Anda di halaman 1dari 6

Berita Politik Humaniora Ekonomi Hiburan Olahraga Lifestyle Wisata Kesehatan Tekno Media

Muda Green Lipsus Fiksiana Freez


Home
Kesehatan
Ibu Dan Anak
Artikel

Vicka Farah Diba

TERVERIFIKASI
Jadikan Teman | Kirim Pesan

visit www.dokteranakku.net
0inShare
Share

Diare Disentri
REP | 24 August 2010 | 02:37 Dibaca: 2662

Komentar: 4

DIARE DISENTRI

Nihil

PENDAHULUAN
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dis (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang
usus yang menimbulkan luka atau ulkus di colon ditandai dengan gejala khas yang disebut
sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) diare,
dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. 1
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di
negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amuba tersebar
hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah
tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan
kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. 2
Akibat penting dari diare disentri adalah penurunan berat badan, anoreksia dan kerusakan usus
karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi. Penyebab utama disentri akut
adalah Shigella, penyebab lain adalah Campylobacter jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella
dan Entamuba histolytica. Aeromonas juga diketahui sebagai bakteri penyebab diare disentri.
Dalam satu studi pasien diare dengan Aeromonas positif, gejala klinis yang muncul 30% diare
berdarah, 37% muntah-muntah, dan 31% demam. 1
DIAGNOSIS
Gejala klinis
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri perut, demam, dan
tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam usus halus.
Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja
meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus
disertai dengan mengedan dan tenesmus yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah.
Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus dewasa.
Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian. Hal ini dikarenakan terdapat hubungan perkembangan
metabolisme cairan dan elektrolit sistem gastrointestinal yang memiliki variasi usia. Pada bayi
mukosa usus cenderung lebih permeabel terhadap air. Sehingga pada bayi dampak dari
peningkatan osmolalitas lumen karena proses diare menghasilkan kehilangan cairan dan
elektrolit yang lebih besar daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa dengan proses yang
sama. 9
Disentri Amuba Carrier (Cyst Passer) tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini
disebabkan karena amuba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke
dinding usus. Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh
perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang (tenesmus). Dapat timbul diare
ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir.
Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan
tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau

sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri
tekan. 5
Laboratorium
Dalam tinja pasien dapat ditemukan bentuk trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong
dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak
amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan
larutan eosin. Temuan adanya trofozoit sebagai diagnosis pasti amubiasis, temuan adanya kista
amuba beum cukup untuk mendiagnosis amuba. 2
Kista amubiasis berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan
kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk
dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badanbadan kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan
menggunakan metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan
seng sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan
mengendap. 2

Gbr. 6 Pemeriksaan mikroskopis kista


dan trofozoit amuba (perbesaran 1000x). E dan F Kista amuba dalam pengecatan salin, G. Kista
amuba dengan pengecatan Iodine. H. Trofozoit amuba yang menelan eritrosit dengan pengecatan
salin. I. Trofozoit dengan pengecatan trichrome 8
KOMPLIKASI
1. Hipokalemi. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian oralit atau makanan kaya kalium seperti
pisang, air kelapa dan sayuran berdaun hijau.
2. Demam tinggi. Jika anak demam tinggi ( 39 C atau 102,2 F) yang akan menyebabkan
kesulitan, berikan parasetamol.

3. Prolaps rektum. Sedikit tekan kembali prolaps rektum menggunakan sarung tangan bedah atau
kain basah. Atau, siapkan cairan yang hangat dari magnesium sulfat dan kompres dengan larutan
ini untuk mengurangi prolaps dengan mengurangi edema tersebut.
4. Kejang. Jika berlangsung lama atau berulang, maka berikan antikonvulsi dengan daizepam
intravena atau diazepam rektal.
5. Sindrom hemolitik-uremik. Bila pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan, maka
pikirkan kemungkinan sindrom hemolitik-uremik (HUS) pada pasien dengan mudah memar,
pucat, kesadaran menurun atau tidak ada output urin.9
PENATALAKSANAAN
Prinsip tatalaksana diare adalah : 9
a. Mengatasi dehidrasi. Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera
dibawa ke petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat,
yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena
dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapi oral dengan memberikan minum lebih banyak
dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin , kuah sayur, air sup.
b. Pemberian nutrisi. Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan
cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih mimun ASI harus
lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
c. Pemberian Zink. Pemberian Zink selama 10 hari untuk anak dibawah usia 6 bulan 10 mg dan
di atas 6 bulan 20 mg sekali sehari terbukti dapat memperbaiki kerusakan vili usus pada diare
sehingga mempercepat penyembuhan diare, mengurangi frekuensi diare dan mencegah
terjadinya diare berikutnya.
d. Memberi edukasi pada orang tua. Memberi peringatan pada oran tua mengenai cara
pemberian cairan pengganti diare, mengenali tanda tanda dehidrasi berat dan untuk tetap
meneruskan makan dan minum selama anak diare. Bila anak masih mendapat ASI, tetap
dilanjutkan
e. Pemberian antibiotik. Apabila ditemukan penderita diare infeksi, maka diberikan pengobatan
sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif
untuk menghentikan diare. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan
tanda diare infeksi seperti feses lendir dan berdarah, leukosit pada feses, kolera dan pasien
imunokompromis. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan tetapi terapi antibiotik
spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.

Anak gizi buruk dengan disentri, serta anak dibawah usia 2 bulan dengan disentri harus
dimondokkan di rumah sakit. Sebagai tambahan anak yang kelihatan sangat sakit atau toksik,
letargis, perut kembung dan tegang serta kejang beresiko tinggi untuk mengalami sepsis sehingga
harus dimondokkan di rumah sakit juga. Selain dari kelompok ini dapat dilakukan rawat jalan
pada anak di rumah dengan pemberian obat : 9
1. Antibiotik selama 5 hari. Antibiotik pilihan adalah yang masih sensitif dengan Shigella di
daerah tersebut. Sebagai contoh adalah ciprofloxacin, pivmecillinam, atau fluoroquinolones lain.
Catatan : metronidazole, streptomisin, tetrasiklin, kloramfenicol, sulfonamid, nitrofuran (cth :
nitrofurantoin, furazolidone), aminoglikosida (cth : gentamisin, kanamisin), cephalosporins
generasi pertama dan kedua (cth : cephaleksin, cefamandole), dan amoksisilin tidak efektif untuk
Shigella. Kotrimoxazole dan ampisilin sekarang sudah tidak efektif lagi oleh karena telah terjadi
resistensi di hampir seluruh dunia.
2. Evaluasi gejala klinis setelah pemberian antibiotik selama dua hari, bila tidak ada perbaikan,
hentikan pemberian antibiotik pertama dan beri antibiotik lini kedua yang masih sensitif untuk
Shigella di daerah tersebut. Bila antibitik lini kedua masih tidak memberi perbaikan klinis setelah
dua hari maka pikirkan kemungkinan diagnosis lain, rawat inap anak bila terdapat indikasi klinis
atau tatalaksana sebagai disentri amuba dan beri Metronidazole (50 mg/kgBB/hari, 3 kali
perhari) selama 5 hari.
3. Lakukan kultur feses dan sensitivitas antibiotik bila memungkinkan.
4. Anak usia dibawah dua bulan dengan diare lendir darah, pikirkan kemungkinan intususepsi
dan rujuk ke dokter bedah bila perlu. Bila tidak, maka beri antibiotik Ceftriaxon IV/IM 100
mg/kg/hari, single dose selama 5 hari.
5.

Anak gizi buruk dengan diare disentri, pertama ditatalaksana sebagai disentri Shigella bila tidak
membaik ditatalaksana sebagai disentri amuba. Tetapi bila fasilitas kesehatan tersedia
pemeriksaan mikroskopis tinja maka lakukan pemeriksaan trofozoit pada tinja.
DAFTAR PUSTAKA
1. DeWitt G.T, Acute Infectious Bloody Diarrhea. Pediatr. Rev. 1992;13;97-119
2. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305.
3. Diniz-Santos R.D., Santana, Epidemiological and Microbiological Aspects of Acute Bacterial
Diarrhea in Children from Salvador, Bahia, Brazil, The Brazilian Journal of Infectious Diseases
2005;9(1):77-83
4. Yost J. Amebiasis. Pediatr. Rev 2002;23;293
5. DeWitt G.T, Acute Diarrhea in Children. Pediatr. Rev 1989;11;6-12
6. Haque R, Huston, C.D, et al, Amebiasis, N Engl J Med 2003; 348;16

7. Sudhakar P., Subramani P, REVIEW: Mechanisms of Bacterial Pathogenesis and Targets for
Vaccine Design, Journal of Young Investigation, 2005;20;2;1
8. Northrup S.R., Flanigan P.T., Gastroenteritis. Pediatr. Rev 1994;15;461-471
9. Pocket book of hospital care for children: guidelines for the management of common illnesses
with limited resources. WHO Guidelines, 2005
10. DeWitt G.T., Humphrey FK., McCarthy P, Clinical Predictors of Acute Bacterial Diarrhea in
Young Children, Pediatrics, 1985;76;551-556
11. R.H. PC, David KV, John SM, Sankarapandian V, Antibiotic for Shigella disentery (Review),
Cochrane Review 2009; CD006784. DOI: 10.1002
12. Traa SB, Walker Fischer CL, Munos M, Black ER, Antibiotics for the treatment of dysentery
in children. International Journal of Epidemiology 2010;39:i70i74

Anda mungkin juga menyukai