TB Huiv PDF
TB Huiv PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Epidemiologi
Terjadinya peningkatan infeksi HIV telah menimbulkan perubahan dalam
epidemiologi tuberkulosis. HIV telah merubah penyakit tuberkulosis dari suatu
penyakit yang endemis menjadi suatu penyakit yang epidemis di seluruh dunia.
Saat ini HIV diyakini menjadi salah satu faktor resiko yang paling penting untuk
terjadimya seseorang yang terinfeksi kuman M. Tuberculosis menjadi seorang
penderita tuberkulosis yang aktif. Sekitar 5-10% penderita TB laten sepanjang
hidupnya akan berlanjut dan berkembang menjadi tuberkulosis yang aktif,
sementara pada individu yang mengalami gabungan infeksi dengan HIV, sekitar 515% akan berlanjut menjadi tuberkulosis yang aktif dalam satu tahun. 18,19
World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar sepertiga
sampai setengah dari individu yang terinfeksi virus HIV akan menderita
tuberkuosis yang aktif. Pada tahun 2002 saja, lebih dari 630.000 kasus baru TB
dengan HIV dilaporkan di seluruh dunia dan sekitar 450.000 kematian dinyatakan
infeksi TB/HIV sebagai penyebabnya. 20
Di India, menurut data WHO, pada penghujung tahun 2007 disebutkan
bahwa penduduk yang hidup dengan HIV/AIDS sekitar 2,5 juta jiwa dengan
insidensi tuberkulosis sekitar 1,8 juta pertahun. 19,21
2.2. Etiologi
Limfadenitis TB disebabkan oleh Micobacterium tuberculosis yang
merupakan basil tahan asam dan dapat dilihat dengan pewarnaan Ziehl - Neelsen
(karbol fuksin). Basil M. Tuberculosis ditemukan pertama kali oleh Robert Koch
pada tahun 1882. 21-23
Kuman Mycobacterium ini berbentuk batang dan berukuran panjang antara
2-4 mikron dan lebar antara 0,2-0,5. Kuman M. Tuberculosis tumbuh dengan
energi yang diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO 2 dapat
merangsang pertumbuhan. Pertumbuhan terjadi dengan suhu 30o - 40o C dan suhu
optimum 37o - 38o C. 21-23
Kuman akan mati pada suhu 60o C selama 15-20 menit. Pada suhu 30o C
atau 40o - 45o C sukar tumbuh atau bahkan tidak dapat tumbuh. Pengurangan
oksigen akan menurunkan metabolisme kuman. 22
kuman lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Kuman ini tahan
terhadap asam, alkali dan zat warna malakit. Pada sputum kering yang melekat
pada debu dapat tahan hidup selama 8-10 hari. Proses pasteurisasi dan penggunaan
fenol 5% selama 24 jam dapat membunuh kuman M. Tuberculosis. Penggunaan
eter dapat menyebabkan sifat tahan asam kuman ini hilang. 22
M. Tuberculosis hominis merupakan penyebab terbesar kasus TB dengan
resevoir infeksi biasanya ditemukan pada manusia dengan penyakit paru aktif.
Penularan biasanya secara langsung, melalui inhalasi organisme di udara atau
melalui sekret penderita. Basil ini pertumbuhannya terhambat oleh pH<6,5 dan
asam lemak rantai panjang. Oleh karena itu basil ini ditemukan pada bagian tengah
nekrosis perkijuan karena terdapat anaerobiosis, pH rendah dan kadar asam yang
meningkat. Mycobacterium lain, terutama M. Avium-intracellulare, jauh kurang
virulen dibandingkan dengan M. Tuberculosis serta jarang menyebabkan penyakit
pada individu yang mengalami immunosupresi. Namun pada penderita HIV/AIDS,
strain ini sering ditemukan dan dapat mengenai 10% hingga 30% penderita. 22-25
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV) suatu retrovirus pada manusia yang termasuk ke
dalam keluarga lentivirus. Sejak dikemukakan pertama kali pada tahun 1980 telah
dapat diisolasi 2 tipe HIV dari penderita AIDS, yaitu
seluruh dunia sedangkan HIV-2 ditemukan terutama di Afrika Barat. Dua tipe HIV
ini berbeda secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen. 26-31
Seperti sebagian besar retrovirus, virion HIV-1 berbentuk sferis dan
mengandung inti berbentuk kerucut yang padat elektron dan dikelilingi oleh
selubung lipid yang berasal dari membran sel pejamu. Inti virus tersebut
mengandung:
1. Kapsid utama protein p24
2. Nukleokapsid protein p7/p9
3. Dua salinan RNA genom, dan
4. Ketiga enzim virus (protease, reverse transcriptase dan integrase).
p24 adalah antigen virus yang paling mudah dideteksi sehingga menjadi sasaran
antibodi yang digunakan untuk mendiagnosa infeksi HIV. 27,30
Inti virus dikelilingi oleh matriks protein yang disebut dengan p17, yang
terletak di bawah selubung virion. Selubung virus itu sendiri tersusun atas dua
glikoprotein virus (gp120 dan gp41) yang sangat penting untuk infeksi HIV pada
sel. Genom provirus HIV-1 mengandung gen gag, pol dan env, yang mengkode
berbagai protein virus. Produk gen gag dan pol mula-mula ditranslasikan menjadi
protein prekursor besar yang harus dipecah oleh protease virus untuk
menghasilkan protein matur. Oleh karena itu, obat penghambat protease anti HIV1 yang sangat efektif akan mencegah perakitan virus dengan menghambat
pembentukan protein virus yang matur. 27,30
2.3. Patogenesa
Penularan TB terjadi karena menghirup udara dengan partikel-partikel
yang mengandung M. Tuberculosis dan mencapai alveolus. M. Tuberculosis
akan difagositosis oleh makrofag alveolus dan dibunuh. Tetapi kalau M.
Tuberculosis yang dihirup
setelah dari limfe dapat menyebar melalui saluran limfe dan saluran darah ke
organ-organ lain seperti hepar, lien, ginjal, tulang, otak dan lain-lainya. 1,2,4
Basil TB dapat langsung menyebabkan penyakit di organ-organ atau hidup
dorman di dalam makrofag jaringan dan dapat menyebabkan TB aktif bertahuntahun kemudian. Tuberkel
membentuk
dibentuk dari makrofag. Kalau masa kiju mencair maka basil dapat berkembang
biak ekstraseluler sehingga dapat meluas di jaringan paru dan dapat menyebar
Inhalasi basil
Alveolus
Fagositosis oleh
makrofag
Destruksi basil
Destruksi makrofag
Resolusi
Kalsifikasi
Kompleks
Ghon
Pembentukan tuberkel
Kelenjar Limfe
Perkijuan
Penyebaran
Pecah
Lesi di hepar, lien,
ginjal, tulang dan otak
Lesi sekunder paru
Respon imun terdiri dari delayed type hypersensitivity (DTH) dan cellmediated immunity (CMI) yang akan terjadi dalam 4 sampai 6 minggu setelah
infeksi primer. Antigen memproses antigen presenting cell (APC) untuk
memproduksi major histocompability complex (MHC). Terdapat 2 kelas MHC
yaitu sel T yang membantu fungsi imun/T-helper yang dikenal sebagai CD4
masuk ke dalam MHC kelas II dan sel T yang berfungsi sebagai supressor atau
sitotoksik dikenal sebagai CD8 berhubungan dengan MHC kelas I. Daya tahan
tubuh terhadap TB tergantung fungsi CD4, dimana bila terjadi defisiensi CD4
maka individu tersebut akan rentan terhadap infeksi TB. 27,30,33
Limfadenitis biasanya merupakan komplikasi awal TB primer, umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama setelah infeksi. Penyebaran infeksi pada kelenjar
superfisial tersering adalah melaui pembuluh limfe dan pembuluh darah.
Masuknya basil TB ke dalam aliran limfe selama fase awal TB primer paru dapat
tertahan pada satu atau lebih kelenjar superfisial. Dalam beberapa bulan,
penyebaran secara hematogen dapat diketahui jika ditemukan pembesaran seluruh
kelenjar limfe yang bersifat sementara. 1,2,4
Pada sebagian besar kasus, infeksi pada kelenjar limfe ini regresi dan
sembuh sempurna, sedangkan pada sebagian kecil basil berkembang biak dalam
kelenjar limfe atau membentuk fokus TB yang tidak aktif, tetapi basil tetap hidup
di dalamnya. Fokus laten ini akan menjadi aktif beberapa bulan atau tahun
kemudian tergantung dari basil yang masuk, faktor imunitas bawaan maupun
didapat, faktor hipersensitivitas dan suseptibilitas kelenjar limfe yang terkena. 1,2,4
Limfadenitis TB juga bisa disebabkan oleh penyebaran limfatik langsung
dari fokus primer TB di luar paru. Bila kelenjar limfe merupakan bagian dari
kompleks primer, pembesaran akan timbul pertama kali di dekat tempat masuk
basil TB. Limfadenitis TB inguinal atau femoral yang unilateral merupakan
penyebaran dari fokus primer di kulit atau subkutan paha. Limfadenitis TB di
leher pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh infeksi primer di tonsil, akan
tetapi kasus ini jarang terjadi kecuali di beberapa negara yang mempunyai
prevalensi TB oleh M.bovine yang tinggi. 1,2,4
Masalah utama pada penderita HIV/AIDS adalah infeksi oportunistik yang
terjadi karena penurunan yang progresif fungsi imun. Infeksi oportunistik yang
lebih spesifik terjadi pada penderita HIV/AIDS dapat dilihat pada gambar berikut:
33
Efek Langsung
HIV
CD4 sel/mm3
AWAL
Asimtomatik
Limfadenopati
Neuropati
Penyakit kulit
Meningitis aseptik
>400
Waktu (tahun) 0
0-7
Post infeksi
Mucocutaneus
Kandida & HSV
Infeksi
VZV (deartomal)
Infeksi HIV
LANJUT
Asimtomatik
Asimtomatik
Demensia awal
Leukoplakia
ITP, demam
200 400
1-9
CMV, EBV
Clamidia
T. pallidum
Isospora
Mikrosporadia
Criptosporadi
AKHIR
Kaposi Sarkoma
Limfoma
Demensia
Myelopati
Dispnea
<200
<50
2 - <8
T. Gondii
P.carinii
Histoplasma
M. ac
Tuberculosis
PML
Salmonela
Leishmania
T. Gondii
Infeksi awal HIV dimulai setelah transfer cairan tubuh dari orang yang
terinfeksi kepada orang yang tidak terinfeksi. Stadium awal disebut juga stadium
akut atau primer, adalah periode dari replikasi virus secara cepat yang diikuti
dengan meningkatnya virus pada darah perifer dengan jumlah hingga jutaan virus
per milimeternya. Respon ini berhubungan dengan turunnya jumlah CD4. 29,32,33
Pada fase akut (sekitar 2 sampai 4 minggu setelah terpapar) sebagian besar
penderita akan mengalami influensa atau mononucleus-like illness yang
merupakan manifestasi dari infeksi HIV akut, dengan gejala terdiri dari demam,
limfadenopati, faringitis, rash, mialgia, malaise, nyeri kepala, mual dan muntah,
pembesaran hepar/lien, penurunan berat badan, dan kelainan neurologis. 29,32,33
Durasi gejala bervariasi, rata-rata 28 hari. Pertahanan tubuh yang kuat akan
mengurangi jumlah virus dalam aliran darah, dan dimulainya fase klinis laten yang
terjadi bervariasi antara 2 minggu hingga 20 tahun. Selama fase ini virus aktif di
dalam organ limfoid, sementara sejumlah virus terperangkap di dalam jaringan sel
folikular dendritik. Ketika jumlah CD4 menurun di bawah 200 sel/mm3, respon
CMI menghilang, dan infeksi oportunistik dengan berbagai mikroba segera terjadi.
Secara umum infeksi oportunistik dikontrol oleh CD4. Infeksi oportunistik paling
sering diderita penderita HIV/AIDS adalah infeksi TB dan candida. 29,31,32
Waktu rata-rata paparan viral akut dengan terjadinya respon imun
diperkirakan sekitar 2 bulan. Resiko progresif hingga terjadinya AIDS
digambarkan dengan menurunnya jumlah CD4. Lebih dari 50% pada penderita
HIV/AIDS dengan jumlah CD4 di bawah 150 sel/mm3 akan berkembang menjadi
AIDS dalam waktu 18 bulan. 29,32,33
Pada penderita HIV/AIDS terjadi gangguan pada sel T yang akan
mempengaruhi produksi limfokin dan merusak fungsi makrofag. Kerusakan
makrofag akan mempengaruhi molekul antigen CD4 pada permukaannya. Sel ini
adalah bagian dari sel T yang memegang peranan penting terhadap respon imun.
29,32,33
Pada seseorang yang terinfeksi HIV, terjadi penurunan CD4 dalam jumlah
dan fungsi. Kemampuan sistem imun untuk mencegah pertumbuhan dan
penyebaran M. Tuberculosis berkurang. TB paru terkadang merupakan tanda
pertama infeksi HIV. Bila TB mengenai penderita yang terinfeksi HIV, prognosis
umumnya buruk walaupun itu tergantung kepada derajat imunosupresi dan respon
terhadap terapi anti-TB. 27,30,34,35
Infeksi HIV dapat mengubah epidemiologi TB melalui 3 cara:
1. Reaktifasi endogen M. Tuberculosis pada seorang yang kemudian terinfeksi
HIV.
2. Berlanjutnya infeksi M. Tuberculosis menjadi TB pada seseorang yang
sebelumnya terinfeksi HIV.
3. Penyebaran
kuman
TB
pada
Kelenjar limfe bisa menjadi berlekatan satu sama lain dan menembus kulit
akibat reaksi inflamasi. Bila patogenesis TB penyebab pembesaran kelenjar tidak
diketahui dan tidak diobati, maka daerah yang terlibat bisa berpindah ke dalam
masa perkijuan yang berdekatan, akhirnya terbentuk abses yang menembus kulit
dan membentuk sinus. Setelah perkijuan keluar dan kelenjar menyembuh, akan
terjadi fibrosis, hialinisasi dan kalsifikasi, baik total maupun parsial, meskipun
basil laten dapat bertahan untuk beberapa tahun dalam lesi ini. 27,30,34,35
2.4. Diagnosa
Diagnosa pasti limfadenitis TB ditentukan melalui biopsi kelenjar atau
aspirasi dengan pemeriksaan histopatologi, serta dilakukan pewarnaan basil tahan
asam (BTA) langsung dan dibiakkan. Pemeriksaan langsung BTA ditemukan
pada 25% sampai 50% dari spesimen biopsi, dan M. Tuberculosis berhasil
diisolasi sekitar 70% dari yang dibiakkan. Uji tuberkulin yang dilakukan pada
penderita TB paru mungkin terjadi negatif palsu pada lebih dari 20-25% kasus.
Kemungkinan negatif pada penderita limfadenitis TB kurang dari 10%, sehingga
hasil uji kulit yang positif akan mendukung diagnosa dan hasil negatif tidak secara
substansial menyingkirkan kemungkinan TB. 1,2
Untuk menyingkirkan penyakit intratoraks lain dan mendukung diagnosa
TB, foto toraks perlu dilakukan pada semua yang terbukti dan dicurigai menderita
limfadenitis TB. Pada kasus-kasus yang masih meragukan (biopsi sesuai tapi
biakan negatif) gambaran foto toraks yang menunjukan TB aktif atau bekas TB
akan mendukung bukti etiologi TB. Teknik khusus dengan Polymerase Chain
b. Status imunologi
Pada pemeriksaan status imunologi ini yang dilakukan adalah menghitung
kadar CD4 dalam darah. Penilaian kadar CD4 ini sangat penting untuk menilai
derajat beratnya infeksi HIV dan untuk memprediksi onset terjadinya infeksi
oportunistik. Pemeriksaan kadar CD4 ini harus diulang setiap 3 bulan untuk
menilai perkembangan penyakit dan dasar pertimbangan untuk tindakan
profilaksis dan pengobatan. Berikut ini adalah tabel hubungan antara jumlah
limfosit T, kadar CD4 dan tingkat gejala klinis penyakit.
