Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN UMUM

ILMU PENYAKIT DALAM


PASIEN 39 TAHUN DENGAN SESAK NAFAS
Dosen Pembimbing: dr. Primawati Kartini Sp.PD

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

Atika Rachmi
Ahid Auliya F
Cyntia Arum B.R
Desy Nur Azizi M
Nurrul Lathiefa R.H

(H2A012038)
(H2A012018)
(H2A012019)
(H2A012022)
(H2A012020)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu
keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme

kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis


penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah
disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia,
kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard
yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark
miokard yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun,
disusul hipertensi dan diabetes.
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada
usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di
Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per
tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal
jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien
berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. 3 Meskipun terapi
gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10
tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 510% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak
dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal
dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat
lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.

BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PENDERITA
A. Identitas
Nama

: Tn. M

Umur

: 39 tahun

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Pekerjaan

: Supir

Agama

: Islam

Alamat

: Boja, Kendal

No. CM

:-

Tanggal Masuk RS

: 03 Mei 2016

Tanggal Pemeriksaan

: 18 Mei 2016

B. Keluhan Utama

: Sesak nafas

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Tn. M, 2 minggu yang lalu datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan
keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan tiba-tiba setelah makan dan tidak
mereda. Selain itu, pasien juga merasakan nyeri pada dada kiri. Pada hari
yang sama pasien juga mengeluh muntah sebanyak 3x. Muntahan berupa
makanan disertai darah berwarna kehitaman. Muntah diawali dengan rasa
mual. Pasien juga mengeluhkan BAB berwarna gelap kehitaman serta mata
berwarna kuning.
4 hari setelah di rawat inap pasien mengeluhkan perutnya
membesar, kembung dan bengkak pada kedua kaki. Sudah tidak mual ,
tidak muntah, BAB warnanya normal, dan sesak belum berkurang.
Saat pemeriksaan, pasien merasa lebih baik. Sesak berkurang, mual
(-), muntah (-), BAB normal, BAK normal, bengkak sedikit berkurang,
perut kembung (+), mata kuning (+).

D. Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat penyakit yang sama

: Diakui (gangguan

hati)
-

Riwayat tekanan darah tinggi

: Disangkal

- Riwayat sakit jantung

: Disangkal

- Riwayat alergi

: Disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat tekanan darah tinggi


Riwayat sakit gula
Riwayat kolesterol tinggi
Riwayat asma
Riwayat sakit jantung

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

F. Riwayat Pribadi
-

Kebiasaan merokok

: Diakui

Kebiasaan minum alkohol

: Diakui

Kebiasaan minum kopi

: Diakui

Kebiasaan makan sembarangan

: Diakui

Kebiasaan olahraga

: Jarang

Kebiasaan konsumsi makanan manis

: Disangkal

Kebiasaan konsumsi makanan asin

: Disangkal

Riwayat minum obat-obatan

: Diakui (Kurkuma)

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan supir dengan tingkat ekonomi kurang. Saat ini,
pasien berobat dengan biaya dari Jamkesda.

ANAMNESIS SISTEM

Keluhan utama

Sesak Nafas

Kepala :

Sakit kepala (-), jejas (-),

perasaan berputar-putar (-)

Mata

Ikterik

(+),

anemis

(+),

Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),


pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).

Hidung

Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)

Telinga

Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),


keluar cairan (-), darah (-).

Tenggorokan

Mulut

sakit menelan (-), suara serak (-),

Sistem respirasi

Sianois (-),gusi berdarah (-)

Sesak

nafas

(+),

batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)

Sistem kardiovaskuler

Sesak nafas saat beraktivitas (+), nyeri dada


(+), berdebar-debar (-)

Sistem gastrointestinal :

Mual

(+),

muntah (+),diare (-), nyeri ulu hati (+), nafsu


makan menurun (+).

Sistem muskuloskeletal :

Nyeri otot (-),

nyeri sendi (-), kaku otot (-), badan lemas (+)

Sistem genitourinaria

Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),


keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-),
sulit memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang-anyangan (-), berwarna
seperti teh (-).

