BAB I
PENDAHULUAN
1.1
BAB II
LANDASAN TEORI
ilmu atau teknik memahami karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang
lebih luas menurut maksudnya. Berdasarkan teori dengan pendekatan semiotik
dalam menentukan makna dan fungsi mantra, dilakukan suatu interpretasi dan
penafsiran serta penilaian terhadap mantra untuk mendapatkan suatu fungsi serta
maknanya dalam kehidupan masyarakat Sasak Lombok Barat.
2.2
Pengertian Mantra
Jenis-jenis Mantra
Teori Bentuk
Munculnya pendekatan bentuk tidaklah dapat dilepaskan dari peran kaum formatif
Rusia, karena itu kaum formatif dipandang sebagai peletak dasar telaah sastra
dengan pendekatan ilmu modern. Ciri khas penelitian sastra kaum formatif adalah
perhatiannya terhadap apa yang merupakan suatu yang khas dalam karya sastra
yang terdapat dalam karya sastra dalam teks bersangkutan. Dalam hal ini nilai
estetika suatu karya sastra seperti yang dikemukakan oleh tokoh utamanya
Jakobson adalah didasarkan pada poetic Function yang diolah berdasarkan kode
metrum, rima, macam-macam bentuk paraletisme, pertentangan, kiasan dan
sebagainya. Karya sastra dipandang sebagai suatu yang otonom. Dengan kata lain
Jakobson, merumuskan bahwa karya sastra adalah ungkapan yang terarah pada
ragam yang melahirkan puitis memusatkan perhatiannya pesan demi pesan itu
sendiri.
Teori tersebut sebenarnya menekankan otonomi dan prinsip obyektifitas pada
bentuk karya sastra memiliki beberapa kelemahan pokok. Karya sastra diasingkan
dari konsep dan fungsinya sehingga sastra kehilangan relevansi sosialnya. Tersebut
dari sejarah dan terpisah dari permasalahan manusia. Di samping itu karya sastra
tidak dapat diteliti dalam rangka konvensi-konvensi kesusastraan sehingga
pemahaman kita mengenai genre dan sistem sastra sangat terbatas. Secara umum
struktur puisi (mantra) dibagi ke dalam: unsur yang membangun dalam puisi ada
dua yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik, kedua unsur tersebut tidak dapat
dipisahkan. Berkaitan dengan unsur batin, puisi memiliki unsur intrinsic.
Bentuk fisik puisi adalah medium untuk mengungkapkan makna yang hendak
disampaikan penyair. Bangun suatu bentuk puisi (mantra) adalah unsur pembentuk
puisi yang dapat diamati secara visual. Unsur tersebut meliputi: (1) bunyi, (2) kata,
(3) lirik atau baris, (4) bait, dan (5) tipografi yang dikemukakan (Aminuddin, 2011:
136).
Bentuk bangun tersebut sebagai salah satu unsur yang dapat dinikmati secara
visual karena dalam puisi juga terdapat unsur-unsur yang hanya dapat ditangkap
lewat kepekaan batin dan daya kritis pikiran pembaca. Unsur tersebut pada
dasarnya dapat merupakan unsur tersembunyi dibalik apa yang dapat dinikmati
secara visual yang dapat disebut sebagai lapis makna puisi. Selanjutnya dari segi
bentuk fisik puisi yang telah dikemukakan di atas, Tjahjono mengatakan bahwa
unsur fisik puisi meliputi: (1) bunyi dan irama, (2) diksi atau pilihan kata, (3) baris
dalam puisi, (4) enjabemen, (5) bait dan (6) tipografi (Tjahjono, 1987: 44). Adapun
bentuk dalam mantra terdiri dari: tema, bunyi, baris, bait dan diksi.
a)
Tema adalah suatu yang diciptakan atau digambarkan oleh penyair lewat puisi
(mantra) yang dihadirkannya. Terdapatnya tema suatu puisi pada dasarnya akan
berhubungan dengan gambaran atau makna puisi (mantra) secara umum yang
ingin diungkapkan (Aminuddin, 2011: 150). Tema merupakan gagasan pokok yang
dikemukakan penyair, sehingga dengan gagasan pokok inilah yang mendorong
penyair untuk menciptakan dan menjiwai isi puisi yang dilahirkannya.
b) Bunyi dan irama dalam puisi
Bunyi merupakan salah satu unsur yang membangun salah satu puisi akan memiliki
keindahan dan maknanya serta kenikmatan akan didukung oleh unsur bunyi atau
irama yang membentuk puisi tersebut. Berbicara tentang bunyi dalam puisi terlebih
dahulu harus dipahami beberapa istilah yang berkaitan dengan bunyi, meliputi:
1. rima, adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik dalam lirik maupun
pada akhir lirik puisi. Rima mengandung beberapa aspek, yaitu: (a) asonansi
(perulangan vokal), (b) aliterasi (perulangan bunyi konsonan), (c) rima akhir
(paduan bunyi pada setiap akhir), (d) rima dalam (perulangan bunyi di antara katakata dalam satu lirik), (e) rima identik (perulangan kata di antara bait-bait), (f) rima
rupa (perulangan hanya tanpa pada penulisan suatu bunyi, sedangkan pelafalannya
tidak sama).
2. irama adalah paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalisasi
(musikalitas), baik berupa alunan keras, lunak, tinggi, rendah, panjang, pendek
yang keseluruhannya maupun menumbuhkan kemerduan, kesan suasana serta
mampu memberikan nuansa dan makna tertentu.
c)
Diksi (diction) berarti pilihan kata-kata yang dipergunakan dalam puisi pada
umumnya sama dengan kata-kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari
secara alamiah kata-kata yang digunakan dalam puisi (mantra) dalam kehidupan
sehari-hari memiliki makna yang sama bahkan ucapan bunyi pun tidak ada
perbedaan. Berdasarkan bentuk dan isi kata-kata dalam puisi dapat dibedakan,
antara lain: (1) lambang, yakni bila kata-kata itu mengandung makna, seperti dalam
kamus (makna leksikal) sehingga acuan maknanya tidak mungkin menunjuk pada
berbagai macam kemungkinan lain (makna denotasi), (2) ulterence atau indice,
yakni kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam
konteks pemakaian, (3) symbol, yakni bila kata-kata itu mengandung makna ganda
(makna konotasi) hingga untuk memahami seseorang harus menafsirkan
(interpretative) dengan melihat bagaimana kata tersebut dengan kata yang lainnya
Peranan bait dalam puisi hampir sama dengan fungsi paragraf dalam prosa, untuk
menyatakan ide pokok. Satuan yang lebih besar dari larik bisa disebut dengan bait,
pengertian bait adalah kesatuan larik yang berada dalam suatu kelompok dalam
rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait)
lainnya (Aminuddin, 2011: 145). Akan tetapi, sesungguhnya dalam bait yang
terpenting adalah kesatuan makna, bukan kesatuan baris. Keberadaan bait dalam
puisi adalah membentuk satu kesatuan makna dalam rangka mewujudkan ide
pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok larik
lainnya. Pada sisi lain, bait juga berperan menciptakan tipografi puisi serta berperan
Teori Semiotik
merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, obyek dan
sebagainya. Petanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari
apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur
melahirkan makna. Tanda akan selalu mengacu pada (mewakili) sesuatu hal
(benda) yang lain yang disebut referent. Lampu merah mengacu pada jalan
berhenti. Wajah cerah mengacu pada kebahagiaan. Air mata mengacu pada
kesedihan. Apabila hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam
benak orang yang melihat atau mendengar akan timbul pengertian.
Menurut Pierce, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu
yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang
lain, oleh Pierce disebut objek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau
menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak
penerima tanda melalui interpretant. Jadi, interpretant ialah pemahaman makna
yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi
sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu
pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga
unsur yang dikemukakan Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik.
Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan
menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol (Nurgiantoro, 2009:
41- 42).
2.6
Teori Fungsi
Dalam bidang sastra lisan, sebagai bagian folklor, Sudikan (2001: 109-112)
menyatakan bahwa teori fungsi itu dipelopori oleh para ahli folklor, diantaranya
William R. Bascom, Alan Dundes, dan Ruth Finnegan. Menurut Bascom (1965: 3-20;
Dundes, 1965: 290-294), sastra lisan mempunyai empat fungsi, yaitu: (a) sebagai
sebuah bentuk hiburan (as a form of amusement), (b) sebagai alat pengesahan
pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan (it plays in validating culture, in
justifying its rituals in instution to thos who perform and observe them), (c) sebagai
alat pendidikan anak-anak (it plays education, as pedagogical device), dan (d)
sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi
anggota kolektifnya (maintaining conformity to the accepted pattern of behavior, as
means of applying social preasure and exercising social control).
Selanjutnya Dundes (1965) juga menyajikan konsep-konsep fungsi folklor dalam
kaitannya dengan hukum, politik, dunia anak, dan sosial. Beberapa ahli yang dia
sebut antara lain Jhon C. Betty Wang, Herbert Passin, Jhon W. Bennet, Paul V. Gump,
dan Brian SuttonSmith. Teori-teori yang disebutkan terakhir ini telah menyebar luas
dikalangan peneliti folklore di Indonesia. Di dalam ilmu sastra konsep fungsi
beraneka warna. Atas dasar realitas itu, Hutomo (1993: 8-10; dalam bukunya
Endraswara, 2009: 125) memberikan konsep fungsi ialah kaitan saling
ketergantungan, secara utuh dan berstuktur, antara unsur-unsur sastra, tulis atau
lisan, baik di dalam sastra itu sendiri (intern), maupun dengan lingkungannya
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini memerlukan suatu metode agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu
tujuan, cara utama tersebut disesuaikan dengan situasi penelitian.
3.1
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di desa Bayumulek. Desa Banyumulek adalah salah
satu dari delapan desa di Wilayah Kecamatan Kediri yang berjarak 5 km dari Ibu
Kota Kecamatan Kediri dan 5 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Lombok
Barat. Kehidupan masyarakat Banyumulek mayoritas adalah petani disamping juga
sebagai pedagang, peternak, pengerajin gerabah, dan lain-lain. Sejalan dengan
perkembangan pariwisata beberapa lokasi pertanian diubah menjadi lokasi
perdangan gerabah yang terkenal (Art Shop), namun adat istiadat masyarakat
tentang mantra khususnya masih kuat. Hal itu dapat kita lihat pada masyarakat
Banyumulek yang masih percaya dengan keberadaan mantra serta kegunaanya.
Adapun mantra yang masih hidup pada masyarakat Banyumulek antara lain seperti
mantra senggeger, mantra obat terkena penyakit, mantra ajian kekuatan dan
khususnya mantra pertanian yang masih digunakan pada saat penanaman,
pemeliharaan, memetik dan menyimpan. Hal ini juga bisa kita lihat dengan luas
wilayah Desa Banyumulek yang sebagian besar adalah lahan pertanian dari luas
wilayah Banyumulek 242 Ha, atau 2.42 km2 yang terdiri dari Sawah Orogasi 180
Ha, Kebun 10 Ha, Pekarangan 52 Ha. Maka hal itulah yang membuat peneliti
memilih desa Banyumulek sebagai lokasi penelitian.
3.2
Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah bentuk, fungsi, makna mantra serta pandangan
masyarakat dalam dunia pertanian yang ada di Desa Banyumulek Lombok Barat.
3.3
A. Data
Data dalam penelitian ini adalah mantra yang akan dianalisis dengan bentuk,
fungsi dan makna mantra sera pandangan masyarakat dalam dunia pertanian pada
masyarakat Sasak di Desa Banyumulek yang bersumber dari beberapa Belian (tabib
atau dukun) yang berada di Desa Banyumulek.
B. Sumber Data
Menurut Arikunto (2002: 135) bahwa sumber data dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a)
data primer
data primer yaitu data pokok yang dalam hal ini adalah mantra pertanian pada
masyarakat Sasak di Desa Banyumulek Lombok Barat yang dikumpulkan dari
respon (narasumber) yang didapatkan dari beberapa belian dan yang ahli dalam
bidang tersebut sesuai dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini data primernya
adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi, rekaman, dan wawancara.
b) data skunder
data skunder yaitu data pelengkap yang diperoleh dari penelitian yang sudah ada
dan dalam hal ini yaitu buku penunjang dan catatan yang terkait dengan penelitian
mantra dari para belian atau tabib yang ada di Desa Banyumulek Lombok Barat.
