Referat Testikel Undesendens
Referat Testikel Undesendens
PENDAHULUAN
Undesensus testis atau Kriptorkismus adalah gangguan perkembangan yang
ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis secara komplit ke
dalam skrotum. Sekitar 3-5% bayi baru lahir yang cukup bulan mengalami
undesensus testis. Insiden meningkat pada bayi yang lahir prematur dan bayi berat
lahir rendah. Prevalensi menurun menjadi 0,8 % pada umur 1 tahun dan bertahan
pada kisaran angka tersebut pada usia dewasa.1,2
Beberapa faktor penyebabnya antara lain kelainan gubernakulum, kelainan
intrinsik testis, kelainan endokrin, atau kelainan bawaan lainnya. Diagnosis dan terapi
dini diperlukan pada kasus ini mengingat terjadinya peningkatan risiko infertilitas,
keganasan, torsio testis, jejas testis pada trauma pubis, dan stigma psikologis akibat
skrotum yang 'kosong'. Esensi terapi rasional yang dianut saat ini adalah memperkecil
terjadinya risiko komplikasi tersebut dengan melakukan reposisi testis kedalam
skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara
pembedahan (orchidopexy) dan detorsi testis bila terjadi komplikasi torsio testis.3,4,5
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1.
Testis berbentuk ovoid, berat 10-14 gram. Ukuran testis orang dewasa rata-rata 4 x 3
x 2,5 cm dengan volume 15-25 ml. Testis mempunyai kapsula yang terdiri atas tiga
lembar lapisan, dari superficial ke profunda, yakni:6 , 7 , 8 , 9
1. Tunica vaginalis, merupakan bagian dari peritoneum, terdiri dari lamina
parietalis dan lamina visceralis. di bagian dorsal dari testis terjadi peralihan dari
lamina parietalis menjadi lamina visceralis.
2. Tunica albuginea, dibentuk oleh jaringan ikat, berwarna putih. Dibungkus oleh
tunica vaginalis, kecuali permukaan testis yang ditempati oleh epididymis. Di
bagian dorsal tunica albuginea menebal, membentuk mediastinum testis (Corpus
Higmori).
3. Tunica vasculosa, dibentuk oleh anyaman pembuluh darah dan jaringan ikat,
berada pada fascies profunda dari tunica albuginea dan mengikuti permukaan
septula testis.
Dari mediastinum testis terdapat beberapa septula testis kearah tunica
albuginea, membatasi testis dalam 250 buah rongga-rongga kecil (tubuli testis). Di
dalam setiap rongga terdapat dua buah tubuli seminiferi contorti, di mediastinum
tubuli tadi saling berhubungan dan berbentuk lurus disebut tubulus seminiferi recti.
Di dalam mediastinum testis, tubuli seminiferi recti mengadakan anastomose
membentuk rete testis. Dari rete testis terdapat 6-12 buah ductuli efferente testis yang
mengadakan hubungan dengan epididimis. 7,8,9
interstitial (sel leydig), terletak di jaringan ikat (jaringan interstisiurn) antara tubulustubulus serninoferosa. Testosteron adalah suatu hormone steroid yang berasai dari
molekul prekursor kolesterol. Sel-sel leydig mengandung enzim-enzim dengan
konsentrasi yang tinggi yang diperlukan untuk mengarahkan kolesterol mengikuti
testis
dimulai
pada
sekitar
minggu
ke-10.
Walaupun
mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat
beberapa faktor yang berperan penting. yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik),
dan neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera
setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal.
Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda. 7,11
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana
testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi
karena adanya rcgresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah pengaruh
androgen (testosteron), disertai pemendekan
gubernaculum
(ligamen yang
melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah pengaruh MIF.
Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis akan
terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan terbentuk
processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-arah skrotum. Selanjutnya
fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan. 6,11,12
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal kedalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum diketahui
secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin gene-related
peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral untuk
mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari gubernaculum.Faktor
mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang meningkat
yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum abdomen, di samping itu tekanan
abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari processus vaginalis melalui
canalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan testis ini masih bisa
berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan. 6,7,11
A
B
Gambar 3. A: Skema penurunan testis menurut Hutson. Antara minggu ke- 8-15
gubernaculum (G) berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal.
Ligamentum
suspensorium
cranialis
(CSL)
mengalami
regresi.
Migrasi
dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan
gubernaculum mengalami perkembangan; sebaiiknya pada betina CSL menetap, dan
gubernaculum menipis dan memanjang. (Dikutip dari kepustakaan 7)
2.2.
