Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pencernaan merupakan suatu system yang penting bagi tubuh manusia, karena
melaui system pencernaan manusia, mendapatkan nutrisi untuk menjalani aktivitasnya.
Dalam sistim pencernaan terdapat beberapa organ yang berperan penting dalam proses
pencernaan. Mulai dari Oris, Esofagus, Lambung, Duedenum, Jejunum, Ileum, Sekum,
Kolon, Rektum, Anus.
Setelah makanan masuk ke mulut makanan lalu masuk menuju esophagus, pada
esophagus makanan diremas dan di dorong oleh gerak peristaltic esophagus untuk menuju
lambung. Setelah makanan masuk ke lambung makanan akan di cerna oleh enzim lambung
dan di remas-remas oleh gerak peristaltic lambung. Makanan yang sudah dicerna akan
menuju usus untuk di Absorbsi. Kemudian makanan yang sudah melalui proses di usus akan
di keluarkan berupa feses melalui rectum dan anus.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana proses peristaltic / pengosongan lambung ?
2. Bagaimana proses peristaltic pada orang puasa ?
3. Bagaimana proses menelan pada proses pencernaan ?
4. Bagaimana proses mengunyah pada proses pencernaan ?
5. Bagaimana reflex otonom yang mempengaruhi aktifitas ususs ?
6. Bagaimana proses defekasi pada system pencernaan ?
7. Bagaimana proses Gerakan colon pada proses pencernaan ?
1.3 Tujuan masalah
1. Mengetahui bagaimana proses peristaltic/pengososngan lambung.
2. Mengetahui proses peristalticpada orang puasa.
3. Mengetahui bagaimana proses menelan pada proses pencernaan.
4. Mengetahui bagaiman proses mengunyah pada system pencernaan.
5. Mengetahui reflek otonom yang mempengaruhi aktifitas usus.
6. Mengetahui proses defekasi pada system pencernaan.
7. Mengetahui proses gerakan colon pada proses pencernaan.

BAB II
PEBAHASAN
2.1 Proses Peristaltik dan Pengosongan Lambung
Pengosongan lambung terjadi bila adanya faktor berikut ini :

a. Impuls syaraf yang menyebabkan terjadinya distensi lambung (penggelembungan)


b. Diproduksinya hormon gastrin pada saat makanan berada dalam lambung. Saat makanan
berada dalam lambung, setelah mencapai kapasitas maksimum maka akan terjadi distensi
lambung oleh impuls saraf (nervus vagus).
Disaat bersamaan, kehadiran makanan terutama yang mengandung protein merangsang
diproduksinya hormone gastrin. Dengan dikeluarkannya hormone gastrin akan merangsang
esophageal sphincter bawah untuk berkontraksi, motilitas lambung meningkat, dan pyloric
sphincter berelaksasi. Efek dari serangkaian aktivitas tersebut adalah pengosongan
lambung.Lambung mengosongkan semua isinya menuju ke duodenum dalam 2-6 jam setelah
makanan tersebut dicerna di dalam lambung. Makanan yang banyak mengandung
karbohidrat menghabiskan waktu yang paling sedikit di dalam lambung atau dengan kata lain
lebih cepat dikosongkan menuju duodenum. Makanan yang mengandung protein lebih
lambat, dan pengosongan yang paling lambat terjadi setelah kita memakan makanan yang
mengandung lemak dalam jumlah besar.
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Pengosongan Lambung
a. Pompa Pilorus dan Gelombang Peristaltik
Pada dasarnya, pengosongan lambung dipermudah oleh gelombang peristaltik
pada antrum lambung, dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap jalan makanan.
Dalam keadaan normal pilorus hampir tetap, tetapi tidak menutup dengan sempurna,
karena adanya kontraksi tonik ringan. Tekanan sekitar 5 cm, air dalam keadaan
normal terdapat pada lumen pilorus akibat pyloric sphincter.
Gelombang peristaltik pada antrum, bila aktif, secara khas terjadi hampir pasti
tiga kali per menit, menjadi sangat kuat dekat insisura angularis, dan berjalan ke
antrum, kemudian ke pilorus dan akhirnya ke duodenum. Ketika gelombang berjalan
ke depan, pyloric sphincter dan bagian proksimal duodenum dihambat, yang
merupakan relaksasi reseptif.
Derajat aktivitas pompa pilorus diatur oleh sinyal dari lambung sendiri dan juga
oleh sinyal dari duodenum. Sinyal dari lambung adalah :
1) Derajat peregangan lambung oleh makanan, dan
2) Adanya hormon gastrin yang dikeluarkan dari antrum lambung akibat respon
regangan.

