat, penyebutan
angka, sejarah kejadian dan penyebab nama asal. Dalam mantra pertanian ini katakatanya terdiri dari perintaan (doa) dan kalimat perintah seperti contoh mantra di
atas mengandung tiga unsur, baris pertama berisi tentang doa dengan menyebut
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Doa ini harus dibaca
sewaktu memulai melakukan sesuatu yang baik, karna do,a tersebut adalah
penghulu segala do,a (Narasumber: Bapak Muniah) sewaktu diwawancarai.
Sedangkan baris kedua berisi mengandung nama musim yaitu dengan penyebutan
kata (masan) yang dibarengi dengan penyebutan nama orang-orang terdahulu
seperti kakek dan nenek buyut.pada kata (bain balaoqbi). Pada baris ketiga
mengandung unsur jumlah angka seperti pada kata (sepulu atau seket = sepuluh
atau lima puluh), dan pada baris keempat mengandung unsur permohonan yang
kata-katanya ditekankan dan ditujukan pada Allah dan Rasulnya.
4) Bait dalam Mantra
Bait adalah kesatuan larik yang berada dalam suatu kelompok dalam rangka
mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya
(Aminuddin, 2011: 145). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya jumlah baris
tiap-tiap mantra beragam, demikian juga dengan jumlah bait-baitnya. Dalam
mantra dunia pertanian pada masyarakat Sasak di desa Banyumulek, khususnya
mantra nyelametan sapi, mantra buka gumi atau mantra turun tanah sewaktu akan
membajak sawah, mantra pemeliharaan dari hama dan mahluk halus serta mantra
waktu panen tidak terlepas dari bait. Walaupun dalam satu dalam satu bait tidak
tentu barisnya, ada yang dua baris, tiga baris, empat baris, lima baris, enam baris
atau lebih. Kebanyakan dari mantra pertanian desa Banyumulek terdiri dari
beberapa bait saja, walau ada yang panjang melebihi dua, tiga, empat dan lima
baris seperti contoh pada kutipan mantra berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Assalamualaikum

lagi Maha Penyayang. Keselamatan atas


Mas bumi

pemilik bumi
banda sari

segala isinya
banyu suci

air suci
banyu saka

air bening
badan sampurna

badan sempurna
adekta selamat daet taletanta.

biar selamat dengan tanamannya.


Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

Seperti yang peneliti paparkan di atas sebelumnya, bahwa mantra pertanian pada
masyarakat Sasak di desa Banyumulek sangat beragam, ada yang pendek,
pertengahan dan panjang. Menurut narasumber yang peneliti wawancara

(Narasumber: Bapak Sawiah) mengatakan bahwa sengaja kata-katanya dibuat


seperti itu dengan tujuan agar mantranya cepat dihafal dan dipahami. Bait dalam
mantra itu kebanyakan tidak beraturan karena manra pada masyarakat Sasak di
desa Banyumulek tidak begitu memperhatikan nilai struktur suatu mantra. Mantra
di desa Banyumulek lebih memfokuskan pada isi atau makna hakiki terciptanya
mantra tersebut yakni sebagai alat atau media khusus untuk berdoa atau meminta
restu Tuhan atas hajatan niatnya.
5) Diksi Mantra
Diksi merupakan pilihan kata yang dominan dan selalu mengikuti mantra tersebut
selain dari kata pembuka dan penutup. Kata yang dominan atau sering kita
temukan pada setiap mantra adalah kata (adekna) pada bait mantra keenam dan
tujuh, (adekta) terdapat pada bait mantra yang kedelapan, dan akhiran kata (na)
terdapat pada bait keempat dan kelima. Pada mantra di atas mengandung suatu
maksud atau makna keikut sertaan hati dengan harapan apa yang di minta
terkabulkan.
4.4.2 Fungsi dan makna mantra pertanian dalam masyarakat Sasak
Mantra yang ada di desa Banyumulek memiliki fungsi dan makna, yakni: sebagai
penolak bala, sebagai alat pendidikan, sebagai pemeliharaan alam dan lingkungan,
sebagai sistem pelaksanaan adat.
1) Penolak Bala
Tolak bala merupakan suatu istilah yang dilakukan untuk menangkal sebuah
bencana atau penangkal penyakit. Berkaitan dengan pertanian istilah tolak bala
diartikan sebagai permohonan kepada Pencipta agar tanamannya terhindar dari
penyakit dan gagal panen.