EPIDEMIOLOGI
Dari laporan Scorer yang telah banyak dikutip penulis lain, telah diketahui
bahwa insiden undesensus testis pada bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan
bayi dan tingkat kematangan atau umur bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan
sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya
mengalami undesensus testis, sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5
% undesensus testis. Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun, insidennya
menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama dengan populasi dewasa. 2,6,13
Laporan serupa yang lain menyebutkan dari 7500 bayi baru lahir di Inggris,
terdapat 5,0 % kasus ini pada saat lahir, dan menurun menjadi 1,7% pada umur 3
bulan. Setelah umur 3 bulan, bayi-bayi yang lahir dengan berat <2000 gram, 2000 2499 gram, dan >_2500 gram, insiden kasus ini berturut-turut menjadi 7,7%, 2,5%,
dan 1,41%.2,5
2.3.
ETIOLOGI
Segala
bentuk
gangguan
pada
proses
penurunan
testis
berpotensi
C
D
Androgen deficiency/blockade
Pituitary/placental gonadotropin deficiency
Gonadal dysgenesis
Androgen synthesis defect (rare)
Androgen receptor defect (rare)
Mechanical anomalies
Prune belly syndrome (bladder block inguinal canal)
Posterior urethral valves (bladder block inguinal canal)
Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture)
Chromosomal/malformation syndrome (Connective tissue defect
block
migration)
Neurogical anomalies
Myelomeningocele (GNF dysplasia)
GFN/CGRP anomalies
Aquired anomalies
Cerebral palsy (cremaster spasticity)
Ascending/retractile testes (Fibrous remnant of processus vaginalis)
Kriptorchidism akan disebabkan oleh anomali apa saja yang mengganggu
2.4.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala utama ialah tak adanya testis dalam skrotum baik keduanya (bilateral)
atau salah satunya (unilateral). Mungkin juga penderita datang dengan keluhan ada
benjolan di tempat lain; perut, di atas paha dan lain-lain. Mungkin dating karena
gejala-gejala hernia atau torsio testis.6
Pada anamnesis harus digali adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi
prematur mengalami undesensus testis), penggunaan obat-obatan saat ibu hamil
(estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus dipastikan juga apakah sebelumnya testis
pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis
retractile akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6
tahun). Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang
lebih besar bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita
tidak menyadari). Riwayat keluarga tentang undesensus testis, infertilitas, kelainan
bawaan genitalia, dan kematian neonatal.4,5,12
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis terlihat skrotum yang kosong, mengkrerut (kempes)
dibandingkan pada yang ada testis. Dapat teraba benjolan di tempat lain. Pemeriksaan
secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda sindrom tertentu,
dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigua. Pemeriksaan testis sebaiknya
dilakukan pada posisi terlentang dengan "frog leg position" dan jongkok. Dengan 2
tangan yang hangat dan akan lebih baik bila menggunakan jelly atau sabun, dimulai
dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke-arah medial dan skrotum. Bila teraba testis
harus dicoba untuk diarahkan ke-skrotum, dengan kombinasi "menyapu" dan
"menarik"
terkadang
testis
dapat
didorong
ke-dalam
skrotum.
Dengan
10
11
12
1. Testis ektopik : penurunan testis terjadi sepanjang canalis inguinalis dan melewati
anulus inguinalis externus, namun testis dapat terletak pada posisis ektopik
sehingga tampak superfisial dari oblik eksterna, pangkal penis, perineum atau
pada bagian atas dan medial paha.
2. Testis retraktil : penurunan testis secara normal dan aktivitas cremaster berlebihan
menarik testis ke atas melalui canalis inguinalis. Tarikan halus dapat
mengembalikan testis pada skrotum.
2.6.
KOMPLIKASI 5,6,23
Komplikasi utama yang dapat terjadi pada undesensus testis adalah keganasan
testis dan infertilitas akibat degenerasi testis, torsi testis, dan hernia inguinalis.
a) Risiko keganasan.
Risiko terjadinya keganasan testis pada anak dengan undesensus testis dilaporkan
berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal. Makin tinggi
lokasinya makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko
menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal.
b) Infertilitas.
Perbedaan suhu yang leibh tinggi intra abdominal dan intra scrotal (beda 1 o C)
mempengaruhi proses spermatogenesis. Penderita undesensus testis bilateral
mengalami penurunan fertilitas yang lebih berat dibandingkan undesensus testis
unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan populasi normal. Penderita
undesensus testis bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih besar
dibandingkan populasi normal, sedangkan pada undesensus testis unilateral
berisiko 2x lebih besar.
c) Torsio testis.
Testis yang terlalu mobile dalam kantong hernia memudahkan testis terpuntir
terjadilah torsio testis.
d) Hernia inguinalis.
13
Terjadi pada 25% pasien. Tak jarang penderita datang dengan hernia inkarserata
yang memerlukan tindakan segera yang tentunya kalau mungkin ditanggulangi
sekaligus orkidopeksi atau orkidektomi.
2.7.
PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi undesensus testis yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
Gambar 6. Alogritma penatalaksanaan UDT pada anak. Anak yang lebih besar
sebaiknya segera dirujuk saat diagnosis ditegakkan. LH = luteinizing hormone;
FSH=follicle-stimulating hormone;MIS ; Mullerian inhibiting substance; hCG =
human chronic gonadotropin. (dikutip dari kepustakaan 17).
Terapi Konservatif/Hormonal
Testis dapat turun spontan dalam 3 bulan sampai 1 tahun. Bahkan sampai 2
tahun terutama yang prepubik atau pada anulus inguinalis eksternus. Lebih dari 2
tahun biasanya tidak akan turun lagi.6
14
Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH yang dihasilkan pituitary, yang akan
merangsang sel Leydig menghasilkan androgen. Cara kerja peningkatan androgen
pada penurunan testis belum diketahui pasti. tapi diduga mempunyai efek pada cord
testis atau otot cremaster. Berbagai regimen pemberian hCG telah direkomendasikan.
Rekomendasi yang sering digunakan adalah dari International Health Foundation dan
WHO yang merekomendasikan pemberian 250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 1U
untuk umur 1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun, masing masing kelompok
umur diberikan 2x seminggu selama 5 minggu.Angka keberhasilan terapi hCG
berkisar 25-55 % pada penelitian tanpa kontrol, dan sekitar 6-21% pada penelitian
buta acak. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi adalah: makin distal lokasi
testis makin tinggi keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap
terapi hormonal, UDT bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada
unilateral. 4,5,17,21
Terapi Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus
undesensus testis dengan orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum
denagan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos. Mengingat 75 % kasus
undesensus testis akan mengalami penurunan testis spontan sampai umur 1 tahun,
maka pembedahan dapat dilakukan setelah umur 1 tahun (biasanya umur 2-3 tahun).
Orkidopeksi seharusnya dilakukan oleh ahli urologi yang telah terbiasa menangani
prosedur pembedahan tersebut serta manajemen komplikasinya.15,19
Keputusan melakukan orkidopeksi didasarkan oleh pertimbangan berbagai faktor,
antara lain: 4,21,24
a) Untuk meminimalisir resiko infertil.
b) Untuk menurunkan resiko kanker testis.
c) Untuk menurunkan resiko trauma pada testis.
d) Untuk mencegah terjadinya hernia inguinal.
e) Untuk mencegah torsio testis pada saat remaja.
f) Secara psikologis mencegah rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis.
Orkidopeksi inguinal diatas yang dilakukan umumnya menggunakan prosedur
yang relatif sederhana, namun adapula prosedur yang lain pada undesensus testis
dengan lokasi testis yang rumit. Secara umum. orkidopeksi pada undesensus testis
15
yang terletak di depan skrotum atau inguinal dan suprainguinal adalah operasi yang
tidak terlalu sulit dibandingkan dengan tindakan pada testis intraabdomen. 17,24
Operasi dilakukan dengan cara insisi di atas canalis inguinalis. Testis,
funikulus spermatikus, pembuluh-pembuluh darah dibebaskan kemudian pole caudal
testis/gubernakulum difiksasi pada dasar bagian dari skrotum. Bila perlu jahitan dapat
ditembuskan keluar dari skrotum dan difiksasi di bagian medial pangkal paha dan
dipertahankan 2-3 minggu. 6,17,24
Bila kemudian funikulus spermatikus yang telah dibebaskan atau arteri
spermatikus masih pendek, yang menyebabkan testis belum sampai ke skrotum, maka
dapat dilakukan: 6,17,24
1. Pembuluh-pembuluh darah testis dibebaskan dari peritoneum.
2. Testis, vas deferens dan pembuluh-pembuluh darah dibebaskan dan melalui di
bawah dinding ke lubang canalis inguinalis di bawah pembuluh darah epigastrika
inferior keluar melalui anulus inguinalis eksternus untuk memperpendek jarak ke
dalam rongga skrotum.
3. Untuk mengetahui adanya pembuluh darah kolateral dari cabang arteri lainnya,
arteri spermatica interna yang pendek dapat diklem, bila testis tetap baik/tidak
menjadi biru, dapat dipotong sehingga testis dapat diturunkan.
4. Bila usaha sudah dilakukan dan testis belum dapat diturunkan ke dalam skrotum
maka dilakukan orkidektomi.
Bila didapatkan undesensus testis yang bilateral, maka operasi dapat
dilakukan dua kali. Yaitu testis yang satu dioperasi terlebih dahulu, kemudian dilihat
hasilnya apakah testis yang telah dioperasi dapat bertahan. Setalah itu dapat
dilakukan operasi kedua untuk testis yang satunya. Bila ternyata tidak berhasil masih
ada testis satunya yang masih memproduksi spermatozoa.6,17,24
Tehnik Fowler-Stephens sering digunakan ketika undesensus testis terletak
tinggi di atas skrotum atau di dalam abdomen dengan pembuluh darah testis yang
pendek. Hal itu dapat dilakukan dalam dua tahap dijadwalkan dalam beberapa bulan.
Pada tahap pertama. ahli bedah meletakkan testis ke bawah untuk sementara bagian
dalam paha. Pada tahap kedua, testis akan dipindahkan ke dalam skrotum dan terjahit
sesuai tempatnya. Tahap ini biasanya dilakukan 3-6 bulan setelah prosedur tahap
pertama.3,4
16
PROGNOSIS 3,4,5,6
17
Sebagian besar undesensus testis akan turun ke dalam skrotum secara spontan
pada 3 bulan pertama setelah lahir, dan pada 6 bulan pertama insidensnya menurun
menjadi 0,8%.
Pada penderita kriptokidisme memiliki risiko kanker testis sekitar 3-5 %.
Orkidopeksi sendiri tidak akan mencegah risiko terjadinya keganasan, tetapi akan
lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan setelah operasi. Risiko karsinoma in
situ sekitar 0,4% pada pasien riwayat orkidopeksi.
Pasien dengan undesensus testis memiliki resiko mengalami infertilitas.
Spermatogram ditemukan normal pada 20% pasien undesensus bilateral dan 75%
pasien undesensus unilateral. Sekitar 6% laki-laki infertil memiliki riwayat
orkidopeksi.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Disorders and anomalies of the scrotal
contens. In : Nelson textbook of pediatrics. 17!h ed. Philadelphia : Saunders; 2004.
p. 1817
2. Leung AK, Robson WL. Current status of cryptorchidism. In : Kappy MS, editor
Advances in pediatrics. Vol. 51. Philadephia : Mosby ; 2004. p. 351-69
3. Kolon TF. Cryptorchidism. Urolojy. Common Problems of the Testicle [online].
2006 Mar 8 [cited 2008 Nov 30]; [12 screen]. Available from : URL:
http://www.emedicine.com
4. Perez MR. Cryptorchidism. Pediatrics: Surgery. Urology, [online]. 2007 Nov 1
[cited
5.
2008
Nov
30];
[10
screen].
Available
from
URL:
http://www.emedicine.com
Faizi M. Penatalaksanaan undescensus testis pada anak. Divisi Endokrinologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR [online]. 2000 November [cited 2008
19
15. Ross JH. Pediatric potpourri. In: Potts JM, editor. Esential urology : a guide to
clinical practice. New Jersey: Humana Press; 2004. p. 22-5
16. Way LW. Doherty GM. Pediatric surgery. In: Current surgical diagnose &
treatment. 11th ed. New York : McGraw Hill; 2003. p. 1336-9
17. Docimo S, Silver R, Cromie W. The undescended testicle: diagnosis and
management. Am Fam Physician [serial online]. 2000 November [cited 2008
November 28]: 62: 2037-44. Available from : URL: h ttp: //www.aafg.org
18. Gardjito W. Saluran kemih dan alat kelamin lelaki. Dalam: Sjamsuhidajat R, Wim
de Jong, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC ; 2005. p. 747-8
19. Budd C, Gardiner M. Genitalia. In : Paediatrics. London : Mosby ; 1999. p. 137
20. Nur Mantu F. Kriptokidisme. Dalam: Catatan Kuliah Bedah Anak. Jakarta : EGC;
1997. h. 38-9.
21. Hutson JM. Undescended testis, torsion, and varicocele. In: Grosfeld JL, O'Neill
JA, Coran AG. et al. editors. Pediatric surgery. 6th ed. Vol. 2. Philadelphia : Mosby
; 2006 p. 1 193-205
22. Fonkalsrud EW, Mengel W. Type of undescended testes. In : The undescended
testis. London : Year Book Medical : 1981. p. 159-62
23. Scwartz SI Shires GT. Spencer FC et al. Pediatric surgery. In: Principles of
surgery Jth ed. Vol.2. New York : McGraw Hill; 1999. p. 1744-5
24. Frey R. Orchiopexy. Encyclopedia of Surgery: A Guide for Patients and
Caregivers, [online]. 2007 [cited 2008 November 30]; [6 screen]. Available from :
URL: http://www.surgeryencyclopedia.com
20