Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK

Pembimbing :
dr. Laily Babgei, SpA

Disusun Oleh:
Tyagita Khrisna Ayuningtias
H2A009046

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
1

STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTITAS
Nama anak
Umur
Tanggal lahir
Agama
No. RM
Tanggal masuk

: By. MPJ
: 3 bulan 8 hari
: 2 Mei 2014
: Islam
: 447605
: 7 Agustus 2014

Nama bapak
Umur
Agama
Pekerjaan
Pendidikan

: Tn. SJ
: 31 th
: Islam
: Swasta
: SMA

Nama ibu
Umur
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Ny. TA
: 24 th
: Islam
: Ibu rumah tangga
: SMA
: Mangkang kulon RT 06/ RW II, Tugu, Semarang

ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara Alloanamnesis dari Ibu pada
tanggal 8 Agustus 2014 Jam 12.30 WIB
A. Keluhan utama : batuk
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengalami batuk sejak 2 bulan yang lalu. Batuk
dirasakan hilang timbul, berdahak namun susah dikeluarkan. Selain
itu nafas pasien juga berbunyi grok-grok yang dirasa memberat
terutama saat tidur (seperti mendengkur) dirasa berkurang bila saat
digendong. Pasien juga kadang mengalami sesak nafas. Pasien juga
terkadang mengalami demam, demam turun setelah diberi obat
penurun panas dari bidan setempat, kejang (-).. Pasien dapat
menangis dengan kuat, bila menangis sedikit lama suara menjadi
serak. Sejak kecil pasien sering gumoh (muntah).
Selama 2 bulan ini, pasien sudah dibawa berobat ke BP4
dan dirujuk ke spesialis paru dan dinyatakan sehat dan tidak
diberikan obat. Tidak ada perubahan pada pasien, lalu ibu pasien
2

membawa pasien ke poli anak RSUD Tugurejo Semarang (7


Agustus 2014).
Saat ini, pasien masih mengalami grok-grok, batuk (+),
demam (-), muntah (+) 2x berisi susu, banyak dan sempat sekali
keluar lewat hidung. Berak lembek 1x warna kuning, buang air
kecil lancar.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan serupa
Riwayat alergi obat
Riwayat asma
Riwayat kejang
Riwayat kontak dengan penderita TB

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluhan serupa
Riwayat asma
Riwayat batuk

: disangkal
: disangkal
: disangkal

E. Data Khusus
1. Riwayat kehamilan/Pre Natal :
Pasien merupakan anak pertama.

Ibu

pasien

selalu

memeriksakan kehamilan dengan teratur ke bidan, ANC >4


2.

kali, imunisasi TT 2 kali, keluhan saat hamil (-).


Riwayat persalinan /Natal :
Pasien lahir dengan bantuan bidan, spontan,

tidak

menggunakan alat, langsung menangis, dan segera dilakukan


inisiasi menyusui dini. Berat badan saat lahir sekitar 2780
3.

4.

gram, panjang badan 46 cm.


Riwayat pasca persalinan / post natal :
Ibu melakukan pemeriksaan post natal pada usia 1 minggu di
bidan.
Riwayat imunisasi :
Jenis
BCG
Hepatitis B
DPT

Jumlah
1 kali
2 kali
1 kali
3

Umur
2 bulan
0, 1 bulan
2 bulan

5.

6.

Polio
2 kali
0, 2 bulan
Campak
Belum dilakukan
Kesan : imunasasi sesuai umur.
Riwayat makan dan minum :
Minum ASI mulai sejak lahir sampai saat ini, semau anak,
belum diberi makanan tambahan.
Riwayat perkembangan dan pertumbuhan anak
Umur
3 bulan
3 bulan
3 bulan

Motorik kasar

Motorik halus
Sosial

3 bulan

Perkembangan
Miring
Tengkurap
Mengangkat kepala
Memegang benda yang diletakkan

ditangannya
3 bulan
Tersenyum
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan sesuai umur

7. Pemeriksaan Antropometri Bayi laki-laki umur 3 bulan, BB :

4,1 kg, PB : 57 cm
Z score :
BB/U
: - 1,9 SD berat badan normal (gizi normal )
TB/U
: - 1,57 SD (normal)
BB/TB
: - 0,833 SD (normal)
Kesan
: kesan gizi baik, perawakan medium
F. Riwayat lingkungan dan sosial ekonomi :
Pasien tinggal dengan ayah, ibu, nenek dan kakeknya.
Pendapatan keluarga terkesan kurang untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga. Pasien berobat menggunakan biaya pribadi, kesan
sosial ekonomi kurang.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2014 Jam 13.00
WIB.
o Keadaan umum
Kesadaran
Status Gizi
o Vital sign
Tekanan darah
Nadi