Ekstremitas: Atas :
bengkak(-),

sakit

kesemutan
sendi

(-),

(-),
panas

(-),

berkeringat (-), palmar eritema (-), clubbing


finger (-), brngkak (-)

Bawah

: gemetar (-), ujung jari dingin (-), kesemutan di


kaki (-), sakit sendi (-), bengkak kedua kaki
(+), pitting edema (+)

Sistem neuropsikiatri

Kejang

(-),

gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-), emosi


tidak stabil (-)

Sistem Integumentum

Kulit

kuning

(+), pucat (-), gatal (-), punggung, tangan dan


kaki (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Mei 2016 jam 10.30 :
a. Keadaan Umum

: Tampak lemas

b. Kesadaran

: Compos mentis

c. GCS

: E 4, V 5, M 6

d. Vital sign

:T

Kesan Gizi

: 90/60 mmHg

: 60 x/menit isi dan tegangan lemah

: 18 x/menit

: 36,5 C

: Kurang
e. Skala nyeri : Nyeri ringan (0-3)
f. Kepala

Mesocephal,

distribusi

rambut merata, tidak mudah rontok


g. Mata

Conjunctiva

Palpebra

Pucat (+/+), Sklera kuning(+/+), pupil isokor


diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
h. Telinga
tekan

: Discharge (-),Darah (-/-), nyeri


mastoid

(-/-),

gangguan

fungsi

pendengaran(-/-), serumen (-/-)

i. Hidung

: Secret (-), napas cuping hidung (-)


j. Mulut

Lidah

kotor

(-),

pernapasan

mulut(-), bibir kering (-), sianosis(-), pucat (+)


k. Kulit

: Ikterik (+), Pucat (-), hipopigmentasi (-),

hiperpigmentasi (-)
l. Leher

Pembesaran kelenjar getah

bening (-), deviasi trakea (-), peningkatan JVP


(+)
m. Thorak
Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tampak


Palpasi
: Ictus

cordis

teraba,

pulsus

parasternal (-), pulsus epigastrium (-), sternal lift


(-), thrill (-)
Perkusi
Kanan jantung
: Tidak diketahui
batas kiri atas : ICS II linea parasternal sin.
batas kanan atas
: ICS II linea parasternal dextra

pinggang jantung
batas kanan bawah
kiri bawah

: ICS III linea parasternal sinistra


: ICS V linea sternalis dextra
: ICS VI 2 cm lateral linea

midclavicula sinistra
Kesan : kardiomegali
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-), murmur (+)

Pulmo
PULMO

DEXTRA

SINISTRA

Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitoraks

Datar
Simetris statis dinamis

Datar
Simetris statis dinamis

Warna

Sama

dengan

sekitar

kulit Sama

dengan

kulit

sekitar

2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem fremitus
3. Perkusi

(-)
(-)
(+) normal
(+) normal
Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
paru

paru

Vesikuler

Vesikuler

Ronkhi

basah halus
Stridor

4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
Ronki kasar

Belakang
1. Inspeksi
Warna

Sama

dengan

kulit Sama

dengan

sekitar

sekitar

+ (normal)

+ (normal)

kulit

2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem Fremitus
3. Perkusi
Lapang paru

Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang

4.

Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
Ronki kasar
Ronkhi

n. Abdomen

basah halus
Stridor

Inspeksi

paru

paru

vesikuler

vesikuler

: Bentuk cembung, warna sama dengan sekitar,


striae (-), spider nervi (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal, Ascites (+)

Perkusi

: Timpani seluruh lapang perut, Pekak sisi (+),


Pekak alih (+)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), Hepar tidak teraba, Lien : tidak


teraba, Ginjal : tidak teraba, tes undulasi (+)

o. Ekstremitas
Akral dingin

Superior
(-/-)

Inferior
(-/-)

Edema

(-/-)

(+/+)

massa

(-/-)

(-/-)

hiperpigmentasi

(-/-)

(-/-)

Sianosis

(-/-)

(-/-)

Pucat

(-/-)

(-/-)

Pitting udem

(-/-)

(+/+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin
17 Mei 2016
Pemeriksaa
n

Hasil

Satuan

Nilai
Normal
9

Leukosit

H 12,94

10^3/ul

3,8

10^6/ul
g/dl

10.6
4.4 5,9
13,2

L 32,9

17,3
40-52

MCV
MCH
MCHC
Trombosit

87,7
29,60
33,7
164

Fl
Pg
g/dl
10^3/ul

80 100
26 34
32 36
150

RDW

440
11,5

Eosinofil

17,00
L 0,01

10^3/ul

14,5
0,045

Eritrosit
Hemoglobin

L 3,75
L 11,10

Hematokrit

absolute
Basofil

L 0,01

10^3/ul

0,44
0 0,2

absolute
Neutrofil

10^3/ul

1,8 8

absolute
Limfosit

19,18
L 0,62

10^3/ul

0,9 5,2

absolute
Monosit

H 1,12

10^3/ul

0,16 1

absolute
Eosinofil
Basofil
Neutrofil

L 0,10
0,10
H

%
%
%

24
01
50 70

Limfosit
Monosit

86,30
L 4,80
H 8,70

%
%

25 40
8

Kimia Klinik (Serum)


17 Mei 2016
Pemeriksaa
n
Kalium

Hasil
L 2,60

Satuan

Harga

Mmol/L

normal
3,5

10

Natrium

L 131,9

Mmol/L

5,0
135

Chlorida

L 90,7

Mmol/L

145
95

Albumin

3,30

g/dl

105
3,2-5,2

Pemeriksaa

Hasil

Satuan

Harga

U/L
U/L

normal
0-35
0-35
Non

Kimia Hati
3 Mei 2016
n
SGPT (ALT)
SGOT (AST)
HbsAg

8
15
Nonreaktif

reaktif

12 Mei 2016
Pemeriksaa

Hasil

Satua

Harga

n
Billirubin

H30.8

n
Mg/dl

normal
0.10-

total
Billirubin

H2.22

Mg/dl

1.00
0.00-

Mg/dl

0.20
0.10-

direk
Billirubin
indirek

H 1.58

0.80

11

b. Pemeriksaan Radiologi
Foto toraks
Cor

: Apex cordis bergeser kelateral


Pinggang jantung hilang, double counter (+)

Pulmo

: Corakan vaskular kasar, Bercak kesuraman pada kedua


parahiler Chepalisasi

Diafragma : baik
Sudut costophrenicus : kiri: Tumpul
Kesan
Cor

: Kardiomegali

Pulmo : Oedem pulmo


Efusi pleura kiri
USG Abdomen
Hepar

: ukuran membesar (craniocaudal 16,03cm),


permukaan dan tepi reguler, parenkim homogen,
tidak tampak nodul, V. Porta tak melebar. Vena
hepatika dan Vena kava inferior tampak berdilatasi

Duktus Biliaris

: Intra dan Ekstra hepatal tak melebar

Kandung Empedu : ukuran normal, dinding tak menebal, tidak tampak


sludge/batu
Pankreas

: ukuran normal, tak tampak massa/ klasifikasi

Kelenjar para Aorta : tak membesar


Lien

: ukuran normal, parenkim homogen, nodul (-), V.

Lienalis tak melebar


Ginjal Kanan

: ukuran normal, parenkim normal, PCS tak

melebar, batu (-)


Ginjal Kiri

: Ukuran normal, parenkim normal, PCS tak

melebar, batu (-)


Vesika urinaria

: sedikit terisi urine, terpasang balon catheter

12

Tampak ascites minimal dan tampak efusi pleura kiri minimal


Kesan :
Hepatomegali dengan dilatasi Vena kava hepatika dan Vena kava inferior
disertai ascites minimal, cenderung gambaran kongestive liver
Effusi pleura kiri minimal
Sonografi pankreas,lien, dn vesika urinaria baik.
I.

DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sesak nafas
Nyeri dada
Muntah disertai darah
BAB berwarna gelap
Kuning pada bola mata
Perut buncit & kembung
Kaki bengkak

Pemeriksaan Fisik
8. Konjungtiva

Pemeriksaan
Penunjang
14. Foto
thorax

palpebra pucat (+/+)


9. Sklera ikterik
10. Bibir tampak pucat
11. JVP meningkat
12. Suara murmur pad
apeks
13. Suara

Kardiomegali
Efusi pleura kiri
Hepatomegali, vena
hepatika dan vena
kava

inferior

tambahan

berdilatasi
Leukosit
paru ronkhi basah
15. Hemoglobin
halus
16. Hematokrit
17. Eritrosit
18. RDW
19. Eosinofil
20. Limfosit
21. Neutrofil
22. Monosit

ASSESMENT DAN INNITIAL PLAN


a. Diagnosis kerja : CHF
Diagnosis banding : Infark Miokard Akut
b. Diagnosis kerja : Jaundice
Diagnosis banding : Hepatitis, Sirosis hati
c. Diagnosis kerja : Melena
Diagnosis banding :
d. Diagnosis kerja : Perdarahan saluran cerna atas (Hematemesis)
13

Diagnosis banding : Ulkus peptikum


PENATALAKSANAAN :
a. CHF
CHF NYHA II
A.

assesment diagnosis
Menggunakan kriteria Framingham untuk mendiagnosis gagal jantung
kongestif

Kriteria mayor
1. Paroksismal nokturnal dyspneu
2. Distensi vena leher
3. Ronkhi paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3

Kriteria minor
1 Edema ekstrimitas
2 Batuk malam hari
3 Dispnea deffort
4 Hepatomegali
5 Efusi pleura
6 Penurunan kapasitas vital 1/3

normal
7. Peningkatan JVP
7 Takikardia >120x/menit
8. Refluks hepatojuguler
8
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan minimal ada 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor
Sudah memenuhi kriteria Framingharm (Kriteria mayor :
Kardiomegali,; Kriteria minor : dispnea deffort. Efusi pleura,
edema ekstremitas.
ass. Etiologi :
Menurut tinjauan pustaka berbagai macam penyebab dan presipitasi
Gagal jantung antara lain :
1. Kardiomiopati
2. Dekompensasi pada Gagal Jantung Kronik
3. Stenosis katup aorta berat
4. Regurgitasi valvular
5. Aritmia akut
6. Sindrom koroner akut
a. Infark miokard / unstable angina dengan iskemik yang
meluas dan disfungsi iskemik
b. Komplikasi kronik miokard akut
14

c. Infark ventrikel kanan


7. Miokarditis berat akut
8. Tamponade jantung

ass. Penatalaksanaan
algoritme tata laksana CHF

Horrison IPD hal 1524

15

NYHA I ace inhibitor / ARB jika intoleran ACE, pasca MI


tambah B blocker dan antagonis aldosteron; diuretik apabila ada retensi
cairan
NYHA II Ace inhibitor /ARB + B blocker dan antagonis aldosteron
bila pasca MI ; diuretik +/- tergantung banyaknya retensi cairan
NYHA III Ace inhibitor / ARB, B blocker, antagnis aldosteron ;
diuretik + digitalis jika simtomatik
NYHA IV ACE / ARB, B blocker, Antagonis aldosteron; digitalis +
diuretik + conside, support inotropis sementara
Ip Dx :

Darah rutin blood count, elektrolit

EKG sudah dilakukan

RO Thoraks sudah dilakukan

Ekhokardiogram/doppler

Pemeriksaan enzim jantung, CKMB, pemeriksaan fungsi ginjal ureum


creatinin, fungsi hepar SGOT/PT

Ip Tx :

02 3l/menit

Inf. NaCl 9% (micro) 10 tts/menit

Inj. Syr. Pump, Isosorbid dinitrate 10 mg 2x1/hari

Inj furosemide 10mg 3x1/hari

Digoxin 0,25 mg p.o 2x1/ hari

aspilet 80 mg p.o 1x1/hari

captropil 12,5 mg p.o 3x1/hari

IpMx :

TTV

Monitoring EKG

Darah rutin

Kontrol rutin tiap 1 bulan sekali


16

Ip Ex

Edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien

Menyarankan kepada pasien untuk seimbang istirahat, olahraga ringan

Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan merokok
maupun alkohol

Monitoring BB

b. Joundice
Ip.Dx
a. Labortorium darah rutin
b. Liver fumction test (SGPT, SGOT, ALP)
c. Bilirubin
Ip. Tx
Pengobatan icterus sangat tergantung pada penyakit dasarnya
penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya

gatatal

pada keadaan kolestasis intrahepatic, pengobatan penyakit pada dasarnya


sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversible (seperti sirosis billier
primer) biasanya responsive terhadap koletiramin 4 16 gr/hari terbagi dalam
dua dosis. Jika terjadi kerusakan

hati yang berat, hipoprotrombinemia

biasnaya membaik setelah pemberian fitonadion ( vitamin K-1) 5-10 mg/hari


untuk 2-3 hari.
Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis
irreversible. Sumbatan bilier ekstra hepatic biasanya membutuhkan suatu
tindakan pembedahan.
Ip.Mx
a. Vital sign
b. Keadaan umum
c. Monitoring lab kimia hati
Ip.Ex
a. Edukasi mengenai peyakitnya
b. Edukasi mengenai pengobatan
c. Istirahat yang cukup
c. Hematemesis Melena
Ass. Etiologi
Kemungkinan etiologi perdarahan berasal dari SCBA
Non varises
Varises
Penggunaan obat NSAID dalam jangka Varises esofagus akibat

17

waktu yang lama


Infeksi helicobacter pylory
Stres, konsumsi alhokol, konsumsi

kafein
Kelainan pada esofagus : esofagitis,
ulkus

esofagus,

kista

Ulkus

peptikum,

ulkus

portal

dan

sirosis hepatis.

esofagus,

keganasan.
Kelainan pada lambung-duodenum

hipertensi

duodenum,

gastritis erosif, tumor gaster


Kelainan darah : DIC (disseminated

intravascular coagulation), leukemia,


trombositopenia, anemia
Ass. Faktor risiko
Stres
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol
Kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengiritasi

lambung seperti NSAID, antibiotik, biphosponate


Ass. Komplikasi
Anemia posthemoragik
Syok hipovolemik
Aspirasi pneumonia
IpDx
Laboratorium darah rutin
Liver function test (SGOT/SGPT,ALP)
USG abdomen
EGD
IpTx

non-medikamentosa

Diit lunak
Hindari merokok, konsumsi alhokol, obat-obatan NSAID
Istirahat yang cukup
Hindari stres dan kecemasan

medikamentosa

inf. RL 20 tpm

omeprazole 3x40 mg
18

sucralfat syr. 3x1


IpMx
Keadaan umum
Vital sign
Monitoring lab darah rutin
Perdarahan

IpEx
Edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien
Hindari obat-obatan NSAID, jamu
Istirahat yang cukup
hindari faktor agresive

PROGNOSIS
1. Quo ad vitam
2. Quo ad sanam
3. Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

19

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.

DEFINISI
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi
gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan
arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah
gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal
miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme
kompensatorik

sirkulasi

dapat

menunda

atau

bahkan

mencegah

perkembangan penyakit menjadi gagal jantung.


Beberapa istilah dalam gagal jantung :
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan
dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi
diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.

20

2. Low Output dan High Output Heart Failure


Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati
dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan
pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme,
anemia, kehamilan, fistula A V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara
praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan
tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan
orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan
ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang
menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2
ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung
bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tibatiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung
yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah
tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau
kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer
sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure,
hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena
(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa
darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume
darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir
21

di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung


kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh
rongga jantung.
B.

ETIOLOGI
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi :
regurgitasi aorta dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal
jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia,
infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru.
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik,
penyakit katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit
miokardium primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal
ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan
arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai
gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau
pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup
arteri pulmonalis atau trikuspid.

C.

PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark miokard,
maka kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai
akibatnya akan timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan
bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan vena
jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal
mulai terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons
tersebut mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan
beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan
hipertrofi

ventrikel.

Mekanisme

ini

mungkin

memadai

untuk

22

mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal


pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun,
kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi
semakin kurang efektif.
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah
jantung adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis.
Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran
katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal.
Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung
(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu
juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri
dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organorgan yang metabolismenya rendah misal kulit dan ginjal untuk
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Vasokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya
menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama
selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin
yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun
pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja
ventrikel.

23

Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan


parasimpatik pada gagal jantung.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-AngiotensinAldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan
retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel.
Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin
aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun
mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai
serangkaian peristiwa berikut:
-

Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi


glomerulus

Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus

Interaksi

renin

dan

angiotensinogen

dalam

darah

untuk

menghasilkan angiotensinI

24

Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang
meningkatkan tekanan darah.

Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron


3. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium
atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan
mengakibatkan peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang
menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk
derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti
vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban
akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban
akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja
jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi
25

miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan


kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen
tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan
miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini
adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal
jantung.

Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon


terhadap hemodinamik berlebih.
D.

MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif
terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada
awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi
dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan
26

semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang
lebih ringan.
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara
individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada
derajat penyakit.