Berikut kutipan dari fungsi mantra tersebut:


Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Dendek kaken taletan

lagi Maha Penyayang. Jangan makan

umat manusia sine

tanaman umat manusia ini


adekna arak sanguna

biar ada bekal


beribadah umat manusia,

beribadah umat manusia


ito aning ulek

pergilah pulang
gawah lauk masih guar.

kehutan yang masih luas


Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

Dari kutipan mantra di atas dapat kita ketahui fungsinya adalah sebagai penolak
bala atau penyakit gagal panen yang digunakan oleh masyarakat ketika memiliki
sebuah keinginan yang kira-kira tidak bisa tercapai dengan usahanya sendiri,
adapun keinginan si peminta mantra dapat kita ketahui lewat mantra yang di
gunakan seperti kata pada mantra di bait satu dan dua (dendek kaken taletan umat

manusia sine adekna arak sanguna ibadah) kata di atas mengandung pesan dan
nilai agar pertaniannya tidak diganggu atau dirusak oleh mahluk, baik manusia,
hewan atau binatang. Sedangkan pada bait ketiga mengandung perintah agar
segala mahluk perusak itu pergi ke hutan yang masih luas untuk mencari makanan.
Dari mantra tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat seperti inilah terkadang
petani menggunakan mantra tersebut agar tanamannya tidak diganggu hama dan
agar hasil panennya bagus (Narasumber: H. Mahruf).
Sedangkan untuk mengetahui lapis makna dari mantra di atas dapat kita uraikan
seperti berikut, jalan pertama yang harus ditempuh yaitu mengategorikan kata-kata
yang termasuk lambang dan kata-kata yang termasuk katagori simbol. Dalam
pembahasan di depan dapat telah ditetapkan bahwa kata-kata dalam mantra
tersebut yang termasuk lambang adalah kata-kata dendek kaken, adekna arak,
dan ito aning. Sedangkan yang bersifat simbol adalah kata taletan, sangu
ibadah, dan gawah lauk masih guar. Untuk mengetahui maknanya maka kita
harus menerjemahkan kata-kata tersebut kedalam bahasa indonesia, kata dendek
kaken dalam hal ini mempunyai tejemahan (dilarang memakan) yang maknanya
dapat kita proyeksikan dengan berbagai kemungkinan dan gambaran makna (1)
suatu larangan, (2) sebagai akibat dari keadaan tersebut maka manusia tidak ada
yang dimakan, manusia akan kelaparan dan mati. Maka dapat diambil hipotesis
bahawa kata tersebut mengandung makna rasa takut yang selalu ada dalam
kehidupan manusia, sedangkan kata adekna arak mempunyai makna yang
menekankan kepada keberadaan akan sesuatu yang dibutuhkan, dan ito aning
mempunyai makna pengusiran atau ketidak inginan petani terhadap suatu balaq
atau penyakit. Sedangkan untuk makna simbol pada mantra pertanian di atas dapat
kita lihat pada kata taletan dalam terjemahannya adalah pohon, kita memaklumi
bahawa pohon adalah ciptaan Tuhan yang berusaha mencari kehidupannya yang
dalam hal ini sama dengan manusia, maka kata pohon di atas dapat diartikan
manusia yang selalu mencari kehidupan, sedangkan katagawah lauk masih guar
bermakana bahwa manusia butuh akan kelapangan dan dijauhi dari segala balaq.