Pertimbangan untuk menentukan responden mengacu pada saran Spradley dalam
bukunya Faisal, (1990) antara lain:
1) mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses inkulturasi,
sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tapi juga dihayati.
2) mereka yang sedang berkecimpung atau menggunakan atau sedang masih
meyakini pada apa yang tengah diteliti.
3) mereka yang sedang menyampaikan informasi kebiasaan sendiri.
4) informan adalah orang yang asyik diajak bicara (tempat melekatnya informasi).
Jadi informasinya adalah sejumlah Belian (tabib/dukun) yang memiliki mantra yang
dikenal sakti dan memiliki pengalaman dalam pemakaian mantra pertanian di Desa
Banyumulek.
Berikut nama-nama informan sebagai sumber data dalam penelitian objek yang
diteliti.
No
Nama
L/P
Umur
Pendidikan
Alamat
1
Muniah
60 Th
Tidak tamat SD
Banyumulek
2
Sawiah
56 Th
Tidak tamat SD
Banyumulek
3
H. Safwan
60 Th
Tidak tamat SD
Banyumulek
4
Mahmud
56 Th
Tidak tamat SD
Banyumulek
H. Mahruf
68 Th
Tidak tamat SR
Banyumulek
Sumber: Informan terkait untuk memperoleh tentang data yang di teliti di Desa
Banyumulek.
3.4
Archer Taylor menyarankan adanya tiga langkah penelitian sastra lisan, yaitu: (1)
pengumpulan data, (2) klasifikasi, dan (3) interpretasi. Dalam bukunya Endraswara
metode demikian oleh Danandjaja (1990: 98) dinamakan metode kualitatif
penelitian sastra lisan. Metode ini dipandang paling cocok dalam peneitian sastra
lisan. Hal ini cukup beralasan karena sastra lisan merupakan fenomena humanistis
sehingga perlu didekati dengan paham manusiawi pula.
Metode kualitatif menghendaki adanya pemaparan kata-kata atau kalimat dan tidak
menggunakan angka-angka statistik. Dalam bidang budaya, metode kualitatif
dikenal dengan metode etnografis. Artinya, pemaparan budaya rakyat dengan
memperhatikan aspek-aspek etnografis. Paham etnografis yang paling utama
adalah wawancara mendalam, pengamatan terlibat, dan dokumentasi. Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Tujuan dari
penelitian deskriptif kualitatif adalah untuk memuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sisitematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubunga antar fenomena yang diselidiki.
Sealanjutnya data yang terkumpul dengan berbagai metode pengumpulan data
seperti tersebut di atas, diolah sedemikian rupa dengan meggunakan teknik
deskriptif kualitatif. Dalam menggunakan analisis data digunakan analisis data
kualitatif yang terdapat 3 langkah yang dilakukan, yakni: (a) identifikasi, (b)
klasifikasi, dan (c) interpretasi.
(a) Identifikasi, yakni mengenal dan menentukan berbagai hal yang berkaitan
dengan data yang dikumpulkan baik melaui observasi maupun dokumentasi.
Identifikasi dalam penelitian ini adalah memilih, menyaring, mencocokan data. Data
hasil observasi dan dokumentasi digolongkan berdasarkan jenis data. Data yang
diperoleh dari hasil observasi berupa hasil pengamatan dan pencatatan aktivitas
proses ritual mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa
Banyumulek dengan pendekatan hermeniutik, dikelompokkan ke dalam data
primer. Sedangkan data yang berupa hasil yang didapatkan dari buku penunjang
dan catatan dari para informan dan peneliti sesudahnya merupakan data sekunder
atau sebagai pelengkap.
(b) Klasifikasi, yakni mengelompok-kelompokkan hasil penelitian sesuai jenisjenisnya. Pengelompokan ini menyangkut tentang penggunaan mantra yang
digunakan pada saat-saat yang berbeda dan pada tanaman yang berbeda pula.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah klasifikasi bermakna penyusunan
bersistem dalam kelompok atau golongan menurut standar yang ditetapkan
(Depdinas, 2001: 507). Dari makna tersebut, maka alur analisis data selanjutnya
adalah tahap penyusunan data perolehan, baik data primer maupun skunder.
(c) Interpretasi, yaitu membrikan penafsiran terhadap hasil penelitian. Interpretasi
bermakna tafsiran; member kesan pendapat atau pandangan teoritis terhadap
sesuatu (Depdiknas, 2001: 385). Dalam penelitian ini data yang telah
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Etnografi
Bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa disuatu komunitas dalam suatu
daerah geografi ekologi atau suatu wilayah administratif yang terdiri dari unsurunsur kebudayaan universal yaitu: (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistem
ekonomi, (4) organisasi sosial, (5) sistem pengetahuan, (6) kesenian, (7) sistem
religi. Unsur-unsur universal memiliki aktivitas adat istiadat, pranata-pranata sosial,
dan benda-benda kebudayaan yang dapat digolongkan kedalam salah satu diantara
ketujuhunsur tersebut.
Etnografi kebudayaan suatu suku bangsa yang disusun berdasarkan kerangka
etnografi yang terbagi dalam sub-sub bab khusus.
1.
2.
3.
4.
Bahasa
5.
Sistem teknologi
6.
7.
Organisasi sosial
8.
Sistem pengetahuan
9.
Kesenian
lingkungan alam yang ditempati oleh masyarakat dusun aiq paiq mempunyai tanah
yang datar dan subur untuk segala jenis tanaman disetiap musimnya dengan
keadaan alam dusun aiq paiq dikelilingi oleh sawah. Mengenai demografi dusun aiq
paiq kita ketahui luas wilayah dusun aiq paiq berjumlah 200 Ha atau 200 km2 yang
terdiri dari: sawah orogasi 180 Ha, perkebunan 5 Ha, pekarangan 15 Ha.
Batas Administratif Dusun aiq paiq meliputi.
Sebelah Timur
: Desa Beleke
Sebelah Selatan
: Dusun Kulem
Sebelah Barat
: Desa Pemateq
Sebelah Utara
: Dusun Nuse
3) Bahasa
Bahasa yang digunakan masyarakat dusun aiq paiq dalam menggunakan mantra
atau berkomunikasi sehari-hari adalah sebagian besar memakai bahasa Sasak
dengan dialek tiang-ngeh atau aoq-ape, karena adanya tingkatan-tingkatan sosial,
maka bahasa yang digunakan di dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam
mantra pengobatan berbeda pula. Adapun tingkatan-tingkatan tersebut antara lain.
a) Tingkatan bahasa tiang-nggeh, tingkatan ini dipergunakan apabila berbicara
sesama para menak (perbape) dalam komunikasi sehari-hari atau strata jajar
karang yang berbicara pada kelompok strata perbape. Tingkatan bahasa ini juga
dipergunakan pada acara adat mantra saat pengobatan, sorong serah aji krame,
baik yang perbape maupun yang jajar karang.
b) Tingkatan bahasa aok-ape atau ngno-ngne pada masyarakat Dusun aiq paiq,
tingkatan bahasa ini dipergunakan oleh strata jajar karang dengan kelompok jajar
karang untuk komunikasi sehari-hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahasa
yang di gunakan oleh penduduk Dusun Aiq Paiq dalam menggunakan mantra
pengobatan khususnya adalah menggunakan bahasa Sasak ngno-ngne selain
menggunakan bahasa halus madya atau jajar karang. Masyarakat yang ada di
dusun aiq paiq menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa sehari-hari dengan
jumlah masyarakat pemakai bahasa Sasak 360 orang laki-laki dan 261 orang
perempuan, sehingga berjumlah 621 orang sesuai dengan jumlah data penduduk
yang ada disaat ini.
4) Sistim Teknologi
Kehidupan masyarakat dusun aiq paiq mayoritas adalah petani di samping juga
sebagai pedagang, peternak, pengerajin gerabah, dan lain-lain. Berkaitan tentang
pertanian pada masyarakat Dusun Aiq Paiq ada berbagai sistem kepemilikan tanah
pertanian sebagaimana kutipan dalam bukunya Koentjaraningrat (1997: 71)
dikatakan bahwa ada empat sistem kepemilikan tanah yaitu: (1) sistem kepemilikan
umum (berdasarkan kepemilikan komunal), dengan pemanfaatan lahan secara
bergantian, (2) sistem kepemilikan komunal, dengan kemungkinan untuk
mengalihkan pemanfaatan lahan kepada orang lain, (3) sistem kepemilikan komunal
dengan kemungkinan kepemilikan lahan secara terus-menerus, dan (4) sistem
kepemilikan individu. Masyarakat Dusun Aiq Paiq dalam sistem kepemilikan tanah
termasuk pada sistem kepemilikan individu, lahan pertanian merupakan milik
sendiri selama lahan itu tidak dijualnya, diwariskannya, atau dihibahkannya. Di
Dusun Aiq Paiq di mana kepadatan penduduk telah demikian tingginya, banyak
orang desa memang tidak mempunyai sawah, baik berdasarkan sistem komunal,
maupun berdasarkan sistem kepemilikan individu. Walaupun demikian yang tidak
memiliki lahan, dapat menempuh berbagai cara agar ia dapat memperoleh
penghasilan dari pekerjaan bercocok tanam, yaitu dengan: (1) menyewa lahan
orang, (2) dengan mengerjakan lahan orang dengan imbalan bagi hasil, dan (3)
dengan mengerjakan lahan milik orang lain yang di gadaikan padanya.
Namun adat istiadat masyarakat tentang mantra khususnya masih kuat. Hal itu
dapat kita lihat pada masyarakat Dusun Aiq Paiq yang masih percaya dengan
keberadaan mantra serta kegunaanya. Adapun mantra yang masih hidup pada
masyarakat Dusun Aiq Paiq antara lain seperti mantra senggeger, mantra
pengobatan terkena penyakit, mantra ajian kekuatan.
6) Sistem Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang dikuasai masyarakat dari sisi kehidupan mereka lebih
banyak Berkenaan dengan perkembangan dan persebaran bercocok tanam sebagai
salah satu unsur kebudayaan manusia, perhatian yang besar diberikan oleh
antropologi budaya pada sistem peralatan yang digunakan. Karena itu beragam
bentuk peralatan bercocok tanam manusia dibagi kedalam: (1) bercocok tanam
tanpa bajak, (2) bercocok tanam dengan bajak, (Koetjaraningrat, 1997: 68-69).
7) Kesenian
Adapun jenis kesenian sastra yang ada di Dusun Aiq Paiq adalah sebagai berikut.
a)
takepan (lontar)
Kitab-kitab kuno yang disebut takepan yakni tulisan kawi yang berisi tentang cerita
yang dibaca pada malam hari ketika berlangsungnya acara syukuran atau roah atas
orang yang menikah atau saat orang telah meninggal dunia. Pembacaan takepan
merupakan kegiatan untuk mengisi acara oleh sekelompok pembaca atau sesepuh
dan orang tua di dusun yang bersangkutan pada malam hari untuk memeriahkan
acara dan agar muda-mudi yang sibuk memasak dan membuat berbagai jajanan
menjadi merasa tetap ditemani dan terjaga dengan lantunan cerita takepan
tersebut. Pembacaan takepan yang berisi cerita masa lampau dari bahasa kawi
yang dilantunkan dengan berbagai jenis tembang seperti: Tembang sinom, Dangdang, Pangkur, Kasmaran jaya, Mas kumambang, Siksa kubur, Nikmat kubur dan
lain-lain. Yang selanjutnya atau bacaan itu diterjemahan kedalam bahasa Sasak
biasa oleh peserta yang lain, sehingga bisa dipahami oleh para pendengar.
b) belelakaq
Lelakaq yang dimaksud disini adalah, tembang pada acara adat sorong serah aji
kerame, yang merupakan salah satu rentetan upacara adat perkawikan suku Sasak.
Lelakaq ini dilakukan secara bergantian oleh masing-masing pembayun kedua belah
pihak, baik pembayun penampi atau penerima. Kelompok ini, dilantunkan untuk
menghibur pihak keluarga perempuan yang ditinggal kawin oleh putrinya.
c)
selakaran
Mantra
Menurut Richard dalam bukunya Suyasa (2004: 2) bahwa mantra sebagai ekspresi
manusia yang diyakini mampu mengubah suatu kondisi karena dapat memunculkan
kekuatan gaib, estetik, dan penuh mistis, historis, mantra di samping memiliki
konsep acuan yang lain juga pijakannya bersumber pada agama.
f)
Seni musik
Adapun jenis seni musik yang ada di Desa Banyumulek, ada yang berupa musik
tradisional seperti, klentang atau cungklik, gamelan, gendang bleq, rebana, musik
kamput, kecimol, cilokaq, kasidah, nasyid, rudat dan lain-lain.
8) Agama dan religi
Masyarakat Banyumulek masih mempercayai tentang adanya mitos, dan adanya
mitos tersebut masih dilestarikan sampai saat ini. Mitos- mitos tersebut lebih
banyak terwujud dalam prilaku masyarakat ketika akan melakukan sesuatu, seperti
halnya dalam bertani kita harus menancapkan suatu benda apapun di tengah
sawah sebagai tanda bahwa sawah tersebut ada yang memiliki dan konon cerita
dari narasumber (Bapak Muniah) mengatakan hal tersebut dilakukan dengan tujuan
agar kita tidak kedahuluan penanamannya sama mahluk halus, sebab itulah harus
dikasih tanda.
Aspek agama mencakup pemujaan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk
menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Ritual mengacu pada
seperangkat ritus dan pelaksanaan keagamaan. Nilai keagamaan tersebut dapat
diwujudkan dalam peribadatan dan syariat yaitu untuk menunjukkan seberapa
tingkat ketaatan di dalam mengerjakan kegiatan ritual-ritual sebagaimana
dianjurkan oleh agamanya. Dalam mantra pertanian ini hal itu terlihat bahwa
mantra dilakukan masyarakat setelah agamanya dijalani dengan ditujukan hanya
kepada Allah dengan dibuktikan masyarakat Banyumulek memakai mantra dari AlQuran, Hadist dan lain-lain.
4.2
Nyelametan Sapi
Upacara nyelametan sapi yang dilakukan oleh petani terutama terlebih dahulu
dengan menentukan hari baik yang biasanya para petani atau menurut beberapa
narasumber (belian atau dukun) dilakukan pada hari Senin, Rabu, Kamis dan
Jumat. Dengan menghitung tanggalan dan hari seperti berikut:
a. ayu, artinya bahwa hari itu bagus. Baik digunakan untuk hari mulai bertani dan
tidak baik apabila menebang pohon pada hari ini karena kayu akan dimakan rayap
karena ditebang pada hari yang manis.
b. ala, artinya bala atau penyakit. Hari ini (ala) tidak baik digunakan waktu
bertani karena tanaman akan terkena penyakit, namun hari ini (ala) baik untuk
menebang pohon karena kayu tidak dimakan hama karena ditebang pada hari pahit
atau penyakit.
c. menga artinya hari manis, hari ini baik dilaksanakan ketika akan membangun
rumah, dengan alasan bahwa orang-orang akan senang bersilaturahmi kerumah
kita.
d. mengkem, artinya sulit orang akan mau kerumah kita kalau kita membuat
rumah pada hari mengkem, dan kalau kita menanam sesuatu harga tenaga mahal
dan sulit didapat. Perhitungan hari yang tujuh harus dihitung dengan hari yang
empat di atas.
Adapun proses upacara tersebut diikuti oleh sesepuh, tokoh masyarakat dan
umum dengan menyembelih beberapa ayam, ketupat lepas, ketupat tanggek, dan
ketupat jamak atau biasa yang digantungkan pada sapi. Setelah itu para kiyai atau
tokoh masyarakat membacakan mantra ketika sapi mau turun kesawah, mantra
yang dibacakan waktu nyelametan sapi oleh petani yaitu:
Bissmillahirrahmanirrahim
Tanggek mas
elong surta
awak tembaga
naena selaka
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
Setelah mantra itu dibaca lalu sapinya harus mengelilingi sawah, terus diusapkan
tanah bekas kakinya pada keningnya, penbacaan mantra tersebut dilakukan dengan
tujuan sapi yang membajak diberi keselamatan dan tidak diganggu oleh mahluk
halus dan seperti yang dikatakan oleh Bapak H. Safwan, bahwa pembacaan mantra
tersebut juga dilakukan agar tanah yang dibajak menjadi subur.
(2)
Bissmillahirrahmanirrahim
Kulhuwallahu ahad
Allahu shamad
lam yalid
walam yulad
walam yakunlahu kufwan ahad
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
Mantra tersebut dibaca dengan tujuan agar tanah yang dibajak tidak didahului
mahluk halus sewaktu menanam, adapun tanda (saweq) atau bebonto tersebut
dibuat dengan tujuan agar masyarakat mengetahui bahwa sawah tersebut ada
yang memiliki, tanaman selamat dan tidak diganggu. Nenggala atau membajak
sawah pada masyarakat desa Banyumulek menggunakan bajak (cangkul, bajak)
bajak biasanya ditarik kerbau atau sapi dan sekarang memakai mesin bajak.
(3)
Lowong
membakar kemenyan, serabut tempurung kelapa, daun berora yang yang dibawa
oleh petani setelah dibacakan mantra dengan mengelilingi sawahnya, adapun
mantranya yaitu:
Bissmillahirrahmanirrahim
Alam taraillallazina haraju
min diyarihim wahum
ulufun zazaral mautu
faqolalahum Allahu mautu.
Mautu. Mautu.
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah.
Mantra tersebut dibaca oleh peteni dengan tujuan agar buah padinya cepat tua dan
tidak diganggu hama serta terpelihara dari segala penyakit tanaman, hal tersebut
dilakukan dengan cara menggantungkan daun berora atau daun api-api pada
batang padi yang baru berbuah.
(5)
Berapa lama waktu padi itu berbuah dan dapat dipanen, tergantung dari jenisnnya,
maupun dari berbagai faktor lain. Ada jenis padi yang dapat dipanen setelah
berumur 4 bulan, tetapi ada jenis-jenis lain yang baru dapat dipanen setelah 6
bulan. Sebelum melakukan panen padi, para petani hampir selalu mengadakan
upacara selamatan yang dipimpin oleh dukun atau tokoh adat. Mantra yang di baca
waktu panen dapat kita lihat pada kutipan berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim
Keliling masan bain baloqbi
lingku nemuek kamu
kance sepulu atau seket
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah.
Bacaan mantra tersebut dilakukan ketika akan memanen yang biasa dilakukan oleh
wanita atau pria dengan menggunakan sebuah pisau kecil yang dinamakan
rangkap. Mantra tersebut dibaca dengan tujuan agar padi yang dipanen mempunyai
berkah dan filosofisnya menggunakan rangkap agar padinya tahan lama dan tidak
cepat habis karena cara mendapatkannya sulit atau susah. Mereka yang dikerahkan
untuk turut memotong padi biasanya memperoleh bagian dari padi yang berhasil
mereka potong.
(6)
Nenambunang.
Ritus selanjutnya adalah malai-malai padi yang sudah dipotong kemudian dibiarkan
di sawah selama beberapa hari dengan tujuan agar menjadi kering yang oleh
masyarakat Banyumulek disebut nenambunang. Proses tersebut tidak terlepas dari
sebuah ritual seperti berikut yang dijelaskan dengan prosesinya. Setelah padi
kering, kemudian malai-malai itu diikat-ikat dengan ukuran 20 Kg ukuran untuk ibu
padi dan bapak padi, sedangkan yang berukuran 2 Kg yaitu anak-anaknya dan
dipikul ke desa oleh tenaga buruh dan ditimbun di dalam tempat penyimpanan padi
yang disebut Balai Balaq yang hampir punah keberadaanya saat ini.
4.3
Penyajian Data
Bissmillahirrahmanirrahim
Muhammadarrasulullah
Bissmillahirrahmanirrahim
Muhammadarrasulullah
(QS.Al-Baqarah:201)
Bissmillahirrahmanirrahim
orang.
Muhammadarrasulullah.
Muhammadarrasulullah
(4)
Bissmillahirrahmanirrahim
waktu membajak
bilang buku
setiap buku
taokna berisi sekeraro
berisi sebakul
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
(5)
Bissmillahirrahmanirrahim
ekor sutra
awak tembaga
badan tembaga
naena selaka
kakinya perak
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
Bissmillahirrahmanirrahim
Muhammad berjalan
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
Bissmillahirrahmanirrahim
pergilah pulang
gawah lauk masih guar.
Muhammadarrasulullah
Bissmillahirrahmanirrahim
pemilik bumi
banda sari
segala isinya
banyu suci
air suci
banyu saka
air bening
badan sampurna
badan sempurna
adekta selamat daet taletanta.
Muhammadarrasulullah
Bissmillahirrahmanirrahim
di tutup
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
Muhammadarrasulullah
(QS.Al-Baqarah:7).
(QS.Al-Baqaral:7)
Bissmillahirrahmanirrahim
Mematikanmu
Muhammadarrasulullah
Bissmillahirrahmanirrahim
Muhammadarrasulullah
1) Tema
Tema adalah suatu yang diciptakan atau digambarkan oleh penyair atau dukun
lewat mantra yang dihadirkannya. Pada dasarnya tema merupakan suatu yang
harus dan pasti dalam mantra. Seperti contoh pada kutipan mantra berikut ini:
Bissmillahirrahmanirrahim
Muhammadarrasulullah
Tema mantra di atas adalah berkaitan dengan tauhid yaitu meng-Esakan Allah
seperti yang tertulis dalam terjemahan mantra yang terdapat dalam salah satu ayat
Al-Quran diatas adalah bahwa Allah itu Maha Esa (terdapat pada bait pertama
sampai akhir yang diperkuat dengan akhiran huruf (d) yang berati semua perbuatan
harus kita tujukan pada Allah) dan hanya kepada-Nyalah semua tempat
bergantung yang ke-Esa-Nya dipertegas lagi dengan ayat selanjutnya yang
mengatakan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Berdasarkan
penjelasan di atas jelaslah tema mantra tersebut menjeslakan tenteng nyelametan
sapi yang ditujukan kepada Sang pencipta yaitu Allah yang Esa, yang akhir dari
semua mantra dipusatkan pada kata Allah dan Rasulullah, (Narasumber: H. Safwan).
2) Bunyi
Bunyi merupakan salah satu unsur yang membangun salah satu puisi akan memiliki
keindahan dan maknanya serta kenikmatan akan didukung oleh unsur bunyi atau
irama yang membentuk puisi tersebut. Berbicara tentang bunyi dalam puisi terlebih
dahulu harus dipahami beberapa istilah yang berkaitan dengan bunyi, meliputi:
rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik dalam lirik maupun pada
akhir lirik puisi. Rima mengandung beberapa aspek, yaitu:
a)
Bunyi vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh arus udara dari paru-paru
melalui pita suara dan penyempitan suara di atas glosit. Contoh asonansi
perulangan vokal dalam mantra pertanian dapat kita lihat pada kutipan mantra
seperti berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim
pemilik bumi
banda sari
segala isinya
banyu suci
air suci
banyu saka
air bening
badan sampurna
badan sempurna
adekta selamat daet taletanta.
Muhammadarrasulullah
Dari mantra di atas dapat kita lihat perulangan vokal yang terjadi yaitu vokal (i)
terdapat pada kata bumi, sari dan suci yang berarti inti dari mantra tersebut, yang
terdapat pada bait satu, dua, dan tiga. Sedangkan vokal (a) yang terdapat dibait
keempat, kelima dan keenam terdapat pada kata saka, sampurna dan taletanta
yang berarti sema akhiran huruf (a) di atas mengandung makna bahwa itu adalah
tujuan. Mantra ini dibaca sebagai rasa hormat pada bumi dan air yang diiringi
dengan salam seperti mantra di atas. Mantra di atas disebut juga oleh masyarakat
Sasak di desa Banyumulek dengan sebutan mantra buka gumi (Narasumber: Bapak
Sawiah).
b) aliterasi (perulangan bunyi konsonan).
Bunyi konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran
udara pada salah satu tempat disalurkan suara di atas glottis. Perulangan bunyi
konsonan dalam mantra dapat kita lihat dalam kutipan berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim
Ditutup
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
akhiran huruf (m) bermakna mereka, sedangkan bunyi vokal (h) terdapat pada bait
lima, enam, dan tujuh.
c)
Paduan bunyi rima akhir dapat dilihat pada kutipan mantra berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim
Muhammadarrasulullah
Paduan bunyi akhir pada mantra pertanian di desa Banyumulek di atas dapat kita
lihat yang setiap kata, frase, atau kalimatnya yang diakhiri dengan bunyi huruf (d)
pada kata ahad, shamad, yalid, yulad dan pada kata ahad dibait terakhir
mengandung makna penyerahan diri sepenuhnya atas segala apa yang telah
dilakukan.
d) rima dalam (perulangan bunyi di antara kata-kata dalam satu lirik)
Contoh kutipannya sebagai berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim
Mematikanmu
Muhammadarrasulullah
Dari kutipan tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa perulangan bunyi pada larik
ketiga dan empat yaitu pada akhiran huruf (m) pada kata (mautu) yang berarti
mematikanmu. Mantra ini dibaca agar tanaman tidak diganggu atau dimakan hama
dengan cara menancapkan pucuk pohon berora dan kembang api-api yang di bakar
bersama kemenyan dengan mengelilingi sawah sebagaimana yang dikatakan
narasumber saat diwawancara (Narasumber: Bapak Sawiah).
e)
Muhammad berjalan
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
Perulangan kata di antara bait-bait terdapat pada kata (tri-trinjang = yang berarti
ikan tri yang kecil-kecil) yang akhiran huruf (g) tersebut menguatkan mantra
dengan menggambarkan sesuatu benda atau orang yang dijadikan simbol
kesederhanaan dan sebuah penyakit yang harus dijauhi , dan bisa juga dilihat pada
kata (arak = yang berarti agar ada tempat untuk berjalan) seperti kutipan mantra
pertanian di atas pada bait kelima identik dengan perulangan bunyi pada kata pada
kata (jarak = yaitu sejenis tanaman). Sedangkan akhiran huruf (o) mengandung
makna harapan agar dimudahkan rizki dan jalan dalam bertani.
f) rima rupa (perulangan hanya pada penulisan suatu bunyi, sedangkan
pelafalannya tidak sama).
Bissmillahirrahmanirrahim
waktu membajak
bilang buku
setiap buku
taokna berisi sekeraro
berisi sebakul
Berkat La Ilaha illallah
Muhammadarrasulullah
Perulangan bunyi pada mantra tersebut dapat kita lihat pada akhiran kata (buku
yaitu huruf u) pada bait kedua dan keempat bermakna atau merefreskan suatu
tumpuan, sedangkan kata (bilang) yang mengalami perulangan terdapat diawal
pada baris ketiga dan keempat, dan kata (o) pada kata (nggaro dan sekeraro) bait
terakhir bermakna hasil yang akan didapatkan dari usaha yang sudah dilakukan.
orang.
Muhammadarrasulullah.
Muhammadarrasulullah
pemilik bumi
banda sari
segala isinya
banyu suci
air suci
banyu saka
air bening
badan sampurna
badan sempurna
adekta selamat daet taletanta.
Muhammadarrasulullah
Seperti yang peneliti paparkan di atas sebelumnya, bahwa mantra pertanian pada
masyarakat Sasak di desa Banyumulek sangat beragam, ada yang pendek,
pertengahan dan panjang. Menurut narasumber yang peneliti wawancara
pergilah pulang
gawah lauk masih guar.
Muhammadarrasulullah
Dari kutipan mantra di atas dapat kita ketahui fungsinya adalah sebagai penolak
bala atau penyakit gagal panen yang digunakan oleh masyarakat ketika memiliki
sebuah keinginan yang kira-kira tidak bisa tercapai dengan usahanya sendiri,
adapun keinginan si peminta mantra dapat kita ketahui lewat mantra yang di
gunakan seperti kata pada mantra di bait satu dan dua (dendek kaken taletan umat
manusia sine adekna arak sanguna ibadah) kata di atas mengandung pesan dan
nilai agar pertaniannya tidak diganggu atau dirusak oleh mahluk, baik manusia,
hewan atau binatang. Sedangkan pada bait ketiga mengandung perintah agar
segala mahluk perusak itu pergi ke hutan yang masih luas untuk mencari makanan.
Dari mantra tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat seperti inilah terkadang
petani menggunakan mantra tersebut agar tanamannya tidak diganggu hama dan
agar hasil panennya bagus (Narasumber: H. Mahruf).
Sedangkan untuk mengetahui lapis makna dari mantra di atas dapat kita uraikan
seperti berikut, jalan pertama yang harus ditempuh yaitu mengategorikan kata-kata
yang termasuk lambang dan kata-kata yang termasuk katagori simbol. Dalam
pembahasan di depan dapat telah ditetapkan bahwa kata-kata dalam mantra
tersebut yang termasuk lambang adalah kata-kata dendek kaken, adekna arak,
dan ito aning. Sedangkan yang bersifat simbol adalah kata taletan, sangu
ibadah, dan gawah lauk masih guar. Untuk mengetahui maknanya maka kita
harus menerjemahkan kata-kata tersebut kedalam bahasa indonesia, kata dendek
kaken dalam hal ini mempunyai tejemahan (dilarang memakan) yang maknanya
dapat kita proyeksikan dengan berbagai kemungkinan dan gambaran makna (1)
suatu larangan, (2) sebagai akibat dari keadaan tersebut maka manusia tidak ada
yang dimakan, manusia akan kelaparan dan mati. Maka dapat diambil hipotesis
bahawa kata tersebut mengandung makna rasa takut yang selalu ada dalam
kehidupan manusia, sedangkan kata adekna arak mempunyai makna yang
menekankan kepada keberadaan akan sesuatu yang dibutuhkan, dan ito aning
mempunyai makna pengusiran atau ketidak inginan petani terhadap suatu balaq
atau penyakit. Sedangkan untuk makna simbol pada mantra pertanian di atas dapat
kita lihat pada kata taletan dalam terjemahannya adalah pohon, kita memaklumi
bahawa pohon adalah ciptaan Tuhan yang berusaha mencari kehidupannya yang
dalam hal ini sama dengan manusia, maka kata pohon di atas dapat diartikan
manusia yang selalu mencari kehidupan, sedangkan katagawah lauk masih guar
bermakana bahwa manusia butuh akan kelapangan dan dijauhi dari segala balaq.
2) Sistem Pendidikan
Mantra sebagai alat pendidikan merupakan suatu proses pengubahan sikap dan
perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Mantra sebagai alat pendidikan terlihat dalam kutipan berikut:
Bissmillahirrahmanirrahim
Muhammadarrasulullah
Mantra di atas adalah mantra yang mangandung unsur pendidikan yang dikenal
oleh masyarakat dengan sebutan doa sapu jagat karena pada kata pada bait
pertama kita ajak memohon kepada Allah, pada bait kedua, ketiga dan empat pada
kata (Rabbana atina, fiddunya hasanah, wafil akhirati khasanah ) mengajarkan
kepada kita agar selalu berdoa agar selamat di dunia dan akhirat. Sedangkan pada
bait kelima, enam dan tujuh hanya sebagai penutup yaitu agar terhindar dari siksa
api neraka yang ditujukan kepada Allah. Mantra tersebut dibaca saat menanam
padi, ubi dan tanaman biji-bijian (Narasumber: H. Safwan).
pemilik bumi
banda sari
segala isinya
banyu suci
air suci
banyu saka
air bening
badan sampurna
badan sempurna
adekta selamat daet taletanta.
Muhammadarrasulullah
Dari mantra di atas terlihat jelas bahwa norma dan pengawasan yang berisi aturan
itu sangat kuat, hal itu terlihat pada bait kedua pada kata (Assalamualaikum) yang
menggambarkan agar semua orang selalu menghormati alam sekitar tempat kita
hidup seperti menghormati bumi (buka gumi) sewaktu akan membajak sawah dan
menghormati air sebagai sumber dari kehidupan yang tercermin pada mantra pada
bait ketiga (masbumi), bait keempat (bandasari) yang isinya agar kita menjaga
segala isi dari bumi pada bait pertama tersebut. Sedangkan pada bait kelima
mengandung nilai agar kita seluruh jiwa raga kita selamat (badan sampurna) begitu
juga dengan tanaman atau pertanian kita agar hasilnya bagus.
Berkaitan dengan fungsi mantra di atas, maka makna mantra di atas harus dapat
kita ketahwi dengan menentukan mana kata yang termasuk lambang dan simbol.
Kata yang termasuk lambang pada mantra tersebut adalah banyu mempunyai
terjemahan air, air merupakan sumber kehidupan manusia, tanpa air manusia akan
mati dan tidak bisa meneruskan hidup dan kehidupannya, maka dari hipotesis
diatas dapat kita simpulkan bahwa kata banyu bermakna sumber kehidupan yang
kaitannya dalam pertanian bahwa air merupakan kunci atau sumber kehidupan
dalam bertani , sedangkan kata badan bermakna sesuatu organ penting manusia
yang membuat manusia bisa melakukan apapun dengan anggota badan yang
dimiliki, hal tersebut menggambarkan dalam melakukan atau mengerjakan
pertanian harus dilakukan sesuai prosedur dari tahapan masing-masing. Sedangkan
yang termasuk simbol pada mantra pertanian di atas adalah pada kata bumi yang
bermakana tempat hidup manusia karena manusia hanya di bumilah manusia bisa
hidup , bertani, dan bertahan. Dari semua planet yang ada, planet bumi merupakan
inti dari makna kata tersebut, kata sari bermakna isi dan kandungan dari bumi yang
merupakan sumber hidup manusia, kata sari tersebut berarti inti dari sumber
kehidupan manusia dalam bertani hal tersebut menggambarkan tentang kesuburan
bumi untuk diolah petani yang dalam agama bahwa manusia berperan sebagai
khalifah dimuka bumi, sedangkan kata suci bermakana kebersihan dari segala
kotoran yang dalam mantra pertanian makna kata suci adalah inti dari segala usaha
manusia yang harus dicari dengan cara yang halal yaitu bertani.
4) Sistem Pelaksanaan Adat
Adat adalah kebiasaan perilaku yang dijumpai secara turun temurun, kebiasaan
yang dilakukan nenek moyang sejak zaman dahulu kala. Berarti sistem
pelakasanaan adat marupakan suatu aturan yang harus dilaksanakan, yang sifatnya
turun temurun dan tetap terjaga dengan norma-norma yang ada pada masyarakat.
Fungsi dan makna dalam mantra juga bisa kita lihat pada kutipan berikut sewaktu
nyembulaq : Bissmillahirrahmanirrahim Dengan nama Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Mantra di atas dipakai juga pada waktu turun sapi dengan
menghadap ke arah gunung kuripan, itu untuk menunjukan makna bahwa di sana
ada urip yaitu urip mempunyai makna kehidupan yang selalu menjadi arah atau
tujuan dari setiap mahluk hidup.
Mantra di atas mencerminkan dan sekaligus pengalaman dengan adanya kekuatan
di luar diri manusia misalnya membaca mantra di atas digunakan sewaktu akan
memulai menanam atau (nyembulaq = istilah yang digunakan oleh para kiayi atau
masyarakat untuk memulai sesuatu) mantra di atas dibaca sewaktu akan mulai
menanam ubi atau singkong sewaktu mencangkul dengan cara dibaca tidak putusputus dan mencangkulnya tidak terlalu dalam agar buahnya besar-besar dan waktu
panen bisa dicabut dengan mudah (Narasumber: H. Mahruf). Membaca mantra
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa.
1. Bentuk mantra dalam dunia pertanian pada masyarakat Sasak di Desa
Banyumulek Lombok Barat mengandung unsur yang terdiri dari: tema, bunyi, baris,
bait, diksi.
2. Fungsi dan makna mantra pertanian pada masyarakat Sasak yang ada di desa
Banyumulek memiliki beberapa fungsi dan makna, yakni: sebagai penolak bala,
sebagai alat pendidikan, sebagai pemeliharaan alam, lingkungan, dan sebagai
sistem pelaksanaan adat. Untuk menentukan makna dari mantra tersebut kita
harus menentukan mana kata yang termasuk lambang dan mana kata yang
termasuk simbol. Dengan mengetahui lambang dan simbol tersebut maka kita akan
dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya yang tidak lupa kita harus
menerjemahkannya terlebih dahulu untuk memudahkan pemaknaan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2005. Kamus besar bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta:
Pustaka.
Balai