Kedua sinyal tersebut mempunyai efek positif meningkatkan daya pompa pilorus
dan karena itu mempermudah pengosongan lambung. Sebaliknya, sinyal dari
duodenum menekan aktivitas pompa pylorus.
b. Volume Makanan
Sangat mudah dilihat bagaimana volume makanan dalam lambung yang
bertambah dapat meningkatkan pengosongan dari lambung. Akan tetapi, hal ini tidak
terjadi karena alasan yang diharapkan. Tekanan yang meningkat dalam lambung
bukan penyebab peningkatan pengosongan karena pada batas-batas volume normal,
peningkatan volume tidak menambah peningkatan tekanan dengan bermakna,.
Sebagai gantinya, peregangan dinding lambung menimbulkan refleks mienterik lokal
dan refleks vagus pada dinding lambung yang meningkatkan aktivitas pompa
pilorus. Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan dari lambung kira-kira
sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam lambung
pada waktu tertentu.
c. Hormon Gastrin
Peregangan serta adanya jenis makanan tertentu dalam lambung menimbulkan
dikeluarkannya hormon gastrin dari bagian mukosa antrum. Hormon ini mempunyai
efek yang kuat menyebabkan sekresi getah lambung yang sangat asam oleh bagian
fundus lambung. Akan tetapi, gastrin juga mempunyai efek perangsangan yang kuat
pada fungsi motorik lambung. Yang paling penting, gastrin meningkatkan aktivitas
pompa pilorus sedangkan pada saat yang sama melepaskan pilorus itu sendiri.
d. Refleks Enterogastrik
Sinyal syaraf yang dihantarkan dari duodenum kembali ke lambung setiap saat,
khususnya bila lambung mengosongkan makanan ke duodenum. Sinyal ini mungkin
memegang peranan paling penting dalam menentukan derajat aktivitas pompa
pilorus, oleh karena itu, juga menentukan kecepatan pengosongan lambung.
e. Umpan Balik Hormonal dari Duodenum Peranan Lemak
Bila makanan berlemak, khususnya asam-asam lemak, terdapat dalam chyme
yang masuk ke dalam duodenum akan menekan aktivitas pompa pilorus dan pada
akhirnya akan menghambat pengosongan lambung. Hal ini memegang peranan
penting memungkinkan pencernaan lemak yang lambat sebelum akhirnya masuk ke
dalam usus yang lebih distal.
f. Keenceran Chyme