2) Sistem Pendidikan
Mantra sebagai alat pendidikan merupakan suatu proses pengubahan sikap dan
perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Mantra sebagai alat pendidikan terlihat dalam kutipan berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Rabbana atina

lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,


fiddunya hasanah

berilah kami kebaikan di dunia dan kewafil akhirati khasah

baikan di akhirat, dan peliharalah kami


wakina azabannar

dari siksa api neraka.


Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah

Muhammadarrasulullah

Mantra di atas adalah mantra yang mangandung unsur pendidikan yang dikenal
oleh masyarakat dengan sebutan doa sapu jagat karena pada kata pada bait
pertama kita ajak memohon kepada Allah, pada bait kedua, ketiga dan empat pada
kata (Rabbana atina, fiddunya hasanah, wafil akhirati khasanah ) mengajarkan
kepada kita agar selalu berdoa agar selamat di dunia dan akhirat. Sedangkan pada
bait kelima, enam dan tujuh hanya sebagai penutup yaitu agar terhindar dari siksa
api neraka yang ditujukan kepada Allah. Mantra tersebut dibaca saat menanam
padi, ubi dan tanaman biji-bijian (Narasumber: H. Safwan).

Untuk mengetahui makna dalam mantra di atas adalah harus memahami


terjemahannnya seperti kata yang mengandung lambang seperti, Rabbana,
fiddunya, akhirat. Kata rabbana berarti Tuhan, Tuhan adalah tempat bergantungnya
hidup dan kehidupan yang merupakan tempat kita berpasrah dan menyerahkan diri
yang dalam mantra tersebut bermakna penyerahan seorang mahluk kepada Sang
pemilik hidup yang kaitannya dengan mantra pertanian adalah seorang petani
dalam melakukan pekerjaannya harus berpasrah bertawakkal setelah berusaha
dengan baik saat bertani, kata fiddunya pada mantra tersebut bermakna
kehidupan karena hanya di planet bumilah manusia bisa hidup dan bertahan yang
dalam mantra pertanian makna tersebut mengandung makna tempat mencari
nafkah dari semua yang telah dianugrahkan kepada petani, sedangkan kata akhirat
bermakana tujuan akhir dari hidup dan tempat menuai hasil dari segala perbuatan
dan tingkah laku dari apa yang telah dilakukan oleh segala mahluk dan khususnya
petani. Sedangkan makna simbol dalam mantra tersebut dapat kita lihat pada kata
khasanah kata tersebut bermakna kebaikan, ketenangan, kelapangan yang selalu
diharapkan manusia dalam menjalani hidupnya, dalam pertanian hal tersebut
berkaitan dengan mantra yang dibaca yang maknya dari kata khasanah terdapat
makna seorang petani dalam bertani mengharapkan agar hasil pertaniannya diberi
berkah dan kebaikan.
3) Pemeliharaan Alam dan Lingkungan
Pemeliharaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh petani dalam hal ini
yang bertujuan untuk melestarikan, menjaga, melindungi segala sesuatu yang ada
disekitar kita pada umumnya dan khususnya ladang tempat bertani. Pengawasan
tersebut dapat kita lihat pada kutipan mantra berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih


Assalamualaikum

lagi Maha Penyayang. Keselamatan atas


Mas bumi

pemilik bumi
banda sari

segala isinya
banyu suci

air suci
banyu saka

air bening
badan sampurna

badan sempurna
adekta selamat daet taletanta.

biar selamat dengan tanamannya.


Berkat La Ilaha illallah

Berkat La Ilaha Illallah


Muhammadarrasulullah.

Muhammadarrasulullah

Dari mantra di atas terlihat jelas bahwa norma dan pengawasan yang berisi aturan
itu sangat kuat, hal itu terlihat pada bait kedua pada kata (Assalamualaikum) yang
menggambarkan agar semua orang selalu menghormati alam sekitar tempat kita
hidup seperti menghormati bumi (buka gumi) sewaktu akan membajak sawah dan
menghormati air sebagai sumber dari kehidupan yang tercermin pada mantra pada
bait ketiga (masbumi), bait keempat (bandasari) yang isinya agar kita menjaga
segala isi dari bumi pada bait pertama tersebut. Sedangkan pada bait kelima

mengandung nilai agar kita seluruh jiwa raga kita selamat (badan sampurna) begitu
juga dengan tanaman atau pertanian kita agar hasilnya bagus.
Berkaitan dengan fungsi mantra di atas, maka makna mantra di atas harus dapat
kita ketahwi dengan menentukan mana kata yang termasuk lambang dan simbol.
Kata yang termasuk lambang pada mantra tersebut adalah banyu mempunyai
terjemahan air, air merupakan sumber kehidupan manusia, tanpa air manusia akan
mati dan tidak bisa meneruskan hidup dan kehidupannya, maka dari hipotesis
diatas dapat kita simpulkan bahwa kata banyu bermakna sumber kehidupan yang
kaitannya dalam pertanian bahwa air merupakan kunci atau sumber kehidupan
dalam bertani , sedangkan kata badan bermakna sesuatu organ penting manusia
yang membuat manusia bisa melakukan apapun dengan anggota badan yang
dimiliki, hal tersebut menggambarkan dalam melakukan atau mengerjakan
pertanian harus dilakukan sesuai prosedur dari tahapan masing-masing. Sedangkan
yang termasuk simbol pada mantra pertanian di atas adalah pada kata bumi yang
bermakana tempat hidup manusia karena manusia hanya di bumilah manusia bisa
hidup , bertani, dan bertahan. Dari semua planet yang ada, planet bumi merupakan
inti dari makna kata tersebut, kata sari bermakna isi dan kandungan dari bumi yang
merupakan sumber hidup manusia, kata sari tersebut berarti inti dari sumber
kehidupan manusia dalam bertani hal tersebut menggambarkan tentang kesuburan
bumi untuk diolah petani yang dalam agama bahwa manusia berperan sebagai
khalifah dimuka bumi, sedangkan kata suci bermakana kebersihan dari segala
kotoran yang dalam mantra pertanian makna kata suci adalah inti dari segala usaha
manusia yang harus dicari dengan cara yang halal yaitu bertani.
4) Sistem Pelaksanaan Adat
Adat adalah kebiasaan perilaku yang dijumpai secara turun temurun, kebiasaan
yang dilakukan nenek moyang sejak zaman dahulu kala. Berarti sistem
pelakasanaan adat marupakan suatu aturan yang harus dilaksanakan, yang sifatnya
turun temurun dan tetap terjaga dengan norma-norma yang ada pada masyarakat.
Fungsi dan makna dalam mantra juga bisa kita lihat pada kutipan berikut sewaktu
nyembulaq : Bissmillahirrahmanirrahim Dengan nama Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Mantra di atas dipakai juga pada waktu turun sapi dengan
menghadap ke arah gunung kuripan, itu untuk menunjukan makna bahwa di sana
ada urip yaitu urip mempunyai makna kehidupan yang selalu menjadi arah atau
tujuan dari setiap mahluk hidup.
Mantra di atas mencerminkan dan sekaligus pengalaman dengan adanya kekuatan
di luar diri manusia misalnya membaca mantra di atas digunakan sewaktu akan
memulai menanam atau (nyembulaq = istilah yang digunakan oleh para kiayi atau
masyarakat untuk memulai sesuatu) mantra di atas dibaca sewaktu akan mulai
menanam ubi atau singkong sewaktu mencangkul dengan cara dibaca tidak putusputus dan mencangkulnya tidak terlalu dalam agar buahnya besar-besar dan waktu
panen bisa dicabut dengan mudah (Narasumber: H. Mahruf). Membaca mantra

diatas merupakan sudah mentradisi disetiap melakukan sesuatu apalagi yang


berkaitan dengan adat istiadat.
4.4.3 Pandangan masyarakat terhadap mantra
Dalam kehidupan sehari-hari dikalangan masyarakat awam, yang intelektual juga
masih memakai mantra yang diyakini dapat mengatasi semua persoalan dalam
kehidupan. Mantra pertanian adalah ilmu yang dimiliki oleh orang tertentu yang
diwariskan secara turun-temurun kepada orang yang berhak mewarisinya, karena
dalam menggunakan mantra ini harus dengan syarat-syarat yang dimiliki oleh
pemilik mantra itu sendiri (Narasumber: Bapak Muniah). Alasannya mengatakan hal
demikian bahwa karena masih banyaknnya orang yang mengikatkan diri pada
mantra di setiap mengalami kesulitan, apakah itu petani, pedagang, pengusaha,
dokter, polisi, dosen dll. Dengan alasan demikian kita mengetahui bahwa mantra
masih diyakini oleh pemakainya dengan berbagai permasalahan yang ada dan oleh
sebab demikian mantra harus dikembangkan dan dilestarikan secara turun-temurun
kepada yang berhak mewarisi, sebab mantra tersebut tidak sembarangan orang
bisa memiliki termasuk keturunannya, kalau tidak berhak maka mantra tersebut
tidak bisa diwarisi. Mewarisi suatu mantra harus memenuhi syarat-syarat tertentu
yang mungkin menyulitkan bagisi pewaris, tetapi kalau ia bisa melaksanakanya
maka mantra tersebut berhak diwarisi. Bagi masyarakat yang setuju dibagi atas dua
kelompok, yaitu: yang setuju melaksanakan dan yang setuju tetapi tidak
melaksanakan. Yang setuju melaksanakan atau masyarakat pemakai, menganggap
bahwa kehadiran mantra itu sendiri berpangkal pada kepercayaan masyarakat
pendukung di dalamnya yang memunculkan fenomena yang semakin kompleks di
jaman sekarang. Sejumlah penilaian, sikap, dan perlakuan masyarakat terhadap
mantra semakin berkembang. Ada sebagian masyarakat yang begitu mengikatkan
secara penuh maupun sebagian dirinya terhadap mantra dalam kepentingan
hidupnya seperti masih percayanya masyarakat pada mitos, kebutuhan dalam
kehidupan sehari-hari, ada yang membutuhkan karena persaingan, ada yang butuh
untuk kenaikan pangkat, ada yang membutuhkan agar disenangi atasan dan masih
banyak lagi problema hidup yang lain yang menuntut masyarakat lari kepada
mantra.
Sedangkan sebagian masyarakat yang setuju tetapi tidak melaksanakan secara
langsung atau tidak langsung atau menolak kehadiran mantra dengan berbagai
pertimbangan antara lain bahwa menerima mantra berarti melakukan perbuatan
syirik, karena kita lebih yakin kepada dukun atau belian dari pada Allah, terlalu
banyak rerekeq, eteh-eteh atau kemauan yang harus dipenuhi yang persyaratnnya
dirasa sangat sulit didapat dan membutuhkan waktu lama. Pada bagian masyarakat
yang disebutkan pertama dapat digolongkan ke dalam masyarakat penghayat atau
pendukung mantra, sedangkan bagian masyarakat yang lainnya digolongkan ke
dalam masyarakat bukan penghayat mantra.

Bagi masyarakat penghayat mantra, kegiatan sehari-hari kerap kali diwarnai


dengan pembacaan mantra demi keberhasilan dalam mencapai maksud atau tujuan
yang sesuai dengan fungsi dari mantra tersebut misalnya, para petani ingin
sawahnya subur, terhindar dari gangguan hama, ingin panen hasilnya melimpah
dan para pedagang ingin dagangannya laris. Mantra diterima oleh masyarakat
penghayatnya sebagai kebutuhan penunjang setelah kehidupan agamanya dijalani
secara sungguh-sungguh. Adanya kebutuhan terhadap mantra sebagai warna yang
menghiasi kehidupan sehari-hari yang dapat kita lihat pada setiap mantra diawali
dengan bacaan Bismillahirrahmanirrahim dan diakhiri dengan kalimat La Ilaha
illallah Muhammadarrsulullah, hal tersebut menandakan bahwa semua penyerahan
permasalahan dan permintaan ditujukan pada Allah. Kegiatan yang tidak terlepas
kepada keadaan alam dan mata pencaharian, menghasilkan tiga kelompok besar
sehubungan dengan penggunaan mantra, yaitu mantra yang digunakan untuk
perlindungan, kekuatan, dan pengobatan (Rusyana, 1970).
Mantra merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sasak
sebagai bagian dari budaya. Mantra dapat memberikan gambaran luas tentang pola
dan macam kehidupan masyarakat pendukungnya.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa.
1. Bentuk mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa
Banyumulek Lombok Barat mengandung unsur yang terdiri dari: tema, bunyi, baris,
bait, diksi.
2. Fungsi dan makna mantra pertanian pada masyarakat Sasak yang ada di desa
Banyumulek memiliki beberapa fungsi dan makna, yakni: sebagai penolak bala,
sebagai alat pendidikan, sebagai pemeliharaan alam, lingkungan, dan sebagai
sistem pelaksanaan adat. Untuk menentukan makna dari mantra tersebut kita
harus menentukan mana kata yang termasuk lambang dan mana kata yang
termasuk simbol. Dengan mengetahui lambang dan simbol tersebut maka kita akan
dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya yang tidak lupa kita harus
menerjemahkannya terlebih dahulu untuk memudahkan pemaknaan.

3. Sedangkan masyarakat berpandangan tentang mantra sebagai suatu karya


yang di wariskan secara turun- temurun kepada orang yang berhak, karena tidak
semua orang bisa melakukannya. Mantra merupakan suatu adat istidat yang masih
dipercayai oleh masyarakat penghayatnya sebagai kebutuhan penunjang setelah
kehidupan agamanya dijalani secara sungguh-sungguh. Adanya kebutuhan
terhadap mantra sebagai warna yang menghiasi kehidupan sehari-hari. Kegiatan
tersebut tidak terlepas dari keadaan alam dan mata pencaharian.
5.2 Saran-saran
1. Agar pembaca karya sastra daerah lebih meningkatkan apresiasinya, sehingga
karya sastra daerah yang bernilai tinggi tersebut tidak mengalami kepunahan.
2. Kepada Mahasiswa dan pelajar Jurusan Pendidikan Bahasa, Sasatra Indonesia
dan Daerah lebih meningkatkan dan mengembangkan penelitian yang berhubungan
dengan sastra yang bersifat kedaerahan.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2005. Kamus besar bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta:
Pustaka.

Balai

Endawarsa, S. 2008. Metodologi Penelitian Folklor, -cet 1- Yogyakarta: Media


Presindo.
Hadi, S. 2004. Metodologi Research, -ed. II. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
Pradopo, R. J. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat. 1997. Pengantar Antropologi II. Jakarta: PT. Rineke Cipta.
Nurgiyantoro, B. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Unity Press.
Nuruddin. 2007. Dasar-dasar Penulisan. Mataram: Universitas Muhammadiyah
Mataram.
Ratna, N. K. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yoyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyasa, M. 2004. Teori Sastra. Mataram. Universitas Muhammadiyah Mataram.
Syah, M. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Tarigan, H. G. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tjahjono, L. T. 1987.Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi. Surabaya: Nusa
Indah.

Sumber Skripsi dari Internet


Supriyatno, A. Makna Simbolik Mantra dan Prangkat Benda yang digunakan dalam
Prosesi Adat Perkawinan suku Sasak di Pringgabaya. Diambil tanggal 8 November
2012 dari http://holydueg.files.wodrpress.com.
Suryani, E. NS. Eksistensi dan Fungsi Mantra dalam Kehidupan Masyarakat
Sunda. Diambil tanggal 16 Maret 2012 dari http://www.akademik.unsri.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai