Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya
lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara
oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau
perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan
(adiksi) fisik dan psikologis. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997).
Di dunia kedokteran dikenal adanya obat-obat tertentu yang dapat menghilangkan
penyakit atau rasa sakit di tubuh, ada pula obat tertentu yang dapat mempengaruhi
sistem saraf yang seringkali menimbulkan perasaan yang menyenangkan seperti
perasaan nikmat yang disebut dengan melayang, aktivitas luar biasa, rasa mengatuk
yang berat sehingga ingin tidur saja, atau bayangan yang memberi rasa nikmat
(Halusinasi). Obat-obat semacam itu disebut dengan Zat-Zat Psikoaktif yang
bermanfaat bagi ilmu kedokteran jiwa untuk mengobati penyakit, mental, dan saraf.
Akan tetapi bila disalahgunakan dapat menyebabkan terjadinya masalah serius karena
mempengaruhi otak atau pikiran serta tingkah laku pemakainya, dan biasanya
mempengaruhi bagian tubuh yang lain. Selain itu, penyalahgunaan Zat-Zat
Psikoaktif juga menyebabkan ketergantungan fisik yang lazim disebut dengan
ketagihan ( Adiksi).
Penyalahgunaan dan pengedar gelap narkoba merupakan masalah global dan
menjadi ancaman serius bagi bangsa dan Negara. Saat ini, di dunia sudah lebih dari
200 juta orang menggunakan Narkotika dan obat-obatan terlarang. Masalah
penyalahgunaan narkoba yang terjadi di dunia didominasi oleh Amfetamin seperti
ekstasi. Masalah penyalahgunaan NAPZA di Indonesia yang sebelumnya didominasi
oleh opium, sekarang cenderung bergeser pada Amfetamin seperti ekstasi dan shabu-
shabu (Hidayati, 2009)
Amfetamin banyak disalahgunakan untuk meningkatkan performa dan untuk
tujuan rekreasional. Pada tahun 2009, 2,8 juta masyarakat Amerika yang berumur ≥12
tahun menyalahgunakan Amfetamin sekurang-kurangnya sekali dalam setahun
(Substance Abuse and Mental Health Services Administration, 2012).
Selain Amfetamin, penyalahgunaan narkotika yang lainnya yaitu penyalahgunaan
kokain.
Badan Narkotika Nasional (BNN) merilis data pada tahun 2008 yang membuat
sebagian besar kalangan, masyarakat maupun instansi, merasa prihatin dengan masih
tingginya tingkat penyalahgunaan narkotika dan psikotropika di Indonesia. Dari
sebanyak 3,2 juta penyalahgunaan zat psikotropika, 60 persennya adalah remaja
dengan tingkat kematian 40 jiwa per hari atau sekitar 15.000 jiwa melayang setiap
tahunnya. Update data dari BNN tentang penyalahgunaan narkotika pada tahun 2009
menjadi 3,7 juta penyalahguna dengan 1,1 juta diantaranya adalah pelajar dan
mahasiswa dengan rinciannya adalah 12.848 penyalahguna narkoba merupakan pelajar
SD, 110.870 merupakan pelajar SMP/SMA/sederajat, dan sisanya merupakan
mahasiswa.
Hal di atas mengisyaratkan kepada kita untuk peduli dan memperhatikan secara
lebih khusus untuk menanggulanginya karena bahaya yang ditimbulkan dapat
mengancam keberadaan generasi muda.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimakah sejarah penyalahgunaan kokain dan amfetamin?
1.2.2 Bagaimanakah farmakologi dari kokain dan amfetamin?
1.2.3 Bagaimanakah pencegahan dari penyalahgunaan tersebut?
BAB II
KOKAIN DAN AMFETAMIN