Semakin encer chyme pada lambung maka semakin mudah unruk dikosongkan.
Oleh karena itu, cairan murni yang dimakan, dalam lambung dengan cepat masuk ke
dalam duodenum, sedangkan makanan yang lebih padat harus menunggu dicampur
dengan sekret lambung serta zat padat mulai diencerkan oleh proses pencernaan
lambung.
g. Pemotongan nervus vagus dapat memperlambat pengosongan lambung
h. Vagotomi menyebabkan atoni dan peregangan lambung yang relatif hebat.
i. Keadaan emosi, kegembiraan dapat mempercepat pengosongan lambung dan
sebaliknya ketakutan dapat memperlambat pengosongan lambung.
2.2 Gerak Peristaltik pada orang puasa.
Setiap makhluk hidup manusia ataupun binatang apabila setelah makan , sifat
fungsi motorik gastrointestinal ditentukan oleh efek perangsangan dari makanan dalam
traktus gastrointestinal itu sendiri. Akan tetapi, berjam-jam kemudian setelah makan atau
pada saat seseorang berpuasa, terjadi lagi suatu pola aktivitas usus setiap 90 menit
didalam lambung dan usus halus, yang disebut kompleks motorik yang bermigrasi.
Kompleks yang bermigrasi ini menyebabkan gelombang peristaltic aktif tingkat sedang
secara perlahan menyapu kebawah sepanjang lambung dan usus halus, menyapu setiap
sekresi pencernaan yang berlebihan atau kotoran-kotoran lain dalam usus kedalam kolon
dan dengan demikian mencegah pengumpulan za-zat tersebut di dalam traktus
gastrointestinal bagian atas.
Kompleks bermigrasi bermula didalam korpus lambung dan menyebar menuju
ileum. Pada suatu waktu-waktu hanya sekitar 40 cm saluran usus yang berhubungan
secara aktiv dengan gelombang peristaltic, dan keadaan ini berlangsung hanya selama 6
sampai 10 menit, daerah 40 cm ini bergerak secara perlahan di sepanjang saluran usus
pada kecepatan 6 sampai 12 cm/menit. Kemudian tepat pada saat satu kompleks
bermigrasi mencapai bagian akhir ileum, satu kompleks bermigrasi yang baru akan mulai
di lambung .
2.2.1 Gerakan-gerakan yang disebabkan oleh muskularis mukosa dan serat-serat
otot vili.
Muskularis mukosa dapat menimbulkan lipatan-lipatan pendek atau panjang agar
muncul di mukosa usus ; ini juga mnyebbkan lipatan-lipatan bergerak secara progresif ke
daerahmukosa yang baru. Selain itu, serat-serat tunggal dari oot ini meluas kedalam vili
dan menyebabkan vili berkontraksi secara intermiten. Lipatan-lipatan mukosa akan
mmperluas yang terpapar kimus, sehingga meningkatkan kecepatan absorpsi. Kontraksi
vili memendek , memanjang, dan memendek kembali memeras vili sehingga cairan limfe

mengalir bebas dan lacteal sentral ke dalam sistem limfe. Kedua jenis kontraksi ini juga
menggerakkan cairan yang mengelilingi vili, sehingga secara progresif daerah cairan yag
baru menjadi terbuka untuk absorpsi.
Kontraksi vili dan mukosa ini di cetus oleh refleks saraf local dalam pleksus
submukosa yang terjadi sebagai respon terhadap kimus dalam usus halus.
2.2.2 FUNGSI KATUP ILEOSEKAL
Fungsi utama katup ileosekal adalah untuk mencegah aliran balik isi fekal dari
kolon ke dalam usus halus. Bibir dari katup ileosekal menonjol kedalam lumen sekum
dank arena itu tertutup erat bila terbentuk tekanan yang berlebihan didalam sekum dan
mencoba mendorong isis fekal kebelakang melawan bibir. Biasanya katup dapat menahan
tekanan balik sebesar 50 sampai 60 sentimeter air.
Selain itu, beberapa sentimeter dinding ileum sebelum katup ileosekal mempunyai
penebalan selubung otot yang disebut sfingter ileosekal. Sfingter ini dalam keadaan ormal
tetap berkontriksi dalam tingkat sedang dan memperlambat pengosongan isis ileum
kedalam sekum kecuali segera setelah makan, saat refleks gastroileal memperkuat
peristaltic dalam ileum.
Tahan untuk pengosongan pada katup ileosekal memperlama tinggalnya kimus
dalam ileum dan dengan demikian mempermudah absosrpsi. Hanya sekitar 1500 mililiter
kimus dikosongkan kedalam sekum setiap harinya.
2.2.3 PENGATURAN UMPAN BALIK SFINGTER ILEOSEKAL.
Derajad kontraksi sfingter ilsekal seperti juga intensitas peristaltic di ileum
terminal, diatur secara kuat oleh refleks-refleks dari sekum. Bila sekum di regangkan,
kontraksi sfingter ileosekal ditingkatkan dan peristaltic ileum dihambat, yang sangat
pengosongan kimus tambahan dari ileum. Demikian pula, zat iritan apapun dalam sekum
akan menunda pengosongan. Sebagai contoh, bila seseorang menderita apendisitis, iritasi
dari sekum ini dapat menimbulkan spasme yang demikian kuat pada sfingter ileosekal
dan paralisis ileum sehingga menghambat pengosongan ileum. Refleks-refleks dari ileum
ke sfingter ileosekal dan ileum ini diperantai oleh pleksus mienterikus dalam dinding
usus itu sendiridan melalui saraf-saraf ekstrinsik, khususnya refleks-refleks yang melalui
ganglia simpatis prevertebral.
2.3 Proses Menelan
Menelan, dikenal secara ilmiah sebagai deglutisi, merupakan refleks dalam tubuh
manusia yang membuat sesuatu melewati mulut melalui esofagus. Kalau proses ini gagal
dan benda tersebut masuk trakea, seseorang akan tersedak.

Mekanisme menelan dikendalikan bersama oleh pusat menelan di medula


oblongata dan pons. Refleks ini diawali dengan reseptor sentuhan di faring ketika bolus
makanan didorong kebelakang mulut oleh lidah.Kemudian:
a. Palatum mole tertarik keatas untuk mencegah makanan masuk hidung, dan lipatan palate
faring di setiap sisi faring mendekat bersama, agar hanya bolus yang berukuran kecil saja
yang bisa lewat.
b. Laring tertarik keatas kepakan seperti epiglotis yang secara pasif menutup jalan masuk
dan plikavokalis tertarik mendekat bersama, mempersempit laluan di antaranya.
c. Pusat pernapasan di medula secara langsung dihambat oleh pusat menelan dalam waktu
yang singkat agar proses menelan dapat berlangsung. Hall ini dikenal sebagai apnea
deglutisio.
d. Sfingteresofagus superior berelaksasi untuk memungkinkan makanan lewat, yang setelah
itu sejumlah otot konstriktor lurik di faring berkontraksi secara berurutan untuk
mendorong bolus makanan turun keesofagus.
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. fase oral: fase ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan
oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan
membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini
berlangsun gsecara di sadari.
b. Fasefaringeal: Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior
(arkuspalatoglosus) dan reflex menelan segera timbul.
c. fase esophageal : Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus
makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
2.4 Proses Mengunyah

2.4.1 Pergerakan Pengunyahan


Sebagian besar otot mastikasi diinervasi oleh cabang nerevus cranial ke lima dan
proses pengunyahan dikontrol saraf di batang otak. Stimulasi dari area spesifik retikular di
batang otak pusat rasa akan menyebabkan pergerakan pengunyahan secara ritmik, juga
stimulasi area di hipotalamus, amyglada dan di korteks cerebral dekat dengan area dengan
area sensori untuk pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan pengunyahan.
Kebanyakan proses mengunyah dikarenakan oleh refleks mengunyah, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. kehadiran bolus dari makanan di mulut pertama kali menginsiasi refleks penghambat dari
otot mastikasi yang membuat rahang bawah turun.
2. penurunan rahang ini selanjutnya menginisiasi reflaks melonggarkan otot rahang
memimpin untuk mengembalikan kontraksi.
3. secara otomatis mengangkat rahang untuk menutup gigi, tetapi juga menekan bolus lagi,
melawan lining mulut, yang menghambat otot rahang sekali lagi, membuat rahang turun
dan mengganjal (rebound) di lain waktu. Hal ini berulang terus menerus.
4. pengunyahan merupakan hal yang penting untuk mencerna semua makanan, khususnya
untuk kebanyakan buah dan sayuran berserat karena mereka memiliki membrane selulosa
yang tidak tercerna di sekeliling porsi nutrisi mereka yang harus dihancurkan sebelum
makanan dapat dicerna.

A. Pergerakan
Selama mastikasi karakteristik pengunyahan seseorang sangat bergantung pada tingkatan
penghancuran makanan. Urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal,
makanan ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran dalam
periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode yaitu sebelum penelanan.
Pergerakan rahang pada ketiga periode ini dapat berbeda tergantung pada bentuk makanan dan

spesiesnya. Selama periode reduksi terdapat fase opening, fast-opening dan slow-opening. Pada
periode sebelum penelanan terdapat tiga fase selama rahang membuka dan dua fase selama
rahang menutup.
B. Aktivitas Otot
Kontraksi otot yang mengontrol rahang selama proses mastikasi terdiri dari aktivitas pola
asynchronous dengan variabilitas yang luas pada waktu permulaan, waktu puncak, tingkat
dimana mencapai puncak, dan tingkat penurunan aktivitas. Pola aktivitas ditentukan oleh factorfaktor seperti spesies, tipe makanan, tingkat penghancuran makanan, dan faktor individu. Otot
penutupan biasanya tidak aktif selama rahang terbuka, ketika otot pembuka rahang sangat aktif.
Aktivitas pada penutupan rahang dimulai pada awal rahang menutup. Aktivitas dari otot penutup
rahang meningkat secara lambat seiring dengan bertemunya makanan di antara gigi. Otot
penutupan pada sebelah sisi dimana makanan akan dihancurkan, lebih aktif daripada otot
penutupan rahang kontralateral.
2.4.2 Struktur batang otak dalam control mastikasi
Pergerakan-pergerakan yang terlibat dalam mastikasi membutuhkan gabungan
aktivitas beberapa otot, yaitu trigeminal, hypoglossal, fasial, dan nuclei motorik lain yang
memungkinkan dari batang otak. Struktur batang otak lain seperti formasi reticular juga
terlibat.

2.5 Reflek Otonom yang Mempengaruhi Pergerakan Usus


Didalam sistem pencernaan terdapat beberapa refleks saraf yang sangat berperan dangat
penting misalnya refleks duodenokolik, gastrokolik, gastroileal, enterogastrik, dan defekasi. Pada
sub bab ini kita akan membahas refleks-refleks saraf penting lainnya yang dapat mempengaruhi
seluruh aktivitas usus.

Refleks-refleks tersebut adalah refleks peritoneointestinal, refleks renointestinal, refleks


vesikointestinal, dan refleks somatointestinal. Semua refleks ini ditimbulkan oleh sinyal-sinyal
sensoris yang berjalan ke ganglia simpatis prevertebral atau ke medulla spinalis dan kemudian
dihantarkan melalui sistem saraf simpatis kembali ke usus. Semua refleks ini menghambat
aktivitas gastrointestinal, sehingga seringkali menghambat pergerakan makanan melalui usus
secara hebat.
Berikut adalah pengertian refleks yang bekerja pada usus :
1. Refleks peritoneointestinal
Refleks peritoneointestinal dihasilkan dari iritasi peritoneum, refleks ini sangat
kuat menghambat saraf-saraf perangsang enteric sehingga dapat menimbulkan paralisis
usus, terutama pada penderita dengan peritonitis.
2. Refleks renointestinal dan refleks vesikointestinal
Releks ini bekerja sebagai penghambat aktivitas usus sebagai akibat dari iritasi
ginjal dan kandung kemih.
3. refleks somatointestinal
refleks ini menimbulkan hambatan usus bila kulit pada abdomen dirangsang
dengan iritasi

2.6 Proses Defekasi Pada Sistem Pencernaan


Sewaktu gerakan massa kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum, terjadi
peregangan rektum yang kemudian merangsang reseptor regang di dinding rectum dan
memicu refleks defekasi.
a. Satu dari refleks-refleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem
saraf enterik setempat di dalam rektum. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut :
Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal
aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menibulkan gelombang
peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses ke
arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani internus
direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus. Jika sfingter
ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi secara volunter pada
waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.
b. Peregangan awal dinding rektum menimbulkan perasaan ingin buang air besar.
Apabila defekasi ditunda, dinding rektum yang semula teregang akan perlahanlahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda samapi gerakan

massa berikutnya mendorong lebih banyak feses ke dalam rektum, yang kembali
meregangkan rektum dan memicu refleks defekasi. Selama periode non-aktif,
kedua sfingter anus tetap berkontraksi untuk memastikan tidak terjadi
pengeluaran feses.
Refleks defekasi mienterik intrinsic yang berfungsi dengan sendirinya secara
normal bersifat relatif lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks
biasanya harus diperkuat oleh refleks defekasi jenis lain, suatu refleks defekasi
parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medulla spinalis. Bila ujung-ujung saraf
dalam rektum dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan pertama ke dalam medulla spinalis
dan kemudian secara refleks kembali kekolon desenden, sigmoid, rektum, dan anus
melalui serabut-serabut saraf parasimpatis dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal
parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan juga merelaksasikan
sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refleks defekasi mienterik instrinsik
dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses defekasi yang kuat, yang kadang
efektif dalam mengosongkan usus besar sepanjang jalan dari fleksura splenikus kolon
sampai ke anus.
2.7 Gerakan Colon pada Sistem Pencernaan.
Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus
setiap hari. Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus,
isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna
(misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak diserap, dan sisa cairan. Kolon
mengekstrasi H20 dan garam dari isi lumennya.
Fungsi utama kolon adalah
a. Absorpsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat
b. Penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan.
Setengah bagian proksimal kolon terutama berhubungan dengan absorpsi, dan
setengah bagian distal berhubungan dengan penyimpanan. Karena tidak diperlukan
pergerakan kuat dari dinding kolon untuk fungsi-fungsi ini, maka pergerakan kolon secara

normal berlangsung lambat. Meskipun lambat, pergerakannya masih mempunyai


karakteristik yang serupa dengan pergerakan usus halus dan sekali lagi dapat dibagi menjadi
gerakan mencampur dan gerakan mendorong.
2.7.1 Gerakan Mencampur ( Haustra )
Melalui cara yang sama dengan terjadinya gerak segmentasi dalam usus halus,
konstriksi-konstriksi sirkular yang besar terjadi dalam usus besar. Pada setiap kontriksi ini,
kira-kira 2,5 cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen kolon sampai
hampir tersumbat. Pada saat yang sama, otot longitudinal kolon yang terkumpul menjadi tiga
pita longitudinal yang disebut taenia coli, akan berkontraksi. Kontraksi gabungan dari pita
otot sirkular dan longitudinal menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang
menonjol ke luar memberikan bentuk serupa-kantung yang disebut haustra.
Setiap haustra biasanya mencapai intensitas puncak dalam waktu sekitar 30 detik dan
kemudian menghilang selama 60 detik berikutnya. Kadang-kadang kontraksi juga bergerak
lambat menuju ke anus selama masa kontraksinya, terutama pada sekum dan kolon asenden,
dan karena itu menyebabkan sejumlah kecil dorongan isi kolon ke depan. Beberapa menit
kemudian, timbul kontraksi haustra yang baru pada daerah lain yang berdekatan. Oleh karena
itu, bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan diputar seperti seseorang sedang
mencampurkan bahan bangunan. Dengan cara ini, semua bahan feses bertahap bersentuhan
dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan-cairan zat terlarut secara progresif
diabsorpsi hingga hanya terdapat 80 sampai 200 mililiter feses yang dikeluarkan setiap hari.
Karena gerakan kolon lambat, bakteri memiliki cukup waktu untuk tumbuh dan menumpuk
di usus besar. Sebaliknya, di usus halus isi lumen biasanya bergerak cukup cepat, sehingga
bakteri sulit tumbuh. Tidak semua bakteri yang termakan dapat dihancurkan oleh lisozim liur
dan HCL lambung, sehingga bakteri yang dapat bertahan hidup dapat tumbuh subur di usus
besar. Sebagian besar mikro-organisme di kolon tidak berbahaya apabila berada dilokasi ini.

2.7.2 Gerakan Mendorong (Pergerakan Massa)

Tiga sampai empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan nyata
motilitas, yaitu terjadi kontraksi simultan segmen-segmen besar di kolon asendens dan
transverse, sehingga dalam beberapa detik feses terdorong sepertiga sampai tiga perempat
dari panjang kolon. Kontraksi-kontraksi masif yang diberi nama gerakan massa ( mass
movement) ini, mendorong isi kolon kebagian distal usus besar, tempat isi tersebut disimpan
sampai terjadi defekasi.
Sewaktu makanan masuk kelambung, terjadi gerakan massa di kolon yang terutama
disebabkan oleh refleks gastrokolik, yang diperantai oleh gastrin dari lambung ke kolon dan
oleh saraf otonom ekstrinsik. Pada banyak orang , refleks ini paling jelas setelah makanan
pertama (pagi hari) dan sering diikuti oleh keinginan kuat untuk segera buang air besar.
Dengan demikian, makanan baru memasuki saluran pencernaan, akan terpicu oleh refleksrefleks untuk memindahkan isi yang sudah ada ke bagian saluran cerna yang lebih distal dan
member jalan bagi makanan baru tersebut. Refleks gastroileum memindahkan isi usus halus
yang tersisa ke dalam usus besar, dan refleks gastrokolik mendorong isi kolon ke dalam
rectum yang memicu refleks defekasi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai