Anda di halaman 1dari 11

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN

KOKAIN

BAB I
PENDAHULUAN

Kokain adalah zat yang paling adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan

zat yang paling berbahaya. Kokain merupakan zat adiktif yang tergolong

stimulansia terhadap susunan saraf pusat disamping amfetamin, kafein, dan

efedrin. Kokain disebut bermacam-macam dengan snow, coke girl, dan lady uga

disalahgunakan dalam bentuknya yang paling poten, free base dan crak (crack

cocaine). Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar

Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, di mana daun dari tanaman

belukar dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek


1,2
stimulant.

Alkaloid kokain pertama kali diisolasi pada tahun 1860 dan pertama kali

digunakan sebagai anestetik local di tahun 1880. Sampai sekarang kokain masih

digunakan sebagai anestetik local khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan

tenggorok karena efek vasokonstriksinya juga membantu.1

Kokain dapat digunakan dengan cara mengendus melalui lubang hidung

(‘snorting’), menyuntik, merokok dengan kokain, atau diabsorbsi melalui mukosa.

Potensi ketergantungannya dikaitkan dengan rute penggunaannya. Potensi

terbesar ketergantungan ditimbulkan, bila dilakukan dengan cara suntikan atau

merokok dalam bentuk kokain murni(freebase). Bentuk murni kokain dikenal

dengan sebutan crack yang dijual untuk penggunaan tunggal dan dirokok.1
II. EPIDEMIOLOGI

Menurut National Survey on Drug Use & Health di Amerika tahun 2002,

diperkirakan sekitar dua juta penduduk di Amerika Serikat merupakan pengguna

kokain. Hal ini menunjukkan sekitar 0,9 % populasi di atas umur 12 tahun.

Diperkirakan pengguna crack sekitar 567.000 penduduk. Dari data terbaru

ternyata 34 juta orang di Amerika Serikat pernah menggunakan kokain setidaknya

sekali dalam hidup mereka. Drug Abuse Warning Network melaporkan bahwa

kokain adalah obat-obatan yang paling sering digunakan oleh pasien di bagian

kegawatdaruratan ( 76 per 100.000 kunjungan). Sekitar 3,5 % pria dan 1,6%

wanita pernah menggunakan kokain sedikitnya sekali menurut data tahun 2002.

Pengguna kokain sekitar 0,4 % umur 12-17 tahun, 6,7% pada dewasa usia muda

18-25 tahun dan 1,8 % dewasa usia 26 tahun ke atas.3

III. GAMBARAN KLINIS

1. Intoksikasi kokain

Intoksikasi kokain adalah sindrom mental organic yang terjadi beberapa menit

sampai satu jam setelah menggunakan kokain. Sindrom tersebut dapat

menyebabkan gangguan fisik dan perilaku. Lamanya kerja koakin dalam tubuh

sangat singkat, eliminasi waktu paruh kokain hanya satu jam. Kecuali pada kasus-

kasus overdosis, sebagian besar kokain sudah hilang dari tubuh pada saat pasien

masuk ke ruang gawat darurat dan kamar praktek dokter. Pengaruh kokain pada

fisik dan perilaku akibat intoksikasi memerlukan tindakan segera.

Tanda-tanda klinis: 1,3,4

Ø Takhikardia

Ø Dilatasi pupil, midriasis


Ø Meningkatnya tekanan darah

Ø Berkeringat, panas dingin

Ø Tremor

Ø Mual, muntah

Ø Meningkatnya suhu badan, nadi aritmia

Ø Halusinasi visual atau taktil

Ø Sinkope

Ø Nyeri dada

Ø Dan bila overdosis maka dapat terjadi kejang, tertekannya pernapasan, koma

dan meninggal.

Gejala – gejala klinis meliputi: 1,3,4

Ø Euforia, disforia

Ø Agitasi psikomotor

Ø Agresif dan menantang berkelahi

Ø Waham paranoid

Ø Halusinasi

Ø Delirium

Ø Eksitasi

Ø Penilaian realita yang kurang wajar (poor judgement), gangguan fungsi sosial

dan okupasional

Ø Meningkatnya kewaspadaan dan aktivitas bergerak terus menerus,

memaksakan keinginan, banyak berbicara

Ø Mulut kering

Ø Meningkatnya kepercayaan diri


Ø Selera makan kurang

Ø Grandiositas

Ø Perilaku repetitif dan stereotipik

Ø Panik

2.Keadaan putus kokain

Umumnya tidak ada tanda-tanda klinis keadaan putus kokain yang tepat untuk

menggambarkan perubahan fisiologis yang terjadi setelah penghentian

penggunaan berat kokain. Gejala-gejala klinis keadaan putus kokain ditandai

dengan adanya perasaan disforik yang menetap selama lebih dari 24 jam setelah

menurunnya konsumsi kokain dan diikuti gejala-gejala berikut: 1,3,4

 Keletihan (fatigue)

 Insomnia atau hipersomnia

 Agitasi psikomotor

 Ide-ide bunuh diri dan paranoid

 Mudah tersinggung atau iritabel

 Perasaan depresif

Keadaan putus kokain adalah satu-satunya indikasi yang menunjukkan adanya

ketergantungan kokain. Gejala utama keadaan putus kokain adalah menagih

kokain (“craving”). Beratnya kondisi keadaan putus kokain berkaitan dengan

jumlah, lama dan cara penggunaan kokain. Snorting menyebabkan ketergantungan

dan keadaan putus kokain ringan, penggunaan intravena dan

merokok crack (freebase) menyebabkan ketergantungan dan keadaan putus

kokain berat.1,5,6
Gejala-gejala putus kokain mencapai puncaknya setelah beberapa hari, dan

berakhir setelah beberapa minggu. Bila gejala-gejala tetap ada setelah lebih

beberapa minggu, maka ini menunjukkan adanya indikasi depresi sekunder.

Gangguan psikiatris lainnya yang sering menyertai ketergantungan kokain adalah

: Gangguan kepribadian, ketergantungan alkohol dan ketergantungan sedativa-

hipnotika. 1,4

Perasaan disforia dan depresi berat merupakan dua gejala yang sering terdapat

pada keadaan putus kokain. Dengan ditemukannya dua gejala tersebut perlu

dipertimbangkan pula adanya gangguan psikiatris lainnya sebagai diagnosis

banding. Pasien sering menderita gangguan kepribadian yang mendasarinya

(gangguan kepribadian ambang atau antisosial), sehingga berperilaku manipulatif.

Akibatnya pasien sering mengobati keadaan putus kokain pada dirinya sendiri

dengan menggunakan kembali kokain. Angka relaps tetap tinggi meskipun ia

telah dirawat berkali-kali. 1

IV. KOMPLIKASI1,4,6,7

 Kongesti hidung, walaupun peradangan, pembengkakan, perdarahan dan

ulserasi berat pada mukosa hidung juga dapat terjadi.

 Pemakaian kokain jangka panjang menyebabkan perforasi septum hidung

 Crack bebas basa dan yang dihisap seperti rokok dapat menyebabkan kerusakan

pada saluran bronchial dan paru-paru.

 Pengguna kokain intravena adalah disertai dengan infeksi, embolisme dan

penularan Sindroma Imunodefisiensi di dapat (AIDS)

 Komplikasi neurologist ringan adalah perkembangan distonia akut, nyeri kepala

mirip migraine
 Pasien pengguna kokain menderita waham kejaran, berprilaku ganas dan

bermusuhan.

 Komplikasi terberat adalah efek serebrovaskuler, epileptic dan jantung. Dan

kematian

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG3

1. . Laboratorium :

 Elektrolit : akut bisa memberikan gambaran hipokalemi sedangkan pada

intoksikasi kokain yang berat memberikan gambaran hiperkalemi.

 Glukosa darah : pada pemeriksaan gula darah memberikan gambaran

hipoglikemi

 Fungsi ginjal : gagal ginjal berhubungan dengan rhabdomyolisis dan trombosis

arteri ginjal pernah dilaporkan pada penyalahgunaan kokain.

 Urinalisis untuk skrining kokain atau zat adiktif lain yang digunakan bersama-

sama,

 Tes kehamilan : semua wanita yang berada dalam usia subur sbaiknya dilkukan

tes kehamilan

 Fungsi hati : kerusakan hati mungkin terjadi pada intoksikasi akut. Sebagai

tambahan, pasien yang menggunakan kokain beresiko untuk terinfeksi hepatitis,

yang pada akirnya bias menyebabkan perubahan mental.

 Jumlah sel darah : anemia, lekositosis, dan leucopenia

 Toksikologi : Urine drug screens : Benzoylecogonine (bentuk metabolic

kokain) bisa ditemukan pada urin 60 jam setelah menggunakan kokain. Pada

pengguna kokain yang berat bisa ditemukan sampai 22 hari.


 Enzim jantung : pada pengguna kokain terdapat angka prevalensi yang tinggi

untuk terjadinyamyocardial infection, pasien yang dating dengan nyeri dada dan

riwayat penggunaan kokain bisa dipikirkan untuk melakukan pemeriksaan

enzim jantung.

2. Gambaran Radiologi :

 Chest x-Ray : pneumomediastinum, pneumothorax, pneumonia, emboli paru,

atelektasis.

 CT-Scan. : perdarahan intrkranial dan emboli serta trombosis strok.

3. Tes lain : Analisa gas darah, ECG

VI. PENATALAKSANAAN

Intoksikasi Kokain1,3,5,6,7

v Yakinkan dan tenangkan pasien bahwa gejala-gejala hanya terjadi dalam

beberapa waktu yang terbatas sebagai akibat masuknya kokain ke dalam tubuh,

dan segera setelah itu ia akan menjadi tenang kembali seperti semula.

v Tempatkan pasien pada suasana yang tenang. Sementara itu, lakukan

wawancara tentang frekuensi, jumlah kokain dan rute penggunaan kokain. Ikuti

dan kendalikan semua gerakan/aktivitas pasien dan lakukan pengendalian secara

tepat. Hati-hati dalam pendekatan pasien-pasien dengan waham paranoid. Jika

memungkinkan, minta bantuan keluarga untuk bekerjasama menenangkan pasien.

v Bila sudah memungkinkan, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.

Bila terjadi demam, lakukan tindakan secepat mungkin untuk mengatasinya,

kompres dan/atau beri antipiretika.

Pantaulah tekanan darah dan denyut nadi pasien sesering mungkin.


v Pastikan apakah pasien juga menggunakan zat adiktif lainnya seperti opioida

(misalnya heroin yang digunakan bersama-sama dengan kokain secara intravena

yang dikenal dengan istilah speed ball), sedativa-hipnotika dan alkohol.

v Isolasi dan fiksasi adalah tindakan terakhir yang kadang-kadang perlu

dilakukan.

v Gejala-gejala psikosis seringkali menghilang setelah satu episode akut

penggunaan kokain, tapi dapat juga menetap pada penyalahgunaan berat kokain

dan menimbulkan gangguan yang disebut dengan gangguan waham akibat

penggunaan kokain (cocaine delusional disorders), terutama pada orang-orang

yang sensitif.

v Pertimbangkan rawat-inap agar dapat dilakukan detoksifikasi. Seorang pasien

yang datang ke unit gawat darurat merupakan peluang yang baik untuk melakukan

terapi induksi agar pasien bersedia ikut program rehabilitasi.

v Persiapkan pasien tentang akan terjadinya keadaan putus kokain dan latih

pasien untuk menghadapinya.

v Terapi psikofarmaka:

 Bila agitasi, galak, membahayakan lingkungan atau delusi dapat diberikan

derivat benzodiazepin ringan oksazepam 10-30 mg per oral atau lorazepam 1-2

mg per oral, dan dapat diulang setelah satu jam.

 Bila agitasi masih tetap bertahan setelah beberapa dosis benzodiazepin atau

timbul gejala toksisitas benzodiazepin (ataksia, disartria, nistagmus), maka

dapat diberikan obat antipsikotik berkekuatan tinggi seperti haloperidol atau

flufenazin masing-masing 2-5 mg per oral atau i.m. sebagian klinisi kurang

menyukai penggunaan antipsikotika karena mengurangi nilai ambang kejang


dan mengubah atau menyamarkan gejala-gejala intoksikasi kokain dengan

gejala-gejala efek samping antipsikotika.

 Bila terjadi takhikardia dan hipertensi, dapat diberikan beta-bloker (propanolol)

atau klonidin.

 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, kejang, gangguan respirasi dan gejala-

gejala overdosis lain merupakan indikasi untuk merawat pasien di unit rawat

intensif (ICU). 1,5

Keadaan Putus Kokain1,3,5,6,7

v Pastikan apakah ada risiko bunuh diri. Meskipun gejala-gejala akan hilang

dalam beberapa hari, namun pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus di

rawat-inap di rumah sakit.

v Ketika pasien datang beri ketenangan (reassurance) dan terangkan kepadanya

bahwa gejala-gejala keadaan putus kokain tersebut akan hilang dalam satu atau

dua minggu. Wawancarai bagaimana kokain tersebut masuk ke dalam tubuh,

frekuensi dan jumlahnya serta kapan penggunaan kokain terakhir.

Tanyakan juga apakah pasien menggunakan zat adiktif lain.

v Motivasi pasien agar bersedia mengikuti program detoksifikasi atau

rehabilitasi.

v Rujuk pasien agar mengikuti terapi kelompok, terapi keluarga atau rujuk ke

kelompok-kelompok bantuan yang mendukung upaya penyembuhan

(seperti Narcotic Anonymous, Narcotic Anonymous Family).

v Evaluasi apakah pasien menderita gangguan psikotik atau menggunakan zat

adiktif lain.

v Terapi psikofarmaka:
 Agitasi berat sampai perilaku maladaptif dapat dikendalikan dengan pemberian

derivat benzodiazepin ringan estazolam 0,5 sampai 1 mg per oral, oksazepam

10-30 mr per oral atau lorazepam 1-2 mg per oral.

 Antidepresiva dapat diberikan pada pasien-pasien dengan gejala depresif

menetap yang umumnya terjadi setelah dua minggu penggunaan kokain

dihentikan.

 Ketergantungan kokain dapat diberikan despiramin* (200-250 mg/hari),

doksepin* atau antidepresiva lain (amitriptilin, imipramin). Kadang-kadang

juga diberikan bromokriptin untuk mengendalikan emosinya. 1,5

Tujuan utama terapi ketergantungan kokain adalah abstinensia.

Catatan : * Belum ada di Indonesia.

VII. KESIMPULAN

 Kokain adalah zat adiktif yang tergolong stimulansia terhadap susunan saraf

pusat di samping amfetamin, kafein dan efedrin. Potensi ketergamntugan

terbesar ditimbulkan, bila dilakukan dengan cara suntikan atau merokok dalam

bentuk murni (freebase). Pengaruh kokain pada pisik dan perilaku akibat

intoksikasi kokain memerlukan tindakan segera. Intoksikasi kokain adalah

sindrom mental organik yang terjadi beberapa menit sampai jam setelah

menggunakan kokain. Pengobatan psikofarmaka pasien pengguna kokain

tergantung dari gejala-gejala yang timbul, intoksikasi ataupun putus kokain,

juga dibutuhkan pengobatan lain seperti terapi kelompok, terapi keluarga atau

rujuk ke kelompok-kelompok bantuan yang mendukung upaya

penyembuhan.1,2,3
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan Harold MD et al, Gangguan berhubungan dengan kokain. Sinopsis

Psikiatri. Edisi 7 jilid satu. Hal 638-41

2. Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif

Lainnya. DEPKES RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2000. Penerbit Bakti

Husada.

3. Holstege, Christopher P, MD. Cocain-Related Psychiatric

Disorders. http://www.emedicine.com. 2005.

4. Kay Jerald MD, Tasman Allan MD. Cocaine use disorders in Psychiatry :

behavioral science and clinical essentials. WB Saunders company.

Philadelphia.2000 p 248-57

5. Ahuja Niraj. Psychoactive substance use disorders. A short text book of

psychiatry. 4th edition.p 45-6

6. Kaplsn Harold MD, Benjamin J. Sadock MD. Pocket handbook of clinical

psychiatry. Williams & Wilkins. 1990.p 42-4

7. Anonym. Narkoba. http://www.bnn.com. 2003.

Anda mungkin juga menyukai