TINJAUAN PUSTAKA
II.1
DEFINISI
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya
ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan
dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.7
Gambar 1. Bronkopneumonia
II.2
EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek
umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK)
atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (bronkopneumonia nosokomial/ PN). 8
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit
infeksi
di
dunia
adalah
infeksi
saluran
napas
akut
termasuk
ETIOLOGI
Etiologi bronkopneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab
bronkopneumonia pada anak bervariasi tergantung :
a.
Usia
b.
Status imunologis
c.
Status lingkungan
d.
e.
Status imunisasi
f.
Gambar 3. Pseudomonas sp
Gambar 4. Klebsiella sp
3 minggu 3
Bakteri
Clamydia trachomatis
Streptococcus
bronkopneumonia
Virus
Adenovirus
Influenza
tipe B
Moraxella catharalis
Staphylococcus aureus
Virus
bulan
4 bulan 5
tahun
tahun
remaja
Parainfluenza 1,2,3
CMV
Bakteri
Clamydia
Bakteri
Haemophillus
bronkopneumoniae
Mycoplasma
tipe B
Moraxella catharalis
bronkopneumonia
Streptococcus
Staphylococcus aureus
bronkopneumonia
Virus
Adenovirus
Rinovirus
Influenza
Parainfluenza
Bakteri
Clamydia
influenza
Neisseria meningitides
Virus
Varisela Zoster
Bakteri
Haemophillus influenza
bronkopneumoniae
Mycoplasma
Legionella sp
bronkopneumonia
Streptococcus
Staphylococcus aureus
bronkopneumonia
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
II.4
KLASIFIKASI 4
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Bronkopneumonia lobaris
Bronkopneumonia lobularis (bronkopneumoni)
Bronkopneumonia interstitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Bronkopneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired
bronkopneumonia = CAP)
Bronkopneumonia
yang
didapat
dari
rumah
sakit
(hospital-based
bronkopneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Bronkopneumonia bakteri
Bronkopneumonia virus
Bronkopneumonia mikoplasma
Bronkopneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit
Bronkopneumonia tipikal
Bronkopneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Bronkopneumonia akut
Bronkopneumonia persisten
Klasifikasi Bronkopneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu
Tipe Klinis
Bronkopneumonia Komunitas
Epidemiologi
Sporadis atau endemic; muda atau orang
Bronkopneumonia Nosokomial
Bronkopneumonia Rekurens
Bronkopneumonia Aspirasi
Bronkopneumonia pada
tua
Didahului perawatan di RS
Terdapat dasar penyakt paru kronik
Alkoholik, usia tua
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
gangguan imun
II.5
PATOGENESIS
Istilah bronkopneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana
beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis
bronkopneumonia yang umum adalah bronkopneumonia bakterialis yang paling
sering disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam
alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan
dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam
alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi
dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari
alveolus ke alveolus. 2
obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter
jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat.
Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan
hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus
respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan
mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan
memodifikasi flora bakterial.4
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi
tergantung organisme yang menginvasi. M. bronkopneumoniae menempel pada epitel
respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan
memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang
terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan
penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada
bronkopneumonia viral. S. bronkopneumoniae menyebabkan edema lokal yang
membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru lain,
biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di
seluruh lapangan paru.5,6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi
yang lebih difus dengan bronkopneumonia interstisial. Bronkopneumonia lobar tidak
lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus
yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan
terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa
limfatika. Bronkopneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi
dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas
yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan
bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai
adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.1
II.6
GEJALA KLINIS
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk
dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang
disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan bronkopneumonia. Penyakit
ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan
laringitis. Anak besar dengan bronkopneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.1,3,4,8
II.7
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
60 x/menit
50 x/menit
40 x/menit
28 x/menit
Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
II.8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada bronkopneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas
normal. Pada bronkopneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara
15.000 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia
ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan
darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan
bakteri secara pasti.1,4
2. C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan
untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1,4
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan
radiologi untuk mengetahui spesifikasi bronkopneumonia karena pneumokokus
dengan nilai CRP 120 mg/l dan prokalsitonin 5 ng/ml. 6
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis bronkopneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada bronkopneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang
positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan
definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.4
4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara
fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi bronkopneumonia oleh Chlamydia
bronkopneumonia
dan
Mycoplasma
bronkopneumonia
memiliki
hasil yang
klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto
rontgen toraks pada bronkopneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran
klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
bronkopneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa
tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas penegakkan diagnosis.1,4,6
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
II.9
DIAGNOSIS
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak
selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada
gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan
dan
suprasternal
merupakan
indikasi
tingkat
keparahan.
Pada
bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear
juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas
yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.4,6
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas bronkopneumonia pada balita,
upaya
penanggulangannya
WHO
mengembangkan
pedoman
diagnosis
dan
Bronkopneumonia berat
-
Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit, Usia 1-5
tahun 40 x/menit
Adanya retraksi
Sianosis
Bronkopneumonia
-
Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 50 x/menit, Usia 1-5
tahun 40 x/menit
Adanya retraksi
Bronkopneumonia
-
Bukan bronkopneumonia
-
II.10 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
Bronkopneumonia ringan
-
Bronkopneumonia berat
-
ampicillin + aminoglikosid
amoksisillin-asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
golongan sefalosporin
kotrimoksazol
makrolid (eritromisin)
2. Penatalaksaan suportif
-
nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif).5
3. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum.7
II.11
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.1
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.