KONDISI KLINIS
JUMLAH
3
LIMFOSIT T (/mm )
JUMLAH CD4
3
(/mm )
Tanpa gejala
> 2500
501 - 600
Gejala minor
1001 - 2500
351 - 500
501 - 1000
200 - 350
AIDS
< 500
< 200
c. Deteksi virus
Pemeriksaan viral load (VL) memberikan gambaran yang lebih akurat dalam
hal fluktuasi jumlah virus dalam hal respon penderita HIV/AIDS terhadap
pengobatan anti retroviral (ARV). Kadar viremia dalam plasma diukur dengan
mendeteksi RNA HIV dengan teknik PCR dan hal ini menggambarkan aktvitas
replikasi virus. 31,36,37,38
sampai 3 bulan setelah infeksi. Pada saat ini terjadi uji HIV (seropositif)
untuk pertama kali sejak
infeksi. Penderita
Pada orang dewasa terdapat periode laten yang lama sejak infeksi HIV
hingga timbulnya
HIV-related disease
dan AIDS.
Masa ini
dapat
Dementia/HIV ensefalopati 7
Gejala minor
Kandidiasis orofaringeal
Limfadenopati generalisata
berukuran kecil maupun berukuran besar yang dapat mirip granuloma yang
terdapat pada sediaan histopatologi. Dijumpai nekrosis sentral pada kelompokan
yang berukuran besar, adanya fibrinoid atau kaseosa. Materi keseosa bergranul dan
eosinofilik dapat dijumpai pada sediaan aspirat. 10,11
Limfadenitis TB secara sitologi tidak sulit didiagnosa bila aspirat
menunjukkan sel-sel epiteloid dan multinucleated giant cell tipe Langhans. Tetapi
jika kedua jenis sel ini tidak tampak pada aspirat, maka akan sulit mendiagnosa
apakah ini merupakan limfadenitis akut supuratif atau limfadenitis TB supuratif. 12
Lubis et al, pada studi diagnostik menemukan adanya gambaran lain dari
aspirat limfadenopati dan non limfoid (servikal, axillary, inguinal, breast, skin/soft
tisssue, intraabdominal dan testis) yaitu berupa bercak-bercak gelap (dark specks)
pada latar belakang material nekrotik granular eosinofilik. 12
2.4.3. Imunositokimia
Gambaran klinis dan histologi terkadang dapat memberikan gambaran
yang
kurang
spesifik.
Saat
ini
dengan
pemeriksaan
imunohistokimia
Patogenisitas
organisme
ditentukan
oleh
kemampuannya
untuk
reaksi host selama infeksi, istilah yang lebih umum adalah stres protein, telah
diaplikasikan untuk kelas protein ini. HSP 65 kD memainkan peran ganda dalam
sel, terutama sebagai molecular chaperones dan juga sebagai antigen
immunodominant pada infeksi host. 17
Satu penelitian menunjukkan bahwa kadar protein M. Tuberculosis ini
meningkat hingga 1%-10% di bawah kondisi stres yang kemungkinan akan terjadi
selama infeksi TB. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dan McWilliam et al,
menyimpulkan bahwa ab905 muncul untuk mengikat antigen manusia pada
sinovium yang meradang, dengan hipotesisnya bahwa ab905 merupakan heatshock protein. 17
2.5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis TB, prinsip dan regimen obatnya sama
dengan tuberkulosis paru. Kemoterapi adalah dasar penatalaksanaan. Pada kasuskasus yang terbukti atau sangat condong sutu limfadenitis TB, pengobatan harus
tepat dan sedini mungkin. Perlu diperhatikan bahwa kita tidak benar-benar tahu
apa yang akan terjadi pada kelenjar limfe ketika kita mengobatinya. 1
Sekitar 25% penderita kelenjarnya makin membesar selama pengobatan,
bahkan bisa timbul kelenjar baru dan sekitar 20% timbul abses dan kadang-kadang
membentuk sinus. Bila ini terjadi, janganlah mengubah pengobatan, karena
kelenjar akan mengecil jika pengobatan masih kita lanjutkan. Sekitar 5-10%
penderita masih akan teraba kelenjarnya pada akhir pengobatan, tetapi biasanya
tidak membuat masalah lebih lanjut. Tidak perlu pemberian kortikosteroid, tetapi
bila terjadi fluktuasi abses yang luas, kortikosteroid dapat mencegah timbulnya
sinus dan membantu memperkecil abses tanpa memerlukan tindakan bedah.
diberikan
tinggi pada penderita dengan HIV baik tunggal maupun ganda (Multidrug
Resistance=MDR). 1,2,5,31,41
Penelitian di Zaire menunjukkan angka relaps pada penderita TB dengan
infeksi HIV dua kali lebih banyak dibandingkan penderita TB tanpa HIV. Perriens
et al, menganjurkan perpanjangan terapi dari 6 bulan menjadi 12 bulan karena
dapat mengurangi angka kekambuhan walau tak memperbaiki lamanya ketahanan
hidup penderita. Namun penelitian Sterling et al, menunjukan tak ada perbedaan
yang bermakna antara relaps pada penderita TB dengan HIV seropositif dan HIV
seronegatif oleh karena itu Sterling menganjurkan bahwa terapi pada penderita TB
dengan HIV positif sama dengan HIV negatif dalam menyelesaikan pengobatan.
Bila infeksi TB timbul kembali maka ada 2 kemungkinan yaitu kambuh atau
infeksi baru. 1
Van Loenhout-Rooyackers et al,
yang menggunakan paduan obat yang berbeda, yang diambil dari database
Medline sejak tahun 1978-1997 dan mendapatkan bukti bahwa
tidak ada
lainnya
seperti
INH,
pyrazinamide,
ethambutol,
streptomycin dimetabolisme juga tidak melalui sistem CYP450, karena itu dapat
diberikan bersamaan dengan obat anti retoviral. 2
Penggunaan rifampin untuk pengobatan standard TB tidak dianjurkan pada
penderita yang terinfeksi HIV dan sedang dalam pengobatan dengan anti retroviral
golongan protease inhibitors dan atau NNRTIs. Sebagai gantinya untuk penderita
tersebut dapat dipakai ributin atau tuberkulostatika yang tanpa rifamycin.
Rifampin dapat digunakan pada penderita menggunakan anti retroviral yang tidak
memakai golongan protease inhibitors maupun NNRTIs, yaitu memakai NRTIs
saja. 2
Pembedahan pada limfadenitis TB saat ini tidak perlu lagi, karena dengan
kemoterapi bisa mengobati penyakit ini. Satu-satunya alasan untuk melakukan
pembedahan adalah bila diagnosanya sangat meragukan. Untuk alasan kosmetik,
pembedahan bisa dipertimbangkan, tetapi dilakukan minimal setelah 1 atau 2
minggu dimulainya pengobatan. 2
Walaupun pengobatan penderita TB aktif merupakan prioritas utama dalam
pemberantasan penyait TB, pencegahan TB pada penderita HIV juga perlu
dilakukan, terutama penderita HIV yang juga mengidap infeksi laten dengan
kuman TB. Untuk itu biasanya digunakan INH setiap hari selama 9-12 bulan
dengan dosis minimal 270 dosis. 2
HIV/AIDS
Infeksi Oportunistik
Limfadenitis Tuberkulosis
dengan HIV/AIDS
Sitologi:
- Sel epiteloid
- Giant Cell
- Material Nekrotik
- Limfosit