: kurang aktif
: compos mentis
: perawakan tampak normal
: 90/60 mmHg
: 124 x/menit isi dan tegangan cukup, irama
reguler
4

Respiratory rate
Suhu
o Status interna
Kepala
Mata

: 68 x/menit
: 37,8C axiler
: mesocephal.
: cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-) , pupil bulat, central,
reguler dan isokor 3 mm, reflek pupil (+/

Hidung
Telinga

+).
: napas cuping (-), deformitas (-), secret (-)
: serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri

Mulut

tekan mastoid (-/-)


: lembab (-),sianosis (-), bibir kering (-),
bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah

Leher
Thoraks
Cor
Inspeksi
Palpasi

(-),

tonsil

(T1/T1),

faring

hiperemis (+)
: pembesaran KGB (-/-)
:
: ictus cordis tidak tampak
: ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke
arah medial midclavikula sinistra tidak
kuat angkat, tidak melebar, thrill (-),
pulsus

epigastrium

(-),

pulsus

parasternal (-), sternal lift (-)


Perkusi
:
Batas atas
: ICS II lin.parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
Batas kanan bawah : ICS V lin.sternalis dextra
Batas kiri bawah
: ICS V 2 cm ke arah medial mid
clavikula sinistra
Kesan
: konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi

: Suara jantung murni: SI,SII (normal)


Suara jantung tambahan gallop (-),
murmur (-), S III (-), S IV (-).

Pulmo
Inspeksi

: simetris statis dinamis, retraksi suprasternal (+).

Palpasi

: simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), ICS tidak


melebar.

Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesicular, Ronki basah halus (+/+),


Wheezing (-/-), Hantaran (+/+)
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: Permukaan datar, lemas, ikterik(-)


: Bising usus (+) Normal
: Timpani seluruh regio abdomen
: Supel

Ekstremitas
Superior
(-)
(-)
(< 2 detik)

Akral dingin
Sianosis
Capilary refiil

Inferior
(-)
(-)
(< 2 detik)

IV.

RESUME
Pasien laki-laki, umur 3 bulan dengan keluhan batuk sejak 2 bulan
yang lalu. Selain itu juga nafas berbunyi grok-grok yang dirasakan
hilang timbul, dirasa memberat terutama saat tidur (seperti
mendengkur) dirasa berkurang bila saat digendong. Sesak nafas (+)
hilang timbul, demam (+) hilang timbul, kejang (-), menangis keras,
bila terlalu lama suara menjadi serak. Riwayat kontak dengan
penderita TB (-). Saat ini pasien mengalami BAB lembek 1x berwarna
kuning, muntah 2x berisi susu dan sekali lewat hidung, BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum tampak lemah,
Tekanan darah 90/60 mmHg , Nadi 124x/ menit, reguler, isi dan
tegangan cukup , RR 68x/ menit, Suhu 37,8C (peraxiler), faring
hiperemis, terdapat retraksi suprasternal, dan ditemukannya ronki
basah halus serta hantaran pada auskultasi kedua paru.

V.

DAFTAR MASALAH
Anamnesis
1. Stridor
2. Batuk
3. Febris
4. Vomitus

VI.

Pemeriksaan fisik
5. KU : tampak lemah
6. Takipneu
7. Subfebris
8. Faring hiperemis
9. Retraksi suprasternal
10. Ronki basah halus
11. Hantaran

DIFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Faringolaringitis akut
2. Laringomalacia
3. Bronkitis
4. Bronkiolitis
5. Bronkopneumonia

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
NO
A.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
B.
1

PEMERIKSAAN
Darah Rutin (WB
EDTA)
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Eosinoil Absolute
Basofil Absolut
Netrofil Absolute
Limfosit Absolute
Monosite absolute
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Sero Imun
Widal
7

HASIL

NILAI NORMAL

H 18.03
3.16
L 9.20
L 27.50
89.00
29.80
33.50
315
14.50
H 1.95
0.03
6.30
H 7.64
H 2.11
H 10.80
0.20
L 34.90
42.40
H 11.70

6.0 17.5
3.1 4.7
9.6 12.8
31 43
77 113
23 36
26 34
217 497
11.5-14.5
0.045-0.44
0-0.2
1.8-8
0.9-5.2
0.16-1
2-4
0-1
50-70
20-70
1-11

S. Thypi O
S. Thypi H
C.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Feses
Sudan III
Feses makroskopis
Warna
Konsistensi
Darah
Lendir
Feses mikoskopis
Telur cacing
Amoeba
Eritrosit
Leukosit
Sisa makanan
Clinitest

Negatif
Negatif

Negatif
Negatif

Positif

Negatif

Kehijauan
Lembek
Negatif
Negatif

Kuning
Lembek
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
0-1
0-1
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Foto Thoraks

Cor

: Ukuran tak membesar


8

Pulmo

: Corakan vaskuler kasar


Bercak kesuraman kedua parahiler dan paracardial
Diaphragma
: Baik
Sinus costophrenicus: Lancip
Kesan

: Cor : Ukuran tak membesar


Pulmo : Gambaran Bronkopneumonia

VIII. DIAGNOSA
Diagnosis klinis

IX.

: Bronkopneumonia
Laringomalacia
: Gizi baik

Diagnosis gizi

ASSESMENT (DIAGNOSIS KERJA)


NO
Masalah Aktif
1.
Bronkopneumonia
2.

X.

Masalah Pasif

Laringomalacia

INNISIAL PLAN
1. Dx Kerja : Bronkopneumonia
Laringomalacia
2. IpDx
a. S : b. O : laboratorium elektrolit, BGA
3. IpTx
a. Infus tridex 27A 5 tpm mikro drip
b. Oksigen nasal kanul 2 L/menit
c. Inj opimox 3 x 150 mg
d. Inj Gentamicin 2 x 10 mg
e. Inj Metyl prednisolon 3 x 4 mg
f. Nebuliser
Bisolvon 2 tetes
Berotec 2 tetes
Pulmicort 0,5 cc
g. Paracetamol drop 3 x 0,4 ml (kalau panas)
4. IpMx :
a. Monitoring keluhan
b. Monitoring keadaan umum dan tanda vital
5. Ex
:
a. Penjelasan tentang penyakit pasien kepada keluarga pasien

b. Mengedukasi keluarga pasien untuk menjaga kebersihan


terutama yang berhubungan dengan pasien.
c. Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk membnantu
XI.

memonitoring kondisi pasien.


PROGNOSIS :
a. Ad Sanam
: Dubia Ad Bonam
b. Ad Vitam
: Dubia Ad Bonam
c. Ad Fungsionam
: Dubia Ad Bonam

10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi :1
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (Bronkiolitis)
3. Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas
bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter
atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit
saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh
dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan,
oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka
kematian anak.1
Bronkopneumonia

disebut

juga pneumonia

lobularis

yaitu

suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai


bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non
infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan
infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan
tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa.1,2
Bronkopneumonia adalah

peradangan

pada

parenkim

paru

yang

melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercakbercak (patchy distribution).1
B. Epidemiologi

11

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita
per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari
100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita
setiap 5 menit.3
C. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :3
1. Faktor infeksi
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian =
44-85% CAP (community acquired pneumonia) disebabkan oleh bakteri dan
virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen
penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung pada :
Usia
Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
Status lingkungan
Status imunisasi
Faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.
Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :
Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan)
Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan
kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis
tersering , Sifilis kongenital pneumonia alba.
Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP.
Usia > 2 bulan 12 bulan
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal.
Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertussis.
Usia 1 5 tahun

12

Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus


tersering Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut
pneumonia atipikal).
Usia sekolah dan remaja
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae
(pneumonia atipikal)terbanyak.
2. Faktor non infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
a. Bronkopneumonia hidrokarbon
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde

lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).


b. Bronkopneuminia lipoid
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung
pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia Menurut sistem imun pada penderita-penderita
penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang
pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
D. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,
dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa
ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi
terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.3
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia lobularis
c. Pneumonia intertitial
2. Berdasarkan asal infeksi
13

a. Pneumonia

yang

didapat

dari

masyarkat

(community

acquired

pneumonia = CAP).
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
E. Patofisiologi
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai
parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.
Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan
mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal
dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.1
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau
bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas
bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas
bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan
kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan
mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar
25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.1
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.
Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran
pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan
infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi
jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan
14

terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang


kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung.1
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan
disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada
kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat
dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan
melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura,
supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi
pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan
penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.1
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu :3
Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
15

paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

Stadium IV (7-11 hari berikutnya)


Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
F. Manifestasi klinis
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-40oC dan mungkin disertai kejang karena demam yang
tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif.1
G. Diagnosis
Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak),
kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada
sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukan gejala non spesifik
16

seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak yang


cukup besar terkadang mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri abdomen yang
terkadang disertai muntah.4
Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik

pneumonia

khususnya

bronkopneumonia

ditemukan hal sebagai berikut :1


1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot substernal,
interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan
cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan.
Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan
resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang
mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub
kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang
interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura
yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir
dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling
dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant,
kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati
dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus
dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan
yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat
dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung
memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan
napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan
napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
17

2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.


Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan

getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi
vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi tidak didapatkan kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada
tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang
mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi)
jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau
kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh
gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas
kecil yang tiba-tiba terbuka.
Pemeriksaan penunjang
1. Gambaran radiologis
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang
tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada
lobus bawah.1
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan
bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi
20.000/mm3

dengan limfosit

predominan)

dan bakteri leukosit

meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada


hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme
dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin
dilakukan.1

18

H. Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :2
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan retraksi dinding
dada.
2. Demam.
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles).
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus.
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan).
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri
dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus :3,5
1. Penatalaksanaan umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat
dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :


1. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
19

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus


dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman
yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok
usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan)
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


a. beta laktan anoksisilin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan
perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam diganti dengan antibiotik lain yang
lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu
diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang
menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
J. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis
adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.3
20

K. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan
dating terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan
infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui
asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.
Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua- duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi
bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri
sendiri.3

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didapatkan diagnosis klinis berdasarkan temuan klinis berupa
sesak nafas, batuk, dahak sulit dikeluarkan, stridor, dan terkadang terdapat demam
hal ini sesuai dengan tanda dan gejala dari bronkopneumonia. Diagnosis tersebut
21

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan

penunjang.
Dari identitas didapatkan pasien adalah laki-laki usia 3 bulan, berdasarkan
kepustakaan, penyakit ini dapat menyerang semua umur, dan prevalensi pada
anak-anak lebih sering daripada dewasa serta insidensi penyakit ini pada negara
berkembang hampir 30% pada anak-anak dibawah usia 5 tahun dengan risiko
kematian yang tinggi.
Dari alloanamnesis diketahui bahwa keluhan utama pasien ini adalah stridor
yang muncul sejak 2 bulan yang lalu, dirasakan hilang timbul, terkadang juga
pasien tampak sesak nafas yang tidak dipengaruhi oleh cuaca ataupun aktivitas.
Pada pasien ini juga tidak terdapat riwayat tersedak. Pasien juga mengalami
batuk, demam tanpa disertai kejang, muntah, BAB lembek. Pada pasien ini juga
tidak mempunyai riwayat kontak dengan pasien TB. Untuk itu, dari anamnesis
sudah dapat mengarahkan diagnosis pasien tersebut ke arah bronkopneumonia.
Dari pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah, nadi 124x/ menit,
reguler, isi dan tegangan cukup , RR 68x/ menit, suhu 37,8C (peraxiler), faring
hiperemis, terdapat retraksi suprasternal, dan ditemukannya ronki basah halus
serta hantaran pada auskultasi kedua paru. Dari hasil temuan klinis pada pasien ini
juga sudah dapat mengarahkan kepada bronkopneumonia.
Terjadinya takipneu terjadi karena adanya eksudat pada parenkim paru yang
menghambat difusi sehingga tubuh mengaktifkan mekenisme kompensasi yaitu
dengan meningkatkan laju respirasi sehingga terjadilah takipneu. Sementara itu,
demam terjadi karena adanya infeksi patogen sehingga mengaktifkan pirogen
endogen (berupa sitokin seperti interleukin dan TNF-alpha) yang dapat
meningkatkan produksi prostaglandin sehingga setpoint di thalamus meningkat.
Ditemukannya faring hiperemis dapat terjadi karena adanya penyebaran bakteri
perkontaktum yang bisa terjadi pada saat pasien batuk yang membawa bakteri
keluar dari bronkus atau paru-paru dan menempel serta menginfeksi faring.
Adanya retraksi suprasternal menunjukan digunakannya otot-otot bantu
22

pernafasan sebagai kompensasi untuk mengeluarkan udara. Terdapatnya suara


rokhi basah adalah suara nafas tambahan berupa vibrasi putus-putus akibat
getaran yang terjadi karena cairan dalam jalan nafas dilalui oleh udara.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil yang mendukung pada
bronkopneumonia yaitu terjadinya leukositosis (18.030) dan juga hasil
pemeriksaan foto thoraks menunjukan gambaran brokopneumonia dengan
ditemukannya bercak kesuraman pada kedua parahiler dan paracardial.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bennete

M.J.

2013.

Pediatric

http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.

23

Pneumonia.

2. Nelson WE, ed. Ilmu Kesehatan Anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab. Jakarta
: EGC, 2000.
3. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C.,
Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D.,
Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired
Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice
Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
4. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair.2006. Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Surabaya
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Penerbit IDAI

24

Anda mungkin juga menyukai