PENDAHULUAN
Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran dari testis, kelenjar-kelenjar yang
berhubungan dengan sistem reproduksi dan penis. Pada bahasan undesensus testis
ini, akan dibahas lebih banyak mengenai testis.
Testis merupakan kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat eksokrin dan
juga endokrin. Fungsi eksokrin testis yang terutama adalah menghasilkan sel-sel
kelamin pria, sehingga dianggap sebagai kelenjar sitogenik. Sekresi endokrin
yang utama dari testis adalah testosterone, yang dihasilkan oleh sel-sel interstitial.
Testis tergantung di dalam skrotum dan dibungkus oleh simpai testis yang terdiri
dari 3 lapis, yaitu lapisan terluar (tunika vaginalis), lapisan tengah (tunika
albuginea) dan lapisan terdalam (tunika vaskulosa). Simpai testis bukan
merupakan suatu pembungkus yang lembam melainkan merupakan suatu selaput
dinamis yang mampu berkerut secara berkala. Kerutan-kerutan tersebut mungkin
bertujuan untuk mempertahankan tekanan yang sesuai di dalam testis, megatur
gerakan keluar masuknya cairan ke dalam kapiler-kapiler dan untuk memijat
sistem saluran, sehingga membantu gerakan spermatozoa kearah luar, memiliki
sifat-sifat selaput yang semipermeable dan turut berperan dalam beberapa faal
testis.
Gambar 1. Anatomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Undesensus testis (UDT) atau kriptorkismus merupakan suatu kelainan
bawaan genitalia yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki.
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos yang dalam bahasa yunani disebut
tersembunyi dan orchis yang dalam bahasa latin berarti testis. Undescended
testis adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan gagalnya
penurunan salah satu atau kedua testis secara komplit ke dalam skrotum yang
sering ditemukan pada anak kecil. Testis yang tidak turun ke skrotum dapat
berada pada saluran yang normal di antara ginjal dan bagian dalam skrotum,
tetapi tidak mencapai tempat kedudukannya yang normal di dalam skrotum.
2.2 Epidemiologi
UDT merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada anak
laki-laki. Pada kebanyakan 30% bayi laki-laki yang prematur mempunyai
testis yang tidak turun. Insiden ini turun menjadi 3 sampai 5% pada bayi
yang lahir cukup bulan. Penurunan testis pada bayi setelah lahir kebanyakan
karena pengaruh testosteron neonatus dalam usia 3 bulan pertama. Walaupun
sebelumnya testis dapat turun sampai usia satu tahun setelah lahir,
kebanyakan testis akan turun secara spontan dalam 3 bulan pertama kelahiran.
Selain itu, tidak ditemukan adanya perbedaan insiden antara ras. Penelitian
prospektif mendapatkan prevalen UDT pada bayi dengan berat lahir lebih
atau sama dengan 2500 gram, meningkat di United Kingdom dari 2,7%
menjadi 4,1% antara tahun 1950 dan tahun1990. Pada negara lain dengan
penelitian yang sama selama dua decade bervariasi antara 2,1% menjadi
8,4%. Selanjutnya terjadi penurunan testis spontan dan tinggal 0,9% sampai
1,8% pada usia 3 bulan.
Insidensi kasus ini juga meningkat pada keadaan defisiensi gonadotropin,
disamping terdapat juga pada beberapa sindrom dengan gangguan biosintesis
testosteron. Pada saat usia bertambah menjadi 1 tahun, insidennya menurun
menjadi 0,8%, angka ini hampir sama dengan populasi dewasa. Pada UDT
sebanyak dua pertiga kasus merupakan UDT unilateral dan sisanya bilateral.
Setelah usia 1 tahun, testis yang letaknya abnormal jarang dapat mengalami
desensus testis secara spontan.
2.3 Embriologi dan Proses Penurunan Testis
Pada mulanya testis hanya berupa penebalan pada bagian ventral dari genital
ridge yang belum dapat diterminasi. Karena pengaruh gen Y maka penebalan
ini akan memperlihatkan karakteristik histologi dan fungsional sebagai testis.
Kemudian sebagian mesonefron akan berdegenerasi, dan sebagian lagi yang
berdekatan dengan testis akan membentuk epididimis yang akan menjadi
saluran yang membawa spermatozoa dari testis ke vas deferens. Jika
mesonefron gagal tumbuh menyatu dengan testis, maka testis tidak akan turun
ke skrotum, tetapi vas deferens dan pembuluh darah yang turun sepanjang
prosesus vaginalis.
Pada kehamilan 4 bulan testis berkembang menjadi bulat seperti bentuk yang
normal dan mulai berpindah ke kaudal dan mencapai annulus inguinalis
internus pada kehamilan 5 bulan. Selama bulan ke 7, testis melewati kanalis
inguinalis dan akan menonjol di samping tonjolan peritoneum yang disebut
prosesus vaginalis peritonei. Selama bulan ke 8 dan bulan ke 9, testis
sudah berada dalam skrotum. Kurang lebih 5% dari bayi aterm lahir dengan
desensus testis inkomplit. Dan sampai 30% bayi prematur lahir dengan
undesensus testis. Testis berkembang bersama mesonefron yang terpisah dari
vas deferens yang berkembang baik sedangkan sedangkan testis tidak ada.
