Tim Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
MATERI 1: SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA....... 1
I. SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA.................................... 1
II. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA, DAN............................. 9
III. FUNGSI PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA............................. 13
Evaluasi................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
MATERI 1
Era globalisasi pada masa kini mendorong perkembangan bahasa secara pesat,
tertuama bahasa yang datang dari luar atau bahasa Inggris. Dengan ditetapkannya bahasa
Inggris sebagai bahasa internasonal maka, sebagian orang cenderung memilih untuk
menguasai bahasa Inggris agar tidak kalah dalam persaingan di kancah internasional dan
tidak buta akan informasi dunia. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa mempelajari bahasa
asing merupakan suatu kebutuhan, tapi alangkah lebih baik bila kita tetap mampu menjaga,
melestarikan dan membudayakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan identitas
bangsa Indonesia. Warga Negara Indonesia yang baik haruslah memperdalam mengenai
bahasa Indonesia. Untuk dapat memperdalam mengenai bahasa Indonesia dapat dimulai dari
mempelajari rangkaian materi pelajaran pada Modul: Cinta Bahasa Indonesia untuk
Kalangan Mahasiswa di Perguruan Tinggi. Secara umum, materi 1 ini memuat pengetahuan
tentang Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia, sedangkan secara khusus dalam setiap sub
materinya akan memaparkan tentang: Sejarah Singkat Bahasa Indonesia, Perkembangan
Bahasa Indonesia, dan Fungsi Pemakaian Bahasa Indonesia. Pada pembahasan berikunya
akan diuraiakan sub materi tersebut.
2. Tahun 1917
Pada tahun 1917 Commissie voor de Volkslestuur (Taman Bacaan Rakyat) diubah
menjadi Balai Pustaka yang menerbitkan novel, pantun, pertanian, dan kesehatan.
Keberadaan Balai Pustaka sangat berpengaruh membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat Luas. Pada tahun tersebut penggunaan bahasa Melayu sangat kuat di
masyarakat Indonesia bahkan dapat dikatakan bahasa Melayu adalah bahasa Indonesia. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia,
diantaranya: Pertama, bahasa Melayu sudah merupakan bahasa perantara, pengubung dan
perdagangan di Indonesia; Kedua, sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena
dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa (ngoko, kromo)
atau perbedaan kasar dan halus seperti dalam bahasa Sunda (kasar, lemes); Ketiga, setiap
suku (Banjar, Jawa, Sunda, Bugis dan lainnya) dengan suka rela menerima bahasa Melayu
menajdi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional; dan Keempat, bahasa Melayu mempunyai
kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas. Bahasa Melayu pun
diangkat menjad bahasa nasional dan bahasa persatuan pada masa itu berdasarkan alasan
bahwa sejarah para pedagang yang membantu penyebarannya ke seluruh pantai nusantara
terutama kota-kota pelabuhan yang menyebabkan bahasa Melayu menjadi bahasa perantara di
Indonesia.
3. Tahun 1928
Saat-saat yang paling menentuka dalam perkembangan bahasa Indonesia adalah pada
28 Oktober 1928, hal ini dikarenakan para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang
kukuh atas perjalanan bangsa Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda dalam Naskah Putusan
Kongres Pemuda Indonesia berisi butir-butir kebulatan tekat yang berbunyi demikian:
Satu : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, bangsa
Indonesia.
Dua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Tiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Pada pernyataan ketiga dalam Sumpah pemuda tersebut merupakan pernyataan tekad
kebahasaan yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi bahasa Indonesia.
Berdasarkan ikrar Sumpah Pemuda maka, bahasa Melayu yang sudah dipakai sejak abad ke-7
resmi menjadi bahasa Indonesia.
4. Tahun 1933
Pada tahun tersebut, secara resmi sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan
dirinya Pujangga Baru. Angkatan sastrawan ini dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana
beserta rekan-rekannya.
5. Tahun 1938
Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilansungkan Kongres bahasa Indonesia I di Solo dengan
hasil bahwa usaha pembinaan dan pengemabangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara
sadar oleh cendikiawan dan budayawan saat itu. Usulan dalam Kongres Bahasa Indonesia
adalah memuat bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, pembaharuan ejaan, pengembangan
istilah-istilah dan penyusunan tata bahasa baru sesuai dengan perkembangan bahasa
Indonesia, dan pendirian Institut bahasa Indonesia.
6. Tahun 1945
Penandatanganan Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945 yang dalam
pasal 36 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
7. Tahun 1947
Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Soewandi sebagai
pengganti Ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
8. Tahun 1954
Salah satu wujud tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa
negara melalui Kongres bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober-2 November
1954.
9. Tahun 1972
Pada tanggal 16 Agustus 1972, dalam pidato kenegaraan di depan sidang DPR yang
dikutkan pula dengan Keputusan Presiden No 57 tahun 1972, Presiden Republik Indonesia
meresmikan penggunaan Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Kemudian, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh Indonesia
sejak tanggal 31 Agustus 1972.
Evaluasi
MATERI 2
RAGAM BAHASA INDONESIA
1. Laras llmiah
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil
pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah
menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh
sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut
penulis. Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang
pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang
penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Meskipun demikian, dalam
karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai
kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya
ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil
penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di
lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita.
Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada
pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai
berikut.
a. Menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada
situasi spesifik.
b. Ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan
c. Disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan
prosedural
d. Menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang
mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan
e. Mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu
hipotesis.
f. Ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran
faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis
karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka.
Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
g. Bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu
ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat.
Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu
dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa
pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut. Berdasarkan uraian di
atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu : (a)
Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna;(b) Harus secara
tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak
menimbulkan kerancuan atau keraguan; dan (c) Harus singkat, berlandaskan ekonomi
bahasa.
Evaluasi
MATERI 3
KAIDAH EJAAN BAHASA INDONESIA
Setelah mendapatkan pengetahuan mengenai ragam bahasa, maka salah satu bagian
materi yang diharapkan mampu menyeimbangi pengetahuan agar dapat memanfaatkan ragam
bahasa tersebut dengan tepat adalah kemampuan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan
sesuai dengan kaidah dan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi
santai dan akrab seperti di warung kopi, di pasar, dan di tempat arisan, digunakan bahasa
Indonesia yang santai dan akrab pula. Dalam situasi formal seperti dalam perkuliahan,
seminar, dan pidato kenegaraan hendaklah menggunakan bahasa Indonesia yang resmi dan
formal dan selalu memperhatikan norma bahasa. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa
Indonesia yang digunakan sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang baku.
Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi ejaan, pembentukan kata, penyusunan paragraf, dan
penataan penalaran. Dengan demikian pengertian bahasa Indonesia yang baik dan benar
adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia. Pada Materi 3 kali ini akan menelaah lebih dalam lagi
mengenai Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang dipaparkan dalam subbahasan Pengertian
Ejaan, Sejarah dan Perkembangan Ejaan di Indonesia, dan Penerapan Kaidah Ejaan yang
Disempurnakan.
I. PENGERTIAN EJAAN
Kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada konteks jjaan
adalahberhubungan dengan cara menggambarkan bunyi-bunyi dalambnetuk
hurufsertapenggunaan tanda baca dalam tataran wacana. Sebagaimana hal yang di
kemukakan Kridalaksana (2001) bahwa penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-
menulis yang distandarisasikan, lazimnya memiliki 3 (tiga) aspek yakni fonologis,
morfologis, dan sintaksis. Aspek fonolgis yang menyangkut penggambaran fonem dengan
huruf dan peyusunan abjad, berikutnya aspek morfologis yang menyangkut pengambaran
satuan-satuan morfemis, sedangkan aspek sintaksis. Yang menyangkut penanda ujaran atau
tanda baca. Pemikiran tersebut sejalan dengan definisi dalam KBBI (Departemen Pendidikan
Nasional, 2008) yang menuliskan ejaan adalah keseluruhan pelambangan bunyi bahasa,
penggabungandan pemisahan kata, penempatan tanda baca dalam tataran satuan bahasa.
