PENDAHULUAN
A. Judul
Kolorimetri
B. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar kolorimetri
2. Menentukan konsentrasi suatu senyawa dengan metode kolorimetri
II.
A. Alat dan bahan
a. Alat:
METODE
1. Pipet ukur
2. Propipet
3. Labu ukur
4. Tabung reaksi
5. Rak tabung reaksi
6. Vortex
b. Bahan:
1. Larutan NH4Fe(SO4)2
2. Aquadest
3. Larutan HCl 0,1 N
4. KCNS 10% 5 ml
5. Larutan cuplikan larutan A dan B
B. Cara Kerja
1. Pembuatan larutan deret standar
10 ml larutan NH4Fe(SO4)2 dicampur dengan 10 ml
dimasukan kedalam labu ukur. Larutan ditambahkan aquades hingga tanda batas.
Larutan dalam labu diambil 1 ml, 2 ml, 4 ml 6 ml dan 8 ml kemudian dimasukan
kedalam tabung reaksi. Pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan KCNS
10% sebanyak 5 ml. Aquades ditambahkan hingga volume totalnya menjadi 20 ml
dan di vortex.
2. Pembuatan larutan cuplikan
Sebanyak 3 ml dan 5 ml larutan cuplikan diambil dan dimasukan kedalam
tabung reaksi yang berbeda lalu ditambahkan 5 ml KCNS 10%. Larutan diencerka
dengan aquades hingga volumenya 20 ml kemudian dihomogenkan menggunakan
vortex. Warna pada cuplikan dibandingkan dengan warna pada larutan standar dan
konsentrasi dihitung.
III.
intensitas (I) tertentu tergantung pada kuat penerangannya dan jarak dari suatu
titik terhadap sumber cahaya tersebut (Halliday dan Resnich, 1996).
Menurut Khopkar (1990) macam-macam metode analisa fotometri :
1
Analisa kolometri
Analisa turbidimetri
Apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar terusan.
Analisa nefelometri
Apabila intensitas sinar yang diukur adalah hambar koloid.
Analisa pluometri
Sinar yang digunakan adalah sinar UV (ultraviolet) maka mengalami
fluoresensi.
Kesulitan
dalam metode
ini
adalah
untuk
(Busser,1960).
Metode penyeimbangan
Metode penyeimbangan bede dengan metode yang lainya, dikarenakan
metode deret standart penitraan selalu t1 dan t2 sama, sehingga bila
warna sama dapat disimpulkan bahwa c1 = c2. Dalam metode ini tebal
lapisan menjadi t1c1=t2c2 (Busser,1960).
d
Metode pengenceran
Larutan sampel dan larutan standar dimasukan ke dalam tabung kaca
yang sama kemudian larutan yang lebih pekat diencerkan hingga
mempunyai intensitas warna yang sam adengan larutan yang encer.
Metode pengenceran ini juga bisa juga dengan kenaikan tinggi pada
tabung atau dengan cara silinder Hehner (Khopkar, 1990).
Hukum Beer
Dikatakan bahwa Hukum Beer menyelidiki hubungan antara konsentrasi
spesies penyerap dan tingkat adsorpsi. Hukum Beer dapat diterapkan benar-benar
hanya untuk radiasi monokromatik dan dimana sifat dasar spesies penyerap tak
berubah sepanjang jangka konsentrasi yang diselidiki.
3
absorpsi, panjang jalan melewati larutan dijaga agar konstan, namun hasil-hasil
yang diukur akan bergantung pada besarnya nilai konstan itu.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode deret larutan
standar. Kelebihan dari metode ini adalah kepastian dalam ketepatan warna
larutan untuk dibandingkan dengan larutan standar, karena telah tersusun dari
deret-deret warna larutan dari yang warnanya paling muda hingga warna yang
paling tua atau lebih pekat. Kekurangan metode ini adalah praktikan diharuskan
membuat deret larutan standar terlebih dahulu dengan memakan waktu yang
cukup lama. Teknik yang digunakan adalah pengenceran larutan dan dan
pembandingan warna antara larutan standar dan larutan cuplikan.
Deret standar adalah deretan larutan standar pada suatu rak tabung reaksi.
Deretan larutan standar ini digunakan sebagai patokan untuk memebandingkan
larutan yang akan dianalisa. Normalitas larutan standar dapat dihitung dengan
rumus V1.N1 = V2.N2 (Khopkar, 1990).
Pada percobaan kali ini terdapat berbagai perlakuan seperti pengocokan,
pengenceran dan divorteks. Perlakuan pengocokan dilakukan agar larutn dapat
bercampur dan bereaksi. Perlakuan pengenceran dilakukan agar dapat dibuat
berbagai variasi konsentrasi yang bertujuan untuk memudahkan membandingakan
larutan cuplikan. Sedangkan divorteks berfungsi untuk lebih mencampur larutan
sehingga warnanya bercampur dan tidak ada gradasi warna pada lautan. Dengan
kata lain, larutan menjadi homogen( Day dan Underwood, 1986).
