Anda di halaman 1dari 84

MODUL

CINTA DAN BANGGA BERBAHASA INDONESIA: UNTUK KALANGAN


MAHASISWA DI PERGURUAN TINGGI

Disusun oleh: TIM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2018
KATA PENGANTAR

Modul Cinta dan Bangga Berbahasa Indonesia: untuk Kalangan Mahasiswa di


Perguruan Tinggi dihadirkan untuk memfasilitasi mahasiswa dan dosen dalam proses
pembelajaran yang inovatif, interaktif, dan atraktir. Selain itu, modul ini diharapkan menjadi
pedoman dalam kegiatan menulis akademik dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sehingga para mahasiswa lebih cinta dan bangga dengan bahasanya sendiri yakni bahasa
Indonesia. Melalui perkuliahan bahasa Indonesia diberbagai jurusan pendidikan di perguruan
tinggi modul ini bermaksud untuk menjadikan mahasiswa memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk mengembangkan diri menjadi ilmuan dan profesional yang memiliki sikap
positif terhadap bahasa Indonesia. Selain itu, mahasiswa mampu menggunakan bahasa
Indoensia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis, dalam ungkapan
pemahaman, rasa kebangsaan dan cinta tanah air, dan untuk berbagai keperluan bidang ilmu,
teknologi, dan seni serta profesinya masing-masing
Materi yang disampaikan dalam modul Cinta dan Bangga Berbahasa Indonesia:
untuk Kalangan Mahasiswa di Perguruan Tinggi ini meliputi materi 1 tentang sejarah
perkembangan bahasa Indonesia, materi 2 tentang ragam bahasa Indonesia, materi 3 tentang
kaidah Ejaan Bahasa Indonesia, materi 4 tentang kalimat bahasa Indonesia, materi 5 tentang
paragraf bahasa Indonesia, materi 6 tentang diksi bahasa Indonesia, dan materi 7 tentang
penulisan karya ilmiah. Demikian deskripsi umum mengenai modul ini. Sehubungan dengan
materi pelajaran bahasa Indonesia pada pembelajaran dalam modul ini. Semoga modul ini
bermanfaat, terima kasih.

Palangka Raya, Agustus 2018

Tim Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
MATERI 1: SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA....... 1
I. SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA.................................... 1
II. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA, DAN............................. 9
III. FUNGSI PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA............................. 13
Evaluasi................................................................................................... 15

MATERI 2: RAGAM BAHASA INDONSIA........................................... 17


I. DEFINISI RAGAM BAHASA....................................................... 17
II. KLASIFKASI RAGAM BAHASA................................................. 20
III. LARAS BAHASA......................................................................... 21
Evaluasi.................................................................................................. 24

MATERI 3: KAIDAH EJAAN BAHASA INDONESIA.......................... 25


I. PENGERTIAN EJAAN.......................................................................... 25
II. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN EJAAN DI INDONESIA.......... 26
III. PENERAPAN KAIDAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN.......... 28
Evaluasi............................................................................................................ 41

MATERI 4: KALIMAT BAHASA INDONESIA........................................... 43


I. PENGERTIAN KALIMAT.................................................................... 43
II. UNSUR-UNSUR KALIMAT................................................................ 44
III. STRUKTUR KALIMAT........................................................................ 48
IV. KALIMAT EFEKTIF ............................................................................. 50
V. PENALARAN ATAU LOGIKA KALIMAT......................................... 52
Evaluasi........................................................................................................... 53

MATERI 5: PARAGRAF BAHASA INDONESIA....................................... 54


I. DEFINISI PARAGRAF.......................................................................... 54
II. PERSYARATAN PARAGRAF YANG BAIK.................................... 54
III. PENGEMBANGAN PARAGRAF.................................................. 56
Evaluasi............................................................................................... 58

MATERI 6: DIKSI BAHASA INDONESIA ........................................... 59


I. DEFINISI DIKSI........................................................................... 59
II. PENGGUNAAN KATA-KATA YANG BERSINONIM................... 61
III. PENGGUNAAN BAHASA STANDAR ATAU BAKU.................... 63
Evaluasi............................................................................................... 64

MATERI 7: PENULISAN KARYA ILMIAH......................................... 65


I. DEFINISI KARYA ILMIAH............................................................ 65
II. JENIS-JENIS KARYA KARYA ILMIAH....................................... 67
III. BAHASA DALAM KARYA ILMIAH............................................. 73
IV. TEKNIK PEMBUATAN NOTASI KARYA ILMIAH.......................... 74
Evaluasi ............................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA
MATERI 1

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Era globalisasi pada masa kini mendorong perkembangan bahasa secara pesat,

tertuama bahasa yang datang dari luar atau bahasa Inggris. Dengan ditetapkannya bahasa
Inggris sebagai bahasa internasonal maka, sebagian orang cenderung memilih untuk
menguasai bahasa Inggris agar tidak kalah dalam persaingan di kancah internasional dan
tidak buta akan informasi dunia. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa mempelajari bahasa
asing merupakan suatu kebutuhan, tapi alangkah lebih baik bila kita tetap mampu menjaga,
melestarikan dan membudayakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan identitas
bangsa Indonesia. Warga Negara Indonesia yang baik haruslah memperdalam mengenai
bahasa Indonesia. Untuk dapat memperdalam mengenai bahasa Indonesia dapat dimulai dari
mempelajari rangkaian materi pelajaran pada Modul: Cinta Bahasa Indonesia untuk
Kalangan Mahasiswa di Perguruan Tinggi. Secara umum, materi 1 ini memuat pengetahuan
tentang Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia, sedangkan secara khusus dalam setiap sub
materinya akan memaparkan tentang: Sejarah Singkat Bahasa Indonesia, Perkembangan
Bahasa Indonesia, dan Fungsi Pemakaian Bahasa Indonesia. Pada pembahasan berikunya
akan diuraiakan sub materi tersebut.

I. SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA


Bahasa Indonesia mempunyai sejarah jauh lebih panjang dari pada Republik ini
sendiri. Bahasa Indonesia telah dinyatakan sebagai bahasa nasional sejak tahun 1928, jauh
sebelum Indonesia merdeka. Saat itu bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa persatuan
dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai perekat bangsa (Kridalaksana, 2009). Saat itu
bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antar etnis (linguafranca) yang mampu
merekatkan suku-suku di Indonesia. Dalam perdagangan dan penyebaran agama pun bahasa
Indonesia mempunyai posisi yang penting. Deklarasi Sumpah Pemuda membuat semangat
menggunakan bahasa Indonesia semakin menggelora. Bahasa Indonesia dianjurkan untuk
dipakai sebagai bahasa dalam pergaulan, juga bahasa sastra dan media cetak. Semangat
nasionalisme yang tinggi membuat perkembangan bahasa Indonesia sangat pesat karena
semua orang ingin menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa.
Dalam sejarahnya, bahasa Indonesia lahir dari bahasa Melayu tertua yang dibuktikan
dari prasasti raja-raja Sriwijaya pada abad ke-7. Bahasa yang digunakan dalam prasasti
tersebut menunjukkan bahwa bahasa Melayu digunakan sejak zaman kerajaan Sriwijaya.
Prasasti-prasasti yang memuat bahasa Melayu pada masa itu diantaranya prasasti Kedudukan
Bukit (682/683M), prasasti Talang Tuo (684 M), dan Prasati Kota Kapur (686 M).

1. Prasasti Kedukan Bukit (682/683M)


Prasasti Kedudukan Bukit ditulis
menggunakan huruf Pallawa dalam bahasa Melayu
Kuno. Prasasti ini ditemukan pada 29 November
1920 bertempan di tepi Sungai Tatang, Kampung
Keudukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Kecamatan Ilir
Barat II, Palembang, Sumatera Selatan. Kini prasasti
Kedukan Bukit telah menjadi koleksi Musem
Nasional Jakarta. Parasasti ini ditemukan oleh
seorang pejabat (Belanda) yang bernama M
Batenburg. (
Gambar 1: Prasasti Kedukan Bukit
Teks yang terdapat dalam prasasti tersebut yakni:
svasti śrī śakavaŕşātīta 605 (604 ?) ekādaśī śu
klapakşa vulan vaiśākha dapunta hiya<m> nāyik di
sāmvau mangalap siddhayātra di saptamī śuklapakşa
vulan jyeşţha dapunta hiya<m> maŕlapas dari minānga
tāmvan mamāva yamvala dualakşa dangan ko-(sa)
duaratus cāra di sāmvau dangan jālan sarivu
tlurātus sapulu dua vañakña dātamdi mata jap
sukhacitta di pañcamī śuklapakşa vula<n>...
laghu mudita dātam marvuat vanua...
śrīvijaya jaya siddhayātra subhikşa...
Terjemahan dari teks prasasti tersebut adalah sebagai berikut:
Selamat ! Tahun Śaka telah lewat 604, pada hari ke sebelas
paro-terang bulan Waiśakha Dapunta Hiyang naik di
sampan mengambil siddhayātra. di hari ke tujuh paro-terang
bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga
tambahan membawa bala tentara dua laksa dengan perbekalan
dua ratus cara (peti) di sampan dengan berjalan seribu
tiga ratus dua belas banyaknya datang di mata jap (Muakha Upang)
sukacita. di hari ke lima paro-terang bulan....(Asada)
lega gembira datang membuat wanua....
Śrīwijaya jaya, siddhayātra sempurna....
(sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Kedukan_Bukit)

2. Prasasti Talang Tuo (684 M)


Prasasti Talang Tuo ditulis
menggunakan huruf Aksara Pallawa dalam
bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini ditemukan
pada 17 November 1920 bertempan di kaki
bukit Seguntang, dan dikenal sebagai
peninggalan kerajaan Sriwijaya. Hingga kini
prasasti Talang Tuo berada dalam kondisi yang
baik dan telah menjadi koleksi Musem
Nasional Jakarta sejak tahun 1920. Parasasti ini
ditemukan oleh seorang residen Palembang
kontemporer bernama Louis Constant
Westenenk. Sebagaimana terlihat pada gambar,
prasasti ini berbentuk bidang datar yang ditulisi
berukuran 50 cm × 80 cm.
Gambar 2: Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo berisikan tulisan berkut ini:
śwasti . śri śaka warṣa titā . 606 . diŋ dwitiya ṣuklapakṣa wulan caitra . sāna tatkālāña
parlak śri kṣetra ini . niparwuat
parwaṇḍa punta hiyaŋ śrī jayanāga . ini priṇadhānāṇḍa punta hiyaŋ . sawañakña yaŋ
nitanaŋ di sini . ñīyur pinaŋ hanāu . ru
mwiya . dṅan samigra . ña yaŋ kāyu nimakan wuaḥña . tathapi hāur wuluḥ pattuŋ
ityewamādi . punarapi yaŋ parlak wukan
dṅan tawad talāga sawañakña yaŋ wuatku sucarita parāwis prayojanākaḥ puṇyaña sawwa
satwa sacarācara waropāyāña tmu
sukha . di āsannakala di antara mārgga lai . tmu muaḥ ya āhāra dṅan āir niminuŋña .
sawañakña wuatña huma parlak mañcak mu
aḥ ya . maŋhidupi paśu prakāra . marhulun tuwi wṛddhi muaḥ ya jāṅan ya niknāi savañakña
yaŋ upasargga . pidanna swapnawighna . waraŋ wua
taña kathamapi . anukūla yaŋ graha nakṣatra parāwis diya . nirwyadhi ajara kawuatanāña .
tathāpi sawañakña yaŋ bhṛtyāna
saṭyārjjawa dṛḍhabhagti muaḥ ya dya . ya mitrāña tuwi jāṅān ya kapaṭa yaŋ winiña mulang
anukūla bhāryya muaḥ ya waraŋ sthā
naña lāgi jāṅān cūri ucci wadhañca . paradāra di sāna . punarapi tmu ya kalyāṇamitra .
marwwaṅun wodhicitta dṅan maitri
ṭadhāri di daŋ hyaŋ ratnatraya jāṅān marsarak dṅan daŋ hyaŋ ratnatraya . tathāpi nityakāla
tyaga marśila kṣānti . marwwaṅun wiryya rājin
tāhu di samiśraña śilpakalā parāwis . samāhitacinta . tmu ya prajñā . smṛti medhāwi .
punarapi dhaiyyamāni mahāsa(ttwa)
wajra śarira . anupamaśakti . jaya . tathāpi jātismara . awikalendriya . mañcak rupa .
subhaga hāsin hālap āde
yawākya . wrahmaswara . jādi lāki swayaŋbhu puna(ra)pi tmu ya cintāmaṇinidhāna . tmu
janmawaŋśitā . karmmawaśitā . kleśa(va)śi(ta)
awasāna tmu ya anuttarābhisaŋmyaksaŋ wodhi
Terjemahan dari tulisan tersebut diterjemahkan oleh George Cœdès, dengan bunyi
sebagai berikut.
Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi, pada saat itulah taman ini yang dinamakan Śrīksetra
dibuat di bawah pimpinan Sri Baginda Śrī Jayanāśa. Inilah niat baginda: Semoga yang
ditanam di sini, pohonkelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya
dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan semoga
juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan
semua amal yang saya berikan, dapat digunakan untuk kebaikan semua makhluk, yang dapat
pindah tempat dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi jalan terbaik untuk mendapatkan
kebahagiaan. Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka
menemukan makanan serta air minum. Semoga semua kebun yang mereka buka menjadi
berlebih (panennya). Semoga suburlah ternak bermacam jenis yang mereka pelihara, dan
juga budak-budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak tersiksa
karena tidak bisa tidur. Apa pun yang mereka perbuat, semoga semua planet dan bintang
menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari penyakit dan ketuaan selama
menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua hamba mereka setia pada mereka dan
berbakti, lagipula semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri
mereka menjadi istri yang setia. Lebih-lebih lagi, di mana pun mereka berada, semoga di
tempat itu tidak ada pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh,
atau penzinah. Selain itu, semoga mereka mempunyai seorang kawan sebagai penasihat
baik; semoga dalam diri mereka lahir pikiran Boddhi dan persahabatan (...) dari Tiga Ratna,
dan semoga mereka tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga semoga senantiasa (mereka
bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar; semoga dalam diri mereka terbit
tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua kesenian berbagai jenis; semoga semangat
mereka terpusatkan, mereka memiliki pengetahuan, ingatan, kecerdasan. Lagi pula semoga
mereka teguh pendapatnya, bertubuh intan seperti para mahāsattwa berkekuatan tiada
bertara, berjaya, dan juga ingat akan kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya, berindra
lengkap, berbentuk penuh, berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara yang menyenangkan,
suara Brahmā. Semoga mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya berkat
mereka sendiri; semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, mempunyai kekuasaan atas
kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda, dan semoga akhirnya
mereka mendapatkan Penerangan sempurna lagi agung.
Kosa kata bahasa Melayu Kuno yang disebutkan dalam prasasti ini dan hingga kini
masih dapat ditemukan dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, disamping itu juga
ditemukan banyak persamaan dengan sedikit perubahan, antara lain awalan di- dahulu adalah
ni- dan awalan me- dahulu adalah mar- atau ma-. Berikut ini disampaikan data tersebut:
Kosa Kata
No
Bahasa Melayu Kuno Bahasa Indonesia
1 wulan bulan
2 tatkālāña tatkalanya
3 niparwuat diperbuat
4 sawañakña sebanyaknya
5 nitanam ditanam
6 ñīyur nyiur
7 hanāu enau
8 rumwiya rumbia
9 dṅan dengan
10 nimakan dimakan
11 wuaḥña buahnya
12 tathapi tetapi
13 haur aur
14 wuluḥ buluh
15 pattuŋ betung
16 talāga telaga
17 puṇyaña punyanya
18 tmu temu, bertemu
19 mārgga marga
20 sukha suka
21 niminumña diminumnya
22 wuatña buatnya
23 maŋhidupi menghidupi
24 prakāra perkara
25 jāṅan jangan
26 waraŋ barang
27 wuataña buatannya
28 marwwaṅun membangun
(sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Talang_Tuo)

3. Prasati Kota Kapur (686 M)


Prasasti Kota Kapur adalah prasasti kutukan yang dibuat oleh
seorang seorang penguasa dari Kadātuan ŚrīwijayaDapunta
Hayang yang bernama Dapunta Hyang. Selanjutnya pada
Desember 1892 prasasti ini ditemukan di pesisir barat Pulau
Bangka, dusun Kota Kapur oleh J.K Van Der Meulen
menemukan prasasti ini dan dipercaya sebagai prasasti pertama
mengenai Sriwijaya serta merupakan salah satu dokumn tertulis
tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini berbentuk serupa sebuah
tiang batu/berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran tinggi
177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian
puncak yang beisikan surat ditulis dalam aksara Pallawa dan
menggunakan bahasa Melayu Kuno.
Gambar 3: Parasasti Kota Kapur
H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja pada Bataviaasch
Genootschap di Batavia adalah orang petama yang menganalasis prasasti ini dengan hasil
analisis "Śrīwijaya" adalah nama seorang raja. Penelitian ini terus di kembangkan hingga
George Coedes berhasil mengungkapkan bahwa Śrīwijaya bukan nama seorang raja namun
nama sebuah kerajaan di Sumatera pada abad ke-7 Masehi, suatu kerajaan yang kuat dan
pernah menguasai bagian barat Nusantara, Semenanjung Malaya, dan Thailand bagian
selatan. Pada tahun 2012, prasasti Kota Kapur berada di Rijksmuseum (Museum Kerajaan)
Amsterdam negeri Belanda dengan status dipinjamkan oleh Museum Nasional Indonesia.
Berikut ini tulisan yang terdapat dalam prasasti Kota Kapur dikutip sebagaimana
naskah aslinya:
1. Siddha titam hamba nvari i avai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun
luah makamatai tandrun luah vinunu paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai
tunai.
2. Umentern bhakti ni ulun haraki. unai tunai kita savanakta devata mahardika sannidhana.
manraksa yan kadatuan çrivijaya. kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan
parsumpahan.
3. paravis. kadadhi yan uran didalanna bhami paravis hanun. Samavuddhi lavan drohaka,
manujari drohaka, niujari drohaka talu din drohaka. tida ya.
4. Marppadah tida ya bhakti. tida yan tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku sanyasa
datua. dhava vuathana uran inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda
datu çriwi-
5. jaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit
uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.
6. Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi. janan muah ya sidha. pulan ka iya muah yan
dosana vuatna jahat inan tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manu-
7. ruh marjjahati. yan vatu nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan.
saranbhana uran drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vua-
8. tna niwunuh ya sumpah ini gran kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam
nigalarku sanyasa dattua. çanti muah kavuatana. dngan gotrasantanana.
9. Samrddha svasthi niroga nirupadrava subhiksa muah vanuana paravis chakravarsatita
608 din pratipada çuklapaksa vulan vaichaka. tatkalana
10. Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan
bhumi java tida bhakti ka çrivijaya.
Berikut ini terjemahan dari teks prasasti Kota Kapur
1. Keberhasilan ! (disertai mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya)
2. Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi
Kadātuan Śrīwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala
sumpah !
3. Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadātuan ini akan ada
orang yang memberontak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara
dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak;
4. yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang
tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar
orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar
sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa
datu Śrīwijaya, dan biar mereka
5. dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang
jahat; seperti mengganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat
orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja,
6. saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga
perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah
melakukan perbuatan jahat itu; biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar
mereka yang menghasut orang
7. supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk;
dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti,
yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut
8. mati kena kutuk. Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka
yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga
marga dan keluarganya
9. dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan
segalanya untuk semua negeri mereka ! Tahun Śaka 608, hari pertama paruh terang
bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah
10. kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Śrīwijaya baru
berangkat untuk menyerang bhūmi jāwa yang tidak takluk kepada Śrīwijaya.
(sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Kota _Kapur)
Berdasarkan sajian ketiga informasi yakni prasasti Kedudukan Bukit, prasasti Talang
Tuo, dan Prasati Kota Kapur membukti keberadaan sejarah bahasa Indonesia yang berasal
dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia yang tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu
yang sejak dahulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca) di kepulauan
nusantara hingga di seluruh Asia Tenggara dalam sejarahnya dengan perlahan-lahan
berkembang dan tumbuh demikian pesat hingga bahasa Indonesia kini telah menjelam
menjadi bahasa modern yang kaya akan kosakata dan mantap dalam struktur.
II. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Perkembangan bahasa Indonesi dari masa lampau hingga masa kini tentunya telah
memalui berbagai peristiwa penting yang menjadikan bahasa Indonesia semakin matang
dalam penggunaannya. Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan
bahasa Melayu hingga menjadi bahasa Indonesia dijadikan sebagai sejarah penentu
perkembangan bahasa Indonesia(Soekmono, 2002)ini dipaparkan berdasarkan tahun
peristiwa perkembangan bahasa sebagai berikut.
1. Tahun 1901 dan 1908
Berawal pada tahun 1901 sebuah ejaan resmi dalam bahasa Melayu disusun oleh CH.
A. Van Ophuijsen dalam Kitab Logat Meayu. Berikutnya, Pemerintah mendirikan Commissie
voor de Volkslestuur (Taman Bacaan Rakyat)sebuah badan penerbit buku-buku bacaan pada
tahun 1908.

2. Tahun 1917
Pada tahun 1917 Commissie voor de Volkslestuur (Taman Bacaan Rakyat) diubah
menjadi Balai Pustaka yang menerbitkan novel, pantun, pertanian, dan kesehatan.
Keberadaan Balai Pustaka sangat berpengaruh membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat Luas. Pada tahun tersebut penggunaan bahasa Melayu sangat kuat di
masyarakat Indonesia bahkan dapat dikatakan bahasa Melayu adalah bahasa Indonesia. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia,
diantaranya: Pertama, bahasa Melayu sudah merupakan bahasa perantara, pengubung dan
perdagangan di Indonesia; Kedua, sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena
dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa (ngoko, kromo)
atau perbedaan kasar dan halus seperti dalam bahasa Sunda (kasar, lemes); Ketiga, setiap
suku (Banjar, Jawa, Sunda, Bugis dan lainnya) dengan suka rela menerima bahasa Melayu
menajdi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional; dan Keempat, bahasa Melayu mempunyai
kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas. Bahasa Melayu pun
diangkat menjad bahasa nasional dan bahasa persatuan pada masa itu berdasarkan alasan
bahwa sejarah para pedagang yang membantu penyebarannya ke seluruh pantai nusantara
terutama kota-kota pelabuhan yang menyebabkan bahasa Melayu menjadi bahasa perantara di
Indonesia.
3. Tahun 1928
Saat-saat yang paling menentuka dalam perkembangan bahasa Indonesia adalah pada
28 Oktober 1928, hal ini dikarenakan para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang
kukuh atas perjalanan bangsa Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda dalam Naskah Putusan
Kongres Pemuda Indonesia berisi butir-butir kebulatan tekat yang berbunyi demikian:
Satu : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, bangsa
Indonesia.
Dua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Tiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Pada pernyataan ketiga dalam Sumpah pemuda tersebut merupakan pernyataan tekad
kebahasaan yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi bahasa Indonesia.
Berdasarkan ikrar Sumpah Pemuda maka, bahasa Melayu yang sudah dipakai sejak abad ke-7
resmi menjadi bahasa Indonesia.

4. Tahun 1933
Pada tahun tersebut, secara resmi sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan
dirinya Pujangga Baru. Angkatan sastrawan ini dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana
beserta rekan-rekannya.

5. Tahun 1938
Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilansungkan Kongres bahasa Indonesia I di Solo dengan
hasil bahwa usaha pembinaan dan pengemabangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara
sadar oleh cendikiawan dan budayawan saat itu. Usulan dalam Kongres Bahasa Indonesia
adalah memuat bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, pembaharuan ejaan, pengembangan
istilah-istilah dan penyusunan tata bahasa baru sesuai dengan perkembangan bahasa
Indonesia, dan pendirian Institut bahasa Indonesia.

6. Tahun 1945
Penandatanganan Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945 yang dalam
pasal 36 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

7. Tahun 1947
Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Soewandi sebagai
pengganti Ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
8. Tahun 1954
Salah satu wujud tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa
negara melalui Kongres bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober-2 November
1954.

9. Tahun 1972
Pada tanggal 16 Agustus 1972, dalam pidato kenegaraan di depan sidang DPR yang
dikutkan pula dengan Keputusan Presiden No 57 tahun 1972, Presiden Republik Indonesia
meresmikan penggunaan Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Kemudian, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh Indonesia
sejak tanggal 31 Agustus 1972.

10. Tahun 1978


Pada tanggal 28 Oktober-2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia ke III di Jakarta untuk memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, agar terus dapat memantapkan kedudukan
dan fungsi bahasa.

11. Tahun 1983


Pada tanggal 21-26 November 1983 kembali diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia ke IV di Jakarta. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang dicantumkan
dalam Garis-garis Besar Halian Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat tercapai.

12. Tahun 1988


Pada tanggal 28 Oktober-3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia ke V di Jakarta dengan dihadiri oleh sekitar tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari
seluruh nusantara dan peserta tamu dari negara sahabat diantaranya, Malaysia, Singapura,
Brunei Darussalam, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ini ditandai dengan karya Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada seluruh masyarakat Indonesia yakni berupa
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

13. Tahun 1993


Pada tanggal 28 Oktober-2 November 1992 kembali diselenggarakan Kongreng
Bahasa Indonesia ke VI bertempat di Jakarta dengan jumlah peserta sekitar 770 pakar bahasa
dari seluruh nusantara dan 53 peserta tamu dari manca negara. Dalam kongres ini
mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunya Undang-Undang Bahasa
Indonesia.

14. Tahun 1998


Pada 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia ke VII di Hoten
Indonesia, Jakarta, yang mengusulkan dibentuknya Badan ertimbangan Bahasa dengan
ketentuan keanggotaanya terdiri atas tokoh masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap
bahasa dan sastra dan tugasnya ialah memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

15. Tahun 2003


Pada bulan Oktober 2003 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia ke VIII, dalam
kongres ini diputuskan bahwa setiap bulan Oktober dijadikan sebagai peringatan bulan
bahasa pada pesempatan tersebut berlangsung seminar Bahasa Indonesia.

16. Tahun 2008


Pada tahun tahun tersebut dilangsungkan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional,
80 tahun Sumpah Pemuda, dan pada tahun tersebut dicanangkan sebagai tahun bahasa.
Sepanjang tahun tersebut diadakan kegiatan kebahasaan dan kesastraan. Selain itu juga
diadakan Kongres Bahasa Indonesia yang ke IX pada tanggal 28 Oktober-1 November 208 di
Jakarta. Dalam kongres berskala internasional tersebut membahas tentang bahasa Indonesia,
bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, dan bahasa media
massa.

17. Tahun 2013


Pada tanggal 28-31 Oktober 2013 bertempat di Jakarta telah diselenggarakan Kongres
Bahasa indonesia ke X yang diikuti oleh 1.500 peserta dari kalangan pakar bahasa, praktisi,
pemerhati, dosen, guru, mahasiswa, serta pecinta bahasa dan sastra dari dalam dan luar
negeri. Kongres yang mengangkat tema Penguatan Bahasa Indonesia di Dunia Internasional
ini dijabarkan dalam beberapa subtema yakni Bahasa Indonesia sebagai Penghela Ilmu
Pengetahuan dan Wahana Ipteks, Bahasa Indonesia sebagai Jati Diri dan Media Pendidikan
Karakter Bangsa dalam Memperkukuh NKRI, Diplomasi Kebahasaan sebagai Jati Diri dan
Pemartabat Bangsa, Indusri Kreatif Berbasis Bahasa dan Sastra dalam Meningkatkan Daya
Saing Bahasa, Bahasa Daerah dan Bahasa Asing sebagai Bahasa Pendukung Bahasa
Indonesia, Membawa Sastra Indonesia sebagai Warga Sasata Dunia, Optimalisasi Peranan
Media Massa dalamPemanfaatan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Perkembangan Bahasa
dan Studi Indonesia di Luar Negeri.

III. FUNGSI PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA


Membangun sebuah bangsa yang masyarakatnya majemuk di berbagai bidang
bukanlah hal yang mudah. Jika banyak persoalan yang muncul karena terkait dengan
kemajemukan itu, merukan sebuah konsekuensi yang tak terelakkan. Dalam hal ini, bahasa
Indonesia sangat membantu untuk menyatukan pikiran dan langkah seluruh masyarakat
Indonesia sebagai sebuah bangsa. Penguasaaan bahasa Indonesia oleh sejumlah ahli sudah
dianggap sebagai salah satu indikator Mutu Manusia Indonesia karena melalui bahasa
Indonesialah terjadi penyerapan ilmu pengetahuan. Akibatnya, penduduk yang tak mampu
berbahasa Indonesia secara otomatis tidak mungkin berkiprah secara intelektual ditataran
nasional. Jadi, perlu kesadaran yang besar kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk
mengamalkan penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi komunikasi sehari-hari.
Apabila membicara tentang fungsi pemakaian bahasa, maka kita tidak dapat
melupakan sebuah penelitian yang berjudul Explorations in the Functions of Language
(1973) oleh Halliday Michael yang menemukan tujuh fungsi bahasa diantaranya sebagai
instrumental, regulasi, representasional, interaksional, personal, heuristik, dan imajinatif
(Kusumaningsih, 2013). Berikut penjelasan dari fungsi bahasa tersebut:
1. Fungsi instrumental dalam bahasa adalah melayanu pengelolaan linkungan,
menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Kalimat-kalimat berikut ini
mengandung fungsi instrumental, merupakan tindakan-tindakan komunikatif yang
menghasilkan kondisi tertentu.Contohnya dalam seperti kalimatKakek melihat bahwa
anjing telah mengigit kaki anak itu.
2. Fungsi regulasi adalah bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-
peristiwa yang ditujukan untuk mengatur serta mengndalikan orang lain. Demikianlah,
pengaturan pertemuan antar orang-orang, persetujuan, celaan, ketidaksetujuan,
pengawasan tingkah laku, menetapkan peraturan dan hukum merupakan ciri fungsi
regulasi bahasa. Misalnya seorang ibu berkata kepada anaknya “Kamu mencuri, karena
itu kamu dihukum!” maka fungsi bahasa di sini adalah fungsi instrumental. Namun, jika
kalimat tersebut berubah menjadi “Kamu mencuri, karena itu kamu pasti dihukum”
mengandung fungsi regulasi atau fungsi pengaturan.
3. Fungsi representasional adalah penggunaan bahasa untuk membuat penyataan-
pernyataan menyampaikan fakta-fakta pengetahuan, menjelaskan dan melaporkan
dengan perkataan lain atau menggambarkan realitas yang sebenarnya, seperti yang
dilihat oleh seseorang. Mislanya seperti dalam kalimat berikut Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan membuka seminar itu dengan menyampaikan pidato pengarahan.
4. Fungsi interaksional bertugas untuk menjamin serta memantapkan ketahanan dan
kelangsungan komunikasi sosial. Keberhasilan komunikasi interaksional ini menuntut
pengetahuan secukupnya mengenai logat (slang), logat khusus (jargon), lelucon, cerita
rakyat, adat istiadat dan budaya setempat, serta tata krama pergaulan.
5. Fungsi personal adalah memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
mengekspresikan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang mendalam dari dirinya.
Keperibadian seseorang dapat ditandai oleh penggunaan fungsi personal bahasanya
dalam berkomunikasi. Dalam hakikat berbahasa personal ini jelas bahwa kesadaran,
perasaan, dan budaya turut sama-sama berinteraksi dengan cara-cara yang belum
diselediki secara mendalam.
6. Fungsi heuristik melibatkan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
mempelajari seluk-beluk lingkungan. Fungsi heruristik seringkali disampaikan dalam
bentuk pernyataan-pertanyaan yang menuntut jawaban. Secara khusus memanfaatkan
fungsi heuristik ini dalam aneka pertanyaan dari anak-anak tentang kata tanya mengapa
yang tidak putus-putusnya mengenai dunia sekeliling alam mereka. Penyelidikan, rasa
ingin tahu, merupakan suatu metode heuristik untuk memperoleh representasi-
respresentasi realitas dari orang lain.
7. Fungsi imajinatif melayani menciptakan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang
bersifat imajinatif. Seperti mengisahkan cerita-cerita dongeng, membaca lelucon, atau
menulis novel merupakan praktik penggunaan imajinatif bahasa.
Sedikit berbeda dengan Halliday Michael, Lyons (1977,1981) mengemukakan tiga
fungsi bahasa yakni deskriptif, ekspresif dan sosial. Fungsi deskriptif bahasa adalah untuk
menyampaikan informasi faktual. Ini merupakan tipe informasi yang dapat dinyatakan atau
disangkakan dan dalam beberapa hal bahkan dapat diuji. Misalnya pada kalimat Dia pasti
sudah tidur nyenyak di kamar. Udara sangat dingin di luar. Sedangkan, fungsi ekspresif
bahasa adalah untuk menyediakan informasi mengenai sang pembicara, perasaannya,
pilihannya, prasangkanya, dan pengalaman masa lalunya. Misalnya dalam kalimat Saya tidak
akan mengundang mereka lagi. Kalimat tersebutbBisa saja dalam intonasi tertentu
memperlihatkan bahwa sang pembicara mungkin saja tidak menyukai mereka dan itulah
alasan untuk tidak mengundang mereka lagi. Berikutnya, fungsi sosial bahasa adalah untuk
melayani, memantapkan serta memelihara hubungan-hubungan sosial antara orang-orang.
Beranjak dari pandangan Halliday Michael dan Lyons tersebut mengarahkan kepada
fungsi pemakan bahasa Indonesia berupa fungsi pemakaian bahasa Indonesia yang dibedakan
atas fungsi umu dan khusus. Dai pandangan fungsi pemakaian bahasa indonesia secara umum
adalah bahasa resmi negara Indonesia, bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, bahasa
resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kepentingan pemerintahan, dan alat pengembang kebudayaan, ilmu pengetahuan serta
teknologi. Sedangakan, fungsi pemakaian bahasa Indonesia secara khusus mencakup fungsi
direktif atau untuk mengarahkan diri sendiri atau orang lain; fungsi imperatif digunakan
untuk melaporkan pengamalam masa kini dan masa lalu serta membuat penalaran; fungsi
projektif yang digunakan untuk meramalkan, menegaskan dan mengimajinasikan; dan fungsi
relasional adalah untuk mementingkan diri sendiri atau mengadakan interaksi.
Demikianlah pembicaraan tentang fungsi pemakaian bahasa Indonesia yang disajikan
agar memperoleh gambaran lebih jelan mengenai kedudukan bahasa Indonesia, sehingga
memicu semangat untuk lebih dalam lagi mempelajari bahasa Indonesia dan lebih luas
penggunaan bahasa Indonesia.

Evaluasi

1. Jelaskan bagaimana sejarah perkembangan bahasa Indonesia!


2. Dalam perkembangannya, berapa kali bahasa Indonesia mengalami perubahan?
Jelaskan!
3. Jelaskan bagaimana proses bahasa Melayu menjadi cikal bakal bahasa Indonesia!
4. Jelaskan ikrar sumpah pemuda yang terkait dengan bahasa Indonesia!
5. Jelaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional!
6. Jelaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara!
7. Jelaskan faktor-faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa
nasional dan bahasa pemersatu!
8. Jelaskan hasil kongres bahasa Indonesia I-X!
9. Berikan pendapatmu tetang perkebangan bahasa Indonesia di jaman sekarang!
10. Berikan pendapatmu tentang bersikap positif terhadap bahasa Indonesia!

MATERI 2
RAGAM BAHASA INDONESIA

Kondisi kebahasaan di Indonesia yang seperti sekarang ini, memerlukan sebuah


perancanaan jangka panjang yang kompherensif untuk menciptakan keragaman bahasa
sehingga memperkaya bahasa Indonesia itu sendiri. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang
keragaman bahasa Indonesia perlu ditingkatkan. Misalnya pada pengetahuan mengenai ragam
bahasa dan persebaran bahasa yang ada di Indonesia, baik itu bahasa Indonesia, bahasa
Daerah, maupun bahasa Asing. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pemahaman
terhadap ragam bahasa Indonesia ditujukan agar menjembatani ekspresi nilai, norma, aturan,
hukum adat, dan kearifan lokal dalam menjaga lingkungan dan budaya tertentu. Pada Materi
2 ini secara khusus memaparkan bahasan tentang Ragam Bahasa dalam subbahasannya
adalah Definisi Ragam Bahasa, Klasifkasi Ragam Bahasa, dan Bahasa Indonesia yan Baik
dan Benar.

I. DEFINISI RAGAM BAHASA


Ragam bahasa atau varian dari bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan varian
dialek sesuai dengan pengguna. Variasi yang dimaksudkan bisa saja dialek, aksen, laras,
gaya, atau berbagai sosiolinguistik lainnya yang termasuk variasi standar bahasa itu sendiri.
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia yang memiliki begitu banyak keragaman
timbul dua masalah pokok yakni penggunaan bahasa baku dan tak baku. Hendaknya penutur
dan lawan tutur benar-benar memahami makna dasar berkaitan dengan ragam bahasa.
Sehingga mampu memanfaatkan keragaman tersebut sesuai dengan konteks dan situasi
komunikasi. Secara umum ragam bahasa dapat ditinjau dari sudut pandang penuturnya dan
menurut jenis pemakaiannya (Alwi, 2003). Ragam bahasa merupakan suatu istilah yang
dipakai untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa.
Variasi itu hadir oleh kebutuhan penutur akan adanya alat komunukasi yang sesuai dengan
situasi konteks sosialnya.
Kehadiran ragam bahasa ini dimungkinkan oleh adanya yang terdapat dalam
masyarakat seperti usia, penidikan, agama, profrsi, dan latar belakang budaya. Akibat
berbagai faktor tersebut, maka bahasa Indonesia mempunyai ragam bahasa. Keragaman
bahasa Indonesia dalam kapasitasnya sebagai bahasa nasional dimaksudkan agar menyatukan
ribuan bahasa dan berbagai kelompok etnis serta kebudaaan yang beragam di indonesia, juga
sebagai simbol kebanggaan dan identitas nasional
Ragam bahasa diartikan variasi bahasa menurut pemakaiannya, topik yang
dibicarakan hubungan pembicara dan teman bicara, dan medium pembicaraannya
sebagaimana yang terdapat dalam KBBI (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Pengertian ragam bahasa ini dalam berkomunikasi perlu memperhatikan aspek (1) situasi
yang dihadapi, (2) permasalahan yang hendak disampaikan, (3) latar belakang pendengar atau
pembaca yang dituju, dan (4) medium atau sarana bahasa yang digunakan. Keempat aspek
dalam ragam bahasa tersebut lebih mengutamakan aspek situasi yang dihadapi dan aspek
medium bahasa yang digunakan dibandingkan kedua aspek yang lain.
Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas tiga bagian,yaitu ragam
bahasa formal, ragam bahasa semiformal, dan ragam bahasa nonformal. Setiap ragam bahasa
dari sudut pandang yang lain dan berbagai jenis laras bahasa diidentifikasikan ke dalam
situasi pemakaiannya. Misalnya, ragam bahsa lisan diidentifikasikan sebagai ragam bahasa
formal, semiformal, atau nonformal. Begitu juga laras bahasa manjemen diidentifikasikan
sebagi ragam bahasa formal, semiformal, atau nonformal. Ragam bahasa formal
memperhatikan kriteria berikut agar bahasanya menjadi resmi diantaranya (a) kemantapan
dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga tidak kaku tetapi tetap lebih luwes dan
dimungkinkan ada perubahan kosa kata dan istilah dengan benar; (b) Penggunaan fungsi-
fungsi gramatikal secara konsisten dan eksplisit; (c) Penggunaan bentukan kata secara
lengkap dan tidak disingkat; (d) Penggunaan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan
konsisten; dan (e) Penggunaan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang baku
pada ragam bahasa lisan.
Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal di atas, pembedaan antara ragam formal,
ragam semiformal, dan ragam nonformal diamati dari pokok masalah yang sedang dibahas,
hubungan antara pembicara dan pendengar, medium bahasa yang digunakan lisan atau tulis,
area atau lingkungan pembicaraan terjadi, dan situasi ketika pembicaraan berlangsung.
Kelima pembedaan ragam bahasa di atas, dipertegas lagi pembedaan antara ragam bahasa
formal dan ragam bahasa nonformal yang paling mencolok adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan kata sapaan dankata ganti, misalnya: Saya dan gue/ogut Anda dan
lu/situ/ente.
b. Penggunaan imbuhan (afiksasi), awalan (prefix), akhiran (sufiks), gabungan awalan dan
akhiran (simulfiks), dan imbuhan terpisah (konfiks). Misalnya:
Awalan : menyapa-apaan, mengopi-ngopi
Akhiran : laporan-laporin, marahi-marahin
Simulfiks : menemukan-nemuin, menyerahkan-nyerahin
Konfiks : kesalahan-nyalahin, pembetulan-betulin
c. Penggunaan unsur fatik (persuasi) lebih sering muncul dalam ragam bahasa nonformal,
seperti sih, deh, dong,kok,lho, ya kale, gitu ya.
d. Penghilangan unsure atau fungsi kalimat (S-P-O-Pel-Ket) dalam ragam bahasa
nonformal yang menganggu penyampaian suatu pesan.Misalnya,
Penghilangan subjek : Kepada hadirin harap brdiri.
Penghilangan predkat : Laporan itu untuk pimpinan.
Penghilangan objek : RCTI melaporkan dariMedan
Penghilangan pelengkap : Mereka berdiskusi dilantai II.
Sedangkan, jika didasarkan mediumnya ragambahasa terdiriatas dua
ragambahasa,yaituragam bahasa lisanragam bahasa tulis.Ragambahasa lisan adalah bahasa
yang dilafalkan langsung oleh penuturnya kepada pendengar atau teman bicaranya. Ragam
bahasa lisanini ditentukan oleh intonasi dalam pemahaman maknanya. Misalnya,
Kucing/ makan tikus mati.
Kucing makan//tikus mati.
Kucing makan tikus/mati.
Ragam bahasa tulis adalah ragambahasa yang ditulis atau dicetak
denganmemerhatikan penempatan tanda baca dan ejaan secara benar (Arifin,
2008).Ragambahasa tulis dapat bersifat formal,semiformal, dan nonformal. Dalampenulisan
makalah seminar dan skripsi,penulis harus menggunakanragambahasa formal sedangkan
ragam bahasa semiformal digunakandalamperkuliahan dan ragam bahasa nonformal
digunakan keseharian secarainformal. Penggunaan ragambahasa dalampenulisankarangan
ilmiah berupaya mendeksripsikan penggunaan bahasa berdasarkan ragam bahasa
formal,ragam bahasa tulis, ragam bahasa lisan,laras bahasa ilmiah, danberbahasa Indonesia
dengan baik dan benar.

II. KLASIFKASI RAGAM BAHASA


Ragam bahasa yang dihasilkan oleh perbedaan gaya. Varian gaya berbahasa itu
sendiri adalah cara berbahasa seseorang dalam performanya secara terencana maupun tidak,
baik secara lisan maupun terulis. Variasi ini berwujud ragam bahasa. Klasifikasi ragam
bahasa ini dibagi atas lima tingkat yakni ragam baku, resmi, usaha, santai, dan akrab
(Rahayu, 2007). Penjelasn dari amsing-masing ragam bahasa dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Ragam baku (Frozen) adalah variasi bahasa yang paling formal dipakai dalam situasi-
situasi khidat, upacara-upacara resmi, seperti upacara kenegaraan, khotbah, tatacara
pengambilan sumpah, kitab undang-undang, akta notaris, dan surat-surat keputusan.
Disebut ragam baku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap. Dalam
bentuk tertulis, ragam bahasa terdapat dalam dokumen-dokumen bersejarah seperti
undang-undang dasar, akat notaris, naskah jual beli, atau sewa menyewa. Ciri-ciri ragam
bahasa baku antara lain struktur gramatikalnya tidak dapat diubah, susunan kalimat
biasanya panjang, dan kosa kata yang banyak digunakan seperti bahwa, maka,
sesungguhnya.
2. Ragam resmi (formal) adalah variasi bahasa yang dipakai dalam pidato kenegaraan, raoat
dinas, surat-surat dinas, buku-buku pelajaran. Pola dan kaidah resmi sudah ditetapkan
secara mantap sebagai suatu standar. Ragam bahasa ini pada prinsipnya sama dengan
ragam bahasa baku.
3. Ragam usaha (Consultative) adalah ragam bahasa yang lazim dipakai dalam pembicaraan
biasa di sekolah dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau
produksi.
4. Ragam santai (Casual) adalah ragam bahasa yang biasa dipakai dalam situasi yang tidak
resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman akrab, berolahraga,
rekreasi, dan sebagainya. Ciri-ciri ragam santai antara lain, kosakatanya banyak memakai
struktur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah, banyak memakai benturk alegro,
memakai kata ganti tidak resmi, dan seringkali tidak memakai struktur morfologi dan
sintaksis yang normatif. Dalam ragam santai terdapat banyak bentuk afiksasi dan
pemakaian kalimat tidak utuh. Selain itu seringkali terjadi pengulangan yang sebenarnya
tidak mutlak diperlukan namun inversi-inversi frase kalimat yang tidak dibenarkan dalam
aturan tata bahasa standar.
5. Ragam akrab (intimate) adalah variasi bahasa yang dipaka para penutur yang
hubungannya akrab, seperti antaraanggota keluarga, antarteman karib. Ciri-ciri ragam
akrab antara lain, ditandai dengan pemakaian kata yang tidak lengkap, kalimatnya lebih
pendek, dan artikulasinya seringkali tidak jelas
Ragam atau variasi bahasa lain yang juga perlu diketahui adalah variasi bahasa yang
disebabkan oleh adanya perbedaan fungsi pemakaian bahasa (variasi fungsional). Seringkali
orang membedakan tuturan karena pemakaian tuturan itu secara khusus. Bahasa tentang
lelang berbeda dengan bahasa orang yang sedang bertengkar, berdiskusi, bersenda-gurau di
pinggir jalan, dan bercakap-cakap di rumah.

III. LARAS BAHASA


Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras
sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi
pemakaiannya (Halliday, 1973). Laras bahasa terkait langsung dengan selingkung bidang dan
keilmuan, sehingga dikenallah laras bahasa ilmiah dengan bagian sub-sublarasnya.
Pembedaan diantara sub-sublaras bahasa seperti dalam laras ilmiah itu dapat diamati dari
penggunaan kosakata dan bentukan kata, penyusunan frasa,klausa, dan kalimat, penggunaan
istilah, pembentukan paragraf, penampilan hal teknis, dan penampilan kekhasan dalam
wacana (Alwi, 2003).
Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Misalnya,
iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras sastra, yang masih
dapat dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya. Setiap laras memiliki
cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau
tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan bahas
dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.

1. Laras llmiah
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil
pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah
menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh
sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut
penulis. Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang
pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang
penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Meskipun demikian, dalam
karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai
kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya
ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil
penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di
lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita.
Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada
pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai
berikut.
a. Menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada
situasi spesifik.
b. Ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan
c. Disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan
prosedural
d. Menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang
mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan
e. Mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu
hipotesis.
f. Ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran
faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis
karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka.
Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
g. Bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu
ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat.
Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu
dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa
pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut. Berdasarkan uraian di
atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu : (a)
Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna;(b) Harus secara
tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak
menimbulkan kerancuan atau keraguan; dan (c) Harus singkat, berlandaskan ekonomi
bahasa.

2. Laras Bahasa Keilmuan


Dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang
berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan
sosio budayanya. Pada saat berbahasa, baik lisan maupun tulis, selalu memperhatikan faktor-
faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis,
misalnya selalu memperhatikan siapa pembaca tulisan, apa yang dtulis, apa tujuan tulisan
itu, dan di media apa menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor
penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi partisipan,
topik, latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau
pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat terkomunikasikan dengan baik, maka
pembicara atau penulis perlu mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan
memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu
perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat , disamping agar pesannya
dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan dan
sejenisnya. Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke
penanggap penutur.
Laras bahasa keilmuan mempunyai ciri cendekia bahasa Indonesia keilmuan itu
mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat. Bahasa Indonesia
keilmuan digunakan untuk menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat gagasan
sebagai pangkal tolak bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal
itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada
penulis. Komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini
berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia
keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi.

3. Laras Ilmiah Populer


Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi
diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak
selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis,
pengalaman dan pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah
harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah populer dapat
disajikan dalam ragam standar, semi standar dan nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer
akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang, karena proses penyusunan karya ilmiah
populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya dalam cara
penyajiannya. Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah
berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat
pula persoalan lain, seperti kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang
sedang populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang dihadapi
masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Jika
karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah
populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media surat kabar
dan majalah, biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras
jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat. Tema itu
kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi,
argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan
gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti pola pemecahan masalah,
pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut pandang.

Evaluasi

1. Apa yang dimaksud dengan ragam bahasa?


2. Menurut pendapatmu apakah penggunan ragam bahasa asing dapat menggangu
perkembangan bahasa Indonesia?Jelaskan hakikat ragam bahasa tulis dan ragam
bahasa lisan!
3. Jelaskan dan berikan contoh tentang penggunaan ragam bahasa Frozen!
4. Jelaskan dan berikan contoh tentang penggunaan ragam formal!
5. Jelaskan dan berikan contoh tentang penggunaan ragam Consultative!
6. Jelaskan dan berikan contoh tentang penggunaan ragam Casual!
7. Jelaskan dan berikan contoh tentang penggunaan ragam intimate!
8. Apa yang dimaksud dengan selogan “Gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan
benar!”?
9. Menurut pendapatmu ragam bahasa apa yang paling berpengaruh pada saat ini?
Jelaskan dan berikan studi kasusnya!
10. Menurut pendapatmu bagaimana pengaruh media sosial terhadap penggunaan ragam
bahasa Indonesia?

MATERI 3
KAIDAH EJAAN BAHASA INDONESIA

Setelah mendapatkan pengetahuan mengenai ragam bahasa, maka salah satu bagian
materi yang diharapkan mampu menyeimbangi pengetahuan agar dapat memanfaatkan ragam
bahasa tersebut dengan tepat adalah kemampuan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan
sesuai dengan kaidah dan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi
santai dan akrab seperti di warung kopi, di pasar, dan di tempat arisan, digunakan bahasa
Indonesia yang santai dan akrab pula. Dalam situasi formal seperti dalam perkuliahan,
seminar, dan pidato kenegaraan hendaklah menggunakan bahasa Indonesia yang resmi dan
formal dan selalu memperhatikan norma bahasa. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa
Indonesia yang digunakan sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang baku.
Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi ejaan, pembentukan kata, penyusunan paragraf, dan
penataan penalaran. Dengan demikian pengertian bahasa Indonesia yang baik dan benar
adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia. Pada Materi 3 kali ini akan menelaah lebih dalam lagi
mengenai Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang dipaparkan dalam subbahasan Pengertian
Ejaan, Sejarah dan Perkembangan Ejaan di Indonesia, dan Penerapan Kaidah Ejaan yang
Disempurnakan.

I. PENGERTIAN EJAAN
Kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada konteks jjaan
adalahberhubungan dengan cara menggambarkan bunyi-bunyi dalambnetuk
hurufsertapenggunaan tanda baca dalam tataran wacana. Sebagaimana hal yang di
kemukakan Kridalaksana (2001) bahwa penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-
menulis yang distandarisasikan, lazimnya memiliki 3 (tiga) aspek yakni fonologis,
morfologis, dan sintaksis. Aspek fonolgis yang menyangkut penggambaran fonem dengan
huruf dan peyusunan abjad, berikutnya aspek morfologis yang menyangkut pengambaran
satuan-satuan morfemis, sedangkan aspek sintaksis. Yang menyangkut penanda ujaran atau
tanda baca. Pemikiran tersebut sejalan dengan definisi dalam KBBI (Departemen Pendidikan
Nasional, 2008) yang menuliskan ejaan adalah keseluruhan pelambangan bunyi bahasa,
penggabungandan pemisahan kata, penempatan tanda baca dalam tataran satuan bahasa.
Ejaan juga mengatur tentang cara melambangkan bunyi ujaran dan antarhubungan atau
antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggambungannya dalam suatu bahasa. Secara
teknis, ejaan dimasudkan untuk mengatur penulisan huruf, kata, dan pemakaian tanda baca.
Berdasarkan konsepsiejaantersebut, cakupan bahasan ejaan membicarakanpemakian
huruf vocal dan konsonan, penggunaan huruf capital dankursif, penulisan kosakata dan
bentukan kata, penulisan unsure serapan afiksasi dan kosakata asing, dan penempatan dan
pemakaian tanda baca.

II. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN EJAAN DI INDONESIA


Kehadiran ejan di Indonesia berawal pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden
Soeharto meresmikan Ejaan yang Disempurnakan. Sistema ejaan ini tumbuh dari sistem
Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan tahun 1966. Suaha pembaharuan ejaan telah
dimanatkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954. Sebelumnya, dalam
Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1938 di Solo, Ki Hajar Dewantara dan Dr. Purbatjaraka
mengusulkan supaya ejaan Internasional diajarkan di sekolah-sekolah. Sehingga, pada tahun
1947, Pemerintah RI menetapkan perubahan atas ejaan Van Ophuisen yang dikenal juga
dengan ejaan Soewandi.
Dalam Kongres Bahasa Indoensia II di Medan diusulkan agar ejaan Soewandi
diperbaiki, sehingga kita kenal Panitia ejaan yang terdiri dari Prof. Priono dan E. Katopo
(1956) juga Panitia ejaan Prof. Slametmulyana dan Sheh nasir (1959). Usai konfrontasi
dengan Malaysia, usaha penyatuan ejaan dengan Malaysia dihidupkan kembali. Atas
prakarsa sendiri Komando Operasi Tertinggi yang bukan merupakan badan bahasa
mengadakan pendekatan dengan kerjasama bahasa ini dengan Malaysia. Komado Operasi
Tertinggi dengan sepengetahuan Mendikbud meminta kepada Lembaga Bahasa dan
Kesusastraan (LBK) supaya menyusun konsep ejaan yang akan diajukan kepada pihak
Malaysia. Para ahli LBK selesai menyusun Konsep ejaan pada Agustus 1966. Konsep ini
diperkenalkan terlebih dahulu kepada masyarakat untuk mendapat kritik-kritik, baru pada
bulan Juni 1967 dibicarakan dan diterima pihak Malaysia. Pada waktu itu, Sariono
Mangunpranoto selaku Mendikbud dengan rencananya akan memperkenalkan ejaan baru
dan akan diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1967. Namun pada kesempatan itu, rencana
tersebut tidak terlaksana, baru saat Mendikbud Mansuri, S. H., persoalam ini diputuskan
Kabinet RI. Sementara itu, di Malaysia ada empat sistem ejaan yang diputuskan yakni ejaan
Wilkinson, ejaan Za‟ba, ejaan fajar Asia, dan ejaan Kongres.
Berikutnya, perkembangan ejaan di Indonesia dimulai dengan ejaan Van Ophuijsen,
Soewandi, Melindo, dan Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (Departemen
Pendidikan Nasional, 2004). Berikut ini pemaparan dari keempat ejaan tersebut.

1. Ejaan Van Ophuijsen


Ejaan Van Ophuijsen ditetapkan pada tahun 1901 yang dibantu oleh rancangan Engku
Nawawi Gelar Soetan Ma‟moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ada beberapa hal
yang menonjol dalam ejaan Van Ophuijsen diantaranya: (a) huruf j untuk menuliskan kata-
kata jang, pajah, sajang; (b) huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer; dan
(c) tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema untuk menuliskan kata-kata ma‟moer,
„akal, ta‟, pa‟, dinamai‟.

2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi diresmikan oada 19 Maret 1947 untuk menggantikan ejaan Van
Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu
diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah: (a) huruf oe diganti dengan u,
seperti pada guru,itu, umur; (b) bunyi hamzah dan sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-
kata tak, pak, maklumat, rakjat; (c) kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2,
berjalan2, ke-barat2-an; dan (d) awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis seragkai
dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun diseamakan
dengan imbuhan di pada tulisan ditulis, dikarang.

3. Ejaan Melindo
Sidang putusan Indonesia dan Melayu pada akhir 1959 menghasilkan konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan
politik tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan
Presiden RI meresmikan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan pada tanggal
16 Agustus 1972. Peresmian ejaan baru itu didasarkan pada Putusan Presiden No. 57 tahun
1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan
itu. Karena penuntun itu perlu dilengkapi, maka Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972 No.156/P/1972 yang
diketuai oleh Amran Halim telah menyusun buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Isinya berupa paparan kaidah ejaan yang lebih luas.
Setelah itu, Meneteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya
NO.0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman
tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No.0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. Demikianlah paparan
singkat mengenai sejarah dan perkembangan ejaan di Indonesia yang sebagian besar terjadi
pada perubahan huruf dan atau penulisannya.

III. PENERAPAN KAIDAH EJAAN YANG DISEMPURNAKAN


Manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasid dan alat interaksi sosial.
Bahasa digunakan untuk saling menyampaikan informasi baik berupa pikiran gagasan,
maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Bahasa dibagi menjadi dua yakni bahasa
tulis dan lisan. Sebagaimana disampaikan dalam paparan awal bahwa ketika ingin
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka diperlukan tata bahasa baku
sebagai rujukannya, sedangkan ketika ingin menulis dengan baik maka dibutuhkan Ejaan
Yang Disempurnakan sebagai pedoman dalam penulisan.
Penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis yang distandarisasikan atau yang
lazimnya dalam ejaan adalah terdiri dari penggambaran fonem dengan huruf dan
penyusunan abjad, penggambaran satuan-satuan morfemis, dan menyangkut penanda ujaran
berupa tanda baca. Ejaan yang Disempurnakan ini membicarakan tentang pemakaian huruf,
penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur-unsur serapan, dan pemakaian tanda baca
(Departemen Pendidikan Nasional, 2004).

1. Pemakaian Huruf
Pemakaian huruf dalam Ejaan yang Disempurnakan dimulai dengan huruf abjad yang
dibedakan atas huruf vokal dan konsonan, huruf diftong, gabungan huruf konsonan,
pemenggalan kata yang terjadi pada kata dasar oleh vokal berurutan, vokal dan konsonan,
konsonan berurutan, konsonan dan konsonan, selanjutnya imbuhan dan akhiran, serta lebih
dari satu unsur. Untuk lebih jelasnya pemakaian huruf ini dapat disimak melalui bagan
berikut ini.
Huruf Vokal: a, i, u, e, o
Huruf Abjad: A, B, C, D, E, F, G ,H, I, J, K, L,
M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z
Huruf Konsonan: b, c, d, f, g, h, j, k, l,
m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z
Huruf Diftong: ai, au, oi

Gabungan Huruf Konsonan: kh, ng, ny,


sy

Pemakaian Vokal berurutan: au-la, sau-dara


Huruf
Vokal dan konsonan: ba-pak,
ba-rang
Pada Kata Dasar
Konsonan berurutan: man-di,
cap-lok

Konsan dan konsonan: ben-trok


Pemengalan Kata
Imbuhan dan Akhiran: makanan-an,
mem-bantu

Lebih dari satu unsur: bio-grafi, bi-o-


gra, fi; kilo-gram, ki-lo-gram.

2. Penulisan Huruf
Penulisan huruf diatur pada penulisan huruf kapital dan huruf miring. Berikut ini
aturan dari penulisan huruf kapitan.
a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat, contohnya: Dia
sedang giat belajar.
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada petikan langsung, contohnya:
Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah,Nak!”
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan, contohnya:
Allah, Yang Maha Kuasa, Al-Qur‟an, bimbinglah hamba-Mu, dengan rahmat-Nya.
d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang, contohnya: Nabi Muhammad, Sultan
Suriansyah, Imam Hambali.
e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat, contohnya: Wakil Presiden M. Djusuf Kala, Gubernur
Kalimantan Tengah Sugianto.
f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang, contohnya:
Amir Hamzah.
g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa,
contohnya: bangsa Indonesia, suku Dayak, bahasa Pangunraun.
h. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bulan tahun, hari, hari raya, dan
peristiwa sejarah, contohnya: tahun Hijiriah, tarik Masehi, bulan Agustus, hari
Kamis.
i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi, contohnya: Asia
Tenggara, Ngarai Sinaok, Jalan Yos Sudarso.
j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata
penghubung seperti dan, contohnya: Republik Indonesia, Badan Pengawas
Kesejahteraan Ibu dan Anak, Nomor 13, Tahun 1972.
k. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintahan dan ketata negaraan, serta dokumen
resmi, contohnya: Perserikatan Bangas-Bangsa, Rancangan Undang-Undang.
l. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata termasuk unsur kata ulang
sempurna di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata
seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, contohnya: Majalah Bahasa dan Sastra.
m. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama, gelar, pangkat,
contohnya: Dr. (doktor), M.A. (master of arts), S.E (sarjana ekonomi).
n. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti Bapak, Ibu, Saudara, Kakak, Adik, Paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan, contohnya: “Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto, Adik bertanya “Apa
itu, Bu?”
o. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata ganti Anda, contohnya:
Suddahkah Anda tahu?
Berikutya ketentuan penggunaan huruf miring dalam Ejaan yang Disempurnakan
adalah:
a. Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan,
contohnya: MajalahBahasan dan Kesusastraan, buku Negara Kertagama karangan
Prapanca.
b. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata atau kelompok kata,
misalnya: huruf pertama kata abjad ialah a, dia bukan penipu tetapi ditipu
c. Menuliskan kata ilmiah atau asing, kecuali kata yang sudah disesuaikan ejaannya,
contohnya: Politik divideet impera pernah merajalela di negeri ini.

3. Penulisan Kata
Penulisan kata mencakup kata dasar, kata turun, kata ulang, gabungan kata, kata
depan di, ke, dari, kata ganti ku, kau, mu, dan nya, kata si dan sang, penulisan partikel,
penulisan singkatan dan akronim, serta penulisan angka dan lambang bilangan.
a. Penulisan Kata Dasar
Penulisan kata dasar sering dihadapkan pada penulisan baku dan tidak baku.
Penulisan karangan ilmiah, karangan yang didokumentasi, dan surat menyurat resmi harus
menggunakan kata baku. Berikut ini adalah contoh dari penggunaan kata dasar salah dan
benar.
No Salah Benar
1 Erobik Aerobik
2 Cinderamata Cenderamata
3 Jadual Jadwal
4 Komplek Kompleks
5 Obyek Objek
6 Praktek Praktik
7 Sutra Sutera
8 Subyek Subjek
9 Tehnik Teknik
10 Rubah Ubah

b. Penulisan Kata Turunan


Kata turunan adalah kata yang mengalami imbuhan dan penggabungan kata. Imbuhan
tersebut bisa terdapat pada awal, sisipan, dan akhiran. Contohnya pelaku, seruling,
menuliskan. Gabungan kata salah satu berimbuhan contohnya, menggarisbawahi,
menyebarluaskan. Gabungan kata dengan awalan dan akhiran contohnya dekameter,
elektronetik. Gabungan kata, salah satu kata hanya dipakai dalam kombinasi, contohnya
mancanegara, telepon.

c. Penulisan Penulisan Kata Ulang


Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-). Bahasan kata ulang
mencakup gabungan kata dasar, gabungan kata berimbuhan, gabungan kata dasar berubah
bunyi, dan penggunaan gabungan kata harus ditulis berdasarkan pedoman baku berikut.
1. Pengulangan kata dasar tidak menggunakan angka dua pada akhir kata, tetapi
menggunakan tanda penghubung. Contohnya cakap-cakap Ccakap2, kota-kota kota2,
dan orang-orang bukan orang2.
2. Pengulangan kata turunan atau berimbuhan ditulis dengan kata penghubung, tidak
menggunakan angka 2. Contohnya beramai-ramai bukan ber-ramai2, dipukul-pukul
bukan di-pukul2, dan perlahan-lahan bukan per-lahan2.
3. Pengulangan gabungan kata terdiri atas dua kata atau lebih yang jika diulang cukup
mengulang kata pertama saja. Contohnya buku-buku berkualitas bukan buku
berkualitas-buku berkualitas, gedung-gedung tinggi bukangedung tinggi-gedung
tinggi, dan meja-meja tulis bukan meja tulis-meja tulis.
4. Pengulangan kata berubah bunyi, contohnya bolak-balik (pengulangan konsonan
berubah vokal dan lauk-pauk (pengulangan vokal berubah konsonan).

d. Penulisan Gabungan Kata


Penulisan gabungan kata mengikuti kaidah-kaidah sebagaimana dalam tabel berikut
ini.
Contoh
No Kaidah Gabungan Kata
Salah Benar
1 Gabungan kata yang berupa kata - Jasamarga - Jasamarga
majemuk, bagian-bagiannya ditulis - Keretaapi cepat - Keretaapi cepat
terpisah. - Kerjasama - Kerja sama
- Tanggungjawab - Tanggung jawab
- Ujicoba - Uji coba
2 Gabungan kata serangkai yang sudah - Barang kali - Barangkali
padu benar, sudah senyawa, tidak - Dari pada - Daripada
dikembalikan kebentuk dan makna asal - Bumi putra - Bumiputra
dituliskan serangkai. - Pada hal - Padahal
- Hulu balang - Hulubalang
3 Gabungan kata terikat atau yang tidak - Antar kota, - Antarkota
dapat berdiri sendiri sebagai satu kata antar-kota - Caturwarga
yang bermakna penuh bersama kata bebas - Catur warga, - Mahabijaksana
dan ditulis serangkai. Bebrapa catatan catur-warga
yang perlu diperhatikan dalam gabungan - Maha bijaksana,
kata terikat dan bebas seperti paparan di maha-bijaksana
bawah ini.
a. Pengabungan kata dengan huruf - Non Asia - Non-Asia
kapital disisipkan tanda hubung - Non APBN - Non-APBN
b. Khusus penggabungan kata maha+esa - Tuhan yang - Tuhan yang Maha
yang terkait dengan sifat Tuhan ditulis Mahaesa esa
terpisah
c. Gabungan kata dasar=kata - Bertandatangan - Bertan datangan
berimbuhan: pengabungan kata+kata - Menyebarluas - Menyebar luas
berawalan atau berakhiran, awalan - Sebarluaskan - Sebar luaskan
atau akhiran itu dituliskan serangkai - Tandatangani - Tanda tangani
dengan kata terdekat dengannya. - Hancurleburkan - Hancur leburkan
Sedangkan kata lain yang merupakan - kasihsayangi - Kasih sayangi
unsur gabungan dituliskan terpisah,
tanpa tanda hubung
d. Penggabungan kata dengan konfiks - Dibudi dayakan - Dibudidayakan
berawalan+berakhiran sekaligus ditulis - Ketidak adilan - Ketidak dilan
serangkai, tanpa tanda hubung. - Pertanggung - Pertanggungjawaban
jawaban

d. Penulisan Kata Depan (di, ke, dari)


Kata depan di dan ke dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya, sedangkan
awaan di- dan ke- dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan di diikuti
kata benda (tempat), menyatakan arah atau tempat, sedangkan awalan di- diikuti kata kerja.
Awalan di- dapat diikuti kata benda misalnya: dicangkul (dapat disertai akhiran –kan),
misalnya: dicangkulkan. Kata depan di dapat diganti dengan kata depan dari atau ke,
sedangkan awalan di- tidak dapat. Kata depan di tidak dapat diganti dengan awalan me-,
sedangkan awalan di- dapat.
Kata depan di dan ke selalu diikuti kata yang menyatakan arah atau tempat; kata
depan ke dapat diganti dari (misalnya: di pantai/dari pantai). Sedangkan awalan ke-
membentuk kata benda (misalnya, kekasih). Awalan ke- berkombinasi akhiran –kan
membentuk kata kerja perintah (misalnya, Kerjakan!). Awalan ke- tidak dapat diganti dari.
Perhatikan perbandingan penulisan berikut ini.
di (kata Depan) di- (Awalan) ke (kata Depan) ke- (Awalan)
Di kampus (kata Ditulis (kata Ke mana saja Betulkan kamu
benda), dapat diubah kerja), dapat kamu pergi, mempunyai
menjadi dari kampus, diubah menjadi selama ini? kekasih?
tidak dapat diubah menulis, bukan
menjadi mengampus dari tulis, tidak
dapat diubah ke
tulis.

e. Penulisan Kata Ganti –ku, kau, -mu, -nya


Kata Ganti –ku, kau, -mu, -nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau
yang mendahulinya, contohnya bukuku, bukumu, bukunya tersimpan di perpustakaan atau
kauambil sampah yang berserakan itu.
f. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, misalnya sang kancil
sangat marah pada monyet itu, surat iru dikirim oleh si pengirimnya.

g. Penulisan Partikel
Partikel kah, lah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahului misalnya,
apakah kaubaca itu, bacalah buku itu, apatah. Partikel pun misalnya pada apa pun, satu
kali pun. Partikel –per, yang berarti „mulai‟, „dari‟, dan „tiap‟ misalnya pada kalimat, per 1
April, satu per satu.

h. Penulisan Singkatan dan Akronim


Pada penulisan singkatan yakni: (a) digunakan pada nama orang, nama gelar, sapaan,
jabatan, atau pangkat, diikuti tanda titik, misalnya Muh. Yamin, S. Pd., A.S. Karmawijawa,
S.E.; (b) nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen organisasi tanpa diikuti tanda titik, contohnya DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat), KTP (Kartu Tanda Penduduk); (c) singkatan umum yang terdiri dari tiga huruf atau
lebih diikuti satu tanda titik, contohnya dll. (dan lain-lain), dsb. (dan sebagainya); dan (d)
lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tanpa diikuti
tanda titik, contohnyacm (sentimeter), kg (kilogram).
Pada penulisan akronim terdiri atas: (a) nama diri yang berupa gabungan huruf awal
dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital, contohnya ABRI (Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia), LAN (Lembaga Administrasi negara); (b) nama diri berupa
gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf
awal huruf kapital, contohnya Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia);
dan (c) bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata ataupun gabungan huruf dan
suku kata dari deret seluruhnya ditulis dengan huruf kecil, contohnya rudal (peluru kendali),
tilang (bukti pelanggaran).

i. Penulisan Angka dan Bilangan


Aturan yang ditetapkan dalam ejaan yang disempurnakan dalam hal penulisan akngak
meliputi: (a) angka arab atau romawi, contohnya 0, 1,2, 3, 4, ... (angka arab), I, II, III, IV...
(angka romawi); (b) menyatakan ukuran panjang, satuan waktu, nilai uang, dan kuantitas,
contohnya 5 sentimeter, 1 jam 20 menit, Y100, 27 orang; (c) melambangkan nomor jalan,
rumah, apartemen atau kamar pada alamat, contohnya Jalan Cenda I No, 13; dan (d)
menomori bagian karangan dan ayat kitab suci, contohnya BabX, Pasal 5, halaman 52,
Amsal 21:5.

Penulisan lambang bilangan diatur dalam hal-hal berikut ini: (a) Penulisan lambang
bilangan dengan huruf dilakukan sebagai bilangan utuh dan pecahan, contohnya 12 (dua
belas), 1/2 (setengah); (b) penulisan lambang bilangan tingkat, contohnya Paku Bowono X;
(c) penulisan lambang bilangan dengan akhiran –an, contohnya tahun 60-an; (d) penulisan
lambang dinyatakan dinyatakan dengan satu atau dua kata, contohnya tiga ratus ekor aya,;
(e) penulisan lambang pada awal kalimat menggunakan huruf, contohnya Lima belas orang
tewas; (f) angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
mudah dibaca, contohnya 250 juta; (g) bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti kuitansi, contohnya dua puluh
orang pegawai; dan (h) jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya
harus tepat, contohnya Rp 200,00 (dua ratus rupiah).

4. Penulisan Unsur-Unsur Serapan


Unsur serapan dalam bahasa Indonesa dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama,
unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle,
cock, dan long march. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi
pengucapannya masih mengikuti cara bahasa asing. Kedua, unsur asing yang pengucapannya
dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia dan diubah seperlunya
sehingga bentuk bahasa Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Di
samping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh.
Kata seperti standarisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh disamping kata
standar, implementasi, dan objek.
Pedoman Ejaan yang Disempurnakan mengatur kaidah ejaan yang berlaku sebagai
unsur-unsur serapan. Beberapa kaidah yang berlaku misalnya c di muka a, u, o dan konsonan
k ( cubic menjadi kubik, construction menjadi konstruksi), q menjadi k (aquarium menjadi
akuarium, frequency menjadi frekuensi), f tetap f (fanatic menjadi fanatik, factor menjadi
faktor), ph menjadi f (phase menjadi fase, physiology menjadi fisiologi). Akhiran-akhiran
bahasa asing pun dapat diserap dan disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, misalnya
akhiran -age menjadi –ase, -ist menjadi –is, -ive menjadi –if. Akan tetapi, dengan berbagai
kaidah unsur serapan tersebut, kesalahan penyerapan masih seringkali dilakukan oleh para
pemakai bahasa.
Proses penyerapan kata dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonsia dapat
dipertimbangkan jika salah satu syaratnya terpenuhi yakni istilah serapan yang dipilih cocok
konotasinya, istilah yang dipilih lebih singkat dibandingkan dengan terjemahan
Indonesiannya, dan istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya
kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya. Kata serapan masuk ke dalam
bahasa Indonesia masuk melalui beberapa cara sebagai berikut.
a. Cara adopsi, yang terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata
asing itu secara keseluruhan, contohnya supermarket, plaza, mall.
b. Cara adaptasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing itu,
sedangkan ejaan atau penulisannya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia,
contohnya pluralization menjadi pluralisasi, acceptability menjadi akseptabilitas.
c. Penerjemahan, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung
dalam bahasa asing itu, kemudian kata tersebut dicari padanannya dalam bahasa
Indonesia, contohnya overlap menjadi tumpang tindih, try out menjadi uji coba.
d. Kreasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada dalam
bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara penerjemahan, akan tetapi memiliki
perbedaan. Cara kreasi tidak memiliki bentuk fisik yang mirip seperti terjemahan. Hanya
saja kata yang ada dalam bahasa asing ditulis dalam satu kata, sedangkan dalam bahasa
Indonesia hanya dua atau tiga kata saja, contonya effective menjadi berhasil guna.
Berikut ini beberapa unsur serapan dari istilah asing ke dalam bahasa Indonesia.
Unsur Serapan Bahasa Asing Bahasa Indonesia
aa (Belanda) menjadi a Octaaf Oktaf
c (Sansekerta) menjadi s Capda Sabda
ee (Belanda) menjadi e Stratosfeer Strarosfer
ie (Belanda) menjadi i jika Politiek Politik
lafalnya i
oe (oi Yunani) menjadi e Oesterogen Esterogen
kh (Arab) tetap kh Khusus Khusus
oo (Belanda) o Komfoor Kompor
-ty, -teit (Belanada) menjadi University,universiteit Univeritas
–tas

5. Pemakaian Tanda Baca


Pemakaian tanda baca dalam Ejaan yang Disempurnakan meliputi tanda titik, tanda
koma, tanda titik koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda elipsis, tanda tanya,
tanda seru, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda garis
miring, dan tanda penyingkatan atau apostrof.
a. Tanda Titik (.)
Tanda titik dipakai beberapa ketentuan diantaranya: (a) pada akhir kalimat yang
bukan pertanyaan, contohnya Ayahku tinggal di palangka Raya; (b) dipakai dibelakang
angka atau huruf dalam satu bagan, ikhtisar atau daftar, contohnya a. Tahapan kegiatan atau
1. Prapenulisan; (c) untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu, contohnya pukul 09.12.33; (d) untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu, contohnya 09.12.33 jam; (e) dalam komponen penulisan daftar
pustaka, contohnya Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Waltervreden: Balai
Pustaka; (f) digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya, tidak dipakai
untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah,
contohnya 33.333 orang, tahun 1999, halaman 123; (g) dipakai pada akhir judul yang
merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel dan sebagainya, contohnya Peranan
Promosi dalam Meningkatkan Penjualan di Perusahaan Surya Motor Palangka Raya; dan
(h) tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat atau nama dan alamat
penerima surat, contohnya Jalan Bikotin (tanpa titik), Palangka Raya (tanpa titik).

b. Tanda Koma (,)


Tanda koma digunakan dalam beberapa hal berikut ini: (a) di antara unsur-unsur
dalam suatu perincian atau pembilangan, contohnya satu, dua, ... lima!; (b) untuk
memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului oleh
kata seperti atau melainkan, contohnya ia ingin datang, tetapi hari hujan; (c) untuk
memisahkan anak kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Tanda koma
tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mengiringi induk kalimatnya, contohnya karena sibuk, ia lupa akan janjinya; (d) di belakang
kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di
dalamnya kata oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi, contohnya oleh
karena itu, kita harus berhati-hati; (e) untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,
kasihan dari kata-kata lain yang terdapat dalam kalimat, contohnya o, begitu. Wah, bukan
main!; (f) untuk memisahkan petikan langsung dari kalimat lain dalam kalimat, contohnya
kata ibu, “Saya gembira sekali; (g) terletak diantara nama dan alamat, bagian-bagian alamat,
tempat dan tanggal, nama tempat dan atau wilayah atau negeri yang ditulis berurutan,
contohnya Sdr. Abdullah, jalan Pisang batu 1, Bogor; (h) untuk memeisahkan bagian nama
yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka, contohnya Alisyahbana, Sultan Takdir. 1949.
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT. Pustaka Rakyat; (i) di
antara bagian-bagian dalam catatan kaki, contohnya W.J.S Bahasa Indonesia Untuk Karang-
Mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hal. 4; (j) diantara nama orang dan gelar
akademik yang mengikutinya untuk membedakan dari singkatan nama diri, keluarga atau
marga, contohnya B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A.; (k) di depan angka persepuluhan
atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka, contohnya 12,5 m, 3,4 miliyar;
(l) untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi, contohnya Guru
saya, Pak Wahyu, pandai sekali.; (m) untuk menghindari salah baca, diletakkan di belakang
keterangan yang terdapat pada kalimat awal, contohnya Atas bantuan Anda, saya ucapkan
terima kasih; (n) tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru,
contohnya “Di mana Saudara tinggal?” Tanya Karim.

c. Tanda Titik Koma (;)


Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
atau setara, contohnya Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga. Selain itu, tanda
titik koma juga digunakan sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk, contohnya: Ayah sibuk mengurus kebun itu; Ibu
sibuk memasak di dapur; dan adik menghafal nama-nama pahlawan.

d. Tanda titik Dua (:)


Tanda titik dua digunakan pada akhir suatu penyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau
pemerian, namun tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri penyataan, contohnya: Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi,
meja, dan lemari. Selain itu, tanda titik dua juga digunakan sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian, contohnya: Ketua: Ahmad Wijaya. Berikutnyam tanda titik dua
digunakan dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan,
contohnya: Ibu: (sambil melotot) “Jangan nakal”. Tanda titik dua juga dipakai di antara jilid
atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat dalam kitab suci, diantara judul dan anak
judul suatu karangan, serta nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan, contohnya:
Tempo: I (1971), 34:7.

e. Tanda hubung (-)


Tanda hubung dipakai dalam beberapa hal, diantaranya: (a) untuk menyambung suku-
suku kata dasar yang terpisah oleh perhatian baris, contohnya: Di samping, cara-cara lama
itu ada juga cara-cara yang baru; (b) menyambung awalan dengan bagian kata di
belakangnya atau akhiran dengan bagian kata depannya pada perantian baris, contohnya:ka-
mi ada cara untuk mengukur tanah; (c) menyambung unsur-unsur kata ulang, contohnya:
berulang-ulang; (d) menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan perbagian tanggal,
contohnya: p-a-n-i-t-i-a, 09-12-2016; (e) dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-
bagian kata atau ungkapan dan penghilangan bagian kelompok kata, contohnya: ber-evolusi,
dua puluh lima-ribuan; (f) untuk merangkaikan se- dengan kata berikutnya yang
menggunakan huruf kapital, ke- dengan angka, angka dengan –an, singkatan huruf kapital
dengan imbuhan atau kata, dan nama jabatan rangkap, contohnya: se-Indonesia, ke-2, tahun
50-an, sinar-X; dan (g) untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan bahasa asing,
contohnya: di-smash.

f. Tanda Pisah (―)


Tanda pisah digunakan untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang
memberikan penjelasan di luar bangun kalimat, contohnya: Kemerdekaan bangsa itu―saya
yakin akan tercapai di―perjuangkan oleh bangsa itu sendiri. Tanda pisah juga berguna
untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas, contohnya: Rangkaian temuan ini ―evolusi, tori kenisbian, dan kini
juga pembelahan otonom―telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta. Tanda pisah
pun digunakan di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti „sampai ke‟ atau „sampai
dengan‟, contohnya: 1993-1996.

g. Tanda Elipsis (...)


Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, contohnya: kalau
begitu...ya, marilah kita bergerak. Selain itu, tanda elipsis juga dipakai untuk menunjukkan
bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan, contohnya: Sebab-
sebab kemerosotan...akan diteliti lebih lanjut.

h. Tanda Tanya (?)


Tanda tanya digunakan pada akhir kalimat tanya dan di dalam tanda kurung untuk
menyatakan bagian kalimat disangsikan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya,
contohnya: Kapan ia berangkat?, Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
i. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang
kuat, contohnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!

j. Tanda Kurung ((...))


Tanda kurung digunakan pada hal-hal berikut ini: (a) mengapit keterangan tambahan
atau penjelas, contohnya: Bagian perencanaan sedang menyusun DIK (Daftar Isian
Kegiatan) kantor itu; (b) mengapit keterangan atau penjelasan, contohnya: Kami pergi ke
“Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) sore ini; (c) mengapit huruf atau kata yang
kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan, contohnya: Pejalan kaki itu berasal dai (kota)
Surabaya; dan (d) mengapit angka atau huruf yang merinci suatu urutan atau keterangan,
contohnya: Fakta produksi menyangkut masalah: (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

k. Tanda Kurung Siku ([...])


Tanda kurung siku digunakan untuk mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai
koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat dalam naskah asli,
contohnya: Sang Purba men[d]engar bunyi gemerisik. Tanda kurung siku juga mengapit
keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung, contohya: Persamaan kedua
proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam bab II [lihat halaman 35-38]) perlu
dibentangkan di sini.

l. Tanda Petik (“...”)


Tanda petik digunakan pada bagian-bagian berikut ini: (a) mengapit petikan langsung yang
berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain, contohnya: “Saya belum siap”
kata Mira “Tunggu sebentar”; (b) mengapit judul syair, karangan, atau bab buku, yang
dipakai dalam kalimat, contohnya: Bacalah “Bola lampu” dalam buku dari satu masa, dari
satu tempat; (c) mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus, contohnya: Ia memakai celana “cutbrai”; (d) tanda petik penutup mengikuti tanda
baca yang mngakhiri petikan langsung, contohnya: Kata Tono. “Saya juga minta satu.”; dan
(e) tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan dibelakang tanda petik yang
mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat,
contohnya: Bang Asep sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya. Karena
warna kulitnya, ia mendapat julukan “Si Hitam”

m. Tanda Petik Tunggal („...‟)


Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang tersusun dalam petikan lain,
contohnya: Hasan bertanya padaku “Kau dengar bunyi „kring, kring‟ tadi?”. Juga dipakai
dalam mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata, atau ungkapan asing, conohnya:
feed-back „balikan‟.

n. Tanda Garis Miring (/)


Tanda garis miring dipakai dalam nomor alamat surat dan penandan masa satu tahun
yang terbagi dalam dua tahun takwim, contohnya: No. 7/PK/2012, Jalan Keramat III/10,
Tahun anggaran 2017/2018. Tanda garis miring juga dipakai sebagai pengganti kataatau dan
tiap, contohnya: dara/laut, Rp. 250.000/lembar.

o. Tanda Penyingkat atau Apostrof („)


Tanda penyingkat atau apostrof dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata
atau bagian angka tahun, contohnya: Ali „kan datang („kan=akan), Pagi „tlah tiba
(„tlah=telah).

Evaluasi
1. Jelaskan sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia!
2. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
huruf kapital!
3. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
huruf miring!
4. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
tanda titik!
5. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
tanda koma!
6. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
tanda hubung!
7. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
tanya!
8. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
angka!
9. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
pelafalan huruf!
10. Jelaskan penulisan unsur serapan!

MATERI 4

KALIMAT BAHASA INDONESIA


Aktivitas menulis maupun mengarang adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta,
perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas dan efektif. Menarik atau tidak menarinya sebuah
tulisan tidak hanya disebabkan oleh masalah yang disajikan, tetapi lebih dari itu, yakni
berkaitan dengan kemampuan penulis menyajikan masalah itu kepada masyarakat.
Komponen penyajian ini dilihat dari penataan dan pengorganisasian gagasan, serta
pemanfaatan perangkat kebahasaan oleh penulis. Berkaitan dengan masalah perangkat
kebahasaan ini, terdapat dua hal pokok yakni ejaan dan kalimat efektif. Tentunya kedua hal
ini sangat erat kaitannya. Pada dasarnya, setiap gagasan yang dimiliki seseorang dituangkan
dalam bentuk kalimat. Kalimat yang menampung gagasan itu haruslah memenuhi syarat
gramatikal dan persyaratan efektivitas. Kalimat merupakan salah satu bentuk bahasa yang
mencoba menyusun dan menuangkan gagasan orang lain. Artinya kalimat harus memeuni
sasaran, mampu menimbulkan pengaru, menimbulkan kesan, dan meneribtan selera baca.
Pada Materi 4 ini akan mengutarakan sejumlah hal penting sehubungan dengan Kalimat
Bahasa Indonesia yakni mencakup: Pengertian Kalimat, Struktur Kalimat, Unsur-Unsur
kalimat, Kalimat Efektif, dan Penalaran atau Logika Kalimat.

I. PENGERTIAN KALIMAT
Kalimat dapat dipahami sebagai satuan bahasa terkecil yang digunakan untuk
menyampaikan suatu gagasan atau ide (Gie, 2002). Kalimat sebagai satuan bahasa secara
relatif berdiri sendiri, mempunyai intonasi akhir, dan secara aktual serta potensional terdiri
atas klausa. Secara umum dapat dikatakan bahwa satuan-satuan bahasa lebih besar yang ada
di atas tataran kalimat adalah paragraf atau wacana. Ide atau gagasan ini pertama-tama dapat
dinyatakan lewat satuan bahasa terkecil yang mampu mengemban gagasan atau ide itu, yakni
entitas kalimat. Sebuah kalimat membicarakan tentang hubungan antar klausa yang satu
dengan yang lainnya. Secara umum dapat disampaikan bahwa satuan-satuan bahasa lebih
besar ada di atas tataran kalimat adalah paragraf dan wacana.
Dalam konteks pemakaian lisan, paragraf atau alinea dapat disebut sebagai pratone.
Berkaitan dengan sebutan fungsi, bila terdapat untaian kalimat, baik pendek maupun panjang,
kalau di dalam kalimat itu tidak terdapat unsur subjek dan predikatnya, sebuah kalimat tidak
dapat disandang oleh bentuk kebahasaan itu. Dimensi fungsi kalimat memiliki unsur subjek,
predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Dalam bahasa Indonesia bahwa kesejstian subjek
ditentukan oleh predikatnya. Predikat kalimat juga dapat diketahui identitasnya jika subjek
kalimat itu jelas. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mencermati pengertian kalimat
seperti yang ditunjukkan sebelumnya maka perlu pembahasan lebih mendalam berkaitan
dengan unsur-unsur kalimat yang akan diuraikan dalam pokok bahasan ke II berikutnya.

II. UNSUR-UNSUR KALIMAT


Sosok kalimat juga dapat hadir karena terbangun dari unsur-unsur pembangun kalimat
itu. Tanpa unsur pembangun yang jelas kejatiannya, sebuah kalimat tidak pernah akan dapat
terwujud dengan benar dan dengan makna yang baik. Unsur-unsur kalimat meliputi subjek,
predikat, objek, pelengkap, dan keterangan (Lyson, 1981). Berikut ini pemaparan dari unsu-
unsur kalimat tersebut.
1. Unsur Subjek
Unsur pembentuk kalimat pertama disebut dengan subjek. Dalam kalimat, subjek
tidak selalu berada di depan kalimat. Adakalanya, subjek itu terletak dibelakang predikat
terutama sekali untuk kaimat yang berdiatesis pasif. Ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mengetahui keberadaan subjek kalimat. Cara pertama adalah dengan
mempergunakan pernyataan siapa+yang+predikat apabila subjek itu adalah subjek orang,
atau apa+yang+predikat bilamana yang menjadi subjek tu bukan orang. Di depan sudah
dikatakan bahwa sebuah subjek tidak selalu terletak di depan predikat. Perhatikan contoh
kalimat berikut ini.
a. Adik sedang belajar
b. Di dalam rumah itu telah ditemukan bom ukuran besar yang siap meledak
c. Atas perhatian bapak kami ucapkan terima kasih
Pada kalimat (a) dengan menerapkan formula tersebut, maka pertanyaannya adalah
Siapa yang sedang belajar? Jawabannya tentu adalah Adik . Oleh sebab itu, subjek pada
kalimat (a) adalah adik. Pada kalimat (b) dengan menerapkan pola pertanyaan, maka rumusan
pertanyaannya adalah Apa yang telah ditemukan di dalam rumah itu? Adapun rumusan
jawabannya adalah bom ukuran besar yang siap meledak. Jadi, jelas sekali bahwa bentuk
kebahasaan itu adalah subjek kalimatnya.
Selain cara tersebut, subjek kalimat dapat ditemukan dari ciri kearifannya. Adapun
yang dimaksud dengan kearifan adalah kepastian. Dalam bahasa Indonesia, subjek kalimat
memiliki ketakrifan seperti untuk nama-nama orang dan kata ganti orang (pronomina), tidak
perlu ditambah kata itu, ini atau tersebut sebab kata teperti itu dapat menimbulkan ketidak
pastian selain itu kata yang tersebut telah ditunjukkan di depan. Bentuk-bentuk kebahasaan
yang memiliki ketakrifan sebagaimana contoh kalimat di bawah ini.
a. Karangan itu tidak baik.
b. Mencermati persoalan yang sulit itu, saya menjadi bingung kembali.
c. Anak nakal itu menangis tak henti-hentinya dari tadi.
Subjek kalimat (a) adalah karangan itu, tanpa harus menetapkan formula pertanyaan
seperti yang disebutkan sebelumnya, sudah dapat diidentifikasi subjek kalimatnya.
Sedangkan bentuk itu dalam kalimat (b) yang ditempatkan di belakang keterangan subjek,
yakni persoalan yang sulit, juga menjadikan frasa itu secara keseluruhan berubah menjadi
subjek kalimat. Subjek kalimat juga dapat didahului oleh kata bahwa. Bilamana sebuah
kalimat itu merupakan kalimat pasif, maka bagian yang diawali dengan kata bahwa adalah
sumber subjek. Pada kalimat (c) bentuk kebahasaan yang berbunyi anak nakal itu adalah
subjek dari kalimat di atas.

2. Unsur Predikat
Predikat memiliki karakter yang tidak sama dengan subjek. Akan tetapi, kesejatian
sebuah subjek menjadi jelas juga karena ada predikat kalimatnya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sesungguhnya subjek dan predikat kalimat itu sama-sama menjadi unsur
pokok dalam kalimat. Untuk dapat mengidentifikasi predikat kalimat adalah dengan
menggunakan formula pertanyaan bagaimana atau mengapa. Bilamana dicermati dari
dimensi maknanya, bagian kalimat yang memberikan informasi ihwal pertanyaan bagaimana
dan mengapa adalah predikat kalimat itu. Berikut ini adalah conroh dari predikat yang
terdapat dalam kalimat.
a. Vendi menangis tersedu-sedu.
b. Jumlah korban gempa Sumatra adalah seribu orang.
Predikat dalam kalimat (a) juga dapat diidentifikasi dengan cara mencari kata adalah
atau ialah di dalamnya. Lazimnya, kata adalah atau ialah digunakan sebagai predikat
kalimat nominal. Adapun yang dimaksud dengan kalimat nominal adalah kalimat yang
predikatnya bukan verba atau kata kerja. Pada kalimat (b) terdapat kalimat yang tidak
memiliki verba sebagai predikat, kata adalah atau ialah berfungsi sebagai predikatnya pada
kalimat nominal itu.
Selain kedua cara itu, ada cara lain untuk mengidentifikasi predikat kalimat adalah
dengan cara menegasikannya. Predikat kalimat yang berupa kata kerja dan kata sifat dapat
menegasikan kata tidak. Akan tetapi, jika predikat dalimat itu nomina atau kata benda,
penegasian itu dilakukan dengan menggunakan kata bukan. Contohnya Dia bkan mahasiswa
kampus itu lagi sejak 2009. Jadi jelas, bagian kalimat yang mengikuti penegasi tidak dan
bukan itulah predikat kalimatnya.
Ciri lain dari predikat kalimat adalah verba dan adjektiva yang menjadi predikat itu
dapat diawali oleh kata-kata penunjuk aspek dan modalitas seperti telah, sudah, belum,
sedang, akan, ingin, hendak, mau. Dengan demikian, predikat kalimat adalah bagian yang
menyertai kata-kata aspek dan modalitas yang telah disebutkan. Berikut ini contoh
kalimatnya, Pembantu rumah tangga ingin menjadi kaya juga sesungguhnya.

3. Unsur Objek
Dalam banyak hal dapat dikatakan bahwa objek kalimat berlawanan dengan subjek
kalimat. Tempatnya juga hampir berlawanan di dalam kalimat. Objek kalimat hanya
dimungkinkan hadir dalam kalimat apabila predikat kalimat tersebut merupakan verba atau
kata kerja yang sifatnya aktif transitif. Dengan demikan dapat dikatakan bahwa objek
kalimat tidak akan hadir dalam kalimat apabila tidak terdapat dalam kalimat pasif dan
kalimat itu merupakan kalimat verba intransitif. Objek kalimat mutlak hadir dalam kalimat
yang memiliki verba transitif, lazimnya berawalan me-. Bentuk verba yang berawalan ber-
dan berafiks ke-an hampir pasti tidak pernah kehadiran objek. Perhatikan contoh kalimat
berikut, Vandi mendapat hadiah. Unsur hadiah pada kalimat tersebut adalah objeknya.
Sebab, dia hadir setelah verba berawalan me-, jadi verba itu bersifat transitif. Akan tetapi,
pada kalimat berikut ini objek justru tidak dapat hadir seperti Vendi dilahirka di Yogyakarta.
Ciri lain dari objek kalimat adalah bentuk kebahasaan itu selalu terletak langsung
dibelakang predikat. Dalam struktur kalimat dasar, yakni kalimat dengan pola S-P-O dalam
dalam kalimat yang berpola S-O-P, sangat jelas kelihatan bahwa objek itu tidak pernah
mendahului predikatnya. Berikut contohnya Vendi mendapatkan penghargaan dari
sekolahnya, pada kalimat berstruktur tersebut, objk kalimat penghargaan berada di belakang
predikat.
Ciri objek kalimat berikutnya adalah bentuk kebahasaannya dapat menjadi subjek di
dalam kalimat pasif. Seperti pada kalimat berikut Vendi mendapatkan penghargaan besar
itu. Pada kalimat itu terbukti bahwa kalimat itu merupakan kalimat aktif transiti, unsur
pengahrgaan besar itu, merupakan objek kalimat.
Ciri berikutnya, sebuah objek kalimat adalah bentuk kebahasaan yang tidak dapat
diawali dengan preposisi atau kata depan. Contohnya Vandi menulis surat, antara predikat
menulis dan objek surat tidak perlu ada preposisi atau kata depan yang menyelanya.

4. Unsur Pelengkap
Dalam kalimat pasif, pelengkap tidak dapat menempati fungsi subjek. Pada posisi
yang sama, objek dapat menempatinya. Maka, inilah sesungguhnya perbedaan mendasar
antara objek dan pelengkap. Selain perbedaan yang mendasar itu, memang terdapat
kesamaan antara objek kalimat dan pelengkap. Kesamaan itu meliputi, keduanya harus hadir
untuk melengkapi kata kerja dalam kalimat, keduanya tidak dapat diawali oleh preposisi atau
kata depan, dan dua-duanya menempati posisi di belakang kalimat. Perhatikan contoh
kalimat di bawah ini.
a1. Ibu memberi saya baju baru.
a2. Ayah membelikan saya baju baru.
Pada kedua kalimat di atas tampak jelas bahwa bentuk baju baru, adalah pelengkap
dalam kalimat tersebut. Akan tetapi, pada kedua kalimat berikut ini, bentuk kebahasaan yang
baru ternyata dapat memiliki fungsi yang tidak sama. Berikut kalimatnya
b1. Vendi berjualan buku cerita
b2. Vendi menjual buku cerita
Pada kalimat b1 dan b2 nampak perbedaan antara objek dan pelengkap di dalam
kalimatnya. Pada kalimat b1 bentuk buku cerita adalah pelengkap. Bentuk kebahasaan itu
melengkapi verba, yang berciri aktif transitif. Sebaliknya di dalam kalimat b2 bentuk buku
cerita adalah objek kalimat. Dikatakan sebagai objek karena bentuk kebahasaan itu
melengkapi verba atau kata kerja di dalam kalimat tetapi bersifat transitif. Ciri lain yang
menunjukan bahwa kebahasaan itu adalah sebuah pelengkap bukan objek kalimat adalah
verba yang mendahuluinya merupakan verba berawalan ber- . Selain itu, bentuk-bentuk
berafiks ke-an seperti kehilangan, kedatangan, kemasukan, kecopetan, juga selalu diikuti oleh
pelengkap.

5. Unsur Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat yang sifatnya tidak wajib hadir. Berbeda dengan
subjek, predikat, objek, dan pelengkap yang sifatnya wajib hadir. Dengan tanpa kehadiran
keterangan itu, kalimat tetap saja berciri gramatikal. Maka, keterangan kalimat itu
sesungguhnya dapat disebut sebagai unsur luaran atau unsur periferal. Adapun fungsinya
adalah untuk menambahkan informasi pada kalimat itu. Informasi yang hendak ditambahkan
itu berupa tempat, waktu, cara, syarat, sebab,tujuan, dan sebagainya. Perbadaan keterangan
dengan unsur-unsur kalimat lainnya memiliki ciri keterangan yang didahului oleh preposisi
atau kata depan. Apabila subjek, objek, dan pelengkap kalimat itu dilarang keras diawali
oleh preposisi, keterangan justru sebaliknya diawali oleh preposisi. Ciri yang juga
membedakan unsur kebahasaan itu dengan unsur kalimat yang bersifat wajib hadir adalah
keterangan tidak terikat posisi. Keterangan dapat berada di depan, tengah, atau diakhir
kalimat. Kalimat berikut ini digunakan untuk memperjelas kalimat keterangan.
a. Kemarin, adik pergi ke Jakarta
b. Adik pergi ke Jakarta kemarin
c. Adik, kemarin pergi ke Jakarta
Pada kalimat di atas menunjukkan keterangan bersifat lentur, tidak kaku seperti unsur
kebahasaan lain yang ditujukkan di bagian depan. Kata ketrangan jauh lebih mudah
diidentifikasi oleh siapa saja. Keterangan dapat dibedakan atar beberapa macam. Misalnya
keterangan waktu, tempat, tujuan, cara, pewatas, tambahan, aposisi. Satu jenis keterangan
yang sangat perlu dicatat yakni keterangan aposis. Keterangan yang merupakan aposisi itu
dapat diwujudkan dengan tiga cara, yakni dengan pengapitan tanda kurung, pengapitan tanda
koma, dan pengapitan tanda pisah (-) seperti pada contoh kalimat berikut: Dosen saya yang
baru (Bapak Kunjana Rahardi) sedang berada di Jakarta.

III. STRUKTUR KALIMAT


Berdasarkan bentuknya, kalimat dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi dua
yakni kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Adapula yang menyebutkannya sebagai kalimat
dasar dan kalimat majemuk, atau kalimat sederhana dan kalimat luas. Jika disimpulkan maka
bentuk atau struktur kalimat dalam bahasa Indonesia terdiri dari kalimat dasar dan kalimat
majemuk (Lyson, 1977). Berikut ini pemparannya.
1. Struktur Kalimat Dasar
Kalimat dasar atau kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya memiliki satu subjek
dan satu predikat. Fakta kebahasaan demikianlah yang menyebabkan kalimat tersebut
sebagai kalimat tunggal. Kalimat dasar dapat berwujud dua macam yakni, (a) kalimat
tunggal murni, seperti bentuk Adik tidur; (b) kalimat yang diperluas oleh keterangan tertentu,
misalnya Adik menangis dipinggir kebun belakang, sekalipun bentuk kebahasaannya panjang
namun kalimat tersebut hanya terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Dalam bahasa
Indonesia dikenal 6 struktur atau pola kalimat tunggal, yakni sebagai berikut:
a. Subjek (KB) + Predikat (KK)
b. Subjek (KB) + Predikat (KK) + Objek (KB)
c. Subjek (KB) + Predikat (KK) + Objek (KB) + Objek (KB)
d. Subjek (KB) + Predikat (KS)
e. Subjek (KB) + Predikat (K. Bil)
f. Subjek (KB) + Predikat (KB)
Pola-pola kalimat tunggal di atas dapat diperluas agar mendapatkan struktur yang
bermacam-macam dan lebih panjang. Demikian pula strukturnya dapat dimodifikasi
susunannya, sehingga dapat ditemukan struktur kalimat dengan pola yang baru. Kalimat
tunggal yang bermacam-macam di dalam sebuah karangan dapat ditarik kembali pola
susunannya dan pasti akan termasuk di dalam satu pola. Contoh kalimat yang berstruktur
tunggal atau sebagai kalimat tunggal Adik sedang tidur; Orang yang datang sebanyak 10
orang; dan Mereka tidak pernah merasa nyaman.

2. Struktur Kalimat Majemuk


Struktur kalimat majemuk adalah kalimat majemuk setara atau kalimat luas setara.
Konstruksi kalimat majemuk setara sangat sederhana, yakni beberapa kalimat dasar atau
tunggal, yang kemudian digabungkan dengan konjungsi atau kata penghubung. Kata
penghubung yang mempunyai tugas sebagai koordinatif demikian ini lazim disebut sebagai
konjungsi koordinatif. Konjungsi yang memiliki tugas sebagai koordinatif diantaranya dan,
atau, sedangkan, tetapi dan melainkan. Antara klausa yang satu dan lainnya disambungkan
dengan konjungsi-konjungsi tersebut yang memiliki kedudukan setara atau sejajar. Berikut
ini contoh kalimatnya Adik sedang tidur, sedangkan Ibu sedang memasak di dapur.
Selanjutnya, jenis kalimat majemuk bertingkat atau kalimat majemuk tidak setara. Di
dalam kalimat majemuk bertingkat hubungan antara klausa yang satu dan yang lainnya
adalah induk dan anak kalimat. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa sesungguhnya
yang satu menjadi sub bagi klausa yang lainnya, karena ciri tersebut kalimat majemuk
bertingkat sering disebut pula sebagai kalimat majemuk subordinatif. Konjungsi yang
menghubungkan klausa yang satu dengan yang lainnya juga disebut sebagai konjungsi atau
kata penghubung subordinatif. Konjungsi subordinatif melekat pada unsur klausa anak,
bukan pada klausa induk. Konjungsi subordinatif membawa hubungan makna antarklausa
yang ada di dalam kalimat majemuk bertingkat. Makna-makna itu misalnya saja adalah
makna hubungan waktu, tempat, syarat, sebab, dan masih banyak lagi. Berikut ini contoh
kalimatnyameskipun sakit, dia tetap berusaha datang. Jenis kalimat majemuk yang terdapat
dalam contoh kalimat tersebut adalah kalimat majemuk campuran. Dikatakan sebagai
kalimat majemuk campuran karena di dalamnya memang terdapat campuran antara
konstruksi kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk setara. Selanjutnya, kalimat
majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk beringkat rapatan dua unsur subjek yang sama
pada klausa-klausa kemudain dirapatkan menjadi satu. Berikut ini kalimat contohnya Karen
sakit, ia tidak masuk sekolah hari ini. Kalimat tersebut merupakan kalimat majemuk rapatan
karena bentuk asli kalimat itu terbuat dari kalimat yang bersubjek sama, yakni subjek ia.
Selanjutnya dapat pula dijelaskan bahwa menurut fungsinya kalimat dibedakan
menjadi kalimat deklaratif, pertanyaan, perintah, dan seruan. Kalimat deklaratif atau
pernyataan akan digunakan oleh seseorang jika dia hendak menyampaikan informasi kepada
orang lain, misalnya Ruangan ini panas sekali. Dalam konteks tulis, tentu saja ada informasi
yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembacanya, atau dalam konteks lisan,
informasi atau pesan yang hendak disampaikan oleh pembicara kepada pendengarnya.
Adapun kalimat pertanyaan atau interogatif digunakan untuk meminta jawaban atau untuk
memperoleh informasi dari seseorang, contoh kalimatnya Siapa yang akan berangkat malam
ini? Kalimat perintah atau imperatif digunakan untuk menyuruh atau melarang orang
melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu, misanya Jangan bergerak! Jenis kalimat yang
terakhir adalah kalimat seruan atau emfatik yang digunakan untuk ungkapan perasaan yang
kuat dan dinyatakan secara mendadak, misalnya Aduh, betapa sulitnya soal itu!

IV. KALIMAT EFEKTIF


Kalimat tidak dapat hanya dipahami sebagai bangunan kebahasaan yang minimal
terdiri dari unsur subjek dan predikat. Kalimat juga tidak dapat hanya dipahami sebagai
satuan kebahasaan terkecil yang dapat digunakan untuk mengungkapkan ide atau gagasan
yang utuh. Akan tetapi, lebih dari semuanya itu, sebuah kalimat harus dapat dipahami sebagai
entitas kebahasaan yang mampu menimbulkan kembali gagasan atau ide yang ada dalam diri
penulis, pesis sama dengan ide atau gagasan yang dimiliki pembacanya. Dalam konteks
tuturan lisan, sebuah tuturan yang efektif itu harus dapat membangkitkan kembali gagasan
yang dimiliki oleh pendengar, persis sama dengan apa yang dimiliki oleh pembicara. Itulah
sesungguhnya yang dimaksud dengan kalimat efektif atau dalam konteks pemakaan lisan
disebut dengan tuturan efektif. Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan
untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti
apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Kalimat sangat mengutamakan kefektifan
informasi, sehingga kejelasan kalimat dapat terjamin (Kartanegara, 205). Sebuah kalimat
efektif memiliki ciri khas sebagai berikut.
1. Sesuai dengan tuntutan bahasa baku. Kalimat ditulis dengan memperhatikan cara
pemakaian ejaan yang sudah tepat, menggunakan kata atau istilah baku atau sudah umum
digunakan, dan sesuai dengan kaidah tata bahasa.
2. Jelas. Kalimat itu mudah dipahami maksudnya. Maksud yang diterima pembaca sama
denga maksud yang terkandung dalam tulisan. Lawanya adalah kalimat yang
membingungkan, yang maksudnya sukar dipahami. Hal ini sering terjadi karena
penggunaan kalinat yang tidak lengkap, penggunaan unsur penjelas yang tidak pada
tempatnya, pemakaian tanda baca yang keliru, pemilihan kata yang tidak tepat untuk
pendukung gagasan, dan pencampuran anak kalimat yang tidak sejajar.
3. Ringkas atau lugas. Kalimat tidak berbelit-belit, sebab dengan menggunakan kata-kata
yang hemat, dapat mengungkapkan banyak gagasan. Dengan kata lain, menulis itu bukan
untuk mengumbar kata-kata, melainkan untuk menyampaikan gagasan secara efektif dan
ekonomis dengan menggunakan bahasa tulis. Menggunakan kata-kata yang boros dapat
mengakibatkan kesan penulis bukan hendak menyampaikan ide atau gagasan, tetapi
untuk bertele-tele dan menghabiskan waktu pembaca.
4. Memiliki kohesi kalimat maupun paragraf. Kalimat-kalimat yang digunakan
memperlihatkan suatu kesatuan dengan kata yang lain. Kesatuan ini tentu saja ada
hubungannya dengan kesatuan ide atau gagasan. Bila suatu tulisan terdiri dari kalimat-
kalimat yang satu sama lain tidak terkait secara baik berupa hubungan struktural maupun
sistematis, maka akan menimbulkan kesan bahwa tulisan itu tidak terencana dengan baik,
tetapi terpenggal-penggal, dan tambal sulam. Akhirnya menghilangkan kenikmatan
pembaca, bahkan tujuan tulisan pun tidak tercapai.
5. Kalimat harus hidup. Artinya kalimat yang digunakan adalah kalimat-kalimat yang
bervariasi. Ada variasi tentang pilihan kata, urutan kata dalam kalimat, bentuk kalimat,
gaya bahasa, perumpamaan atau perbandingan, dan panjang-pendeknya kalimat.
Menghidupkan tulisan merupakan hal yang penting, agar pembaca tidak cepat letih dan
bosan membaca tulisan tersebut. Bila tulisan dibuat dengan menggunakan pola atau gaya
yang sama terus-menerus, walaupun baik, namun akan dirasakan tidak enak karena
adanya monotonitas yang selalu sama dari waktu ke waktu hingga memancing kejenuhan
atau kebosannan pada diri pembaca.
6. Tidak ada unsur yang tidak berfungsi. Setiap kata dalam kalimat yang digunakan
semuanya memiliki fungsi, setiap kalimat yang ada dalam paragraf memiliki fungsi.
Kehadiran kalimat yang tidak memiliki fungsi maka akan mengaburkan subjek kalimat.

V. PENALARAN ATAU LOGIKA KALIMAT


Struktur gramatikal kalimat merupakan alat untuk merangkaikan sebuah pikiran atau
maksud dengan sejelas-jelasnya. Hal ini berarti ada unsur lain yang harus diperhitungkan
dalam pemakaian suatu bahasa. Unsur tersebut adalah segi penalaran atau logika. Jalan
pikiran penulis turut menentukan baik tidaknya seseorang, mudah tidaknya pikiran untuk
dipahami. Ini berarti kalimat-kalimat yang ditulis harus bisa dipertanggung jawabkan dari
segi akal yang sehat atau sesuai dengan penalaran. Suatu kalimat yang dapat dikatakan salah
atau tidak sesua dengan logika atau penalaran apabila salah bentuknya, artinya, fungsinya,
dan susunannya (Tarigan, 2009). Berikut ini contoh dari kesalahan kalimat tersebut.
1. Kesalahan bentuk dalam kalimat
Salah : Saya mendengarkan sudah hampir dua bulan ia dirawat.
Benar : Saya mendengar sudah hampir dua bulan ia dirawat di rumah sakit.
2. Kesalahan arti dalam kalimat
Salah : Saya sampaikan terima kasih kepada pengacara yang telah meberikan
kesempatan berbicara kepada saya.
Benar : : Saya sampaikan terima kasih kepada pengarah acara yang telah meberikan
kesempatan berbicara kepada saya
3. Kesalahan fungsi dalam kalimat
Fungsi kata dalam sebuah kalimat adalah sebagai subjek (S), predikat (P), objek (O),
keterangan (K), kata depan (preposisi), kata bantu, alat penghubung (konjungsi), dan
penunjuk (referensi)
Salah : Kepada yang belum melunasi uang SPP dilarang mengikuti ujian
Benar : Yang belum melunasi uang SPP dilarang mengikuti ujian
4. Kesalahan susunan dalam kalimat
Bahasa Indonesia mempunyai cara penulisan kata yaitu, yang diterangkan di depan
dan kata yang menerangkan dibelakang, untuk menyatakan miliki cukup dengan
menjajarkan benda yang dimiliki dengan benda yang dimiliki, dan hubungan antar kata pada
prinsipnya bersifat sintetis.
Salah : Menurut kabar yang saya dengar, ia akan datang inihari.
Benar : Menurut kabar yang saya dengar, ia akan datang hari ini.
Dalam kalimat juga dibicarakan tentang kesalahan logika. Sebuah kalimat harus dapat
diterima oleh akal yang logis. Walaupun dilihat dari segi tata bahasanya benar, namun jika
tidak logis maka kalimat tersebut tetap saja salah.
Salah : Waktu dan tempat kami persilahkan
Benar : bapak.... kami persilahkan (... diisi dengan nama orang yang dimaksudkan)
Evaluasi

1. Jelaskan bagaimana kedudukan kalimat dalam ilmu kebahasaan!


2. Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur kalimat dasar meliputi apa saja!
3. Mengapa unsur kalimat keterangan tidak wajib dalam sebuah kalimat?
4. Buatlah kalimat berdasarkan fungsinya!
5. Bagaimana subjek dan predikat dapat dengan mudah diidentifikasi dalam sebuah
kalimat?
6. Jelaskan perbedaan dasar antara objek dan pelengkap!
7. Jelaskan dan berikankan contoh mengenai kalimat efektif!
8. Buatlah dua kalimat efektif yang bersinonim!
9. Buatlah satu buah paragraf tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
di kalangan mahasiswa dengan menggunakan kalimat yang efektif!
10. Dalam refleksi Anda selama ini, apa yang menjadi studi tentang kalimat dalam bahasa
Indonesia itu terasa sulit? Dimanakah letak problem mendasarnya? Buatlah catatan
reflektif tentang semuanya itu di dalam buku Anda sendiri!

MATERI 5

PARAGRAF BAHASA INDONESIA


Seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik disebut dengan
paragraf. Kalimat-kalimat dalam paragraf mempelihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai
keterkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut. Sebuah paragraf mungkin terdiri
dari atas sebuah kalimat, mungkin terdiri atas dua buah kalimat, mungkin juga lebih dari dua
buah kalimat. Bahkan, sering kita temukan bahwa suatu paragraf berisi lebih dari lima buah
kalimat. Walaupun paragraf itu mengandung beberapa kalimat, tidak satu pun dari kalimat-
kalimat itu yang memperkatakan soal lain. Seluruhnya membicarakan satu masalah atau
sekurang-kurangnya bertalian erat dengan masalah itu. Pada 4 kali ini akan membahas
tentang Paragraf Bahasa Indonesia yang membahas tentang Definisi Paragraf, Persyaratan
Paragraf yang Baik, dan Pengembangan paragraf.

I. DEFINISI PARAGRAF
Paragraf merupakan bagian karangan yang terdiri atas beberapa kalimat yang
berkaitan secara utuh dan padu serta membentuk satu kesatuan pikiran (Tarigan, 2009).
Sebuah tulisan dapat dikatakan sebagai paragraf apabila memiliki kesatuan, kepaduan, dan
kelengkapan. Apabila sebuah paragraf itu bukan paragraf deskriptif atau naratif, maka secara
lahiriah unsur paragraf itu berupa kalimat topik atau kalimat utama, kalimat perkembangan
atau kalimat penjelasan, kalimat penegas, dan kalimat, klausa, prosa, dan penghubung.
Dalam sebuah karangan yang utuh, paragraf berfungsi untuk menandai pembukaan atau awal
ide/gagasan baru, juga sebagai pengembangan lebih lanjut tentang ide sebelumnya, atau
sebagai penegas terhadap gagasan yang diungkapkan terlebih dahulu.

II. PERSYARATAN PARAGRAF YANG BAIK


Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam definisi paragraf bahwa suatu paragraf
yang baik apabila memenuhi syarat kepaduan, kesatuan, dan kelengkapan paragraf (Gie,
2002). Berikut ini pemaparan dari ketiga syarat tersebut.
1. Kepaduan
Salah satu persyaratan paragraf yang baik adalah memenuhi syarat kepaduan. Agar
dapat mencapai kepaduan, langkah-langkah yang harus ditempuh adalah merangkai kalimat
sehingga saling bertalian secara logis dan padu dengan cara memanfaatkan kata
penghubung. Terdapat dua jenis kata penghubung yakni kata penghubung intrakalimat dan
antarkalimat. Kata penghubung intrakalimat adalah kata yang menghubungkan anak kalimat
dengan induk kalimat, sedangkan kata penghubung antarkalimat adalah kata yang
menghubungkan kalimat satu dengan yang lainnya. Contoh kata penghubung intrakalimat
yaitu karena, sehingga,tetapi, sedangkan, apabila, jika, dan maka. Contoh kata penghubung
antarkalimat yakni oleh karena itu, jadi, kemudian, selanjutnya, namun, dan bahkan.

2. Kesatuan
Selain kepaduan, persyaratan penulisan paragraf yang baik adalah prinsip kesatuan.
Kesatuan paragraf adalah tiap paragraf hanya mengadung satu pokok pikiran yang
diwujudkan dalam kalimat utama. Kalimat utama yang diletakan di awal paragraf dinamakan
paragraf deduktif, sedangkan kalimat utama yang diletakan di akhir paragraf disebut dengan
paragraf induktif. Terdapat ciri-ciri dalam membuat kalimat utama, yakni kalimat yang
dibuat harus mengandung permasalahan yang berpotensi untuk diperinci atau diuraikan lebih
lanjut. Contohnya David Backham adalah pemain sepak bola yang sukses, kalimat tersebut
dapat menjelaskan lebih lanjut apa saja yang membuktikan bahwa David Bakham adalah
orang yang sukses. Ciri-ciri yang lain yaitu kaimat utama dapat dibuat lengkap dan berdiri
sendiri tanpa memerlukan kata penghubung, baik kata penghubung intrakalimat maupun
antarkalimat.

3. Kelengkapan
Kelengkapan paragraf di dalamnya terdapat kalimat-kalimat penjelas secara lengkap
untuk menunjuk pokok-pokok pikiran atau kalimat utama. Kalimat penjelas memiliki ciri
penjelasan berupa rincian, keterangan, dan contoh. Selan itu, kalimat penjelas berarti apabila
dihubungkan dengan kalimat-kalimat di dalam paragraf. Kemudian kalimat penjelas sering
memerlukan bantuan kata penghubung, baik penghubung intrakalimat dan antarkalimat.
Kelengkapan paragraf berhubungan dengan cara pengembangkan paragraf dengan cara
pertentangan, perbandingan, analogi, contoh, sebab akibat, definisi, dan klaisifikasi
III. PENGEMBANGAN PARAGRAF
Pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan cara pertentangan, perbandingan,
analogi, contoh, sebab, akibat, definisi, dan klasifikasi (Arifin, 2008). Berikut ini pemaparan
dari cara pengembangan paragraf tersebut.
1. Cara Pertentangan
Pengembangan paragraf dengan cara pertentangan biasanya menggunakan ungkapan-
ungkapan seperti berbeda dengan, brtentangan dengan, lain halnya dengan, akan tetapi, dan
bertolak belakang dari. Berikut ini contoh paragraf pengembangan paragraf dengan cara
pertentangan.
Kereta api adalah moda tranportasi umum yang terbilang murah untuk
kalangan ekonomi menengah. Dalam segmentasi fasilitasnya terdapat beberapa
pilihan alternatif yakni ekonomi, bisnis, dan eksekutif. Pada kelas ekonomi meskipun
terbilang murah, namun sudah dilengkapi dengan fasilitas ruangan ber-AC dan
tempat duduk nyaman. Kereta api juga kini tak lagi berdesak-desakan seperti dulu.
Moda transportasi ini juga terjamin keamanannya dengan adanya satuan khusus
Polisi Kereta Api (Polsuska) yang berjaga di setiap gerbong kereta. Selain itu dalam
hal keamanan juga dibantu oleh polisi dari satuan Brimob di setiap armada kereta api.
Berbeda dengan jika anda ingin melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan
bus. Selain kurang nyaman karena ukuran kapasitas bangku yang relatif kecil, moda
transportasi ini juga tak memiliki jaminan keamanan bagi para penumpangnya. Rute
perjalanan darat yang berliku juga menjadikan penumpang mudah sekali mabuk darat
sehingga membuat semakin tak nyaman. Selain itu faktor keselamatan juga terkadang
diabaikan oleh para supir yang ugal-ugalan dalam mengendarai bus. Di tengah
perjalanan juga tak jarang dijumpai para pembajak bus yang menjadikan penumpang
sebagai obyek sasaran kejahatan mereka. Oleh karenanya bijaklah dalam memilh
moda transportasi umum yang nyaman, aman, dan menjamin keselamatan anda.

2. Cara Perbandingan
Pengembangan paragraf dengan cara perbandingan biasanya menggunakan ungkapan
seperti serupa dengan, seperti halnya, demikian juga, sama dengan, sejalan dengan, akan
tetapi, sedangkan, dan sementara itu. Berikut ini contoh paragraf pengembangan paragraf
dengan cara perbandingan.
Indonesia adalah negeri pahlawan, sosok yang dikagumi karena keberaniannya berkorban
bagi bangsa. Pada masa prakemerdekaan pahlawan dituntut memiliki keberanian membela
kaum terjajah dan menantang kaum penjajah. Berbeda dengan pahlawan pada
prakemerdekaan, pahlawan yang diperlukan pada pascakemerdekaan adalah pahlawan
kebajikan, pahlawan-pahlawan kehidupan. Pahlawan yang akan dikenang buka karena
berani mati, melainkan juga karena berani mengabdi hidup demi kesejahteraan bangsa.

3. Cara Analogi
Cara analogi adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang dijelaskan dengan objek lain
yang memiliki kesamaan atau kemiripan. Biasanya, pengembangan paragraf dengan cara
analogi dilakukan dengan bantuan kiasan. Kata-kata yang digunakan seperti, ibaratnya, dan
bagaikan. Berikut ini contoh pengembagan paragraf dengan cara analogi.
Dalam persoalan Poso kita memang diingatkan bahwa penanganannya tidaklah
mudah. Ibaratnya, kita diminta untuk memegang telur. Kalau terlalu keras memegangnya,
telur itu akan pecah, tetapi juga akan pecah karena terlepas dari tangan. Kita harus
menaganinya secara tepat dan yang harus menajadi perhatian kita bersama janganlah
masalah ini membuat kita sebagai bangsa menjadi pecah. Kasihan para pahlawan dan
mereka yang berhadap masa depan.

4. Cara Contoh-Contoh
Ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam pengembagan paragraf dengan cara
contoh-contoh dapat menggunakan kata-kata berikut ini seperti, misalnya, dan contohnya.
Selain tipe introver, sifat manusia adalah ekstrover. Tipe ekstrover adalah orang-
orang yang perhatiannya lebih diarahkan keluar dirinya, kepada orang lain, dan kepada
masyarakat. Orang yang yang tergolong tipe ekstrover memiliki sifat tertentu, contohnya
berhati terbuka, lancar dalam pergaulan, ramah tamah, penggambira, mudah mempengaruhi,
dan mudah dipenaguruhi oleh orang lain.

5. Cara Sebab Akibat


Pengembangan paragraf dengan cara sebab akibat dilakukan jika menerangkan suatu
kejadian, baik dari segi penyebab maupun dari segi akibat. Ungkapan yang digunakan yaitu
padahal, akibatnya, oleh karena itu, dan karena. Berikut ini contoh pengembangan paragraf
dengan cara sebab akibat.
Seharusnya Indonesia telah menerapkan negara kesejahteraan sejak awal
kemerdekaan. Program Jamsostek dimulai pada 1976 sehingga Indonesia tertinggal
membentuk tabungan nasional. Padahal, Malaysia sudah memulainya sejak 1959.
Akibatnya, saat krisis melanda Asia pada 1997/1998, Indonesia paling sulit untuk bangkit
lagi. Oleh karena itu, Indonesia perlu melalukan reformasi penyelenggarakan program
jaminan sosial.

6. Cara Definisi
Cara definisi yakni dengan menggunakan kata-kata dalam mengembangkan paragraf
melalui kata adalah, yaitu, ialah, merupakan. Kata adalah biasanya digunakan jika sesuatu
yang akan didefinisikan diawali dengan kata benda, yaitu digunakan jika sesuatu yang akan
didefinisikan diawali dengan kata kerja atau sifat. Jika akan menjelaskan sinonim suatu hal,
kata ialah yang digunakan dan jika akan mendefinisikan pengertian rupa atau wujud, kata
merupakan yang dipakai. Contoh pengembangan paragraf cara definisi adalah sebagai
berikut.
Apakah psikologi itu? R.S. Woodworth berpendapat, “Psikologi ialah ilmu jiwa”,
sedangkan menurut Crow dan Crow “Psikologi adalah kejiwaan manusia dalam berinteraksi
dengan dunia sekitarnya.” Sementara itu, Santian mengemukakan bahwa psikologi
merupakan perwujudan tingkah laku manusia.

7. Cara Klasifikasi
Cara klasifikasi adalah pengembangan paragraf melalui pengelompokan berdasarkan
ciri-ciri tertentu. Kata-kata atau ungkapan yang lazim digunakan yaitu dibagi menjadi,
digolongkan menjadi, terbagi menjadi, dan mengklasifikasikan.
Penyelidikan tentang temperamen dan watak manusia telah dilakukan sejak dahulu
kala. Hippo Crates dan Galenus mengemukakan bahwa manusia dapat dibagi menajadi
empat golongan menurut keadaan zat-zat cair yang ada di dalam tubuhnya. Empat
golongan tersebut yaitu sanguistis (banyak darah) yang sifatnya periang, gembira, optimis,
dan lekas berubah-ubah. Kemudian, koleris (banyak empedu kuning) adalah manusia yang
memiliki sifat garang, hebat, lekas marah, dan agresif. Selanjutnya, flegmatis (banyak
lendirnya) adalah manusia yang sifatnya tenang, tidak mudah berubah, dan lamban.
Terakhir, melankolis (banyak empedu hitam) memiliki sifat murahan, tidak gembira, dan
pesimistis.

Evaluasi

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan paragraf!


2. Jelaskan perbedaan paragraf dan alinea!
3. Apa saja syarat paragraf yang baik? Jelaskan!
4. Buatlah sebuah paragraf menggunakan cara pertentangan!
5. Buatlah sebuah paragraf menggunakan cara perbadingan!
6. Buatlah sebuah paragraf menggunakan cara analogi!
7. Buatlah sebuah paragraf menggunakan cara contoh-contoh!
8. Buatlah sebuah paragraf menggunakan cara sebab akibat!
9. Buatlah sebuah paragraf menggunakan cara definisi!
10. Buatlah sebuah paragraf menggunakan cara klasifikasi!

MATERI 6

DIKSI BAHASA INDONESIA


Kemampuan memilih kata dengan cepat dan tepat merupakan hal yang paling
penting ketika menulis karangan ilmiah. Selain menggunakan bahasa Indonesia, mau tidak
mau kita dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa dalam perkembangan dan
pertumbuhanya, bahasa Indonesia dipengaruhi dan diperkaya oleh kosakata asing. Kondisi
ini terkadang memunculkan keraguan ketika akan menggunakan sebuah kata. Bagaimanakah
cara menentukan diksi atau pilihan kata tersebut dengan tepat? Berikut ini akan dipaparkan
beberapa pengetahuan mengenai penggunaan diksi atau pilihan kata dalam bahasa Indonesia.
Setelah mempelajari materi ke enam ini diharapkan mahasiswa dapat menyampaikan
gagasan dalam kalimat dengan menggunakan kata atau frase yang tepat atau sesuai dengan
konteks kebahasaannya. Beberapa hal yang diuraikan dalam materi 6 Diksi Bahasa Indonesia
yakni Definisi Diksi, Penggunaan Kata-Kata yang Bersinonim, Penggunaan Bahasa Standar
atau Baku.

I. DEFINISI DIKSI
Diksi adalah pilihan kata, yang mana kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan
sesuatu. Pilihan kata merupakan salah satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karya
ilmiah maupun dalam dunia tutur. Kata yang tepat akan membantu kita dalam
mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikan, baik lisan maupun tulisan. Di
samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaannya.
Keraf (2002) membuat kesimpulan atas diksi yakni mencakup pengertian kata-kata
mana yang digunakan untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk
pengelompokan kata-kata yang tpat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan
gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Selanjutnya, diksi adalah
kemapuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin
disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan
nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Diksi yang tepat dan sesuai hanya
dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa
itu.
Kata merupakan unsur pembentuk kalimat, dalam kedudukan itu kata sebagai unsur
bebas terkecil yang bermakna. Disebut sebagai unsur bebas terkecil karena kata dapat erdiri
sendiri, yakni ucapan atau dituliskan terpisah dari kata-kata yang lain. Sebagai unsur kalimat
yang bermakna, kata digunakan untuk mewadahi dan menyampaikan pesan. Dengan
demikian, kata menjadi salah satu unsur pembentuk kalimat yang sangat menentukan tingkat
keefektifan kalimat. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
a. Kalau ada yang ditanyakan, silahkan!
b. Kalau ada yang bertanya, silahkan!
Pada kedua kalimat di atas jika diukur dari kebernalaran kalimat maka kalimat b yang
lebih efektif. Berdasarkan logika, dalam kalimat itu terkandung bahwa yang disilahkan
adalah yang ditanyakan sebagai kalimat tidak efektif seperti yang ada dalam kalimat a.
Sangat jelas bahwa yang ditanyakan adalah bukan orang dan tidak dapat disilahkan.
Sebaliknya dalam kalimat b adalah kalimat yang efektif. Dalam kalimat itu terkandung
perngertian bahwa yang disilahkan adalah yang bertanya. Sangat jelas bahwa yang bertanya
adalah orang dan dapat disilahkan. Perbedaan itu disebabkan oleh pilihan kata di antara dua
kata yang berbeda, yakni ditanyakan dan bertanya.
Dalam rangka menghasilkan kalimat yang efektif, salah satu kegiatan utama penutur
adalah memilih kata. Sebua kata akan mendukung terbentuknya kalimat efektif apabila kata
itu memiliki kesanggupan untuk mewadahi gagasan yang akan diungkapkan oleh penutur
dengan tepat dan memiliki kesanggupan untuk menimbulkan kembali gagasan itu dengan
tepat pula pada benak (pikiran dan perasaan) mitra tutur. Dalam kaitan itu, pilihan dan
pendayagunaan kata mengacu pada kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan
yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan
oleh penulis atau pembicara.
Kesanggupan sebagaimana yang telah dipaparkan tersebut yakni ketepatan dan kaidah
kecocokan. Kaidah ketepatan diukur dari gagasan yang akan disampaikan dan diterima
partisipan. Kaidah kecocokan diukur dari kesesuaian kata dalam konteks penggunaan sesuai
dengan kelaziman penggunaan kata, baik konteks kalimat maupun konteks luar kalimat.
Konteks luar kalimat itu bermacam-macam seperti topik, tujuan, situasi komunikasi, mitra
tutur, dan jenis wacana.

II. PENGGUNAAN KATA-KATA YANG BERSINONIM


Dalam setiap bahasa yang lazim ditemukan kata-kata yang bersinonim. Menghadapi
hal itu, maka harus jeli untuk mencari pembedanya agar dapat memilih dengan tepat dalam
penggunaan kata-kata yang bersinonim itu. Sehubungan dengan hal itu, sinonim yang salah
satu anggotanya bermakna lebih umum, sementara yang lain bermakna lebih khusus.
Ukurannya adalah keluasan kandungan makna, yakni kata yang umum dan khusus, kata
yang lebih intensif dan kurang intensif, kata yang lebih emotif dan kurang emotif, serta
teknis dan atau umum (Hernowo, 2003). Berikut pemaparannya.
1. Sinonim Kata Bermakna Umum dan atau Khusus
Bermakna Umum Bermakna Khusus
Buku Kitab
Pemberian Sedekah
Bersenang-senang Berpesta
Bersekolah Berkuliah
Ujian Tentamen
Guru Dosen
Pelajar/siswa Mahasiswa
Menghadapi kata-kata yang demikian, maka perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip
penggunaan kata dengan memilih kata sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Perhatikan
contoh berikut ini.
a. Anita tidak dapat bersekolah hari ini karena sakit.
b. Anita tidak dapat berkuliah hari ini karena sakit.
Dalam memilih kata bersekolah pada kalimat a yakni bermaksud bahwa ingin
menunjukkan kata yang umum. Ada kemungkinan bahwa Anita yang dimaksudkan bukan
mahasiswa, tetapi siswa yang bersekolah sebelum perguruan tinggi. Pada kalimat b pilihan
kata berkuliah menunjukkan bahwa Anita yang disebutkan dalam kalimat adalah seorang
mahasiswa.

2. Sinonim Kata Bermakna Lebih Intensif dan atau Kurang Intensif


Jenis sinonim berikutnya adalah perbedaan yang terletak pada intensitas maknanya.
Dalam hal demikian, salah satu anggota sinonim bermakna lebih insentif dari pada makna
kata yang lain. Perhatikan tabel berikut.
Lebih Intensif Kurang Intensif
Meneliti Memeriksa, mempelajari
Memeriksa Melihat
Melihat Melirik
Menjenguk Menengok
Menggangu Mengacau
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
a. Setiap pembeli berhak untuk menentukan pilihan barang. Karena itu, dia berhak pula
untuk meneliti barang yang akan dibelinya.
b. Setiap pembeli berhak untuk menentukan pilihan barang. Karena itu, dia berhak pula
untuk memeriksa barang yang akan dibelinya.
c. Setiap pembeli berhak untuk menentukan pilihan barang. Karena itu, dia berhak pula
untuk melihat barang yang akan dibelinya.
Kata meneliti pada kalimat a dipilih karena maknanya lebih intensif daripada kata
memeriksa pada kalimat b, dan kata pada kalimat c tidak seintensif kata meneliti dan
memeriksa. Pada bentuk sinonim ini tidak dihadapkan untuk penggunaan kata yang benar
atau salah, tetapi pada tingkat intensitas makna kata.

3. Sinonim Kata Bermakna Lebih Emotif dan atau Kurang Emotif


Jenis sinonim yang berikutnya ini adalah perbedaanya terletak pada makna emotif. Dua kata
atau lebih yang memiliki makna hampir sama, namun memiliki perbedaan pada tingkat
makna emotifnya. Perhatikan pada tabel berikut.
Lebih Emotif Kurang Emotif
Bengis Kejam
Nyaman Enak
Duka Sedih, susah
Ikhlas Lega
Pilihan kata yang berbeda tingkat emotifnya itu berdampak pada makna kalimat,
seperti yang terdapat pada contoh kalimat berikut ini.
a. Keluarga itu sedang ada dalam suasana duka. Tiga orang anggota keluarga mereka
meninggal akibat kecelakaan kemarin.
b. Keluarga itu sedang ada dalam suasana sedih. Tiga orang anggota keluarga mereka
meninggal akibat kecelakaan kemarin.
c. Keluarga itu sedang ada dalam suasana susah. Tiga orang anggota keluarga mereka
meninggal akibat kecelakaan kemarin.

4. Sinonim Kata Bermakna Teknis dan atau Umum


Kata-kata bersinonim berbeda dalam penggunaan teknis dan umum. Dalam hal
demikian, satu anggota kata yang bersinonim itu berlaku pada penggunaan bahasa dalam
ragam komunikasi umum, sedangkan kata lain berlaku dalam ragam bahasa teknis. Ragam
bahasa teknis itu adalah ragam bahasa yang digunakan dalam bidang tertentu. Perhatikan
contoh kata tersebut dalam tabel berikut.

Teknis Umum
Nomina Kata benda
Verba Kata kerja
Notasi Perpindahan
Amputasi Potong
Renovasi Perbaikan

III. PENGGUNAAN BAHASA STANDAR ATAU BAKU


Berkedudukan sebagai bahasa yang hidup, maka bahasa Indonesia memiliki variasi-
variasi yang mempunyai fungsi sendiri dalam komunikasi. Salah satu fungsi tersebut
diangkat untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Variasi ini kemudaian dikenal sebagai
bahasa yang standar dan baku. Selain bahasa standar, dikenal juga variasi bahasa yang lain
yaitu variasi nonstandar atau tidak baku, bahasa ini juga tetap hidup dan bekembang sesuai
dengan fungsinya yaitu dalam pemakaian bahasa yang tidak resmi.
Bahasa Indonesia standar atau baku dapat dipergunakan dalam wacana teknis,
misalnya karangan-karangan ilmiah, buku-buku pelajaran, laporan-laporan resmi, dan
sebagainya. Kemudian dapat pula digunakan sebagai alat komunikasi, yakni dalam surat
menyurat resmi, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi-instansi resmi,
undang-undang, surat-surat keputusan, dan sebagainya. Walaupun pada kenyataannya masih
banyak masyarakat pengguna bahasa yang kurang memahami penggunaan bahasa standar ini
dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi bukan berarti bahasa tersebut tidak layak untuk
dipelajari.
Pengguna bahasa memang harus kreatif. Untuk dapat menggunakan bahasa secara
keratif, pengguna bahasa dituntut memiliki kompetesi komunikatif yang memadai, terampil,
lancar, dan cermat serta berpengalaman dalam penggunaan bahasa tersebut. Untuk itu perlu
diketahui ciri-ciri bahasa standar yang baku seperti berikut ini (Keraf, 2002).
1. Memakai ucapan yang baku pada bahasa lisan, contohnya kata universitas dilafalkan
universitas/ bukan /yuniversitas/.
2. Memakai ejaan resmi yakni Ejaan yang Disempurnakan, contohnya pada kalimat
dimana kau temukan barang itu? Kalimat tersebut tidak mnggunakan kata yang baku
berikut kata yang bakunya adalah di mana kau temukan barang itu.
3. Terbatasnya unsur daerah, baik leksikal maupun gramatikal, contohnya dalam kalimat
non baku turun ke pasar, jika diubah ke bentuk kata baku pergi ke pasar.
4. Unsur gramatikal ialah unsur yang bersifat ketatabahasaan, contohnya pada bahasa
Indonesia yang non baku mobilnya orang itu tidak mewah, bandingkan dengan bahasa
Indonesia yang baku mobil orang itu tidak mewah.
5. Pemakaian fungsi gramatikal seperti subjek, predikat dan sebagainya secara eksplisit
dan konsisten, contohnya jika dalam bahasa Indonesia yang baku kemarin Ani dari
Solo, bahasa Indonesia yang baku kemarin Ani datang dari Solo.
6. Pemakaian konjungsi bahwa atau karena bila ada secara eksplisit, conrohnya dalam
bahasa Indonesia yang non baku Ely sudah tahu Tanto akan datang, kata dalam
bahasa Indonesia yang baku Ely sudah tahu bahwa Tanto akan datangi.
7. Pemakaian awalan me- atau ber- bila ada secara eksplisit dan konsisten, contohnya
dalam bahasa Indonesia yang non baku Maman sekarang kerja di Pertamina, dalam
bahasa Indonesia yang baku Maman sekarang berkerja di Pertamina.
8. Pemakaian partikel –lah, -pun, -kah, -tah bila ada secara konsisten, contohnya dalam
bahasa Indonesia yang non baku Bawa tas itu ke sini!, dalam bahasa Indonesia yang
baku bawalah tas itu ke sini!
9. Pemakaian kata depan yang tepat, contohnya jika dalam bahasa Indonesia yang tidak
baku Saya bertemu sama adikmu kemarin, perbaikannya dalam bahasa Indonesia
yang baku Saya bertemu dengan adikmu kemarin.
10. Pemakaian pola aspek-pelaku-tindakan secara konsisten, contohnya jika dalam bahasa
Indonesia non baku Bila ada hal-hal yang belum jelas saya akan terangkan
sekarang, perbaikannya dalam bahasa Indonesia yang baku Bila ada hal-hal yang
belum jelas akan saya terangkan sekarang.
11. Memakai konstruksi sintetis, contohnya dalam bahasa Indonesia yang baku Dia punya
saudara, jika dalam bahasa Indonesia yang baku saudaranya.
12. Menghindari pemakian unsur-unsur leksikal yang terpengaruh oleh bahasa-bahasa
dialek atau bahasa sehari-hari, contohnya dalam bahasa Indonesia yang non baku
gimana, jika dalam bahasa Indonesia yang baku bagaimana.

Evaluasi

1. Jelaskan apakah definisi dari diksi!


2. Jelakan apa yang dimaksud dengan penggunaan kata-kata bersinonim dalam diksi!
3. Buatlah sebuah paragraf dengan memanfaatkan penggunaan kata-kata bersinonim!
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku dan
bahasa Indonesia yang baku!
5. Buatlah sebuah paragraf yang menggunakan bahasa Indonesia yang baku!
MATERI 7

PENULISAN KARYA ILMIAH

Menulis sebuah karya ilmiah merupakan sebuah kebutuhan bagi para praktisi di
dunia pendidikan, tak terkecuali mahasiswa. Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah
diperlukan pemahaman yang mendalam. Karya tulis ilmiah bukanlah hasil olah rasa atau
perenungan intuitif maupun imajinatif, tetapi hasil olahan pikiran berdasarkan penalaran
ilmiah. Dengan kata lain, karya ilmiah merupakan karangan yang sifatnya nonfiksi, yang
dituliskan berdasarkan fakta hasil penelitian, percobaan, pengamatan, studi literatur atau
membaca buku. Menciptakan karya tulis ilmiah bukanlah hal yang mudah. Sebab, banyak
batasan dan aturan yang harus dipatuhi. Sampai saat ini, kebanyakan orang bingung bahkan
tidak tahu apa yang akan mereka tulis untuk menghasilkan suatu karya tulis yang baik.
Dalam materi 7 kali ini, sebagai pelajaran terakhir untuk ini akan menyampaikan berberapa
konsep dasar yang perlu dikuasi oleh seseorang ketika akan menulis karya ilmiah yakni
diawali dengan pengetahuan mengenai Definisi Karya Ilmiah, Jenis-Jenis Karya Karya
Ilmiah, Bahasa dalam Karya Ilmiah, dan Teknik Pembuatan Notasi Karya Ilmiah.

I. DEFINISI KARYA ILMIAH


Karya ilmiah juga sering disebut dengan istilah tulisan akademis. Istilah itu muncul
karena karya ilmiah lebih sering ditulis dalam masyarakat kampus. Dosen maupun
mahasiswa mempunyai kewajiban untuk mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuannya secara tertulis. Mahasiswa ingin menyelesaikan tingkat pendidikannya
diwajibkan untuk menulis karya ilmiah. Demikian juga dosen diwajibkan senantiasa menulis
dan mempublikasikan karya ilmiahnya secara berkala.
Day dan Gastel (2012) menyatakan bahwa karya ilmiah adalah laporan yang ditulis
dan dipublikasikan untuk menggambarkan hasil temuan yang sebenarnya. Karya ilmiah
harus ditulis dengan cara tertentu sesuai dengan tradisi, etika ilmiah, dan prosedur
penerbitan. Pada mulanya diketahui bahwa pada saat sekarang telah terjadi pergeseran
paradigma tentang karya ilmiah. Pada mulanya karya ilmiah harus didasarkan oleh suatu
penelitian ilmiah. Saat ini telah berkembang paradigma baru bahwa karya ilmiah tidak hanya
didasarkan oleh penelitian saja, namun dapat pula didasarkan atas kajian masalah oleh para
ahlinya. Berdasarkan hal tersebut Hernowo (2003) mengemukakan dua rumusan yang
berkaitan dengan suatu karya ilmiahpertama suatu karya ilmiah harus mmenuhi cara-cara
berkomunikasi yang sudah dibakukan dan dalam menganalisis suatu permasalahan harus
menggunakan prinsip-prinsip keilmuan. Kedua suatu tulisan itu bisa masuk dalam kategori
karya ilmiah tanpa memenuhi kaidah-kaidah sebagaimana disebutkan dalam rumusan
pertama, asal di dalamnya terdapat metode baru dalam menelaah suatu permasalahan dan
kebaruan suatu permasalahannya.
Ada beberapa syarat sebuah tulisan dapat dikatakan sebagai karangan ilmiah yakni
penulisannya berdasarkan hail penelitian ilmiah; pembahasan masalahnya menguji teori atu
menyusun suatu teori; karangan itu mengandung suatu masalah yang akan dicarikan
solusinya; baik dalam penyajiannya maupun dalam pemecahannya masalah menggunakan
metode tertentu, bahasanya harus lugas, terperinci, teratur, dan cermat; bahasa yang
digunakan hendaklah benar, jelas, ringkas, dan tepat sehingga tidak terbuka kemungkinan
bagi pembaca untuk salah tafsir.
Agar lebih memahami karya ilmiah, dapat juga dilakukan dengan cara
membandingkan mana yang termasuk karya tulis ilmiah dengan non ilmiah. Dengan
memahami perbedaan keduanya, diharapkan untuk mampu benar-benar mengerti tentang
hakikat karya ilmiah tersebut. Pada tabel berikut ini menunjukkan perbedaan karya ilmiah
dan non ilmiah bersarkan ciri-cirinya.
No Karya Ilmiah Non Karya Ilmiah
1 Menyajikan fakta objektif secara Penyanjiannya lebih bersifat subjektif
sistematis
2 Pernyataannya cermat, tepat, tulus, dan Mengandung usulan dengan efek dan
benar, serta tidak memuat tekanan kesimpulan yang diharapkan penulis
3 Penulis tidak mengejar keuntungan Bersifat persuasif, sesuai dengan
pribadi keyakinn penulis yang mengajak
pembaca untuk berubah pendapat
4 Penyusunannya dilaksanakan secara Pandangan yang dikemukakan penulis
sistematis, konseptual, dan prosedural tidak didukung fakta umum
5 Tidak memuat pandangan-pandangan Motivasinya lebih mementingkan diri
tanpa dukungan fakta sendiri karena itu isinya melebih-
lebihkan sesuatu
6 Tidak emotif menonjolkan perasaan Kesimpulan penulis lebih bersifat
7 Tidak bersifat argumentatif, tetapi argumentatif sehingga kurang atau tidak
kesimpulannya berdasarkan fakta membiarkan fakta berbicara sendiri

Setelah memperhatikan pengertian dan ciri-ciri karya ilmiah, maka dapat diketahui bahwa
karya ilmiah bukanlah produk dari kegiatan asal menulis saja. Ada batasan-batasan, syarat-
syarat, dan spirit seorang ilmuwan sehingga terhindar dari subjektivitas. Jadi, karya ilmiah
dapat dikatakan sebagai karya tulis yang memaparkan pembahasan secara sistematis,
menggunakan bahasa yang baku serta didukung oleh teori-teori dan bukti-bukti empirik.
Pembahasannya dapat berupa deskripsi, gagasan atau pemecahan suatu masalah, dan prediksi
atau antisipasi masalah. Karya ilmiah dapat dijadikan rujukan untuk meningkatkan wawasan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan.

II. JENIS-JENIS KARYA KARYA ILMIAH


Karya ilmiah dapat dikelompokkan jenisnya berdasarkan cara pandang orang yang
melihatnya. Apabila dilihat dari cara penulisannya karya ilmiah dapat dibedakan menjadi
dua jenis yakni karya ilmiah murni dan karya ilmiah populer. Karya ilmiah murni biasanya
digunakan untuk kalangan cendikiawan, sedangkan karya ilmiah populer digunakan untuk
masyarakat umum atau masyarakat awam. Sementara itu, jika ditinjau dari dasar
penulisannya karya ilmiah dapat dibedakan atas tiga yakni, laporan kasus, laporan penelitian,
dan studi kepustakaan.
Mengadopsi pandangan Nurdin (2010) yang membedakan karya tulis atas karya tulis
kependidikan dan kaya tulis penelitian. Karya tulis pendidikan digunakan untuk kepentingan
kesarjanaan, kepentingan didaktik, dan ada juga untuk kepentingan referensi. Sedangkan
karya ilmiah kesarjanaan, misalnya makalah, skripsi dan tesis. Karya ilmiah untuk
pepentingan didaktik misalnya buku pelajaran dan buku pengayaan. Sedangkan karya ilmiah
untuk kepentingan referensi, misalnya kamus dan ensiklopedi. Sementara itu, karya ilmiah
untuk kepentingan penelitian, misalnya artikel jurnal ilmiah, makalah seminar, dan naskah
penelitian. Berdasarkan tingkat penggunaan karya ilmiah di jenjang pendidikan perguruan
tinggi, maka kali ini akan fokus untuk mengulas karya ilmiah yang berjenis makalah,
artikelilmiah, dan skripsi.

1. Makalah
Makalah adalah jenis kertas kerja yang paling sederhana karena terdiri dari beberapa
lembar saja (Maleong, 2006). Makalah sebagai karya tulis di kalangan mahasiswa yang
berisi prasaran untuk membahas suatu pokok persoalan dan akan dibicarakan dalam seminar
atau simposium, atau hanya digunakan sebagai tugas dalam suatu perkuliahan lalu kemudian
diresentasi atau didiskusikan di dalam kelas. Makalah dibagi atas dua jenis yakni makalah
biasa dan makalah posisi. Makalah biasa merupakan makalah yang dibuat untuk menjelaskan
atau mendeskripsikan permasalahan yang dibahas. Isinya memuat pembahasan masalah dari
berbagai sudut pandang. Penulis juga memberikan pendapat atas masalah yang disajikan
baik berupakritik maupun saran. Sementara itu makalah posisi adalah makalah yang secara
teoritis memosisikan diri dalam suatu kajian masalah. Makalah ini tidak hanya menunjukkan
penguasaan pengetahuan tetapi juga menunjukkan posisi penulis dengan didukung teori dan
bukti-bukti yang relevan. Makalah ini dibuat dengan berbagai pandangan dan narasumber
yang berbeda, sebab akan lebih kuat jika makalh poisis menjadkan berbagai pandangan yang
bertentangan di mana penulis dapat menarik kesimpulan untuk menunjukkan posisi yang
paling tepat dan benar.
Makalah merupakan karya tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah atau
topik tertentu berdasarkan data di lapangan yang ditulis secara sistematis dengan analisis
yang logis dan objektif. Cara berpikir yang digunakan dalam makalah dapat berupa deduktif
maupun induktif. Dasar pembuatan makalah atas kajian literatur dan atau laporan kegiatan
dilapangan. Makalah juga dapat dibuat dengan satu pendekatan disiplin ilmu atau lebh.
Untuk menghasilkan makalah yang baik dibutuhkan kemapuan untuk menganalisis,
mensintetsis, dan mengevaluasi masalah yang dibahas. Jumlah halaman makalah biasanya
berkisar antara 10-15 halaman. Sistematika makalah paling sederhana berisi pendahuluan,
pembahasan, dan kesimpulan.

2. Artikel Ilmiah
Dalam KKBI artikel dartikan sebagai karya tulis lengkap seperti, berita atau esai
yanga da dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya. Bahkan artikel dalam KKBI versi
onlinediartikan berdasarkan bidangnya. Di bidang hukum misalnya, artikel diartikan sebagai
pasal atau bagian dari undang-undang serta peraturan yang berupa tetentuan. Sementara itu,
dalam bidang linguistik istilah artikel digunakan sebagai unsur yang dipakai untuk
membatasi atau memodifikasi nomina. Menyikapi hal itu, Rahardi (2006) berpendapat
bahwa artikel berbeda dengan esai dan opini yang lebih mengemukakan data dan fakta.
Semetara itu, Kartanegara (2005) menyatakan bahwa artikel jika dilihat dari kriteria ciri-ciri
ilmiahnya tidak jauh berbeda dengan tulisan-tulisan ilmiah lainnya, seperti makalah dan
skripsi. Artikel ilmiah harus memiliki komitmen kepada kebenaran, mengutip dengan cara
yang benar, berargumentasi secara logis, dan mendukung pendapat pribadi dengan kata-kata
yang akurat. Perbedaannya hanya dari segi kuantitas, artikel ilmiah lebih pendek dan hanya
berbicara satu topik tertentu.
Artikel ilmiah yang dimaksudkan di sini adalah karangan nonfiksi yang menjelaskan
tentang fenomena sosial dan atau alam, berdasarkan laporan kegiatan lapangan dan atau
kajian pustaka untuk mencari kebenaran, ditulis sesuai dengan aturan media yang
menerbitkannya. Nantinya, artikel ilmiah yang ditulis oleh para mahasiswa maupun dosen
dapat dipublikasikan melalui media penerbit yakni dalam jurnal. Untuk dapat
mempublikasikan di jurnal ilmiah segala ketentuan dalam jurnal harus dipatuhi, sebab setiap
jurnal memiliki aturan yang berbeda. Berikut ini, pada umunya struktur artikel yang terdapat
dalam jurnal ilmiah.
a. Judul, merupakan titel nama artikel yang bersifat provokatif, singkat, informatif, dan
mampu menggambarkan keadaan isi artikel secara deskriptif. Judul memuat kata kunci
dan mencerminkan isi artikel dengan tepat. Idealnya judul terdiri atas 12-15 kata.
b. Nama penulis, ditulis tanpa menyertakan gelar. Penulisnya bisa tunggal atau jamak yang
penting penulis yang namanya dicantumkan merupakan penanggung jawab atas isi yang
ada di dalam artikel.
c. Alamat, ditulis secara lengkap bahkan disertakan dengan alamat email. Alamat yang
dimaksudkan di sini bukanlah alamat rumah tinggal, melainkan alamat lembaga yang
menaungi si penulis, misanya mahasiswa maka tulislah alamat kampus tempatnya
berkuliah.
d. Abstrak, merupakan paragraf ringkas yang memungkinkan pembaca memahami sekilas
tentang isi artikel, diikuti dengan kata kunci.
e. Pendahuluan, diawali dengan kalimat yang umum dan sederhana agar mudah dipahami
oleh orang yang bukan ahli dalam topik. Pada pendahuluan menyampaikan kepada
pembaca tentang pentingnya topik yang akan dibahas, masalah yang akan disoroti, dan
sedikit bagian tinjauan pustaka.
f. Metode, menggambarkan desain penelitian dan mendeskripsikan prosedur penelitian
secara jelas.
g. Hasil, menggambarkan keseluruhan hasil penelitian yang sajiannya didukung oleh tujuan
dan hipotesis.
h. Pembahasan, menjelaskan bagaimana data dapat menjawab pertanyaan penelitian yang
telah diajukan. Hasil penelitian bukan sekadar menarasikan hasil melainkan menggali
makna yang terkandung di dalamnya.
i. Kesimpulan dan saran, digunakan untuk menyatakan kembali tujuan, pertanyaan
penelitian, dan temuan-temuan yang signifikan,
j. Ucapan terima kasih, apabila memerlukannya dapat diberi satu paragraf kepada orang
yang pantas mendapatkannya.
k. Daftar pustaka, ditulis untuk melihat mutu dari sebuah artikel, daftar pustak ditulis secara
lengkap sebagaimana sistematika penulisannya.
Elemen-elemen tersebut hendaknya memiliki proporsi yang rasional. Sehingga artikel
yang ditulis lebih berbobot. Dengan menggunakan panduan struktur, akan dapat membuat
lebih mudah dalam menulis artikel.

3. Skripsi
Skripsi adalah suatu karya ilmiah hasil penelitian pustaka dan atau lapangan yang
harus dipertahankan di hadapan penguji sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana.
Skripsi dibuat berdasarkan penugasan akademik dari institusi pendidikan kepada mahasiswa
program sarjana di tingkat akhir. Skrips merupakan bukti legal mahasiswa strata 1 tentang
kemampuan berpikir ilmiah, kemampuan menciptakan prinsip-prinsip baru, dan
keterampilan dalam mengkombinasikan berbagai ilmu yang dipelajari sebelumnya. Menurut
Gie (2002), rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa dari perencanaan melalui
penelaahan, penelitian, pengolahan, penyusunan, penguraian, penyimpulan, serta sampai
pada penulisan skripsi yang mempunyai tujuan-tujuan berikut ini.
a. Sebagai kegiatan pendidikan agar mahasiswa yang akan mengakhiri pendidikan
kesarjanaannya mampu menghubungkan segenap pengetahuan ilmiah yang telah
dipelajarinya selama di perguruan tinggi.
b. Sebagai kegiatan penelitian untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa
menerapkan metodologi penelitian dan mempraktikannya dalam pengembangan ilmu.
c. Sebagai kegiatan pemikiran untuk menunjukkan kemampuan sebagai bibit ilmuwan,
daya kreatif, potensi cendikiawan, dan tingkat kecerdasan sebagai sarjana yang layak
diluluskan.
d. Sebagai kegiatan penulisan mengenai pengungkapan serangkaian ide dalam suatu
karangan ilmiah yang tersusun secara sistematis, logis, dan terpadu dalam bahasa tulis
yang jelas, ringkas, dan tepat.
Secara umum, bagian-bagianku skripsi terdiri atas prewacana, nas, dan koda
(Wibowo, dkk: 2006), berikut ini pemaparannya.
a. Prawacana
Prawacana merupakan bagian karya ilmiah yang dimulai dari halaman sampul sampa dengan
sebelum nas. Halaman prawacana diberi nomor terpisah dari nas dan koda yakni
menggunakan huruf romawi kecil seperti i, ii, iii, .... dst, letaknya ditengah kaki halaman
yang dimula dari penomoran judul halaman sampai dengan sebelum halaman pendahuluan.
Berikut ini unsur-unsur yang terdapat di dalam prawacana.
- Halaman sampul, terdiri dari judul karya ilmiah, maksud karya ilmiah, lambang
perguruan tinggi, nama lengkap mahasiswa dan nomor induk mahasiswa, nama
instansi, dan tahun penyelesaian karya ilmiah. Hlaman sampul diketik pada sampul
hard cover dan berbwarna sesuai dengan ketentuan perguruan tinggi.
- Halaman judul, berisi tulisan yang sama dengan halaman sampul hanya saja
menggunakan kertas putih biasa seprti yang digunakan dalam menulis isi karya ilmiah.
- Halaman pengesahan, memuat tanda tangan para pembimbing, penguji, dan pejabat
perguran tinggi yang berwenang, serta memuat tanggal ujian.
- Halaman pernyataan, memuat pernyataan pembuat karya ilmiah bahwa karya ilmiah
yang dibuatnya bukan hasil plagiarisme, kecuali arahan dari dosen pembimbing, karya-
karya orang lain yang dicantumkan dalam karya ilmiah harus dituliskan sumbernya
dalam daftar pustaka. Halaman pernyataan menggunakan tanda tangan di atas materi.
- Halaman moto, memuat semboyan yang menjadi pegangan penulis namun halaman ini
tidak diwajibkan.
- Halaman persembahan, memuat penyampaian untuk siapa karya itu didesikasikan.
- Halaman abstrak, memuat permasalahan yang dikaji, tujuan penelitian, metode
penelitian, hasil, dan kesimpulan, menggunakana kata kunci maksimal 5 kata.
- Halaman kata pengantar, memuat maksud dibuatnya karya, penjelasan singkat, dan
ucapan terima kasih dibatasi pada orang-orang yang memiliki hubungan dengan
penulisan karya ilmiah.
- Halaman daftar isi, memuat nomor bab, nomor subbab, judul bab, judul subbab, dan
nomor halaman di mana judul bab dan judul subbab dimuat dalam karya ilmiah.
- Halaman daftar tabel (jika ada), memuat nomor tabel, judul tabel, dan nomor halaman
pada judul tabel dimuat.
- Halaman gambar (jika ada), memuat nomor gambar, judul gambar, dan nomor halaman
pada judul gambar itu dimuat.
- Halaman grafik (jika ada), memuat nomor grafik, judul grafik, dan nomor halaman
pada judul grafik itu dimuat.
- Halaman lampiran (jika ada), memuat nomor lampiran, judul lampiran, dan nomor
halaman pada judul lampiran itu dimuat.
- Halaman daftar singkatan (jika ada), memuat singkatan istilah, nama istilah secara
lengkap, dan nomor halaman tempat di mana singkatan itu dimuat.

b. Nas
Nas merupakan bagian pokok karya tulis ilmiah dalam bentuk tugas akhir. Halaman
nas diberi nomor halaman dengan angka Arab, seperti 1, 2, 3, .... dst di bagian bawah
halaman, di tengah, jaraknya 1,5 cm dari tepi bawah kertas. Berikut ini bagian-bagian yang
terdapat dalam nas karya ilmiah.
- Pendahuluan, merupakan bab pertama dalam karya ilmiah yang berfungsi
mengantarkan pembaca agar mengetahui apa, mengapa, dan untuk apa penelitian itu
dilakukan, dalam pendahulan memuat latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan
penelitian, serta manfaat penelitian.
- Landasan teoritis, berisikan asumsi bahwa penelitian itu senantiasa berkaitan dengan
hasil penelitian terdahulu yang kemudian dikaji untuk meberikan gambaran
pengetahuan yang baru yang diambil dari sumber primer seperti artikel jurnal, skripsi,
tesis, disertasi, buku, dan lainnya.
- Metode penelitian, menggambarkan strategi yang digunakan peneliti untuk menjawab
masalah penelitian. Metode penlitian berisikan penjelasan mengenai alat, bahan, dan
prosedur penelitian.
- Hasil penelitian, memuat seluruh masalah yang dangkat dalam penelitian yang disusun
secara sistematis dan jelas serta tuntas yang kemudian hasil ini diulas melalui
pembahasan dalam poin judul-judul yang berkaitan erat dengan topik penelitian.
- Pembahasan, merupakan bagian karya ilmiah yang mendialogkan antara temuan
empiris yang diperoleh dengan teori-teori atau hasil penelitian terdahulu untuk
menunjukkan bahwa tujuan penelitian telah tercapai.
- Penutup, merupakan bab terakhir dalam karya ilmiah yang memuat dua hal pokok
yakni kesimpulan sebagai jawaban atas hasil penelitian yang dinyatakan secara singkat
dan padat, dan saran yang ajukan berdasarkan kesimpulan penelitian.

c. Koda
Koda merupakan bagian akhir karya ilmiah yang memuat hal-hal terkait dengan
uraian nas yakni daftar pustaka dan lampiran (jika ada). Setiap pustaka yang dijadikan
rujukan disebutkan dalam teks harus dicantumkan dalam daftar pustaka. Lampiran memuat
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian yang berisi keterangan-keterangan tertulis
yang perlu diikut sertakan dalam karya ilmiah seperti instrumen penelitian, pedoman
wawancara, pedoman observasi, dan hasil perhitungan statistik. Lapiran juga berisi bukti
pelaksanaan penelitian seperti surat ijin penelitian, bukti pengumpulan data, dan bukti
pembimbingan penelitian.

III. BAHASA DALAM KARYA ILMIAH


Berbagai ketentuan sepatunya diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah agar
tulisannya komunikatif, karya ilmiah itu harus memenuhi kriteria logis, sistematis, dan lugas
(Mahsun, 2007). Karya ilmiah tersebut jika keterangannya dikemukakan maka akan dapat
ditelusuri alasan-alasannya yang masuk akal. Karya ilmiah disebut sistematis jika keterangan
yang ditulis disusun dalam satuan-satuan yang berurutan dan saling berhubungan. Karya
ilmiah disebut sebagai lugas jika keterangan yang diuraikannya disajikan dalam bahasa yang
langsung menunjukkan persoalan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahasa untuk karya
ilmiah yakni menghindari pernyataa yang bersifat absolut misalnya pasti; hindari pernyataan
yang bersifat ragu-ragu contohnya kata mungkin, barangkali; hindari istilah asing yang telah
ada padannya dalam bahasa Indonesia; gunakan kalimat pendek, efektif, dan jelas dipahami;
dan perhatikan penulisan kata secara benar. Untuk bahasa karya ilmiah perlu pemilihan kata-
kata yang memenuhi syarat baku, lazim, hemat, dan cermat (Rahardi, 2006). Selanjutnya,
bahasa itu akan dipaparkan dalam poin-poin berikut ini.
1. Kata yang Baku. Kata yang baik dan resmi yang terdaftar dalam KKBI, sesuai dengan
EYD dan kemudian dianjurkan pemakaiannya dalam tulisan resmi merupakan bagian
dalam kata yang baku. Kata yang baku ini dapat dipengaru dari berbagai hal misalnya,
kata-kata dialek seperti, bilangin, ngasih, bukain, dan lainnya tidak dapat digunakan
dalam tulisan ilmiah. Kata itu dapat diganti dengan kata yang baku yakni, mengatakan,
memberi, dan membukakan.
2. Kata yang Lazim. Kata yang digunakan dalam karya ilmiah hendaknya kata yang sudah
lazim, sudah dikenal oleh masyarakat luas, atau kata yang familier. Hindarilah
menggunakan kata-kata asing atau daerah yang tidak dikenal oleh masyarakat luas.
Penggunaan kata asing seperti sparepart, approach, dan impact yang lebih baik
digunakan dalam kata bahasa Indonesia yakni, suku cadang, pendekatan, dan kendala.
3. Kata yang Hemat. Bahasa karya ilmiah harus hemat kata dan padat isi. Oleh karena itu,
gagasan yang diinginkan penulis dapat diungkapkan dengan sikap dan cukup
menggunakan satu kata dari dua kata yang bersinonim seperti adalah merupakan, sejak
dari, demi untuk, dan sebagainnya, hal tersebut dapat diperbaiki menjadi pilihan berikut
iniadalah atau merupakan, sejak atau dari, demi atau untuk, dan sebagainya.
4. Kata yang Cermat. Kata-kata yang bersinonim, walaupun artinya sama, pemakaiannya
dalam kalimat kadang-kadang tidak dapat dipertukarkan sebab kata-kata itu memiliki
nuansa masing-masing. Kata-kata menguraikan, menganalisis, membagi-bagi, memilah-
milah, menggolongkan, dan mengelompokkan mungkin bermakna mirip. Namun,
pemakaiannya dalam kalimat berbeda. Jika pemilihan kata tidak tepat maka akan
menimbulkan salah tafsir.

IV. TEKNIK PEMBUATAN NOTASI KARYA ILMIAH


Penulisan notasi ilmiah selalu ada dalam suatu karya ilmiah. Notasi ilmiah adalah
catatan pendek yang dikutip untuk mengetahui sumber informasi ilmiah yang dikutip dalam
suatu karya ilmiah. Pembauatan notasi ilmiah mencakup teknik pengutipan dan penulisan
daftar pustaka. Berikut ini pemaparannya (Tim Penyusun, 2007).

1. Teknik Pengutipan
Dalam suatu karya ilmiah akan menggunakan kutipan-kutipan untuk menegaskan isi
uraian atau untuk membuktikan apa yang dituliskan. Kutipan sebagai aktivitas meminjam
kalimat atau pendapat pengarang baik dalam bentuk tulisan atau lisan yang dilakukan dengan
cara mengutip pendapat yang dianggapnya benar dan berkaitan dengan hal yang sedang
dikaji, menyebutkan nama penulis atau sumber kutipan disertai tahun dan halaman jika
dalam bentuk tertulis. Ada beberapa alasan penyebutan sumber dalam kutipan yakni apabila
ada pernyataan orang lain yang dikutip itu ternyata salah, kesalahan tetap menjadi tanggung
jawab pemilik pernyataan, agar pernyataan yang dikemukakan oleh penulis benar-benar
terbukti bukan hasil rekaan penulis, tetapi benar-benar didukung oleh bukti lain, dan sebagai
etika menghargai jerih payah orang lain.
Kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung dan kutipan tak langsung. Kutipan
langsung adalah pinjaman pendapat dengan mengambil secara lengkap kata atau kalimat dari
sebuah teks asli. Sedangkan, kutipan tak langsung adalah pinjaman pendapat sorang
pengarang atau tokoh terkenal berupa intisari atau ikhtisar dari pendapat tersebut. bedanya
hanya jika kutipan langsung ditulis dalam tanda kutip sedangkan tak langsung tidak diapit
dalam tanda kutip. Berikut ini beberapa cara menulis kutipan dalam karya ilmiah.
a. Bagian yang dikutip terdiri dari lima baris atau lebih
Ada dua macam tipe akutansi, yaitu akutansi keuangan dan akutansi manajemen.
Menurut Mulyadi (1997:1):
Akutansi manajemen dapat dipandang dari dua sudut: akutansi manajemen
sebagai salah satu tipe akutanasi dan akutansi manajemen sebagai sebagai
salah satu tipe informasi. Salah satu tipe akutansi, akutansi manajemen
merupakan sistem pengolahan informasi keuangan yang digunakan
menghasilkan informasi keuangan kepentingan pemakai intern organisasi.

b. Bagian yang dikutip kurang dari lima baris


Menurut McLeod (2001:304) “Sistem Informasi Akutansi (SIA) bertugas
mengumpulkan data yang menjelaskan kegiatan perusahaan mengubah menjadi
informasi, menyediakan informasi bagi pemakai di dalam maupun di luar perusahaan”.

c. Bagian kutipan yang ada bagian kalimatnya dihilangkan


Menurut Davis (1984:15):
... SIM adalah sebuah sistem informasi yang selan melakukan semua pengelolaan
transaksi yang perlu untuk sebuah organisasi, juga memberi dukungan informasi
dan pengolahan untuk fungsi manajemen dan pengambilan keputusannya.
Gagasan sebuah sistem informasi yang demikian itu telah ada sebelum
munculnya komputer.

d. Sumber kutipan ditulis setelah kutipan


Ekonomi global adalah ekonomi dimana barang, jasa, orang-orang, keahlian, dan
gagasannya bergerak dengan bebas lintas batas-batas geografi. Relatif tidak terhambat
oleh batas-batas artifical, seperti tarif. Ekonomi global secara signifikan memperluas dan
membuat lingkungan pesaing perusahaan semakin kompleks (Hitt, 2001:12).

e. Sumber kutipan merujuk pada sumber lain


David (Hitt, 2002:77):
Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk
merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas
fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai objektifnya seperti
yang tersirat dalam definisi. Fokus manajemen strategi terletak pada
memadukan manajemen, pemasaran, keuangan, produksi, pendidikan dan
pengembangan, serta sistem informasi komputer yang mencapai keberhasilan
organisasi.

f. Penulis terdiri atas dua orang


Menurut Anthony dan Hermanson (1993:1) “Akutansi adalah suatu sistem untuk
mengumpulkan, mengikhtisarkan, menganalisa, dan melaporkan, dalam satuan uang,
informasi tentang suatu organisasi.

g. Masalah yang dikutip dibahas beberapa orang


“Proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap: perumusan strategis,
implementasi strategis, dan evaluasi strategis” (Davis, 1984; Hitt 2001; David, 2002)

h. Sumber kutipan dari beberapa karya dari beberapa penulis


“Strategi global mengkonsumsi produk-produk yang lebih distandarisasi dan
dikontrol oleh kantor pusat” (Hitt, 2002a:23)

i. Sumber kutipan itu tanpa nama penulisnya


“Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan evaluasi program pendidikan” (Tn, 2003:11)

j. Sumber kutipan dari bahasa Inggris


Menurut Meigs (1989):

An Accounting sytem consist of the methods and devices used by an entity to keep
track of financial activities and to summarize these activities in a manner useful
to decision makers. To achieve these goals, and accounting system may make use
of computers and video displays as well as hand written records and reports
pointed and paper (sistem akutansi terdir dari jumlah metode dan perangkat yang
digunakan oleh suatu organisasi dalam upaya untuk menangani aktivitas-aktivitas
keuangannya dan meringkas kegiatan-kegiatan tersebut sedemikian rupa untuk
dapat dimanfaatkan oleh para pembuat keputusan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sistem akutansi dapat memanfaatkan komputer, tayangan video, manual,
dan laporan yang disajikan).

2. Teknik Penulisan Daftar Pustaka


Daftar pustaka adalah bahan bacaan yang telah dicantumkan di dalam isi (kajian
pustaka atau kajian teoritis di bab 2) dalam karya ilmiah. Sistematika dalam penulisan daftar
pustaka setidaknya memenuhi ketentuan-ketentuan berikut: (a) tulisan DAFTAR PUSTAKA
di bagian tengah halaman; (b) menuliskan nama penulis dengan mendahulukan nama
belakang; (c) urutan nama di dalam daftar pustaka mengikuti alpabet; (d) menyebutkan tahun
penerbitan; (e) menyebutkan judul karangan dan ditulis dengan huruf miring; (f)
menyebutkan nama kota terbit; dan (g) menyebutkan nama badan penerbit. Berikut ini
contoh penulisan daftar pustaka.
a. Bersumber dari jurnal
Wahyono, Hadi. 2002. Komparasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Empiris di
Bursa Efek Jakarta (BEJ). Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, vo;.10, no. 2,
april, p.259-279.

b. Bersumber dari buku


Day, Robert and Gastel, Barbara. 2012. How to Write and Publish a Scientific paper.
Cambridge University Press.

c. Bersumber dari buku yang ditulis oleh orang yang sama dan diterbitkan dalam tahun
yang sama pula
Mulyadi, 1993a. Akutansi Manajemen. Yogyakarta: STIE
-----------, 1993b. Sistem Akutansi. Yogyakarta: BPFE

d. Bersumber dari buku yang berisi kumpulan artikel yang ada editornya
Basri, Hasan (ed), 1999. Pembangunan Ekonomi Rakyat di Pedesaan. Jakarta: PT. Bina
Rena Parawira.

e. Bersumber dari buku karya terjemahan


Davis, Gordon B. 1984. Sistem Informasi Manajemen. Terjemahan oleh Andreas S.
Adiwardana. Jakarta: PT Djaya Pirusa.

f. Bersumber dari, skripsi, tesis, dan disertasi


Christy, Nirena Ade. 2016. Kajian Strukturalisme Geneitik pada Mite Puteri Mayang di
Kabupaten Barito Timur. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat (Tesis)

g. Bersumber dari publikasi departemen/instansi


Departemen Pendidikan Nasional RI. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Pendidikan Nasional RI.

h. Bersumber dari dokumen


Program Pelatihan Karyawan. 2004. Laporan kepemimpinan Karyawan. Banjarmasin:
PT Surya Adi Prakasa.

i. Bersumber dari makalah


Wahyu. 2003. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Melalui Pendidikan. Makalah
pada Seminar Pendidikan 2003, PGRI Barito Utara.

j. Bersumber dari surat kabar


Budiharjo, Eko. 2003. Membumikan IPTEK. Kompas, 4 Februari 2003, hal 14.
k. Bersumber dari surat kabar tanpa nama penulis
Kalteng Pos, 2017. Semarak HUT RI ke 72. 17 Agustus 2017, hal 2.

l. Bersumber dari internet berupa artikel dari jurnal


Kuamidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal
Ilmu Pendidikan, (online), jilid 5, No. 4, (http://www.malang.co.id, diakses 20
Agustus 2017)

Evaluasi

1. Jelaskan definisi karya ilmiah!


2. Jelaskan apa saja ciri-ciri karya ilmiah!
3. Bagaimana sebaiknya penggunaan bahasa dalam karya imiah!
4. Dalam mengutip pendapat, mengapa perlu untuk mencantumkan sumber kutipan?
5. Berikan contoh kutipan langsung!
6. Berikan contoh kutipan tak langsung!
7. Berikan contoh penulisan daftar pustaka bersumber internet!
8. Berikan contoh penulisan daftar pustaka bersumber artikel dalam jurnal!
9. Berikan contoh penulisan daftar pustaka bersumber dokumen resmi!
10. Buatlah sebuah karya ilmiah (makalah) dengan tema keberadaan bahasa Indonesia pada
lingkungan kampus Anda!
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Arifin, E Zainal. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia: untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Day, Robert and Gastel, Barbara. 2012. How to Write and Publish a Scientific paper.
Cambridge University Press.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Bentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gie, The Liang. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: ANDI
Halliday, M.A.K. 1973. Exsplorations in the Functions of Language. London: Edward
Arnold.
Hernowo. 2003. Andaikata Buku itu Seputong Pizza: Ransangan Baru untuk Melejitkan
“Word Smart: Jakarta: EGC.
Lyson, J. 1977. Semantic I and H. London: Oxford University Press.
Lyson, J. 1981. Language, Meaning, and Context. London: Fontana.
Kartanegara, Mulyadhi. 2005. Kiat Mengukir Kata: Kiat-Liat Menulis Efektif-Kreatif.
Bandung: Mizan Learning Center.
Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti.2001. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka
Kridalaksana, Harimurti, dkk. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa, Sastra, dan
Aksara. Jakarta: PT. Grajagrafindo Persada.
Kusumaningsih, Dewi, dkk. 2013. Terampil Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: C.V Andi
Offset.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa, Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Maleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurudin. 2010. Dasar-Dasar Penulisan. Malang: UMM Press.
Rahardi, F. 2006. Panduan Lengka Menulis Artikel, Feature, dan Esai. Jakarta: kawan
Pustaka.
Tarigan, Hendry Guntur. 2009. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa
Bandung.
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi: Mata Kuliah Pengembangan
Keperibadian. Jakarta: Grasindo.
Soekmono, R. 2002. Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.
Tim Penyusun. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Keempat. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Tn. Prasasti Kedukan Bukit.Wikipedia , (online), (http://prasasti-kedukan-bukit, diakses 05
Mei 2017)
Tn. Prasati Talang Tuo. Wikipedia , (online), (http://prasasti-kedukan-bukit, diakses 05 Mei
2017)
Tn. Prasati Kota Kapur. Wikipedia , (online), (http://prasasti-kedukan-bukit, diakses 05 Mei
2017)
Wibowo, Mungin E., dkk. 2006. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Unnes.

Anda mungkin juga menyukai