Perkembangan testis yang baik disertai dengan perkembangan vas deferens
yang terganggu dijumpai pada penyakit fibrosis sistika.
masuk
dan
meninggalkan
epididymis
bersama
funiculus
Testis dibungkus dengan rapat oleh kapsul jaringan ikat tebal, keputihputihan, tunica albuginea. Septa septa jaringan ikat (septula testis)
menyebar dari kapsul menuju mediastinum testis membagi jaringan testis
menjadi 200 300 lobulus (lobuli testis). Tiap lobulus mengandung beberapa
tubulus seminiferous yang berkelok kelok (tubuli seminiferi contorti). Tiap
tubulus pada testis matur (secara seksual) tebalnya 140 300 m, dan jika
dibentang panjangnya 30 -60 mm. tubulus masuk rete testis di mediastinum.
Rete testis terdiri atas saluran saluran seperti celah saling berhubungan dari
mana ductuli efferentes menyalurkan sperma (spermatozoa) menuju ductus
epididymis. Selanjutnya ductus epididymis melanjutkan diri sebagai ductus
deferens.
2.4 Etiologi
Mekanisme
terjadinya
UDT
berhubungan
dengan
banyak
faktor
Penyebab UDT yang multiple dan berbeda antara kasus yang satu dan lainnya
diperkirakan ditentukan oleh beberapa hal seperti kelainan axis hipotalamushipofisis-testis.Hipotalamus
menghasilkan
GnRH,
Hipofise
anterior
menghasilkan FSH, dan LH sedangkan testis terdiri dari sel sertoli yang
menghasilkan AMH, dan sel leydig yang menghasilkan hormon testosteron
dan hormon INSL3.Densensus testis tidak terjadi pada mamalia yang
hipofisenya telah diangkat, ini menandakan bahwa kekurangan FSH dan LH
menyebabkan terjadinya kriptorkismus.
Kekurangan hormon INSL3 akan mengakibatkan kriptorkismus karena
hormon INSL3 menyebabkan pertumbuhan gubernakulum dan terjadinya
UDT
Gambar 2. Letak Undesensus Testis. Gambar di sebelah kanan adalah beberapa letak
testis kriptorkismus yaitu 1. Testis retraktil, 2. Inguinal, dan 3. Abdominal, sedangkan
gambar di sebelah kiri menunjukkan testis ektopik, antara lain: 4. Inguinal superfisial, 5.
Penil, 6. Femoral
testis tertarik ke
pangkal paha. Testis retraktil biasanya bilateral dan sering ditemukan pada
anak usia 2-6 tahun, kejadiannya 20% dari anak laki-laki yang normal dimana
testis masih dapat dimanipulasi samapi ke bagian bawah skrotum. Dengan
membesarnya volume testis pada pase pubertas kejadian ini akan menjadi
normal. Kejadian ini perlu dibedakan dengan kriptorkismus karena
pertumbuhan skrotum normal dan tesis bisa turun ke skrotumMaksimum 20%
kriptorkismus testisnya tidak teraba pada pemeriksaan klinis, testis
kebanyakan berada disebelah kiri. Dari testis yang tidak teraba 50%-60%
kasus testisnya masih utuh dan berada pada posisi intraabdominal atau
inguinal dan yang sungguh-sungguh tidak ada sekitar 20% dari kasus. Testis
yang naik atau kriptorkismus yang didapat sering ditemukan pada anak yang
sebelumnya testis sudah turun di skrotum. Pada anak laki-laki yang testisnya
sudah turun saat dilahirkan, tetapi selama masa anak-anak sering antara usia
4-10 tahun testis tidak masih ada di skrotum. UDT dapat diklasifikasikan
berdasarkan etiopatogenesisnya dan lokasinya.
Klasifikasi Undesensus testis berdasarkan etiopatogenesisnya:
1. Mekanis / anatomik ( perlekatan-perlekatan, kelainan kanalis inguinalis)
2.
Endokrin/hormonal (kelainan axis hipotalamus-hipofisis-testis)
3.
Disgenetik (Kelainan interseks multipel)
4.
Herediter/ genetik
2.6 Patofisiologi
Suhu di dalam rongga abdomen 1C lebih tinggi daripada suhu di dalam
skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih
tinggi daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel sel epitel
germinal testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel sel germinal
testis telah mengalami kerusakan sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel
sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif
dan akhirnya testis menjadi mengecil.
Karena sel sel leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak,
maka potensi seksual tidak mengalami gangguan.Akibat lain yang
ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah
terpelintir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami
degenerasi maligna.
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak
menjumpai testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh
karena infertilitasnya yaitu belum mempunyai anak setelah menikah beberapa
tahun.
Pada anamnesis harus digali adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi
prematur mengalami UDT), penggunaan obat-obatan saat ibu hamil
Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan
yang normal.Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat
torsi. Testis kontra lateralnya biasanyamengalami hipertrofi.
Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti
supraskrotal (20%), danintra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik
yang baik akan dapat menentukan lokasi UDT tersebut.
Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai
hipospadia dan virilisasi,harus dipikirkan kemungkinan intersex, individu
dengan
kromosom
XX
pseudohermaphroditismyangberat;
yang
atau
mengalami
female
Anorchiakongenitalsebagai
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar
pada keadaan basal dan 24 - 48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron
normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi, respon
normal setelah hCG test bervariasi antara 2 - 10x bahkan 20x. Pada masa
kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5 -10x. Sedangkan pada masa pubertas,
dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah
stimulasi hCG hanya sekitar 2 - 3x.
d. Pemeriksaan Pencitraan
USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah
inguinal, di mana halini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan
tangan.Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukandengan UDT tidak teraba
testis, USG hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal;
dantidak dapat mendeteksi testis intra-abdomen. Hal ini tentunya sangat
tergantung dari pengalaman dankualitas alat yang digunakan.
CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG
terutamadiperuntukkan
testis
intra-abdomen
(tak
teraba
testis).MRI
e. Laparoskopi
Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman dilakukan oleh ahli
yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar dan
setelah
pemeriksaan
lain
tidak
dapat
mendeteksi
adanya
testis
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan terapi undesensus testis yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormone
ataupun dengan cara pembedahan (orkidopeksi). Penatalaksanaan yang
terlambat pada undesensus testis akan menimbulkan efek pada testis di
kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat turun
sendiri setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan
testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi
adalah pada usia 1 tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum
harus diturunkan ke tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun
pembedahan.
atau
LH-releasing
hormone
(LHRH).
Terapi
hormonal
terapi
Gambar 3. Orkidopeksi
Orkidopeksi digunakan untuk memperbaiki UDT pada anak-anak. Satu
insisi dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain
dibuat pada skrotum (A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan
dikeluarkan dari insisi abdomen menempel pada spermatic cord (C). Testis
kemudian dimasukkan turun ke dalam skrotum (D) dan dijahit (E).
Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas,
(2) mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan
terjadinya torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara
psikologis mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai
testis. Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis
ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantung sub dartos.
Prinsip dasar orkidopeksi :
1. Mobilisasi yang cukup dari testis dan pembuluh darah
2. Ligasi kantong hernia
3. Fiksasi yang kuat testis pada skrotum
testis
merupakan
komplikasi
kriptorkismus
yang
juga
mungkin
diinduksi
banyaknya
kelainan
pada
persambungan
BAB III
PENUTUP
Undescendcus
testis
(UDT)
atau
Kriptorkismus
adalah
gangguan
DAFTAR PUSTAKA
Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their
surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbells Urology Vol 1.
8thedition. Philadelphia: WB Saunders Company. 2000.
Tanagho EA, Nguyen HT. Embriology of the Genitourinary System.
Dalam:Tanagho EA, McAninch JW.Smiths General Urology . Edisi 17.
California:The McGraw Hill companies; 2000. h.23-45.
Basuki Purnomo. Testis Maldesensus. Dalam: Dasar Dasar Urologi. Edisi 2.
Jakarta: Sagung Seto. 2009 h. 137-140.
Michael JM, Herbert S, dkk. The Undecended Testis: Diagnosis, Treatment
and Long-Term Consequences. Dalam :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2737432/
( diakses: 1 April 2016)
Faizi M, Netty EP. Penatalaksanaan Undescendcus Testis Pada Anak. Dalam :
http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdf
(diakses 1 April 2016)
Adi S, Any R. Tjahjodjati, dkk. Panduan Penatalaksanaan Pediatrik Urologi
di Indonesia. Dalam : http://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.doc
(diakses 1 April 2016)
Kolon TF, Patel RP, Huff DS. Cryptorchidism: diagnosis, treatment, and longterm prognosis.Urol Clin North Am 2004; 31 (3): 469-80.
Dogra VS, Mojibian H. Cryptorchidism. In:
//www.emedicine.com/radio/topic201.htm
Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended Testicle: Diagnosis and
Management. AmFam Physician 2000; 62: 2037-44.
Ferlin A, Simonato M, Bartoloni L et al. The INSL3-LGR8/GREAT LigandReceptor Pair inHuman Cryptorchidism. J Clin Endocrinol Metab
Bajpai,A., Menon,P.S.N. 2008. Undescended Testis.in: Desai,M.P.,
Menon,P.s.N., Bhatia,V., editors. Pediatric Endocrine Disorders. 2ndEd. India:
Orient Longman Private, p.432-441.