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun


kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi
gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin
disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang
untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak
merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik
mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung


yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja
pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan
paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea.
Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena
paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea
saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari
bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi
cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan
kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND
merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama
pada posisi berbaring.
27

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah


ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian
bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang


terjadi akibat distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti
vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; venavena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang
gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena
ke jantung selama inspirasi.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat


peregangan kapsula hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang


interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang
tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia
(diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema


anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran
vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan,
namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya
disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.
28

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat


mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan.
Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan
sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting
kematian mendadak dalam situasi ini.

E.

DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala
yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang
antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium
rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Paroksismal nokturnal dispnea


Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekana vena jugularis
Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Edema eksremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi(>120/menit)

Diagnosis

gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2

kriteria minor.

29

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan


pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif
berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain:

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam


kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa.

NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan


fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri
dada.

NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih


banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa
sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang
tersebut di atas.

NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik


apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka
melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung,
pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

30

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea


nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis.
Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari
EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel
hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q
wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan
adanya disfungsi diastolik pada LV.

3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai
ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi
aorta, dan kadang-kadang efusi pleura.
vaskuler

pulmoner

dan

dapat

begitu pula keadaan

mengidentifikasi

penyebab

nonkardiak pada gejala pasien.

4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,
mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling
berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat
memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi
LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada
katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI

31

sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV,


disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada
LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler
juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan
pulmoner,

dimana

sangat

penting

dalam

evaluasi

dan

penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis


komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold
standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi
dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan
pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini
diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki
beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF
dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload.
Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai
akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%),
fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara
bermakna (<30-40%).

G.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan

penderita

dengan

gagal

jantung

meliputi

penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.


Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk
mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan
secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
Terapi :
a. Non Farmakalogi :
Anjuran umum :

32

Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan

pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan

profesi yang masih bisa dilakukan.


Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter
pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung

ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari

pada yang lainnya.


Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit
dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal

jantung ringan dan sedang).


Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan

eksaserbasi akut.
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin

II,

diuretik,

Antagonis

aldosteron,

-blocker,

vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan


anti-aritmia. 14, 15
a. Diuretik.

Kebanyakan

pasien

dengan

gagal

jantung

membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.


Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid.

33

Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50


mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE

bermanfaat untuk

menekan

aktivitas

neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan


disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung.
Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE
inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu
diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

34

g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang


asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia
klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam
nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal
jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5
2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah
baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena
mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian
heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas.
Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium,
gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis
dispneu, takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita
tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik
< 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan
bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang
berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas,
aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya
problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum
ventrikel pasca infark.
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi
dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui
penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan
perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi

35

duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker


sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta
produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi
jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi
jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat
metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi
hipoperfusi memperbaiki asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan
pada kasus yang refrakter.
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan
menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum
ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin
vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti
obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan
kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat
juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru.
Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi
preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan
angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai
vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan
vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian
harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan
arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi
terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya
hanya 16 24 jam.
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang
diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal
jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari

36

pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 0,5
g/kg/menit.
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.
Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan
ventrikel.

Pemberiannya

akan

memperbaiki

hemodinamik

dan

neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan


menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma.
Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa
meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena
berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1
menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung
akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan /
atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan
tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka
inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan
darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah
dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata >
65 mmHg.
Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan
merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan
curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/mnt akan merangsang
reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung
serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor
adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik
(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3
g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15
g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis
yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt.

37

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP


menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik
jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan
enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut
dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang
memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus
10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone
0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt.
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut
yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg.
Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90
mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30
menit.Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin.
Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt.
Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang
menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi.
Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut.
Bila penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan
untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau
nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine).
Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan.
Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan
aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan
disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal
ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon
intra

aorta,

pemasangan

pacu

jantung,

implantable

cardioverter

defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan

38

pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau
ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk
mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium
dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang
simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi.

Implantable

cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan


takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis
yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama
inotropik.
H.

PROGNOSA
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas
setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai
30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih
buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%),
gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen
maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan
katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal
jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia
ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard akut
atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat
gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang
mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan
memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.

39

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. P R Marantz et al. 2012.

The relationship between left ventricular systolic

function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria.


Circulation Journal Of The American Heart Association. Available from :
http://circ.ahajournals.org
2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1514-7.
3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1638-45.
4. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 132-5.
5. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 261-5.
6. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. h.
83-6.

40

Anda mungkin juga menyukai