Ejaan juga mengatur tentang cara melambangkan bunyi ujaran dan antarhubungan atau
antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggambungannya dalam suatu bahasa. Secara
teknis, ejaan dimasudkan untuk mengatur penulisan huruf, kata, dan pemakaian tanda baca.
Berdasarkan konsepsiejaantersebut, cakupan bahasan ejaan membicarakanpemakian
huruf vocal dan konsonan, penggunaan huruf capital dankursif, penulisan kosakata dan
bentukan kata, penulisan unsure serapan afiksasi dan kosakata asing, dan penempatan dan
pemakaian tanda baca.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi diresmikan oada 19 Maret 1947 untuk menggantikan ejaan Van
Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu
diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah: (a) huruf oe diganti dengan u,
seperti pada guru,itu, umur; (b) bunyi hamzah dan sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-
kata tak, pak, maklumat, rakjat; (c) kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2,
berjalan2, ke-barat2-an; dan (d) awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis seragkai
dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun diseamakan
dengan imbuhan di pada tulisan ditulis, dikarang.
3. Ejaan Melindo
Sidang putusan Indonesia dan Melayu pada akhir 1959 menghasilkan konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan
politik tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan
Presiden RI meresmikan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan pada tanggal
16 Agustus 1972. Peresmian ejaan baru itu didasarkan pada Putusan Presiden No. 57 tahun
1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan
itu. Karena penuntun itu perlu dilengkapi, maka Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972 No.156/P/1972 yang
diketuai oleh Amran Halim telah menyusun buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Isinya berupa paparan kaidah ejaan yang lebih luas.
Setelah itu, Meneteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya
NO.0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman
tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No.0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. Demikianlah paparan
singkat mengenai sejarah dan perkembangan ejaan di Indonesia yang sebagian besar terjadi
pada perubahan huruf dan atau penulisannya.
1. Pemakaian Huruf
Pemakaian huruf dalam Ejaan yang Disempurnakan dimulai dengan huruf abjad yang
dibedakan atas huruf vokal dan konsonan, huruf diftong, gabungan huruf konsonan,
pemenggalan kata yang terjadi pada kata dasar oleh vokal berurutan, vokal dan konsonan,
konsonan berurutan, konsonan dan konsonan, selanjutnya imbuhan dan akhiran, serta lebih
dari satu unsur. Untuk lebih jelasnya pemakaian huruf ini dapat disimak melalui bagan
berikut ini.
Huruf Vokal: a, i, u, e, o
Huruf Abjad: A, B, C, D, E, F, G ,H, I, J, K, L,
M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z
Huruf Konsonan: b, c, d, f, g, h, j, k, l,
m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z
Huruf Diftong: ai, au, oi
2. Penulisan Huruf
Penulisan huruf diatur pada penulisan huruf kapital dan huruf miring. Berikut ini
aturan dari penulisan huruf kapitan.
a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat, contohnya: Dia
sedang giat belajar.
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada petikan langsung, contohnya:
Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah,Nak!”
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan, contohnya:
Allah, Yang Maha Kuasa, Al-Qur‟an, bimbinglah hamba-Mu, dengan rahmat-Nya.
d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang, contohnya: Nabi Muhammad, Sultan
Suriansyah, Imam Hambali.
e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat, contohnya: Wakil Presiden M. Djusuf Kala, Gubernur
Kalimantan Tengah Sugianto.
f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang, contohnya:
Amir Hamzah.
g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa,
contohnya: bangsa Indonesia, suku Dayak, bahasa Pangunraun.
h. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bulan tahun, hari, hari raya, dan
peristiwa sejarah, contohnya: tahun Hijiriah, tarik Masehi, bulan Agustus, hari
Kamis.
i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi, contohnya: Asia
Tenggara, Ngarai Sinaok, Jalan Yos Sudarso.
j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata
penghubung seperti dan, contohnya: Republik Indonesia, Badan Pengawas
Kesejahteraan Ibu dan Anak, Nomor 13, Tahun 1972.
k. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintahan dan ketata negaraan, serta dokumen
resmi, contohnya: Perserikatan Bangas-Bangsa, Rancangan Undang-Undang.
l. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata termasuk unsur kata ulang
sempurna di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata
seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, contohnya: Majalah Bahasa dan Sastra.
m. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama, gelar, pangkat,
contohnya: Dr. (doktor), M.A. (master of arts), S.E (sarjana ekonomi).
n. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti Bapak, Ibu, Saudara, Kakak, Adik, Paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan, contohnya: “Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto, Adik bertanya “Apa
itu, Bu?”
o. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata ganti Anda, contohnya:
Suddahkah Anda tahu?
Berikutya ketentuan penggunaan huruf miring dalam Ejaan yang Disempurnakan
adalah:
a. Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan,
contohnya: MajalahBahasan dan Kesusastraan, buku Negara Kertagama karangan
Prapanca.
b. Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata atau kelompok kata,
misalnya: huruf pertama kata abjad ialah a, dia bukan penipu tetapi ditipu
c. Menuliskan kata ilmiah atau asing, kecuali kata yang sudah disesuaikan ejaannya,
contohnya: Politik divideet impera pernah merajalela di negeri ini.
3. Penulisan Kata
Penulisan kata mencakup kata dasar, kata turun, kata ulang, gabungan kata, kata
depan di, ke, dari, kata ganti ku, kau, mu, dan nya, kata si dan sang, penulisan partikel,
penulisan singkatan dan akronim, serta penulisan angka dan lambang bilangan.
a. Penulisan Kata Dasar
Penulisan kata dasar sering dihadapkan pada penulisan baku dan tidak baku.
Penulisan karangan ilmiah, karangan yang didokumentasi, dan surat menyurat resmi harus
menggunakan kata baku. Berikut ini adalah contoh dari penggunaan kata dasar salah dan
benar.
No Salah Benar
1 Erobik Aerobik
2 Cinderamata Cenderamata
3 Jadual Jadwal
4 Komplek Kompleks
5 Obyek Objek
6 Praktek Praktik
7 Sutra Sutera
8 Subyek Subjek
9 Tehnik Teknik
10 Rubah Ubah
g. Penulisan Partikel
Partikel kah, lah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahului misalnya,
apakah kaubaca itu, bacalah buku itu, apatah. Partikel pun misalnya pada apa pun, satu
kali pun. Partikel –per, yang berarti „mulai‟, „dari‟, dan „tiap‟ misalnya pada kalimat, per 1
April, satu per satu.
Penulisan lambang bilangan diatur dalam hal-hal berikut ini: (a) Penulisan lambang
bilangan dengan huruf dilakukan sebagai bilangan utuh dan pecahan, contohnya 12 (dua
belas), 1/2 (setengah); (b) penulisan lambang bilangan tingkat, contohnya Paku Bowono X;
(c) penulisan lambang bilangan dengan akhiran –an, contohnya tahun 60-an; (d) penulisan
lambang dinyatakan dinyatakan dengan satu atau dua kata, contohnya tiga ratus ekor aya,;
(e) penulisan lambang pada awal kalimat menggunakan huruf, contohnya Lima belas orang
tewas; (f) angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
mudah dibaca, contohnya 250 juta; (g) bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti kuitansi, contohnya dua puluh
orang pegawai; dan (h) jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya
harus tepat, contohnya Rp 200,00 (dua ratus rupiah).
Evaluasi
1. Jelaskan sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia!
2. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
huruf kapital!
3. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
huruf miring!
4. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
tanda titik!
5. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
tanda koma!
6. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
tanda hubung!
7. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
tanya!
8. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
angka!
9. Jelaskan dan berikan contoh penerapan Ejaan Yang Disempurnakan pada penggunaan
pelafalan huruf!
10. Jelaskan penulisan unsur serapan!
MATERI 4
I. PENGERTIAN KALIMAT
Kalimat dapat dipahami sebagai satuan bahasa terkecil yang digunakan untuk
menyampaikan suatu gagasan atau ide (Gie, 2002). Kalimat sebagai satuan bahasa secara
relatif berdiri sendiri, mempunyai intonasi akhir, dan secara aktual serta potensional terdiri
atas klausa. Secara umum dapat dikatakan bahwa satuan-satuan bahasa lebih besar yang ada
di atas tataran kalimat adalah paragraf atau wacana. Ide atau gagasan ini pertama-tama dapat
dinyatakan lewat satuan bahasa terkecil yang mampu mengemban gagasan atau ide itu, yakni
entitas kalimat. Sebuah kalimat membicarakan tentang hubungan antar klausa yang satu
dengan yang lainnya. Secara umum dapat disampaikan bahwa satuan-satuan bahasa lebih
besar ada di atas tataran kalimat adalah paragraf dan wacana.
Dalam konteks pemakaian lisan, paragraf atau alinea dapat disebut sebagai pratone.
Berkaitan dengan sebutan fungsi, bila terdapat untaian kalimat, baik pendek maupun panjang,
kalau di dalam kalimat itu tidak terdapat unsur subjek dan predikatnya, sebuah kalimat tidak
dapat disandang oleh bentuk kebahasaan itu. Dimensi fungsi kalimat memiliki unsur subjek,
predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Dalam bahasa Indonesia bahwa kesejstian subjek
ditentukan oleh predikatnya. Predikat kalimat juga dapat diketahui identitasnya jika subjek
kalimat itu jelas. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mencermati pengertian kalimat
seperti yang ditunjukkan sebelumnya maka perlu pembahasan lebih mendalam berkaitan
dengan unsur-unsur kalimat yang akan diuraikan dalam pokok bahasan ke II berikutnya.
2. Unsur Predikat
Predikat memiliki karakter yang tidak sama dengan subjek. Akan tetapi, kesejatian
sebuah subjek menjadi jelas juga karena ada predikat kalimatnya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sesungguhnya subjek dan predikat kalimat itu sama-sama menjadi unsur
pokok dalam kalimat. Untuk dapat mengidentifikasi predikat kalimat adalah dengan
menggunakan formula pertanyaan bagaimana atau mengapa. Bilamana dicermati dari
dimensi maknanya, bagian kalimat yang memberikan informasi ihwal pertanyaan bagaimana
dan mengapa adalah predikat kalimat itu. Berikut ini adalah conroh dari predikat yang
terdapat dalam kalimat.
a. Vendi menangis tersedu-sedu.
b. Jumlah korban gempa Sumatra adalah seribu orang.
Predikat dalam kalimat (a) juga dapat diidentifikasi dengan cara mencari kata adalah
atau ialah di dalamnya. Lazimnya, kata adalah atau ialah digunakan sebagai predikat
kalimat nominal. Adapun yang dimaksud dengan kalimat nominal adalah kalimat yang
predikatnya bukan verba atau kata kerja. Pada kalimat (b) terdapat kalimat yang tidak
memiliki verba sebagai predikat, kata adalah atau ialah berfungsi sebagai predikatnya pada
kalimat nominal itu.
Selain kedua cara itu, ada cara lain untuk mengidentifikasi predikat kalimat adalah
dengan cara menegasikannya. Predikat kalimat yang berupa kata kerja dan kata sifat dapat
menegasikan kata tidak. Akan tetapi, jika predikat dalimat itu nomina atau kata benda,
penegasian itu dilakukan dengan menggunakan kata bukan. Contohnya Dia bkan mahasiswa
kampus itu lagi sejak 2009. Jadi jelas, bagian kalimat yang mengikuti penegasi tidak dan
bukan itulah predikat kalimatnya.
Ciri lain dari predikat kalimat adalah verba dan adjektiva yang menjadi predikat itu
dapat diawali oleh kata-kata penunjuk aspek dan modalitas seperti telah, sudah, belum,
sedang, akan, ingin, hendak, mau. Dengan demikian, predikat kalimat adalah bagian yang
menyertai kata-kata aspek dan modalitas yang telah disebutkan. Berikut ini contoh
kalimatnya, Pembantu rumah tangga ingin menjadi kaya juga sesungguhnya.
3. Unsur Objek
Dalam banyak hal dapat dikatakan bahwa objek kalimat berlawanan dengan subjek
kalimat. Tempatnya juga hampir berlawanan di dalam kalimat. Objek kalimat hanya
dimungkinkan hadir dalam kalimat apabila predikat kalimat tersebut merupakan verba atau
kata kerja yang sifatnya aktif transitif. Dengan demikan dapat dikatakan bahwa objek
kalimat tidak akan hadir dalam kalimat apabila tidak terdapat dalam kalimat pasif dan
kalimat itu merupakan kalimat verba intransitif. Objek kalimat mutlak hadir dalam kalimat
yang memiliki verba transitif, lazimnya berawalan me-. Bentuk verba yang berawalan ber-
dan berafiks ke-an hampir pasti tidak pernah kehadiran objek. Perhatikan contoh kalimat
berikut, Vandi mendapat hadiah. Unsur hadiah pada kalimat tersebut adalah objeknya.
Sebab, dia hadir setelah verba berawalan me-, jadi verba itu bersifat transitif. Akan tetapi,
pada kalimat berikut ini objek justru tidak dapat hadir seperti Vendi dilahirka di Yogyakarta.
Ciri lain dari objek kalimat adalah bentuk kebahasaan itu selalu terletak langsung
dibelakang predikat. Dalam struktur kalimat dasar, yakni kalimat dengan pola S-P-O dalam
dalam kalimat yang berpola S-O-P, sangat jelas kelihatan bahwa objek itu tidak pernah
mendahului predikatnya. Berikut contohnya Vendi mendapatkan penghargaan dari
sekolahnya, pada kalimat berstruktur tersebut, objk kalimat penghargaan berada di belakang
predikat.
Ciri objek kalimat berikutnya adalah bentuk kebahasaannya dapat menjadi subjek di
dalam kalimat pasif. Seperti pada kalimat berikut Vendi mendapatkan penghargaan besar
itu. Pada kalimat itu terbukti bahwa kalimat itu merupakan kalimat aktif transiti, unsur
pengahrgaan besar itu, merupakan objek kalimat.
Ciri berikutnya, sebuah objek kalimat adalah bentuk kebahasaan yang tidak dapat
diawali dengan preposisi atau kata depan. Contohnya Vandi menulis surat, antara predikat
menulis dan objek surat tidak perlu ada preposisi atau kata depan yang menyelanya.
4. Unsur Pelengkap
Dalam kalimat pasif, pelengkap tidak dapat menempati fungsi subjek. Pada posisi
yang sama, objek dapat menempatinya. Maka, inilah sesungguhnya perbedaan mendasar
antara objek dan pelengkap. Selain perbedaan yang mendasar itu, memang terdapat
kesamaan antara objek kalimat dan pelengkap. Kesamaan itu meliputi, keduanya harus hadir
untuk melengkapi kata kerja dalam kalimat, keduanya tidak dapat diawali oleh preposisi atau
kata depan, dan dua-duanya menempati posisi di belakang kalimat. Perhatikan contoh
kalimat di bawah ini.
a1. Ibu memberi saya baju baru.
a2. Ayah membelikan saya baju baru.
Pada kedua kalimat di atas tampak jelas bahwa bentuk baju baru, adalah pelengkap
dalam kalimat tersebut. Akan tetapi, pada kedua kalimat berikut ini, bentuk kebahasaan yang
baru ternyata dapat memiliki fungsi yang tidak sama. Berikut kalimatnya
b1. Vendi berjualan buku cerita
b2. Vendi menjual buku cerita
Pada kalimat b1 dan b2 nampak perbedaan antara objek dan pelengkap di dalam
kalimatnya. Pada kalimat b1 bentuk buku cerita adalah pelengkap. Bentuk kebahasaan itu
melengkapi verba, yang berciri aktif transitif. Sebaliknya di dalam kalimat b2 bentuk buku
cerita adalah objek kalimat. Dikatakan sebagai objek karena bentuk kebahasaan itu
melengkapi verba atau kata kerja di dalam kalimat tetapi bersifat transitif. Ciri lain yang
menunjukan bahwa kebahasaan itu adalah sebuah pelengkap bukan objek kalimat adalah
verba yang mendahuluinya merupakan verba berawalan ber- . Selain itu, bentuk-bentuk
berafiks ke-an seperti kehilangan, kedatangan, kemasukan, kecopetan, juga selalu diikuti oleh
pelengkap.
5. Unsur Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat yang sifatnya tidak wajib hadir. Berbeda dengan
subjek, predikat, objek, dan pelengkap yang sifatnya wajib hadir. Dengan tanpa kehadiran
keterangan itu, kalimat tetap saja berciri gramatikal. Maka, keterangan kalimat itu
sesungguhnya dapat disebut sebagai unsur luaran atau unsur periferal. Adapun fungsinya
adalah untuk menambahkan informasi pada kalimat itu. Informasi yang hendak ditambahkan
itu berupa tempat, waktu, cara, syarat, sebab,tujuan, dan sebagainya. Perbadaan keterangan
dengan unsur-unsur kalimat lainnya memiliki ciri keterangan yang didahului oleh preposisi
atau kata depan. Apabila subjek, objek, dan pelengkap kalimat itu dilarang keras diawali
oleh preposisi, keterangan justru sebaliknya diawali oleh preposisi. Ciri yang juga
membedakan unsur kebahasaan itu dengan unsur kalimat yang bersifat wajib hadir adalah
keterangan tidak terikat posisi. Keterangan dapat berada di depan, tengah, atau diakhir
kalimat. Kalimat berikut ini digunakan untuk memperjelas kalimat keterangan.
a. Kemarin, adik pergi ke Jakarta
b. Adik pergi ke Jakarta kemarin
c. Adik, kemarin pergi ke Jakarta
Pada kalimat di atas menunjukkan keterangan bersifat lentur, tidak kaku seperti unsur
kebahasaan lain yang ditujukkan di bagian depan. Kata ketrangan jauh lebih mudah
diidentifikasi oleh siapa saja. Keterangan dapat dibedakan atar beberapa macam. Misalnya
keterangan waktu, tempat, tujuan, cara, pewatas, tambahan, aposisi. Satu jenis keterangan
yang sangat perlu dicatat yakni keterangan aposis. Keterangan yang merupakan aposisi itu
dapat diwujudkan dengan tiga cara, yakni dengan pengapitan tanda kurung, pengapitan tanda
koma, dan pengapitan tanda pisah (-) seperti pada contoh kalimat berikut: Dosen saya yang
baru (Bapak Kunjana Rahardi) sedang berada di Jakarta.
MATERI 5
I. DEFINISI PARAGRAF
Paragraf merupakan bagian karangan yang terdiri atas beberapa kalimat yang
berkaitan secara utuh dan padu serta membentuk satu kesatuan pikiran (Tarigan, 2009).
Sebuah tulisan dapat dikatakan sebagai paragraf apabila memiliki kesatuan, kepaduan, dan
kelengkapan. Apabila sebuah paragraf itu bukan paragraf deskriptif atau naratif, maka secara
lahiriah unsur paragraf itu berupa kalimat topik atau kalimat utama, kalimat perkembangan
atau kalimat penjelasan, kalimat penegas, dan kalimat, klausa, prosa, dan penghubung.
Dalam sebuah karangan yang utuh, paragraf berfungsi untuk menandai pembukaan atau awal
ide/gagasan baru, juga sebagai pengembangan lebih lanjut tentang ide sebelumnya, atau
sebagai penegas terhadap gagasan yang diungkapkan terlebih dahulu.
2. Kesatuan
Selain kepaduan, persyaratan penulisan paragraf yang baik adalah prinsip kesatuan.
Kesatuan paragraf adalah tiap paragraf hanya mengadung satu pokok pikiran yang
diwujudkan dalam kalimat utama. Kalimat utama yang diletakan di awal paragraf dinamakan
paragraf deduktif, sedangkan kalimat utama yang diletakan di akhir paragraf disebut dengan
paragraf induktif. Terdapat ciri-ciri dalam membuat kalimat utama, yakni kalimat yang
dibuat harus mengandung permasalahan yang berpotensi untuk diperinci atau diuraikan lebih
lanjut. Contohnya David Backham adalah pemain sepak bola yang sukses, kalimat tersebut
dapat menjelaskan lebih lanjut apa saja yang membuktikan bahwa David Bakham adalah
orang yang sukses. Ciri-ciri yang lain yaitu kaimat utama dapat dibuat lengkap dan berdiri
sendiri tanpa memerlukan kata penghubung, baik kata penghubung intrakalimat maupun
antarkalimat.
3. Kelengkapan
Kelengkapan paragraf di dalamnya terdapat kalimat-kalimat penjelas secara lengkap
untuk menunjuk pokok-pokok pikiran atau kalimat utama. Kalimat penjelas memiliki ciri
penjelasan berupa rincian, keterangan, dan contoh. Selan itu, kalimat penjelas berarti apabila
dihubungkan dengan kalimat-kalimat di dalam paragraf. Kemudian kalimat penjelas sering
memerlukan bantuan kata penghubung, baik penghubung intrakalimat dan antarkalimat.
Kelengkapan paragraf berhubungan dengan cara pengembangkan paragraf dengan cara
pertentangan, perbandingan, analogi, contoh, sebab akibat, definisi, dan klaisifikasi
III. PENGEMBANGAN PARAGRAF
Pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan cara pertentangan, perbandingan,
analogi, contoh, sebab, akibat, definisi, dan klasifikasi (Arifin, 2008). Berikut ini pemaparan
dari cara pengembangan paragraf tersebut.
1. Cara Pertentangan
Pengembangan paragraf dengan cara pertentangan biasanya menggunakan ungkapan-
ungkapan seperti berbeda dengan, brtentangan dengan, lain halnya dengan, akan tetapi, dan
bertolak belakang dari. Berikut ini contoh paragraf pengembangan paragraf dengan cara
pertentangan.
Kereta api adalah moda tranportasi umum yang terbilang murah untuk
kalangan ekonomi menengah. Dalam segmentasi fasilitasnya terdapat beberapa
pilihan alternatif yakni ekonomi, bisnis, dan eksekutif. Pada kelas ekonomi meskipun
terbilang murah, namun sudah dilengkapi dengan fasilitas ruangan ber-AC dan
tempat duduk nyaman. Kereta api juga kini tak lagi berdesak-desakan seperti dulu.
Moda transportasi ini juga terjamin keamanannya dengan adanya satuan khusus
Polisi Kereta Api (Polsuska) yang berjaga di setiap gerbong kereta. Selain itu dalam
hal keamanan juga dibantu oleh polisi dari satuan Brimob di setiap armada kereta api.
Berbeda dengan jika anda ingin melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan
bus. Selain kurang nyaman karena ukuran kapasitas bangku yang relatif kecil, moda
transportasi ini juga tak memiliki jaminan keamanan bagi para penumpangnya. Rute
perjalanan darat yang berliku juga menjadikan penumpang mudah sekali mabuk darat
sehingga membuat semakin tak nyaman. Selain itu faktor keselamatan juga terkadang
diabaikan oleh para supir yang ugal-ugalan dalam mengendarai bus. Di tengah
perjalanan juga tak jarang dijumpai para pembajak bus yang menjadikan penumpang
sebagai obyek sasaran kejahatan mereka. Oleh karenanya bijaklah dalam memilh
moda transportasi umum yang nyaman, aman, dan menjamin keselamatan anda.
2. Cara Perbandingan
Pengembangan paragraf dengan cara perbandingan biasanya menggunakan ungkapan
seperti serupa dengan, seperti halnya, demikian juga, sama dengan, sejalan dengan, akan
tetapi, sedangkan, dan sementara itu. Berikut ini contoh paragraf pengembangan paragraf
dengan cara perbandingan.
Indonesia adalah negeri pahlawan, sosok yang dikagumi karena keberaniannya berkorban
bagi bangsa. Pada masa prakemerdekaan pahlawan dituntut memiliki keberanian membela
kaum terjajah dan menantang kaum penjajah. Berbeda dengan pahlawan pada
prakemerdekaan, pahlawan yang diperlukan pada pascakemerdekaan adalah pahlawan
kebajikan, pahlawan-pahlawan kehidupan. Pahlawan yang akan dikenang buka karena
berani mati, melainkan juga karena berani mengabdi hidup demi kesejahteraan bangsa.
3. Cara Analogi
Cara analogi adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang dijelaskan dengan objek lain
yang memiliki kesamaan atau kemiripan. Biasanya, pengembangan paragraf dengan cara
analogi dilakukan dengan bantuan kiasan. Kata-kata yang digunakan seperti, ibaratnya, dan
bagaikan. Berikut ini contoh pengembagan paragraf dengan cara analogi.
Dalam persoalan Poso kita memang diingatkan bahwa penanganannya tidaklah
mudah. Ibaratnya, kita diminta untuk memegang telur. Kalau terlalu keras memegangnya,
telur itu akan pecah, tetapi juga akan pecah karena terlepas dari tangan. Kita harus
menaganinya secara tepat dan yang harus menajadi perhatian kita bersama janganlah
masalah ini membuat kita sebagai bangsa menjadi pecah. Kasihan para pahlawan dan
mereka yang berhadap masa depan.
4. Cara Contoh-Contoh
Ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam pengembagan paragraf dengan cara
contoh-contoh dapat menggunakan kata-kata berikut ini seperti, misalnya, dan contohnya.
Selain tipe introver, sifat manusia adalah ekstrover. Tipe ekstrover adalah orang-
orang yang perhatiannya lebih diarahkan keluar dirinya, kepada orang lain, dan kepada
masyarakat. Orang yang yang tergolong tipe ekstrover memiliki sifat tertentu, contohnya
berhati terbuka, lancar dalam pergaulan, ramah tamah, penggambira, mudah mempengaruhi,
dan mudah dipenaguruhi oleh orang lain.
6. Cara Definisi
Cara definisi yakni dengan menggunakan kata-kata dalam mengembangkan paragraf
melalui kata adalah, yaitu, ialah, merupakan. Kata adalah biasanya digunakan jika sesuatu
yang akan didefinisikan diawali dengan kata benda, yaitu digunakan jika sesuatu yang akan
didefinisikan diawali dengan kata kerja atau sifat. Jika akan menjelaskan sinonim suatu hal,
kata ialah yang digunakan dan jika akan mendefinisikan pengertian rupa atau wujud, kata
merupakan yang dipakai. Contoh pengembangan paragraf cara definisi adalah sebagai
berikut.
Apakah psikologi itu? R.S. Woodworth berpendapat, “Psikologi ialah ilmu jiwa”,
sedangkan menurut Crow dan Crow “Psikologi adalah kejiwaan manusia dalam berinteraksi
dengan dunia sekitarnya.” Sementara itu, Santian mengemukakan bahwa psikologi
merupakan perwujudan tingkah laku manusia.
7. Cara Klasifikasi
Cara klasifikasi adalah pengembangan paragraf melalui pengelompokan berdasarkan
ciri-ciri tertentu. Kata-kata atau ungkapan yang lazim digunakan yaitu dibagi menjadi,
digolongkan menjadi, terbagi menjadi, dan mengklasifikasikan.
Penyelidikan tentang temperamen dan watak manusia telah dilakukan sejak dahulu
kala. Hippo Crates dan Galenus mengemukakan bahwa manusia dapat dibagi menajadi
empat golongan menurut keadaan zat-zat cair yang ada di dalam tubuhnya. Empat
golongan tersebut yaitu sanguistis (banyak darah) yang sifatnya periang, gembira, optimis,
dan lekas berubah-ubah. Kemudian, koleris (banyak empedu kuning) adalah manusia yang
memiliki sifat garang, hebat, lekas marah, dan agresif. Selanjutnya, flegmatis (banyak
lendirnya) adalah manusia yang sifatnya tenang, tidak mudah berubah, dan lamban.
Terakhir, melankolis (banyak empedu hitam) memiliki sifat murahan, tidak gembira, dan
pesimistis.
Evaluasi
MATERI 6
I. DEFINISI DIKSI
Diksi adalah pilihan kata, yang mana kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan
sesuatu. Pilihan kata merupakan salah satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karya
ilmiah maupun dalam dunia tutur. Kata yang tepat akan membantu kita dalam
mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikan, baik lisan maupun tulisan. Di
samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaannya.
Keraf (2002) membuat kesimpulan atas diksi yakni mencakup pengertian kata-kata
mana yang digunakan untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk
pengelompokan kata-kata yang tpat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan
gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Selanjutnya, diksi adalah
kemapuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin
disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan
nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Diksi yang tepat dan sesuai hanya
dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa
itu.
Kata merupakan unsur pembentuk kalimat, dalam kedudukan itu kata sebagai unsur
bebas terkecil yang bermakna. Disebut sebagai unsur bebas terkecil karena kata dapat erdiri
sendiri, yakni ucapan atau dituliskan terpisah dari kata-kata yang lain. Sebagai unsur kalimat
yang bermakna, kata digunakan untuk mewadahi dan menyampaikan pesan. Dengan
demikian, kata menjadi salah satu unsur pembentuk kalimat yang sangat menentukan tingkat
keefektifan kalimat. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
a. Kalau ada yang ditanyakan, silahkan!
b. Kalau ada yang bertanya, silahkan!
Pada kedua kalimat di atas jika diukur dari kebernalaran kalimat maka kalimat b yang
lebih efektif. Berdasarkan logika, dalam kalimat itu terkandung bahwa yang disilahkan
adalah yang ditanyakan sebagai kalimat tidak efektif seperti yang ada dalam kalimat a.
Sangat jelas bahwa yang ditanyakan adalah bukan orang dan tidak dapat disilahkan.
Sebaliknya dalam kalimat b adalah kalimat yang efektif. Dalam kalimat itu terkandung
perngertian bahwa yang disilahkan adalah yang bertanya. Sangat jelas bahwa yang bertanya
adalah orang dan dapat disilahkan. Perbedaan itu disebabkan oleh pilihan kata di antara dua
kata yang berbeda, yakni ditanyakan dan bertanya.
Dalam rangka menghasilkan kalimat yang efektif, salah satu kegiatan utama penutur
adalah memilih kata. Sebua kata akan mendukung terbentuknya kalimat efektif apabila kata
itu memiliki kesanggupan untuk mewadahi gagasan yang akan diungkapkan oleh penutur
dengan tepat dan memiliki kesanggupan untuk menimbulkan kembali gagasan itu dengan
tepat pula pada benak (pikiran dan perasaan) mitra tutur. Dalam kaitan itu, pilihan dan
pendayagunaan kata mengacu pada kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan
yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan
oleh penulis atau pembicara.
Kesanggupan sebagaimana yang telah dipaparkan tersebut yakni ketepatan dan kaidah
kecocokan. Kaidah ketepatan diukur dari gagasan yang akan disampaikan dan diterima
partisipan. Kaidah kecocokan diukur dari kesesuaian kata dalam konteks penggunaan sesuai
dengan kelaziman penggunaan kata, baik konteks kalimat maupun konteks luar kalimat.
Konteks luar kalimat itu bermacam-macam seperti topik, tujuan, situasi komunikasi, mitra
tutur, dan jenis wacana.
Teknis Umum
Nomina Kata benda
Verba Kata kerja
Notasi Perpindahan
Amputasi Potong
Renovasi Perbaikan
Evaluasi
Menulis sebuah karya ilmiah merupakan sebuah kebutuhan bagi para praktisi di
dunia pendidikan, tak terkecuali mahasiswa. Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah
diperlukan pemahaman yang mendalam. Karya tulis ilmiah bukanlah hasil olah rasa atau
perenungan intuitif maupun imajinatif, tetapi hasil olahan pikiran berdasarkan penalaran
ilmiah. Dengan kata lain, karya ilmiah merupakan karangan yang sifatnya nonfiksi, yang
dituliskan berdasarkan fakta hasil penelitian, percobaan, pengamatan, studi literatur atau
membaca buku. Menciptakan karya tulis ilmiah bukanlah hal yang mudah. Sebab, banyak
batasan dan aturan yang harus dipatuhi. Sampai saat ini, kebanyakan orang bingung bahkan
tidak tahu apa yang akan mereka tulis untuk menghasilkan suatu karya tulis yang baik.
Dalam materi 7 kali ini, sebagai pelajaran terakhir untuk ini akan menyampaikan berberapa
konsep dasar yang perlu dikuasi oleh seseorang ketika akan menulis karya ilmiah yakni
diawali dengan pengetahuan mengenai Definisi Karya Ilmiah, Jenis-Jenis Karya Karya
Ilmiah, Bahasa dalam Karya Ilmiah, dan Teknik Pembuatan Notasi Karya Ilmiah.
Setelah memperhatikan pengertian dan ciri-ciri karya ilmiah, maka dapat diketahui bahwa
karya ilmiah bukanlah produk dari kegiatan asal menulis saja. Ada batasan-batasan, syarat-
syarat, dan spirit seorang ilmuwan sehingga terhindar dari subjektivitas. Jadi, karya ilmiah
dapat dikatakan sebagai karya tulis yang memaparkan pembahasan secara sistematis,
menggunakan bahasa yang baku serta didukung oleh teori-teori dan bukti-bukti empirik.
Pembahasannya dapat berupa deskripsi, gagasan atau pemecahan suatu masalah, dan prediksi
atau antisipasi masalah. Karya ilmiah dapat dijadikan rujukan untuk meningkatkan wawasan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan.
1. Makalah
Makalah adalah jenis kertas kerja yang paling sederhana karena terdiri dari beberapa
lembar saja (Maleong, 2006). Makalah sebagai karya tulis di kalangan mahasiswa yang
berisi prasaran untuk membahas suatu pokok persoalan dan akan dibicarakan dalam seminar
atau simposium, atau hanya digunakan sebagai tugas dalam suatu perkuliahan lalu kemudian
diresentasi atau didiskusikan di dalam kelas. Makalah dibagi atas dua jenis yakni makalah
biasa dan makalah posisi. Makalah biasa merupakan makalah yang dibuat untuk menjelaskan
atau mendeskripsikan permasalahan yang dibahas. Isinya memuat pembahasan masalah dari
berbagai sudut pandang. Penulis juga memberikan pendapat atas masalah yang disajikan
baik berupakritik maupun saran. Sementara itu makalah posisi adalah makalah yang secara
teoritis memosisikan diri dalam suatu kajian masalah. Makalah ini tidak hanya menunjukkan
penguasaan pengetahuan tetapi juga menunjukkan posisi penulis dengan didukung teori dan
bukti-bukti yang relevan. Makalah ini dibuat dengan berbagai pandangan dan narasumber
yang berbeda, sebab akan lebih kuat jika makalh poisis menjadkan berbagai pandangan yang
bertentangan di mana penulis dapat menarik kesimpulan untuk menunjukkan posisi yang
paling tepat dan benar.
Makalah merupakan karya tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah atau
topik tertentu berdasarkan data di lapangan yang ditulis secara sistematis dengan analisis
yang logis dan objektif. Cara berpikir yang digunakan dalam makalah dapat berupa deduktif
maupun induktif. Dasar pembuatan makalah atas kajian literatur dan atau laporan kegiatan
dilapangan. Makalah juga dapat dibuat dengan satu pendekatan disiplin ilmu atau lebh.
Untuk menghasilkan makalah yang baik dibutuhkan kemapuan untuk menganalisis,
mensintetsis, dan mengevaluasi masalah yang dibahas. Jumlah halaman makalah biasanya
berkisar antara 10-15 halaman. Sistematika makalah paling sederhana berisi pendahuluan,
pembahasan, dan kesimpulan.
2. Artikel Ilmiah
Dalam KKBI artikel dartikan sebagai karya tulis lengkap seperti, berita atau esai
yanga da dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya. Bahkan artikel dalam KKBI versi
onlinediartikan berdasarkan bidangnya. Di bidang hukum misalnya, artikel diartikan sebagai
pasal atau bagian dari undang-undang serta peraturan yang berupa tetentuan. Sementara itu,
dalam bidang linguistik istilah artikel digunakan sebagai unsur yang dipakai untuk
membatasi atau memodifikasi nomina. Menyikapi hal itu, Rahardi (2006) berpendapat
bahwa artikel berbeda dengan esai dan opini yang lebih mengemukakan data dan fakta.
Semetara itu, Kartanegara (2005) menyatakan bahwa artikel jika dilihat dari kriteria ciri-ciri
ilmiahnya tidak jauh berbeda dengan tulisan-tulisan ilmiah lainnya, seperti makalah dan
skripsi. Artikel ilmiah harus memiliki komitmen kepada kebenaran, mengutip dengan cara
yang benar, berargumentasi secara logis, dan mendukung pendapat pribadi dengan kata-kata
yang akurat. Perbedaannya hanya dari segi kuantitas, artikel ilmiah lebih pendek dan hanya
berbicara satu topik tertentu.
Artikel ilmiah yang dimaksudkan di sini adalah karangan nonfiksi yang menjelaskan
tentang fenomena sosial dan atau alam, berdasarkan laporan kegiatan lapangan dan atau
kajian pustaka untuk mencari kebenaran, ditulis sesuai dengan aturan media yang
menerbitkannya. Nantinya, artikel ilmiah yang ditulis oleh para mahasiswa maupun dosen
dapat dipublikasikan melalui media penerbit yakni dalam jurnal. Untuk dapat
mempublikasikan di jurnal ilmiah segala ketentuan dalam jurnal harus dipatuhi, sebab setiap
jurnal memiliki aturan yang berbeda. Berikut ini, pada umunya struktur artikel yang terdapat
dalam jurnal ilmiah.
a. Judul, merupakan titel nama artikel yang bersifat provokatif, singkat, informatif, dan
mampu menggambarkan keadaan isi artikel secara deskriptif. Judul memuat kata kunci
dan mencerminkan isi artikel dengan tepat. Idealnya judul terdiri atas 12-15 kata.
b. Nama penulis, ditulis tanpa menyertakan gelar. Penulisnya bisa tunggal atau jamak yang
penting penulis yang namanya dicantumkan merupakan penanggung jawab atas isi yang
ada di dalam artikel.
c. Alamat, ditulis secara lengkap bahkan disertakan dengan alamat email. Alamat yang
dimaksudkan di sini bukanlah alamat rumah tinggal, melainkan alamat lembaga yang
menaungi si penulis, misanya mahasiswa maka tulislah alamat kampus tempatnya
berkuliah.
d. Abstrak, merupakan paragraf ringkas yang memungkinkan pembaca memahami sekilas
tentang isi artikel, diikuti dengan kata kunci.
e. Pendahuluan, diawali dengan kalimat yang umum dan sederhana agar mudah dipahami
oleh orang yang bukan ahli dalam topik. Pada pendahuluan menyampaikan kepada
pembaca tentang pentingnya topik yang akan dibahas, masalah yang akan disoroti, dan
sedikit bagian tinjauan pustaka.
f. Metode, menggambarkan desain penelitian dan mendeskripsikan prosedur penelitian
secara jelas.
g. Hasil, menggambarkan keseluruhan hasil penelitian yang sajiannya didukung oleh tujuan
dan hipotesis.
h. Pembahasan, menjelaskan bagaimana data dapat menjawab pertanyaan penelitian yang
telah diajukan. Hasil penelitian bukan sekadar menarasikan hasil melainkan menggali
makna yang terkandung di dalamnya.
i. Kesimpulan dan saran, digunakan untuk menyatakan kembali tujuan, pertanyaan
penelitian, dan temuan-temuan yang signifikan,
j. Ucapan terima kasih, apabila memerlukannya dapat diberi satu paragraf kepada orang
yang pantas mendapatkannya.
k. Daftar pustaka, ditulis untuk melihat mutu dari sebuah artikel, daftar pustak ditulis secara
lengkap sebagaimana sistematika penulisannya.
Elemen-elemen tersebut hendaknya memiliki proporsi yang rasional. Sehingga artikel
yang ditulis lebih berbobot. Dengan menggunakan panduan struktur, akan dapat membuat
lebih mudah dalam menulis artikel.
3. Skripsi
Skripsi adalah suatu karya ilmiah hasil penelitian pustaka dan atau lapangan yang
harus dipertahankan di hadapan penguji sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana.
Skripsi dibuat berdasarkan penugasan akademik dari institusi pendidikan kepada mahasiswa
program sarjana di tingkat akhir. Skrips merupakan bukti legal mahasiswa strata 1 tentang
kemampuan berpikir ilmiah, kemampuan menciptakan prinsip-prinsip baru, dan
keterampilan dalam mengkombinasikan berbagai ilmu yang dipelajari sebelumnya. Menurut
Gie (2002), rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa dari perencanaan melalui
penelaahan, penelitian, pengolahan, penyusunan, penguraian, penyimpulan, serta sampai
pada penulisan skripsi yang mempunyai tujuan-tujuan berikut ini.
a. Sebagai kegiatan pendidikan agar mahasiswa yang akan mengakhiri pendidikan
kesarjanaannya mampu menghubungkan segenap pengetahuan ilmiah yang telah
dipelajarinya selama di perguruan tinggi.
b. Sebagai kegiatan penelitian untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa
menerapkan metodologi penelitian dan mempraktikannya dalam pengembangan ilmu.
c. Sebagai kegiatan pemikiran untuk menunjukkan kemampuan sebagai bibit ilmuwan,
daya kreatif, potensi cendikiawan, dan tingkat kecerdasan sebagai sarjana yang layak
diluluskan.
d. Sebagai kegiatan penulisan mengenai pengungkapan serangkaian ide dalam suatu
karangan ilmiah yang tersusun secara sistematis, logis, dan terpadu dalam bahasa tulis
yang jelas, ringkas, dan tepat.
Secara umum, bagian-bagianku skripsi terdiri atas prewacana, nas, dan koda
(Wibowo, dkk: 2006), berikut ini pemaparannya.
a. Prawacana
Prawacana merupakan bagian karya ilmiah yang dimulai dari halaman sampul sampa dengan
sebelum nas. Halaman prawacana diberi nomor terpisah dari nas dan koda yakni
menggunakan huruf romawi kecil seperti i, ii, iii, .... dst, letaknya ditengah kaki halaman
yang dimula dari penomoran judul halaman sampai dengan sebelum halaman pendahuluan.
Berikut ini unsur-unsur yang terdapat di dalam prawacana.
- Halaman sampul, terdiri dari judul karya ilmiah, maksud karya ilmiah, lambang
perguruan tinggi, nama lengkap mahasiswa dan nomor induk mahasiswa, nama
instansi, dan tahun penyelesaian karya ilmiah. Hlaman sampul diketik pada sampul
hard cover dan berbwarna sesuai dengan ketentuan perguruan tinggi.
- Halaman judul, berisi tulisan yang sama dengan halaman sampul hanya saja
menggunakan kertas putih biasa seprti yang digunakan dalam menulis isi karya ilmiah.
- Halaman pengesahan, memuat tanda tangan para pembimbing, penguji, dan pejabat
perguran tinggi yang berwenang, serta memuat tanggal ujian.
- Halaman pernyataan, memuat pernyataan pembuat karya ilmiah bahwa karya ilmiah
yang dibuatnya bukan hasil plagiarisme, kecuali arahan dari dosen pembimbing, karya-
karya orang lain yang dicantumkan dalam karya ilmiah harus dituliskan sumbernya
dalam daftar pustaka. Halaman pernyataan menggunakan tanda tangan di atas materi.
- Halaman moto, memuat semboyan yang menjadi pegangan penulis namun halaman ini
tidak diwajibkan.
- Halaman persembahan, memuat penyampaian untuk siapa karya itu didesikasikan.
- Halaman abstrak, memuat permasalahan yang dikaji, tujuan penelitian, metode
penelitian, hasil, dan kesimpulan, menggunakana kata kunci maksimal 5 kata.
- Halaman kata pengantar, memuat maksud dibuatnya karya, penjelasan singkat, dan
ucapan terima kasih dibatasi pada orang-orang yang memiliki hubungan dengan
penulisan karya ilmiah.
- Halaman daftar isi, memuat nomor bab, nomor subbab, judul bab, judul subbab, dan
nomor halaman di mana judul bab dan judul subbab dimuat dalam karya ilmiah.
- Halaman daftar tabel (jika ada), memuat nomor tabel, judul tabel, dan nomor halaman
pada judul tabel dimuat.
- Halaman gambar (jika ada), memuat nomor gambar, judul gambar, dan nomor halaman
pada judul gambar itu dimuat.
- Halaman grafik (jika ada), memuat nomor grafik, judul grafik, dan nomor halaman
pada judul grafik itu dimuat.
- Halaman lampiran (jika ada), memuat nomor lampiran, judul lampiran, dan nomor
halaman pada judul lampiran itu dimuat.
- Halaman daftar singkatan (jika ada), memuat singkatan istilah, nama istilah secara
lengkap, dan nomor halaman tempat di mana singkatan itu dimuat.
b. Nas
Nas merupakan bagian pokok karya tulis ilmiah dalam bentuk tugas akhir. Halaman
nas diberi nomor halaman dengan angka Arab, seperti 1, 2, 3, .... dst di bagian bawah
halaman, di tengah, jaraknya 1,5 cm dari tepi bawah kertas. Berikut ini bagian-bagian yang
terdapat dalam nas karya ilmiah.
- Pendahuluan, merupakan bab pertama dalam karya ilmiah yang berfungsi
mengantarkan pembaca agar mengetahui apa, mengapa, dan untuk apa penelitian itu
dilakukan, dalam pendahulan memuat latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan
penelitian, serta manfaat penelitian.
- Landasan teoritis, berisikan asumsi bahwa penelitian itu senantiasa berkaitan dengan
hasil penelitian terdahulu yang kemudian dikaji untuk meberikan gambaran
pengetahuan yang baru yang diambil dari sumber primer seperti artikel jurnal, skripsi,
tesis, disertasi, buku, dan lainnya.
- Metode penelitian, menggambarkan strategi yang digunakan peneliti untuk menjawab
masalah penelitian. Metode penlitian berisikan penjelasan mengenai alat, bahan, dan
prosedur penelitian.
- Hasil penelitian, memuat seluruh masalah yang dangkat dalam penelitian yang disusun
secara sistematis dan jelas serta tuntas yang kemudian hasil ini diulas melalui
pembahasan dalam poin judul-judul yang berkaitan erat dengan topik penelitian.
- Pembahasan, merupakan bagian karya ilmiah yang mendialogkan antara temuan
empiris yang diperoleh dengan teori-teori atau hasil penelitian terdahulu untuk
menunjukkan bahwa tujuan penelitian telah tercapai.
- Penutup, merupakan bab terakhir dalam karya ilmiah yang memuat dua hal pokok
yakni kesimpulan sebagai jawaban atas hasil penelitian yang dinyatakan secara singkat
dan padat, dan saran yang ajukan berdasarkan kesimpulan penelitian.
c. Koda
Koda merupakan bagian akhir karya ilmiah yang memuat hal-hal terkait dengan
uraian nas yakni daftar pustaka dan lampiran (jika ada). Setiap pustaka yang dijadikan
rujukan disebutkan dalam teks harus dicantumkan dalam daftar pustaka. Lampiran memuat
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian yang berisi keterangan-keterangan tertulis
yang perlu diikut sertakan dalam karya ilmiah seperti instrumen penelitian, pedoman
wawancara, pedoman observasi, dan hasil perhitungan statistik. Lapiran juga berisi bukti
pelaksanaan penelitian seperti surat ijin penelitian, bukti pengumpulan data, dan bukti
pembimbingan penelitian.
1. Teknik Pengutipan
Dalam suatu karya ilmiah akan menggunakan kutipan-kutipan untuk menegaskan isi
uraian atau untuk membuktikan apa yang dituliskan. Kutipan sebagai aktivitas meminjam
kalimat atau pendapat pengarang baik dalam bentuk tulisan atau lisan yang dilakukan dengan
cara mengutip pendapat yang dianggapnya benar dan berkaitan dengan hal yang sedang
dikaji, menyebutkan nama penulis atau sumber kutipan disertai tahun dan halaman jika
dalam bentuk tertulis. Ada beberapa alasan penyebutan sumber dalam kutipan yakni apabila
ada pernyataan orang lain yang dikutip itu ternyata salah, kesalahan tetap menjadi tanggung
jawab pemilik pernyataan, agar pernyataan yang dikemukakan oleh penulis benar-benar
terbukti bukan hasil rekaan penulis, tetapi benar-benar didukung oleh bukti lain, dan sebagai
etika menghargai jerih payah orang lain.
Kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung dan kutipan tak langsung. Kutipan
langsung adalah pinjaman pendapat dengan mengambil secara lengkap kata atau kalimat dari
sebuah teks asli. Sedangkan, kutipan tak langsung adalah pinjaman pendapat sorang
pengarang atau tokoh terkenal berupa intisari atau ikhtisar dari pendapat tersebut. bedanya
hanya jika kutipan langsung ditulis dalam tanda kutip sedangkan tak langsung tidak diapit
dalam tanda kutip. Berikut ini beberapa cara menulis kutipan dalam karya ilmiah.
a. Bagian yang dikutip terdiri dari lima baris atau lebih
Ada dua macam tipe akutansi, yaitu akutansi keuangan dan akutansi manajemen.
Menurut Mulyadi (1997:1):
Akutansi manajemen dapat dipandang dari dua sudut: akutansi manajemen
sebagai salah satu tipe akutanasi dan akutansi manajemen sebagai sebagai
salah satu tipe informasi. Salah satu tipe akutansi, akutansi manajemen
merupakan sistem pengolahan informasi keuangan yang digunakan
menghasilkan informasi keuangan kepentingan pemakai intern organisasi.
An Accounting sytem consist of the methods and devices used by an entity to keep
track of financial activities and to summarize these activities in a manner useful
to decision makers. To achieve these goals, and accounting system may make use
of computers and video displays as well as hand written records and reports
pointed and paper (sistem akutansi terdir dari jumlah metode dan perangkat yang
digunakan oleh suatu organisasi dalam upaya untuk menangani aktivitas-aktivitas
keuangannya dan meringkas kegiatan-kegiatan tersebut sedemikian rupa untuk
dapat dimanfaatkan oleh para pembuat keputusan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sistem akutansi dapat memanfaatkan komputer, tayangan video, manual,
dan laporan yang disajikan).
c. Bersumber dari buku yang ditulis oleh orang yang sama dan diterbitkan dalam tahun
yang sama pula
Mulyadi, 1993a. Akutansi Manajemen. Yogyakarta: STIE
-----------, 1993b. Sistem Akutansi. Yogyakarta: BPFE
d. Bersumber dari buku yang berisi kumpulan artikel yang ada editornya
Basri, Hasan (ed), 1999. Pembangunan Ekonomi Rakyat di Pedesaan. Jakarta: PT. Bina
Rena Parawira.
Evaluasi
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Arifin, E Zainal. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia: untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Day, Robert and Gastel, Barbara. 2012. How to Write and Publish a Scientific paper.
Cambridge University Press.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Bentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gie, The Liang. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: ANDI
Halliday, M.A.K. 1973. Exsplorations in the Functions of Language. London: Edward
Arnold.
Hernowo. 2003. Andaikata Buku itu Seputong Pizza: Ransangan Baru untuk Melejitkan
“Word Smart: Jakarta: EGC.
Lyson, J. 1977. Semantic I and H. London: Oxford University Press.
Lyson, J. 1981. Language, Meaning, and Context. London: Fontana.
Kartanegara, Mulyadhi. 2005. Kiat Mengukir Kata: Kiat-Liat Menulis Efektif-Kreatif.
Bandung: Mizan Learning Center.
Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti.2001. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka
Kridalaksana, Harimurti, dkk. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa, Sastra, dan
Aksara. Jakarta: PT. Grajagrafindo Persada.
Kusumaningsih, Dewi, dkk. 2013. Terampil Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: C.V Andi
Offset.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa, Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Maleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurudin. 2010. Dasar-Dasar Penulisan. Malang: UMM Press.
Rahardi, F. 2006. Panduan Lengka Menulis Artikel, Feature, dan Esai. Jakarta: kawan
Pustaka.
Tarigan, Hendry Guntur. 2009. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa
Bandung.
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi: Mata Kuliah Pengembangan
Keperibadian. Jakarta: Grasindo.
Soekmono, R. 2002. Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.
Tim Penyusun. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Keempat. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Tn. Prasasti Kedukan Bukit.Wikipedia , (online), (http://prasasti-kedukan-bukit, diakses 05
Mei 2017)
Tn. Prasati Talang Tuo. Wikipedia , (online), (http://prasasti-kedukan-bukit, diakses 05 Mei
2017)
Tn. Prasati Kota Kapur. Wikipedia , (online), (http://prasasti-kedukan-bukit, diakses 05 Mei
2017)
Wibowo, Mungin E., dkk. 2006. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Unnes.