Fungsi dari beberapa larutan antara lain, menurut Day dan Underwood
(1986), yaitu :
1
Vol.
NH4Fe(SO4)2
1 ml
2 ml
4 ml
6 ml
8 ml
1
2
3
4
5
Vol.
KCNS
5 ml
5 ml
5 ml
5 ml
5 ml
Vol.
Aquades
14 ml
13 ml
11 ml
9 ml
7 ml
Vol. Akhir
20 ml
20 ml
20 ml
20 ml
20 ml
Normalitas
NH4Fe(SO4)2
0,005 N
0,01 N
0,02 N
0,03 N
0,04 N
Vol. Cuplikan
Vol. KCNS
X1
X2
3 ml
7 ml
5 ml
5 ml
Sesuai tabung
deret standar
2 ml
6 ml
Konsentrasi
cuplikan
0,015 N
0,035 N
Ada pun deret larutan standar pada volume NH4Fe(SO4)2 berturut turut
1ml, 2ml, 4ml, 6ml, 8ml di tambahkan akudes dengan volume berturut turut 14ml,
13ml, 11ml, 9ml, dan 7 ml lalu dikocok dalam labu ukur. Kemudian larutan
tersebut dimasukan kedalam tabung reaksi. Kemudian diberikan KCNS 10%
sebagai pereaksi sebanyak 5ml sehingga larutan berubah warna menjadi merah
bata lalu ditambahkan akuades hingga 20ml. Tabung reaksi pertama warna merah
batanya agak sedikit pudar (hampir jernih) dibanding warna merah pada tabung
reaksi kelima yang memiliki warna merah bata yang pekat.
Konsentrasi yang dihasilkan pun berbeda, pada tabung pertama (1ml)
sebesar 0,005 N, pada tabung kedua ( 2ml) sebesar 0,01 N, pada tabung ketiga
(4ml) sebesar 0,02 N, pada tabung ke empat (6ml) sebesar 0,03 N, dan pada
tabung ke lima (8ml) sebesar 0,04 N. Membuktikan teori bahwa semakin tinggi
konsentrasi suatu larutan maka warna larutan tersebut akan semakin pekat
(Khopkar, 1990). Ketika diamati dengan membandingkan warna antara warna
larutan standart dengan cuplikan, larutan pata tabung ketiga identik dengan warna
cuplikan A dengan konsentrasi cuplikan 0,015 N, sedangkan warna larutan
standart pada tabung reaksi kelima identik dengan cuplikan B dengan konsentrasi
cuplikan 0,035 N.
Keuntungan dari metode kolorimetri menurut Bassett dkk (1994), adalah:
1. Metode kolorimetri seringkali akan memberikan hasil yang lebih tepat
kondisi dimana tidak terdapat prosedur gravimetri atau pun titrimetri yang
memuaskan, misalnya untuk zat zat hayati tertentu.
3. Prosedur kalorimetri mempunyai keunggulan untuk penetapan rutin dari
tetapi dapat disayangkan harga alatnya yang terhitung mahal menjadi kekurangan
pada metode kolorimetri.
II
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffery, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar Vogel:
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC, Jakarta.
Busser, H. 1960. Penuntun Analisis Jumlah. Balai Pendidikan Kimia, Bogor.
Day, R.A., dan Underwood, A.L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga,
Jakarta.
Gabriel,J.F.1998. Fisika Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Halliday dan Resnich, 1996. Fisika Dasar Jilid II. Erlangga, Jakarta
3 X 0,1= 20 X N2
1. Perhitungan
N2 = 0, 015 N
Normalitas NH4Fe(SO4)2
Rumus V1.N1 = V2.N2
V1 = Volume NH4Fe(SO4)2
N1 = 0,1 N
V1.N1 = V2.N2
X2.
V1.N1 = V2.N2
7 X 0,1= 20 X N2
N2 = 0, 035 N
1. V1.N1 = V2.N2
1 X 0,1= 20 X N2
N2 = 0, 005 N
2. V1.N1 = V2.N2
2 X 0,1= 20 X N2
N2 = 0, 01 N
3. V1.N1 = V2.N2
4 X 0,1= 20 X N2
N2 = 0, 02 N
4. V1.N1 = V2.N2
6 X 0,1= 20 X N2
N2 = 0, 03 N
5. V1.N1 = V2.N2
8 X 0,1= 20 X N2
N2 = 0, 04 N
2. Dokumentasi