2.1 Kokain
2.1.1 Definisi Kokain
Kokain, juga dikenal sebagai coke, adalah stimulan yang kuat dan banyak
digunakan sebagai obat rekreasi. Hal ini umumnya digunakan dengan cara
dihirup, atau disuntikkan ke dalam vena. efek mental yang ditimbulkan seperti,
perasaan intens kebahagiaan atau agitasi. Gejala fisik yang ditimbulkan seperti
denyut jantung yang cepat, berkeringat, dan gelisah.
2.1.2 Sejarah Kokain
Selama lebih dari seribu tahun masyarakat adat Amerika Selatan telah
mengonsumsi daun koka Erythroxylon, tanaman yang mengandung nutrisi
penting serta berbagai alkaloid, termasuk kokain. Daun koka dikunyah hampir
secara universal oleh beberapa komunitas adat. Sisa-sisa daun koka telah
ditemukan pada mumi Peru kuno.
Sebelum tahun 1855, berbagai ilmuwan Eropa telah berusaha untuk
mengisolasi kokain, tapi tidak ada yang berhasil karena dua alasan:
pengetahuan kimia diperlukan tidak cukup pada saat itu, dan kondisi laut
pengiriman dari Amerika Selatan bisa menurunkan kadar kokain dalam sampel
tanaman tersedia untuk ahli kimia Eropa.
Kokain alkaloid pertama kali diisolasi oleh kimiawan Jerman Friedrich
Gaedcke pada tahun 1855. Gaedcke memberi nama alkaloid "erythroxyline",
dan menerbitkan sebuah deskripsi dalam jurnal Archiv der Pharmazie.
Pada tahun 1856, Friedrich Wöhler meminta Dr. Carl Scherzer, seorang
ilmuwan kapal Novara (sebuah kapal Austria yang dikirim oleh Kaisar Franz
Joseph mengelilingi dunia), untuk membawakan sejumlah besar daun koka dari
Amerika Selatan. Pada tahun 1859, kapal mengakhiri perjalanan dan Wöhler
menerima sebuah koper penuh coca. Selanjutnya diserahkan ke Albert
Niemann, Ph.D. mahasiswa di University of Göttingen di Jerman, yang
kemudian mengembangkan proses pemurnian disempurnakan.
Niemann memberi nama alkaloid "kokain" dari "coca" (dari Quechua
"cuca") + akhiran "ine". Karena penggunaannya sebagai anestesi lokal, akhiran
"-caine" diberikan, kemudian diekstrak dan digunakan untuk membentuk
nama-nama anestesi lokal sintetis.
Pada tahun 1879, Vassili von Anrep, dari Universitas Würzburg,
merancang percobaan untuk menunjukkan sifat analgesik dari kokain. Dia
menyiapkan dua guci terpisah, satu berisi larutan kokain-garam, dengan lainnya
yang mengandung hanya garam air. Dia kemudian tenggelam kaki katak ke
dalam dua guci, satu kaki dalam pengobatan dan satu dalam larutan kontrol,
dan terus merangsang kaki dalam beberapa cara berbeda. Kaki yang telah
direndam dalam larutan kokain bereaksi sangat berbeda dari kaki yang telah
direndam dalam air garam.Pada tahun 1879 juga, kokain mulai digunakna
untuk mengatasi kecanduan morfin.
Karl Koller bereksperimen dengan kokain untuk penggunaan tetes mata.
Dalam sebuah eksperimen terkenal pada tahun 1884, ia bereksperimen pada
dirinya sendiri dengan menerapkan larutan kokain ke matanya sendiri dan
kemudian menusuk dengan pin. temuannya disajikan ke Heidelberg
Oftalmologi Society. Juga pada tahun 1884, Jellinek menunjukkan efek kokain
sebagai sistem anestesi pernapasan. Pada tahun 1885, William Halsted
menunjukkan saraf-blok anestesi, dan James Leonard Corning memperagakan
anestesi peridural. Heinrich Quincke menggunakan kokain untuk anestesi
spinal tahun 1898.
Seorang ahli kimia bernama Angelo Mariani yang membaca koran
Mantegazza menjadi tertarik dengan coca dan potensi ekonominya. Pada tahun
1863, Mariani mulai memasarkan anggur disebut Vin Mariani, yang telah diberi
daun coca, untuk menjadi cocawine. Etanol dalam anggur bertindak sebagai
pelarut dan mengekstraksi kokain dari daun coca, mengubah efek minuman itu.
Isinya 6 mg kokain per ons anggur, tetapi Vin Mariani yang akan diekspor
terkandung 7,2 mg per ons, untuk bersaing dengan konten kokain lebih tinggi
dari minuman sejenis di Amerika Serikat. Sebuah "sejumput coca daun"
termasuk dalam 1886 resep asli John Styth Pemberton untuk Coca-Cola, dan
tidak digunakan lagi pada tahun 1906 ketika Undang-undang Obat dan
Makanan disahkan.
Pada bulan Oktober 2010 dilaporkan bahwa penggunaan kokain di
Australia telah dua kali lipat sejak pemantauan dimulai pada tahun 2003.

2.1.3 Farmakologi Kokain

Gambar 2.1 Struktur Kokain

A. METABOLISME
Kokain secara ekstensif dimetabolisme, terutama di hati, dengan hanya
sekitar 1% diekskresikan tidak berubah dalam urin. metabolisme didominasi
oleh hidrolitik ester cleavage, sehingga metabolit dihilangkan kebanyakan
terdiri dari benzoylecgonine (BE), metabolit utama, dan metabolit penting
lainnya dalam jumlah yang lebih kecil seperti ecgonine metil ester (EME)
dan ecgonine. Selanjutnya metabolit minor kokain termasuk norcocaine, p-
hydroxycocaine, m-hydroxycocaine, p-hydroxybenzoylecgonine (pOHBE),
dan m-hydroxybenzoylecgonine.
B. EKSKRESI
Ekskresi tergantung pada fungsi hati dan ginjal, metabolit kokain yang
terdeteksi dalam urin. Benzoylecgonine dapat dideteksi dalam urin dalam
waktu empat jam setelah asupan kokain dan tetap terdeteksi dalam
konsentrasi lebih besar dari 150 ng / mL biasanya sampai delapan hari
setelah kokain digunakan. Deteksi akumulasi metabolit kokain di rambut
mungkin dalam pengguna biasa sampai bagian rambut tumbuh selama
penggunaan dipotong atau rontok.
C. MEKANISME AKSI
Kokain melibatkan hubungan yang kompleks neurotransmitter
(menghambat penyerapan monoamine pada tikus dengan rasio sekitar:
serotonin: dopamin = 2: 3, serotonin: norepinefrin = 2: 5) yang paling
ekstensif dipelajari pengaruh kokain pada pusat sistem saraf adalah blokade
protein transporter dopamin. Dopamin transmiter dilepaskan selama
signaling saraf biasanya didaur ulang melalui transporter, yaitu, transporter
mengikat transmitter dan memompanya keluar dari celah sinaptik kembali
ke neuron presinaptik, di mana ia diangkat ke vesikel penyimpanan. Kokain
mengikat erat pada transporter dopamin membentuk kompleks yang
menghalangi fungsi transporter ini. Dopamin transporter tidak bisa lagi
menjalankan fungsi reuptake, dan dengan demikian dopamin terakumulasi
dalam celah sinaps. (50)
Kokain mempengaruhi reseptor serotonin tertentu (5-HT); khususnya,
telah ditunjukkan sebagai antagonis reseptor 5-HT3, yang merupakan
saluran ion ligan-gated. Kokain telah terbukti untuk mengikat secara
langsung untuk menstabilkan transporter DAT pada konformasi terbuka.
Selanjutnya, kokain mengikat sedemikian rupa untuk menghambat ikatan
hidrogen dengan DAT. Sifat mengikat kokain yang sedemikian rupa
sehingga melekat pada ikatan hidrogen ini tidak akan terbentuk dan diblokir
dari formasi karena orientasi yang terkunci rapat dari molekul kokain.
Kokain juga blok saluran natrium, sehingga mengganggu penyebaran
potensial aksi, dengan demikian, seperti lignocaine dan novocaine, ia
bertindak sebagai anestesi lokal. Hal ini juga berfungsi pada situs mengikat
dopamin dan serotonin natrium transportasi tergantung daerah sebagai target
mekanisme terpisah dari reuptake nya.
Kokain juga memiliki beberapa target yang mengikat ke situs reseptor
Kappa-opioid. Kokain juga menyebabkan vasokonstriksi, sehingga
mengurangi perdarahan selama prosedur bedah minor. The alat gerak
meningkatkan sifat kokain mungkin disebabkan peningkatan yang transmisi
dopaminergik dari substansia nigra (56)
D. EFEK SAMPING
 Susunan saraf pusat
Penggunaan kokain pada manusia menyebabkan banyak bicara, gelisah,
dan euforia. Ada juga yang mengatakan bahwa kekuatan mental
bertambah dan kapasitas kerja otot meningkat, hal ini disebabkan oleh
berkurangnya rasa lelah. Efek kokain pada batang otak menyebabkan
peningkatan frekuensi napas, pusat vasomotor dan pusat muntah
mungkin juga terangsang. Perangsangan ini akan segera disusul oleh
depresi.
 Sistem kardiovaskular
Penggunaan kokain dosis kecil akan memperlambat denyut jantung
akibat perangsangan pusat vagus, pada dosis sedang denyut jantung
bertambah karena perangsangan pusat simpatis dan berefek langsung
pada sistem saraf simpatis. Pemberian kokain IV dosis besar
menyebabkan kematian mendadak karna payah jantung sebagai akibat
efek toksis langsung pada otot jantung. Pemberian kokain sistemik
umumnya akan menyebabkan penurunan tekanan darah walaupun mula-
mula terjadi kenaikan akibat vasokonstriksi dan takikardi.
 Otot Skelet
Tidak ada bukti bahwa kokain dapat menambah kekuatan kontraksi otot.
Hilangnya kelelahan disebabkan oleh perangsangan sentral.
 Suhu Badan
Kokain mempunyai daya pirogen kuat. Kenaikan suhu badan
disebabkan 3 faktor yaitu
a). Penambahan aktivitas otot akan meninggikan produksi panas
b). Vasokonstriksi menyebabkan berkurangnya kehilangan panas
c). Efek langsung pada pusat pengatur suhu
Pada keracunan kokain dapat terjadi pireksia.
 Sistem saraf simpatis
Pada organ yang mendapat persarafan simpatis, kokain mengadakan
potensiasi respons terhadap norepinefrin, epinefrin, dan perangsangan
saraf simpatis. Kokain tidak merangsang organ tersebut secara langsung
tetapi mengadakan sensitisasi, karna menghambat pengambilan kembali
norepinefrin dari celah sinaptik kedalam saraf, akibatnya neurohumor
tersebut akan menetap disekitar resptor organ dalam kadar tinggi untuk
waktu yang lama.
 Efek anestesi lokal
Efek lokal kokain yaitu kemampuannya untuk memblokade konduksi
saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan
secara luas untuk tindakan dibidang optalmologi, tetapi kokain dapat
mengakibatkan terkelupasnya epitel kornea. Oleh karna itu kokain
sekarang sangat dibatasi karna untuk menghindari adanya kemungkinan
penyalahgunaan obat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

2.1.4 Studi Kasus Penyalahgunaan

2.2 Amfetamin
2.2.1 Definisi Amfetamin
Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem
saraf pusat (SSP) .stimulan. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang
dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin
dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal
kecil.
Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan
suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi
obesitas, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi.
Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan jumlah
neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin)
dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan
diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,
meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan
menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis,
efek-efek tersebut menjadi berlebihan.

2.2.2 Sejarah Amfetamin


Amphetamine pertama kali disintesis pada tahun 1887 di Jerman oleh
Rumania kimia Lazar Edeleanu yang menamakannya phenylisopropylamine.
Tak lama setelah, metamfetamin disintesis dari efedrin pada tahun 1893 oleh
kimiawan Jepang Nagai Nagayoshi. Pada tahun 1919, methamphetamine
hydrochloride, juga dikenal sebagai shabu, disintesis oleh farmakolog Akira
Ogata melalui pengurangan efedrin menggunakan fosfor merah dan yodium.
Sifat simpatomimetik amfetamin tidak diketahui sampai tahun 1927, ketika
pelopor psychopharmacologist Gordon Alles melakukan sintesis ulang dan
diuji pada dirinya sendiri ketika mencari pengganti buatan untuk efedrin.
Pada tahun 1934 Smith, Kline dan Perancis membuat farmasi
amphetamine pertama ketika mereka mulai menjual inhaler dekongestan yang
mengandung volatile amphetamine basa bebas dengan nama dagang
Benzedrine. Salah satu upaya pertama dalam menggunakan amphetamine
dalam sebuah penelitian ilmiah yang dilakukan oleh M. Nathanson, seorang
dokter Los Angeles, pada tahun 1935. Dia mempelajari efek subjektif dari
amfetamin di 55 pekerja rumah sakit yang masing-masing diberi 20 mg
Benzedrine. Dua efek obat yang paling sering dilaporkan adalah "rasa
kesejahteraan dan perasaan kegembiraan" dan "kelelahan berkurang dalam
pekerjaan".
Selama Perang Dunia II, amphetamine dan methamphetamine
digunakan secara luas baik oleh Sekutu dan Axis pasukan untuk stimulan dan
efek meningkatkan kinerja. Pada tahun 1950, ada peningkatan resep legal
metamfetamin kepada publik Amerika. Methamphetamine merupakan
setengah dari garam amphetamine untuk formulasi asli untuk obat diet Obetrol.
Metamfetamin juga dipasarkan untuk peradangan sinus atau untuk tujuan non
medis sebagai "pil pep" atau "bennies". Sebuah pasar gelap pil pep antara
pengemudi truk jarak jauh pada 1950-an dan 1960-an, terkait dengan waktu
perjalanan panjang dan tekanan persaingan yang ketat dalam industri,
kontribusi terhadap upaya federal dengan akhir 1960-an untuk mengurangi
penggunaan non-medis dari substansi.
Juga pada tahun 1950, Kementerian Kesehatan Jepang melarang
produksi stimulan, meskipun perusahaan obat terus menghasilkan stimulan
yang berakhir di pasar gelap. Dari tahun 1951 ke tahun 1954, serangkaian
tindakan yang disahkan oleh pemerintah Jepang untuk mencoba menghentikan
produksi dan penjualan stimulan. Namun, produksi dan penjualan obat
perangsang terus melalui sindikat kriminal seperti organisasi kriminal Yakuza.
Di jalan-jalan, juga dikenal sebagai Shabu dan Speed, selain nama lama merek
dagang. Amerika Serikat pada tahun 1960-an melihat awal dari penggunaan
signifikan shabu secara sembunyi-sembunyi diproduksi, yang sebagian besar
diproduksi oleh geng motor.
Setelah beberapa dekade penyalahgunaan dilaporkan, pada tahun 1965
Amerika Serikat Food and Drug Administration (USFDA) dilarang Benzedrine
inhaler, dan amfetamin terbatas pada penggunaan resep, tetapi penggunaan
non-medis tetap umum dilakukan. Amfetamin menjadi zat yang dikendalikan
scadule II di Amerika Serikat di bawah Controlled Substances Act pada tahun
1971. Pada tahun yang sama, PBB diberlakukan Konvensi Psikotropika.
Dengan tahun 1990-an, sekitar 180 negara pihak yang penandatangan
perjanjian dan akibatnya, itu menjadi berat diatur di sebagian besar negara.
Dimulai pada tahun 1990-an di Amerika Serikat, produksi methamphetamine
di rumah pengguna 'sendiri untuk penggunaan pribadi menjadi populer juga.
Pada tahun 1997 dan 1998, peneliti di Texas A & M University
mengklaim telah menemukan amphetamine dan methamphetamine di
dedaunan dari dua spesies Acacia asli Texas, A. berlandieri dan A. rigidula.
Sebelumnya, kedua senyawa ini telah dianggap murni sintetik.

2.2.3 Farmakologi Amfetamin

Gambar 2.1. Struktur Amfetamin


A. ABSORPSI
Bioavailabilitas oral amfetamin bervariasi dengan pH gastrointestinal;.
dapat juga diserap dari usus, dan bioavailabilitas biasanya lebih dari 75%
untuk dextroamphetamine. Amphetamine adalah basa lemah dengan pKa
9,9; akibatnya, ketika pH basa, sebagaian besar dari obat ini larut dalam
bentuk bebas basa lipid yang, dan lebih diserap melalui membran sel yang
kaya lipid dari epitel usus . Sebaliknya, pH asam berarti obat ini terutama
dalam kationik (garam) bentuk yang larut dalam air, dan kurang diserap.
Sekitar 15-40% dari amphetamine yang beredar dalam aliran darah terikat
dengan protein plasma (4)

B. METABOLISME
CYP2D6, dopamin β-hidroksilase (DBH), flavin yang mengandung
monooxygenase 3 (FMO3), butirat-CoA ligase (XM-ligase), dan glisin N-
acyltransferase (GLYAT) adalah enzim yang dikenal untuk memetabolisme
amfetamin atau metabolitnya pada manusia. Amphetamine memiliki
berbagai produk metabolit, seperti 4-hydroxyamphetamine, 4-
hydroxynorephedrine, 4-hydroxyphenylacetone, asam benzoat, asam
hipurat, norephedrine, dan phenylacetone. Di antara metabolit ini,
simpatomimetik aktif 4-hydroxyamphetamine, 4-hydroxynorephedrine,
dan norephedrine. Jalur metabolisme utama melibatkan aromatik para-
hidroksilasi, alfa alifatik dan beta-hidroksilasi, N-oksidasi, N-dealkilasi,
dan deaminasi. jalur metabolit, metabolit terdeteksi, dan enzim
metabolisme pada manusia adalah sebagai berikut:

C. EKSKRESI
Amfetamin dieliminasi melalui ginjal, dengan 30-40% dari obat yang
diekskresikan tidak berubah pada pH urin normal. Ketika pH urin dasar,
amfetamin dalam bentuk basa bebas, sehingga kurang diekskresikan.
Ketika pH urin yang abnormal, recovery urin amfetamin dapat berkisar dari
titik rendah 1% ke tinggi 75%, tergantung sebagian besar pada keasamaan
dan kebasaan urine. Amfetamin biasanya dieliminasi dalam waktu dua hari
dari dosis oral terakhir. (5)
D. MEKANISME AKSI

Gambar 2.2. Farmakologi Amfetamin


Amfetamin mempengaruhi perilaku yang dengan mengubah penggunaan
monoamina sebagai sinyal saraf di otak, terutama di neuron katekolamin
dalam reward dan fungsi utama otak. Konsentrasi neurotransmitter utama
yang terlibat dalam sirkuit reward dan fungsi eksekutif, dopamin dan
norepinefrin, meningkat drastis tergantung dengan dosis amphetamine
karena dampaknya pada transporter monoamina. Penguat efek amfetamin
yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas dopaminergik ditingkatkan
di jalur mesolimbic.
Amfetamin telah diidentifikasi sebagai agonis amina terkait reseptor 1
(TAAR1), yang penting untuk regulasi monoamina otak. Aktivasi TAAR1
meningkatkan produksi cAMP melalui aktivasi adenilat siklase dan
menghambat fungsi monoamine transporter. Autoreseptor monoamine
(misalkan, D2 singkat, α2 presynaptic, dan presinaptik 5-HT1A) memiliki
efek berlawanan dari TAAR1, dan bersama-sama reseptor ini menyediakan
sistem peraturan untuk monoamina. Terutama, amfetamin dan melacak
amina mengikat TAAR1, tapi tidak monoamine autoreseptor.
Selain transporter monoamina neuronal, amfetamin juga menghambat
kedua transporter monoamine vesikular, VMAT1 dan VMAT2, serta
SLC1A1, SLC22A3, dan SLC22A5. SLC1A1 adalah transporter
perangsang asam amino 3 (EAAT3), transporter glutamat yang terletak di
neuron, SLC22A3 adalah monoamine transporter extraneuronal dalam
astrosit, dan SLC22A5 adalah transporter karnitin afinitas tinggi.
E. PENGARUH AMFETAMIN
Ketika seseorang menggunakan “upper”, zat tersebut akan merangsang
sistem saraf pusat penggunanya. Zat bekerja pada sistem
neurotransmiter norepinefrin dan dopamin otak. Menggunakan amfetamin
dapat menyebabkan otak untuk menghasilkan tingkat dopamin yang lebih
tinggi. Jumlah dopamin yang berlebih di dalam otak akan menghasilkan
perasaan euforia dan kesenangan yang biasa dikenal sebagai “high.”
Seiring berjalannya waktu, orang yang menggunakan shabu akan
mengembangkan toleransi terhadap zat amfetamin yang terkandung di
dalam Shabu. Toleransi artinya seseorang akan membutuhkan dosis yang
lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama. Jika sejumlah dosis yang
dibutuhkan tidak terpenuhi maka pengguna zat amfetamin akan muncul
perasaan craving/withdrawal atau dikenal dengan perasaan sakaw.
Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa
berpikir lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan
bekerja keras, namun akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja
muncul akibat penggunaan zat ini. Pupil akan berdilatasi (melebar). Nafsu
makan akan sangat ditekan. Hasrat ingin pipis juga akan ditekan. Tekanan
darah bertendensi untuk naik secara signifikan. Secara mental, pengguna
akan mempunyai rasa percaya diri yang berlebih dan merasa lebih happy.
Pengguna akan lebih talkative, banyak ngomong dan meningkatkan pola
komunikasi dengan orang lain. Karena seluruh sistem saraf pusat
terstimulasi maka kewaspadaan dan daya tahan tubuh juga meningkat.
Pengguna seringkali berbicara terus dengan cepat dan terus menerus.
Amfetamin dosis rendah akan habis durasinya di dalam tubuh kita antara 3
sampai 8 jam, Setelah itu pengguna akan merasa kelelahan. Kondisi ini akan
membuat dorongan untuk kembali “speed-up” dan kembali mengkonsumsi
satu dosis kecil lagi, begitu seterusnya. Penggunaan bagi social user dimana
biasanya hanya menggunakan amfetamin pada akhir minggu biasanya
menjadi tidak bisa mengontrol penggunaannya dan banyak yang berakhir
dengan penggunaan sepanjang minggu penuh, mulai dari Sabtu ke Jumat,
begitu seterusnya.
Karena efeknya yang menimbulkan kecanduan dengan adanya toleransi
dari zat yang dikonsumsi, maka zat ini juga akan menimbulkan efek secara
fisik. Begitu seseorang telah kecanduan amfetamin, maka orang tersebut
harus kembali menggunakan amfetamin untuk mencegah sakaw
(withdrawal). Karena efek yang ditimbulkan amfetamin bisa boosting
energi pada penggunanya, maka efek withdrawal yang paling sering
muncul adalah kelelahan. Pengguna zat ini kemungkinan juga akan
membutuhkan waktu tidur yang lebih lama dan sangat sensitif/mudah
marah pada saat dibangunkan. Begitu efek obatnya hilang, pengguna yang
tadinya tidak merasa lapar kemudian menjadi sangat lapar. Pada beberapa
kalangan selebriti, penggunaan zat ini sering digunakan sebagai obat untuk
menurunkan nafsu makan. Namun sebenarnya sama saja karena nafsu
makan akan kembali meningkat setelah efek obatnya hilang. Itulah
sebabnya banyak selebriti perempuan yang mati-matian menjaga berat
badannya dan akhirnya berakhir pada kecanduan amfetamin.
Depresi juga merupakan efek withdrawal yang paling sering pada
pengguna amfetamin. Pada kasus-kasus yang berat malahan dapat
menimbulkan tentamen suicide (hasrat ingin bunuh diri). Karena efek
depresinya ini terkadang pengguna dapat menjadi orang yang berlaku
sangat kasar.
1. Efek Jangka Pendek dari Amfetamin
Berikut ini adalah beberapa efek dari mengkonsumsi Amfetamin, yaitu
Meningkatkan suhu tubuh, kerusakan sistem kardiovaskular, paranoia,
peningkatkan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah, menjadi hiperaktif,
mengurangi rasa kantuk, tremor, menurunkan nafsu makan, euphoria, mulut
kering, dilatasi pupil, mual, sakit kepala, perubahan perilaku seksual.
2. Efek Jangka Panjang dari Amfetamin
Selama jangka panjang, seseorang yang menggunakan amfetamin secara teratur
akan menemukan tanda-tanda efek samping jangka panjang yang biasanya
terdiri dari :

Pandangan kabur, pusing, peningkatan detak jantung, sakit kepala, tekanan


darah tinggi, kurang nafsu makan, nafas cepat, gelisah.

2.2.4 Studi Kasus Penyalahgunaan

BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai