Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar dalam
vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan sebagai
inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk
menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga
struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun. 2)
Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea
dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina. Perdarahan uvea dibagi antara
bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus
sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang
terdapat 2 pada setiap otot superior, medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior
posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea
posterior mendapat perdarahan dari 15 20 arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera
disekitar tempat masuk saraf optik. 3)

Anatomi Bola Mata

Gambar 1. Anatomi Bola Mata11

KLASIFIKASI 9)
Klasifikasi uveitis berdasarkan :
1. Lokasi utama dari bercak peradangan :

uveitis anterior : meliputi iris, iridosiklitis, dan uveitis intermedia.

uveitis posterior: koroiditis, koriorenitis ( bila peradangan koroid lebih menonjol ),


retinokoroiditis (bila peradangan retina lebih menonjol), retinitis dan uveitis
diseminata).

uveitis difus atau pan uveitis.

2. Berat dan perjalanan penyakit :

akut

subakut

kronik

rekurens

3. Patologinya :

non granulomatosa

granulomatosa

4. Demografi, lateralisasi dan faktor penyerta :

distribusi menurut umur

distribusi menurut kelamin

distribusi menurut suku bangsa dan ras

unilateral dan bilateral

penyakit yang menyertai atau mendasari

5. Penyebab yang diketahui :

bakteri : tuberkulosis , sifilis

virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus

jamur : candida

parasit : toksoplasma, toksokara

imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, oftalmia simpatika,


poliarteritis nodosa, granulomatosis wegener

penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis,


sarkoidosis, penyakit vaskular.

Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma

lain lain : AIDS.

6. Berdasarkan anatomisnya :

Inflamasi iris bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular dinamakan


iritis / uveitis anterior . Sel darah putih yang bersirkulasi dalam humor akous bilik
mata anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein yang juga bocor dari pembuluh
darah terlihat dengan sifat penyebaran cahaya pada sinar slitlamp sebagai flare.

Inflamasi

pars plana ( badan siliaris posterior) dinamakan siklitis atau uveitis

intermedia.inflamasi segmen posterior ( uveitis posterior) menghasilkan sel sel


inflamasi dicairan vitreus. Selain itu juga terdapat inflamasi koroid atau retina terkait
( masing masing adalah koroiditis dan retinitis). Panuveitis terjadi ketika uveitis
anterior dan posterior terjadi bersamaan
Uveitis merupakan penyakit yang mudah mengalami kekambuhan, bersifat merusak,
menyerang pada usia produktif dan kebanyakan berakhir dengan kebutaan. Hubungan yang baik
antara dokter dengan penderita uveitis sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil penanganan yang
optimal. 7)

EPIDEMIOLOGI 7)
Insiden sekitar 15 per 100.000 orang, sekitar 75 % merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien
dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait

Uveitis anterior
Uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan
gejala hiperemia silier (hiperemi perikorneal atau pericorneal vascular injection).
Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga
terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit
lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown
(efek tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut.
Pada proses keradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam
BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema.
Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat
melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic
precipitate, yaitu :

mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang difagositirnya,
biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis non
granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses keradangan akan berjalan terus dan

menimbulkan berbagai komplikasi.

Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan

perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun
dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi
pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio
pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang,
akan menghambat aliran aquos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga aquos
humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris
bombans. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma
sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa, yang menyebabkan lensa
menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila keradangan menyebar luas, dapat timbul
endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses
di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan
kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani, dapat
pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering
didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan
silier.

Uveitis posterior
Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu pada koroid,
dan disebut juga koroiditis.3) Karena dekatnya koroid pada retina, maka penyakit koroid hampir selalu
melibatkan retina ( korioretinitis ).2) Uveitis posterior biasanya lebih serius dibandingkan uveitis
anterior.6)
Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala akut tapi biasanya berkembang
menjadi kronik. Kedua fase tersebut ( akut dan kronik ) dapat menyebabkan pembuluh darah diretina
saling tumpang tindih dengan proses peradangan di uvea posterior.
Penyebab utama uvea posterior tidak berpengaruh pada faktor eksternal dari uvea bagian
posterior. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi standar dan lamanya peradangan penyakit secara
lengkap dengan perubahan pada koroid sudah dapat dilihat kelainan. Terjadinya perubahan elevasi
yang memberi warna kuning atau abu abu yang dapat menutup koroid sehingga pada pemeriksaan
koroid tidak jelas.
Perdarahan diretina akan menutup semua area, pada beberapa kasus terdapat lesi yang kecil
disertai kelainan pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan akan ditemukan infiltrat dan
edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi dan saling melekat. Daerah yang atrofi
akan memberikan kelainan bermacam macam dalam bentuk dan ukuran. Perubahan ini akan
menyebabkan perubahan warna koroid menjadi putih, kadang pembuluh darah koroid akan tampak
disertai karakteristik dari deposit irregular yang banyak atau berkurangnya pigmen hitam terutama
pada daerah marginal.
Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan retina. Inflamasi
korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan melihat lalat berterbangan (
floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis
mengenai daerah makula atau papilomakula.
Kerusakan bisa terjadi perlahan lahan atau cepat pada humor vitreus yang dapat dilihat jelas
dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang lama biasanya disertai floaters
dengan penurunan jumlah produksi air mata pada trabekula anterior yang dapat ditentukan dengan

pemeriksaan fenomena Tyndall. Penyebab floaters adalah terdapatnya substansi di posterior kornea
dan agregasi dari presipitat mutton fat pada kornea bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal
sebelum menjadi kuning atau putih yang disertai penglihatan kabur, bila terdapat kondisi ini biasanya
sudah didapatkan atropi pada koroid, sering kali uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai
penglihatannya kabur.
Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang menurun, floating spot dan
skotoma. Karena terdapat banyak kelainan pada badan vitreus sel yang disebabkan fokal atau
multifokal retina dan koroid gambaran klinis bisa juga secara bersamaan. Diagnosis banding
tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh virus,
bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non infeksi, bisa juga disebabkan oleh penurunan imunologik
atau alergi organ, bisa juga penyebabnya tidak diketahui setelah timbul endoftalmitis dan neoplasma.

2.1. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Penyakit Virus

Penyakit Herpes 6)

Lesi mata yang tersering dan paling serius adalah keratitis. Lesi kulit vesikuler juga dapat
muncul di kulit dan tepi kelopak. Herpes simpleks dapat menyebabkan iridosiklitis. Virus herpes
simpleks tipe I, virus varicela zoster, dan CMV pernah dilaporkan sebagai penyebab sindrom nekrosis
retina akut.11)

Sindrom Nekrosis Retina Akut (ARN)

6)

ARN merupakan suatu proses nekrosis pada retina yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya
mengenai kedua mata ( pada 33 % pasien), paling banyak berusia 26 tahun . Penyebab penyakit ini
yang paling sering adalah virus varisela zoster, herpes simpleks tipe 2 dan cytomegalovirus. Kadang
penyakit ini tanpa gejala sehingga pasien tampak sehat meskipun mengenai pasien dengan AIDS.
ARN merupakan diagnosis dari gejala klinik, pasien sering datang dengan keluhan penglihatan kabur
secara akut. Terdapat inflamasi segmen anterior yang memberi rongga pada beberapa bagian disertai
eksudat pada badan vitreus. Masa inkubasi 2 minggu sampai terbentuknya sumbatan yang akan
menyebabkan arteriolitis retinal, vitritis dan bercak kuning putih di posterior retina.

AIDS dan Retinitis Cytomegalovirus 6)


Penyakit mata merupakan manifestasi umum dari AIDS, pasien mengalami beberapa kondisi

penyakit mata :
o

Oklusi mikrovaskular menyebabkan perdarahan retina dan cotton wool spot (daerah infark
pada lapisan serabut saraf retina).

Deposit endotel kornea.

Neoplasma pada mata dan orbita.

Gangguan neurooftalmika termasuk palsy okulomotorik.

Infeksi oportunistik yang paling umum adalah retinitis CMV. Awalnya ditemukan lebih dari
1/3 pasien AIDS, namun populasi beresiko telah berkurang secara bermakna sejak berkembangnya
terapi antivirus yang sangat aktif dalam terapi AIDS. Khas terjadi pada pasien dengan hitung sel CD4
+ dan leukosit 5/ l. Pasien biasanya mengeluh penglihatan kabur atau floaters. Diagnosis penyakit
AIDS biasanya telah ditegakkan dan sering ditemukan tampilan AIDS lainnya seperti retinopati CMV
yang terdiri dari area retina keputihan berhubungan dengan perdarahan disertai likenifikasi hingga
terlihat seperti keju softage. Lesi itu dapat mengancam makula atau lempeng optik dan biasanya
terdapat sedikit inflamasi pada vitreus.

Retina yang terkena Cytomegalovirus

(dikutip dari :www. uveitis.org/medical/article/case/wds.html)


Penyakit Jamur

Histoplasmosis

7)

Merupakan kelainan multifaktor korioretinitis, epidemiologinya berhubungan dengan


Histoplasma capsulatum, yang merupakan jamur dimorfik yang dalam perkembangannya dapat
bertahan 2 tahun dalam bentuk filamennya. Spora jamur tersebut dapat menyebabkan terjadinya
penyakit sistemik dan penyakit mata. Beberapa daerah di Amerika Serikat yang endemis
histoplasmosis yaitu Ohio dan lembah sungai Missisippi. Diagnosis koroiditis yang diduga
disebabkan oleh histoplasmosis sering ditegakkan. Infeksi primer pada mata terjadi setelah kontak
spora jamur yang berasal dari paru paru. Jamur ini dapat menyebar ke limpa, hati, dan koroid
mengikuti infeksi yang berasal dari paru paru. Histoplasmosis didapat kadang tidak menimbulkan
gejala atau akibat dari keadaan sakit yang tidak berbahaya dan biasanya ditemukan pada anak anak.
Pemeriksaan kulit pada pasien biasanya positif terhadap histoplasmosis dan menunjukkan
bercak bercak khas pada perifer fundus. Bercak bercak ini berbentuk daerah daerah kecil, bulat
atau lonjong tidak teratur, tanpa pigmen kadang kadang dengan batas berpigmen halus. Kadang
dapat ditemukan atrofi peripapiler dan hiperpigmentasi.
Bercak histo muncul pertama kali pada mata selama masa remaja, tetapi makulopati baru
berkembang pada usia 20 -50 tahun, rata-rata pada usia 41 tahun. Secara patologi, lesi pertama
muncul dalam bentuk granuloma di koroid. Koroiditis akan menyebabkan penglihatan menurun dan
terbentuk sikatrik disertai pigmentasi pada pigmen epitelium, atau memberi gambaran rusaknya
membran pigmen epitelium yang disebabkan peningkatan kadar limfosit. Pada daerah pusat koroiditis
akan terbentuk pembuluh darah baru subretinal yang baru, yang akan menyebabkan peningkatan
cairan, lipid dan darah yang dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi makular.
Diagnosis histoplasmosis berdasarkan gejala klinis disertai pembentukan bercak kecil yang
menyebar, perubahan papil papil di pigmen dan pembentukan cincin pigmen dimakula sehingga
menyebabkan saraf sensorik retina saling tumpang tindih, kadang disertai perdarahan. Pada permulaan
histo akan terbentuk bercak dimakula dan badan vitreus yang tidak terlihat pada histoplasmosis,
jarang didapat gejala yang menyertai bentuk atrofi. Sel vitreus tidak terlihat pada OHS, dan gejala
sering bersamaan dengan perifer dan atropi bercak histo. Bercak tersebut fokal, sembuh dan terbentuk
lesi punched out yang disebabkan oleh jumlah yang bervariasi dari luka yang terdapat pada koroid

dan yang berlengketan pada retina lapisan luar. Gangguan penglihatan pada pusat penglihatan karena
keterlibatan makula sehingga pasien harus dirujuk ke dokter mata.
Pada daerah koroiditis dapat diobati dengan kortikosteroid oral dan lokal. Pada tahap awal
dari angiogram fluoresein, koroid aktif akan menghambat zat tersebut dan akan tampak
hipofluoresein. Selanjutnya, lesi koroid akan berwarna dan menjadi hiperfluoresein. Dengan kontras,
area pada membran neovaskular subretina aktif akan menjadi hiperfluoresein yang terjadi awal pada
angiogram.
Membran neovaskular penting jika hanya terdapat pada daerah diskus-makula. Jika di luar
superotemporal dan inferotemporal vascular arcades, hal tersebut tidak mengurangi penglihatan dan
tidak membutuhkan terapi. Namun jika membran tersebut terletak di 1-200 m dari tengah, laser
fotokoagulasi diindikasikan untuk mencegah hilangnya penglihatan.
Macular Photocoagulation Study Group bekerjasama dengan Multicenter Study menunjukan
efek yang berguna dengan fotokoagulasi argon biru-hijau. Pasien yang tidak diobati menunjukkan
persentase yang tinggi (50%) kehilangan penglihatan dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan
terapi laser (22%) selama 24 tahun. Krypton merah atau Argon hijau gelombang tinggi dapat memberi
hasil penglihatan yang lebih baik dengan luka retina yang lebih sedikit dibandingkan dengan
fotokoagulasi argon biru-hijau. 7)

Kandidiasis ( Candida albicans) 7)


Meskipun tidak umum, insiden penyakit inflamasi bola mata yang disebabkan oleh Candida

albican meningkat khususnya sebagai akibat dari penggunaan imunosupresan dan obat-obat intravena.
Retinitis kandida dapat terlihat pada penderita AIDS akibat penggunaan obat intravena meskipun hal
tersebut jarang terjadi. Candida endoftalmitis terjadi pada 10-37% pasien dengan kandidemia yang
tidak mendapat terapi anti jamur. Pada pasien yang mendapat terapi anti jamur kemungkinan
mengenai mata terjadi penurunan. Organisme menyebar secara metastasis ke koroid. Replikasi jamur
mempengaruhi vitreus dan retina sekunder. Gejala dari kandidiasis mata adalah penurunan tajam
penglihatan atau floaters, tergantung pada lokasi lesi. Menyerupai koroiditis Toxoplasma lesi pada
segmen posterior tampak putih kuning dengan batas yang halus, dengan ukuran dari spot woll yang
kecil sampai beberapa pertambahan diameter diskus. Lesi mula-mulanya terdapat di retina dan
berakibat eksudasi ke vitreus. Lesi perifer mungkin menyerupai pars planitis.
Diagnosa kandidiasis mata dapat ditegakkan dengan kultur darah positif yang didapat pada
saat terjadi kandidemia. Seorang dokter harus waspada pada kemungkinan diagnosis kandidiasis pada
pasien rawat inap yang menggunakan kateter intavena atau yang mendapat terapi antibiotik sistemik,
steroid dan antimetabolit. Pasien yang dirawat karena kandidemia harus diperiksa kemungkinan

mengenai mata. Pada pasien tersebut pada dua pemeriksaan akan ditemukan dilatasi fundus yang
dilakukan secara terpisah selama 1-2 minggu untuk mendeteksi metastasis penyakit mata.
Pengobatan untuk kandidiasis mata meliputi intravena, pengobatan anti jamur periokular dan
intraokular seperti amphoterisin B dan ketokonazole, Flusitosin, Fluconazole atau Rifampin oral yang
dapat diberi dengan ditambah amphoterisin B intravena. Bila proses inflamasi mengenai retina dan
sampai ke dalam vitreus, anti jamur intravitreal dan vitrektomi dapat dipertimbangkan. Terapi yang
tepat untuk lesi perifer memiliki prognosis yang baik. Namun, pengobatan yang cepat pada lesi sentral
jarang menyelamatkan penglihatan karena merusak fotoreseptor sentral. Konsultasi dengan spesialis
penyakit infeksi dapat sangat membantu.

Penyakit Protozoa
Toxoplasmosis 6)
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa obligat intraselular yang menyebabkan nekrosis retina
koroiditis. Terdapat 3 bentuk:

+ Ookista, atau bentuk tanah (10-12m)


+ Takizoit, atau bentuk aktif infeksius ( 4-8 m)
+ Kista jaringan atau bentuk laten (10-200m), mengandung sebanyak 3000 bradizoit
T. gondii adalah parasit usus yang ditemukan pada kucing. Ookista ditemukan pada feses
kucing yang kemudian termakan oleh tikus dan burung yang dapat berperan sebagai reservoir atau
host intermediet bagi parasit. Vektor serangga dapat juga menyebarkan T.gondii dari feses kucing ke
sumber makanan manusia, termasuk tumbuhan dan binatang herbivora.
Manusia terinfeksi lebih sering karena memakan daging yang mentah dan kurang matang yang
mengandung kista jaringan. Wanita yang mendapat Toxoplasmosis selama kehamilan dapat
mentransmisikan takizoit ke janin dengan potensial mata yang parah, SSP dan komplikasi sistemik.
Wanita hamil nonimun tanpa bukti serologik terpapar toxoplasmosis harus berhati-hati bila
memelihara kucing dan harus menghindari daging mentah. Pasien AIDS juga mudah terkena.
Toxoplasmosis tercatat pada 7-15% dari uveitis. Karena penyakit tersebut dapat merusak
penglihatan struktur mata, hal tersebut penting bagi para ahli mata untuk mengenal lesi tersebut dan
untuk menghindari potensi kematian. Diagnosis yang tepat pada waktunya sangat penting karena
toxoplasmosis memberi respon pada terapi anti mikroba dan itu merupakan bentuk yang masih dapat
diobati pada uveitis posterior.
Tergantung pada luasnya lokasi lesi, pasien mengeluh floating spot unilateral atau penglihatan kabur.
Secara umum segmen anterior tidak mengalami inflamasi pada awal penyakit, dan pasien

memperlihatkan mata putih dan penglihatan yang masih nyaman. Kadang-kadang inflamasi
granulomatosa dapat terjadi peningkatan tekanan bola mata khususnya pada penyakit yang berulang.
Opasitas vitreus secara umum terlihat jelas dengan pemeriksaan mata baik dengan
pemeriksaan direk maupun indirek. Kuning keputihan, sedikit tinggi letaknya, lesi kabur dapat terlihat
pada fundus, lokasi lesi sering berada dekat dengan bekas luka korioretinal. Lesi tersebut tampak pada
bagian posterior dibandingkan pada fundus bagian lain dan kadang-kadang terlihat berdekatan dengan
papil nervus optikus. Sering salah dianggap sebagai papilitis optik. Pembuluh darah retina pada
sekitar lesi aktif tampak perivaskulitis dengan sarung vena dan arterial segmental yang difus.
Karakteristik lesi adalah retinitis fokal eksudatif. Pada lapisan depan retina merupakan lokasi untuk
proliferasi T. gondii. Lesi ini tidak menyebabkan berkabut pada vitreus pada tahap awal penyakit, dan
pasien tidak menyadari floating spot sampai lapisan depan retina dan membran hialoid posterior
terkena. Retinitis toksoplasma dapat dimanifes oleh lesi retina perifer, kecil, punctata, sering disebut
Punctate Outer Retinal Toxoplasmosis (PORT).

Diagnosis Toxoplasmosis mata dibuat dengan:

1. Observasi dari karakteristik lesi fundus (fokal nekrosis retinokoroiditis)


2. Deteksi dari adanya antibodi anti Toxoplasma pada serum pasien
3. Pengeluaran dari penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan nekrosis lesi pada
fundus, seperti sifilis, sitomegalovirus dan jamur.
Pemeriksaan toxoplasma dye Sabin dan Feldman, pemeriksaan hemaglutinasi, atau
pemeriksaan antibody immunofluoresen indirek menyediakan fasilitas yang sama. Namun ELISA
dapat memberi lebih sensitifitas dan spesifisitas. Harus di ingat bahwa titer serum pada pemeriksaan
tersebut dapat sangat rendah pada pasien dengan toksoplasmosis mata dan tidak terdapat tanda
sistemik lain pada penyakit ini. Titer serum antibodi signifikan apabila terdapat lesi fundus yang
berhubungan dengan toksoplasmosis mata. Pemeriksaan humor akous dapat digunakan untuk
konfirmasi adanya penyakit toksoplasma pada kasus yang masih meragukan. Pemeriksaan tersebut
lebih signifikan pada saat titer antibodi pada humor akous lebih tinggi daripada dalam serum.
Meskipun

diagnosis

toksoplasmosis

mata

didasari

dengan

pemeriksaan

fisik,

antibodi

antitoksoplasmosis negatif perlu dipikirkan diagnosis lain. Para dokter dalam hal menginterpretasikan
standar pemeriksaan antibodi IgG harus mengingat bahwa laboratorium menampilkan pemeriksaan
pada dilusi 1 : 8 atau lebih, meskipun reaksi antibodi positif ditemukan dilusi 1 : 4 atau kurang. Titer
antibodi yang sangat rendah ini tetap mengindikasikan terdapat toksoplasmosis yang sebelumnya
tetapi juga dapat mengarah ke positif palsu sebagai hasil dari reaksi nonspesifik.

Penyakit non infeksi

Autoimun:Vaskulitis retina, penyakit bechet, oftalmia simpatis.

Keganasan:Leukemia, sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia

Etiologi tidak diketahui: Sarkoiditis, epitelopati pigmen retina, koroiditis geografik.

Yang sering terjadi mengakibatkan uveitis posterior adalah :

Sindrom Behcet
Ditemukan pada usia 20-40 tahun, pria lebih banyak dari wanita.Penyebab diduga suatu proses
imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat disingkirkan. 8) Walaupun memiliki banyak
gambaran penyakit hipersensitivitas tipe lambat, adanya perubahan mencolok kadar komplemen
serum pada permulaan serangan mengisyaratkan suatu gangguan kompleks imun. Baru-baru ini pada
pasien Behcet dapat dideteksi adanya kompleks imun berkadar tinggi dalam darah. Sebagian besar
pasien dengan gejala mata positif untuk HLA-B51, suatu subtipe HLA-B5. 13)

Ditandai 4 kelainan yaitu :


o

Uveitis (iridosiklitis, retinitis, retinokoroiditis). Pada dasarnya didapatkan peri arteritis dan end
arteritis yang menyebabkan vaskulitis obliteratif sehingga dapat terjadi iskemi retina, perdarahan
retina, serta ablasi. Bila terdapat hipopion maka hal ini merupakan gejala yang lebih lanjut.

Kelainan pada rongga mulut berupa stomatitis aftosa yang dapat mengenai bibir, lidah, mukosa bukal,
palatum durum serta palatum molle.

Kelainan kulit berupa eritema nodusum, folikulitis serta hipersensitivitas kulit.

Kelainan genital berupa ulserasi pada alat genital pria atau wanita 4). Pengobatan sering berupa
pemberian imunosupresan multipel (mis: steroid, siklosporin, azatioprin), walaupun demikian hasil
akhir penglihatan tetap buruk pada 25% kasus.11)

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) 7)


Terdiri dari peradangan uvea pada satu atau kedua mata yang ditandai oleh iridosiklitis akut, koroiditis
bebercak dan pelepasan serosa retina. Penyakit ini biasanya diawali oleh suatu episode demam akut
disertai nyeri kepala dan kadang-kadang vertigo.
Pada beberapa bulan pertama penyakit dilaporkan terjadi kerontokan rambut bebercak atau timbul
uban. Walaupun iridosiklitis awal mungkin membaik dengan cepat, perjalanan penyakit di bagian
posterior sering indolen dengan efek jangka panjang berupa pelepasan serosa retina dan gangguan
penglihatan.
Pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada diperkirakan terjadi hipersensitivitas tipe lambat terhadap
struktur-struktur yang mengandung melanin. Tetapi virus sebagai penyebab belum dapat disingkirkan.
Diperkirakan bahwa suatu gangguan atau cedera, infeksi atau yang lain, mengubah struktur
berpigmen di mata, kulit dan rambut sedemikian rupa sehingga tercetus hipersentivitas tipe lambat
terhadap struktur-struktur tersebut. Baru-baru ini diperlihatkan adanya bahan larut dari segmen luar
lapisan fotoreseptor retina (antigen-S retina) yang mungkin menjadi autoantigennya. Pasien sindrom
Vogt-Koyanagi-Harada

biasanya

adalah

Oriental,

yang

mengisyaratkan

adanya

disposisi

imunogenetik.

Oftalmia Simpatika 8)
Yaitu pan uveitis granulomatosa pada mata yang semula sehat (sympathetic eye) yang timbul minimal
dua minggu setelah terjadinya trauma tembus pada mata yang lain (exciting eye). Biasanya exciting
eye ini tidak pernah senbuh total dan tetap meradang pasca trauma, baik tauma tembus akibat
kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan mata. Tanda awal dari mata yang ber-simpati adalah
hilangnya daya akomodasi serta terdapatnya sel radang di belakang lensa. Gejala ini diikuti oleh
iridosiklitis sub akut, sebukan sel radang dalam vitreus dan eksudat putih kekuningan pada jaringan
dibawah retina. Penyakit ini dapat disertai dengan gejala-gejala sistemik lain seperti vitiligo, alopesia
dan poliosis (uban) sehingga mirip sindrom VKH. Bedanya adalah pada sindrom VKH tidak ada
riwayat trauma.
Penyebab yang pasti belum diketahui tetapi diduga kuat merupakan suatu reaksi autoimun terhadap
jaringan pigmen uvea atau pigmen epitel retina yang telah berubah sifat menjadi antigen pasca trauma
tembus mata.

Pengobatan : pemberian kortikosteroid; bila tidak memberikan perbaikan dapat ditambah pemberian
imunosupresan. Yang terpenting adalah hati-hati dan waspada menghadapi trauma tembus mata yang
disertai destruksi jaringan uvea.

Poliarteritis Nodosa 8)
Penyakit kolagen ini mengenai arteri berukuran sedang, terutama pada pria. Terjadi peradangan hebat
pada semua lapisan otot arteri, dengan nekrosis fibrinoid dan eosinofilia perifer. Gambaran klinis
utama adalah nefritis, hipertensi, asma, neuropati perifer, nyeri dan atrofi otot dan eosinifilia perifer.
Sering terjadi kelainan jantung, walaupun kematian biasanya disebabkan oleh disfungsi ginjal.
Kelainan mata dijumpai pada 20% kasus dan terdiri dari episkleritis dan skleritis yang sering tidak
nyeri. Apabila pembuluh-pembuluh limbus terkena, dapat terjadi pembentukan alur-alur di kornea
perifer. Sering terjadi mikrovaskulopati retina. Hilangnya penglihatan secara mendadak mungkin
disebabkan oleh neuropati optikus iskemik yang mencerminkan keparahan vaskulitis di pembuluh
siliaris atau sumbatan arteri retina sentralis. Dapat terjadi oftalmoplegia akibat arteritis vasa
nervorum. Kortikosteroid sistemik dan siklofosfamid memberi manfaat, tetapi prognosis jangka
panjang tetap buruk.

Granulomatosis Wegener 8)
Proses granulomatosa ini memiliki persamaan gambaran klinis tertentu dengan poliarteritis nodosa.
Tiga kriteria diagnosis adalah :
- Lesi granulomatosa nekrotikans pada saluran napas
- Arteritis nekrotikans generalisata
- Kelainan ginjal berupa glomerulitis nekrotikans
Penyulit pada mata terjadi pada 50% kasus dan terjadi proptosis akibat pembentukan granuloma orbita
disertai keterlibatan otot mata atau saraf optikus. Apabila vaskulitis mengenai mata dapat terjadi
konjungtivitis, ulserasi kornea perifer, skleritis, episkleritis, uveitis dan vaskulitis retina.

Antibodi sitoplasma antineutrofilik ditemukan pada sebagian besar kasus dan memiliki nilai
diagnostik sekaligus prognostik. Kortikosteroid yang dikombinasikan dengan imunosupresan
(terutama siklofosfamid) sering memberi hasil memuaskan.

Epiteliopati Pigmen Plakoid Multifokal Posterior Akut (APMPPE)

7)

APMPPE biasanya menyerang individu pada usia remaja dan dewasa muda. Pasien mengeluh
penglihatannya berkurang. Sebagian penderita umumnya merasa sehat, tetapi ada juga yang
mempunyai gejala-gejala prodormal seperti pada penyakit infeksi virus. Pemeriksaan funduskopi
menunjukkan adanya banyak lesi berupa plak berwarna putih kekuningan dan homogen, pada retina
pigmen epithelium dan koriokapilaris. Setelah 2-6 minggu, lesi ini akan menghilang dan
meninggalkan depigmentasi pada retina pigmen epithelium.
Diagnosis APMPPE ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, terutama jika didahului adanya
gejala sistemik seperti gejala infeksi virus. Pada stadium akut, fluorescein angiografi menunjukkan
awalnya ada hambatan pada koroid oleh lesi plakoid dan adanya bekas noda hiperfluoresein. Pada
kebanyakan kasus, pengobatan tidak diperlukan, ketajaman penglihatan akan kembali normal dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Penyakit ini mirip dengan koroidopati serpiginosa (geografik), tetapi APMPPE adalah penyakit
yang bersifat akut dan biasanya tidak rekuren, sedangkan koroidopati serpiginosa adalah penyakit
yang sangat progresif.

Retina terkena APMPPE


(dikutip dari www.uveitis.org/medical/article/case/wds.html)
Epitelitis Pigmen Retina Akut (ARPE)

7)

Epitelitis Pigmen Retina Akut atau disebut juga penyakit Krill adalah peradangan akut retina
pigmen epitelium yang dapat sembuh sendiri. Penyebabnya tidak di ketahui. Biasanya terjadi pada
umur antara 16-40 tahun. Pasien biasanya sehat dan mengeluh adanya penurunan ketajaman
penglihatan unilateral secara tiba-tiba. Pemeriksaan fundus menunjukkan lesi hiperpigmentasi halus
pada bagian retina pigmen epitelium. Dua sampai empat kelompok dari dua sampai enam titik-titik
muncul di kutub posterior. Angiografi fluoresein menunjukkan gambaran target atau honeycomb
dengan pusat hiperpigmentasi dan di kelilingi halo hiperfluoresein. Pengobatan tidak diperlukan.
Gangguan penglihatan dan lesi di retina akan menghilang dalam 6-12 minggu.

Retinokoroidopati Birdshot (Korioretinitis Vitiliginosa) 7)


Keadaan yang tidak umum ini biasanya terjadi pada dekade ke-5 sampai dekade ke-7 kehidupan,
wanita lebih sering dibandingkan pria. Gejala awalnya berupa berkurangnya ketajaman penglihatan,
nyctalopia dan gangguan penglihatan warna. Mungkin ada sedikit inflamasi segmen anterior. Didalam
vitreus dapat ditemukan sel-sel. Karakteristiknya adalah ditemukannya banyak bintik putih
kekuningan atau depigmentasi pada fundus, seolah-olah fundus mendapat pukulan birdshot from a
shotgun. Bintik-bintik juga muncul pada pigmen epitelium. Edema diskus, atrofi N. Optikus, edema
makula, pembuluh darah retina menipis dan berkerutnya permukaan retina dapat juga ditemukan.
Pada 80-90% pasien dapat ditemukan HLA-A29 haplotipe, yang mana merupakan faktor predisposisi
genetik dalam perkembangan penyakit ini. Penyakit ini adalah penyakit yang kronik, sering
mengalami eksaserbasi dan remisi.
Koroiditis Punctata

7)

Koroidotis Punctata adalah peradangan idiopatik koroid yang biasanya terjadi pada wanita yang
menderita myopia, yang berusia antara 18-37 tahun. Pasien dengan PIC akan mengeluh kehilangan
ketajaman penglihatan sentral, biasanya bilateral. Tidak terdapat sel pada vitreus, tetapi lesi berukuran
kecil (100-300 m) berbentuk punctate berwarna kuning disebelah dalam koroid ditemukan di
kutub posterior. Penyakit ini dapat sembuh dalam 4-6 minggu.

lesi pungtata kekuningan pada RPE dan koroid


(dikutip dari www.uveitis.org/medical/article/case/wds.html)

Koroidopati Serpiginosa 7)
Biasanya penyakit ini menyerang wanita pada dekade ke-4 sampai dekade ke-6 kehidupan.
Keluhan utama dari pasien ialah penglihatan menjadi kabur. Pada vitreus tidak ditemukan sel, tetapi
kadang-kadang dapat juga ditemukan sel dalam jumlah yang banyak. Gambaran sikatriks seperti
serpiginosa (pseudopodial) atau geograpik (seperti peta) terdapat di fundus posterior. Tepi lesi ini
mungkin aktif, berwarna kuning abu-abu dan tampak edema. Daerah yang aktif akan menjadi atrofi
dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, kemudian lesi yang baru dapat muncul di mana saja
atau berdekatan dan memberi gambaran seperti ular.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan karakteristik gambaran klinik. Angiografi fluorescein
menunjukkan awalnya ada hambatan pada koroid, pada daerah dimana penyakitnya aktif. Pada saat
penyakitnya tidak aktif, daerah yang menarik zat warna dapat menyebarkan fluorescein, tetapi tidak di
tahan. Jika penyakit ini mengenai makula, maka ketajaman penglihatan sentral akan terganggu.

Fibrosis Subretina dan Sindrom Uveitis (SFU) 7)


Panuveitis ini biasanya lebih banyak mengenai wanita yang berusia antara 14-34 tahun.
Penyebabnya tidak diketahui. Histopatologi dari biopsi korioretinal terutama menunjukkan sel dan
sel plasma. Pasien biasanya memiliki kondisi fisik yang sehat dan mengeluh adanya penurunan
ketajaman penglihatan, biasanya bilateral. Pada awalnya, pasien yang menderita penyakit ini akan
menunjukkan vitritis bilateral dan multifokal koroiditis. Kemudian, lesi pada koroid akan berkembang
menjadi lesi fibrotik subretinal berbentuk stellate yang besar. SFU memberi respons yang kurang baik
terhadap berbagai bentuk pengobatan, dan prognosis dari tajam penglihatan juga buruk.

Koroiditis Multifokal dan Sindrom Panuveitis (MCP) 7)

Koroiditis Multifokal dan sindrom Panuveitis adalah peradangan idiopatik koroid, retina dan
vitreus, lebih sering terjadi pada wanita. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien menunjukkan vitritis
bilateral (82%) dan multifokal koroiditis. Dalam keadaan aktif, lesinya berukuran kecil (50-350 m)
dan berwarna kekuningan. Lesi makula mungkin dapat dihubungkan dengan pembuluh darah baru
membran subretina.
Diagnosis penyakit ini adalah sesuatu yang penting karena ada berbagai kondisi yang mungkin
dapat menyebabkan multifokal koroiditis dan panuveitis. Sarkoidosis, sifilis, tuberkulosis dan
sindrom titik putih pada retina harus diperhatikan. Penyakit ini sering kronik.

Lesi kuning multifokal pada koroid


(dikutip dari : www. uveitis.org/medical/article/case/wds.html)

2.2 Diagnosis 8)
A. Anamnesis Uveitis posterior
Umur : Pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh sindrom samaran, seperti
retinoblastoma atau leukemia. Dalam kelompok umur 4 sampai 15 tahun penyebab uveitis
posterior termasuk Toksoplasmosis, Uveitis intermediate, Sitomegalovirus dan infeksi bakteri
atau fungi. Dalam kelompok umur 16 sampai 40 tahun yang termasuk diagnosa banding
adalah Toksoplasmosis, Sifilis dan Candida. Pada pasien yang berumur di atas 40 tahun
mungkin menderita sindrom nekrosis retina akut, Toksoplasmosis, Retinits dan Sarkoma sel
reticulum.

Lateralisasi : Yang unilateral lebih condong untuk diagnosis uveitis akibat toksoplasmosis,
Kandidiasis dan sindrom nekrosis retina akut.

B. Gejala 9)

Uveitis anterior
1. Pada anamnesa penderita mengeluh:

Mata terasa seperti ada pasir.

Mata merah disertai air mata.

Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah hebat bila telah timbul
glaukoma sekunder.

Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar

Blefarospasme.

Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi katarak komplikata,
penglihatan akan banyak menurun.

2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Kelopak mata edema disertai ptosis ringan.


Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis.
Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratic

precipitate.
Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau hifema bila proses

sangat akut.
Sudut BMD menjadi dangkal bila didapatkan sinekia.
Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans.
Dapat pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior.
Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai negatif.
Lensa keruh, terutama bila telah terjadi katarak komplikata.
Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder.

Uveitis posterior
o

Penurunan penglihatan : Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis
uveitis posterior dan karenanya tidak berguna untuk diagnosis banding

Injeksi mata : Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang terkena. Jadi
gejala ini jarang pada Toksoplasmosis dan tidak ada pada histoplasmosis. Biasa terlihat
seperti lalat yang berterbangan (floaters)

Sakit : Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut, Sifilis, Infeksi
bakteri endogen, Skleritis posterior dan pada kondisi-kondisi yang megenai N. II.

Fotofobia.

C.

Pemeriksaan 9)
Pemeriksaan pada mata
Terdiri dari pemeriksaan visus, pemeriksaan dengan binokuler, pemeriksaan dengan
funduskopi dan pemeriksaan lapangan gelap.
Pemeriksaan darah
Terdiri dari pemeriksaan darah rutin dan indikator leukosit yang akan diamati.
Pemeriksaan etiologi
Seperti apabila dicurigai penyebabnya kuman TBC dilakukan Mantoux test (test
untuk Tuberkulosis) dan rontgen (Thorax ).

Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan sehingga
seringkali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya kabur.
Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa komplikasi. Apabila proses
peradangan berlanjut akan didapatkan retinikoroiditis, hal yang sama terjadi pada koroiditis yang akan
berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi lesi yang kabur dan lesi
terlihat 3 dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheating
pembuluh darah.
Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai
hilang atau mengkerutnya jaringan retina atau koroid. Pada lesi yang lebih lama didapatkan parut
retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena. 8)

2.3 Terapi

Uveitis anterior
Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau
memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat
lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya
penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi:


Terapi non spesifik
1. Penggunaan kacamata hitam. Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama
akibat pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat. Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus
untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.
3. Midritikum/sikloplegik. Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier
relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan. Selain itu,
midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia
yang telah ada. Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:

Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

Homatropin 2% sehari 3 kali tetes

Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi. Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis
sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang sangat hebat
dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler: dexamethasone phosphate 4 mg (1ml).
prednisolone succinate 25 mg (1 ml). triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml). methylprednisolone
acetate 20 mg. Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik prednisone oral mulai 80 mg per hari
sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali. Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal
selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah diketahui.
Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik.

Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid. Subkonjungtiva kadang
juga dikombinasi dengan steroid. Per oral dengan Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul

Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali. Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi
terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang
terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

Uveitis posterior
Pengobatan yang diberikan tergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan pada mata
Konservatif
Biasanya pasien diberikan anti- radang seperti kortikosteroid, immunosuppressive /
cytotoxic agent . Bila penyebabnya infeksi maka akan diberikan antibiotik atau anti virus.

Tindakan
Kadang-kadang vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan cairan dalam
bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Terapi fotokoagulasi dan
kryotherapi kurang berhasil. Neovaskularisasi retina dapat terjadi pada toksoplasma, dan
fotokoagulasi dari lesi neovaskular dapat mencegah kehilangan penglihatan sampai
perdarahan vitreus

2.4 Penyulit dan komplikasi

Komplikasi uveitis anterior:

Sinekia posterior dan anterior


Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu diberikan
midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis anterior. Terapi
yang harus diberikan antara lain:

Terapi konservatif:
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam. acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah:

Dilakukan

bila

tanda-tanda

radang

telah

hilang,

tetapi

TIO

masih

tetap

tinggi.

Glaukoma sudut tertutup: iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan iris
dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.
Glaukoma sudut terbuka: bedah filtrasi.
Katarak komplikata.
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan adalah
pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.

Penyulit uveitis posterior7) :


Keratopati pita
Uveitis kronik dalam beberapa tahun khususnya pada anak akan menimbulkan
pengendapan kalsium pada membrane basalis dan lapisan bowman. Endapan kalsium
biasanya ditimbulkan pada daerah intrapalpebra sering meluas ke daerah sumbu
penglihatan. Terapi dilakukan dengan cara epitel kornea sentral dilepaskan dengan 15
bard parker blade dengan meninggalkan sel sel stem limbal secara utuh, kemudian
ditetesi EDTA 0,35% 5 menit kemudian dicuci dengan BSS. Proses ini diulang hingga
beberapa kali sampai deposit kalsium hilang dan dipasang bandage lensa kontak
kemudian diberi antibiotik dan sikloplegik.

Katarak
Penanganan katarak pada kasus uveitis bisa dilakukan dengan fakoemulsifikasi dengan
implantasi IOL in the bag. Pada kasus JRA terkait uveitis penanganan operasi katarak
dilakukan dengan menunggu ketenangan reaksi dalam 3 bulan, kemudian diberi steroid
pre operasi selama 1 hingga 2 minggu. Dilakukan sinekiolisis dengan viskoelastik diikuti
oleh kapsuloresis dan fakoemulsifikasi serta implantasi IOL in the bag. Steroid diberikan
hingga 5 bulan. Dianjurkan menggunakan IOL akrilik hidrofobik. Penggunaan
intraoperatif tiamsinolon asetonid 4 mg intravitreal dapat mencegah terjadinya fibrin
pasca bedah katarak dibandingkan dengan penggunaan steroid intravenus intraoperatif.

Glaukoma
Dapat berupa hipertensi okular, glaukoma uveitik, glaukoma sekunder sudut sempit,
glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma induksi kortikosteroid, glaukoma uveitis

mekanisme kombinasi. Pemeriksaan pasien dengan hipertensi okuli dan uveitis


dianjurkan diperiksa foto papil. Evaluasi OCT papil nervus optikus dan pemeriksaan
lapangan pandang secara berkala. Tindakan operasi pada uveitis adam antiades Behcet
dengan mitomisin C intraoperatif pada trabekulotomi dapat mengontrol tekanan bola mata
tanpa obat obatan pada 83 % pasien pada akhir tahun pertama dan 62 % pada 5 tahun
pasca bedah. Beberapa penyulit dijumpai : katarak, kebocoran bleb, dan efusi koroid.
Beberapa kasus khusus misalnya pada pseudofakik atau afakik membutuhkan alat
drainase seperti implan monteno, implan ahmed, dan implan baerveldt. Untuk mencegah
terjadinya glaukoma steroid lebih aman digunakan

fluorometolol, loteprednol atau

rimeksolon.

Ablasi retina
Ablasi retina rematogenues terjadi pada 3 % pasien dengan uveitis, panuveitis, infeksi
uveitis, pars planitis dan uveitis posterior paling sering terjadi ablasi retina. Lebih dari 30
% kasus uveitis dengan ablasi retina terjadi proliferasi vitreoretina (PUR) dalam hal ini
maka sklera buckling dan vitrektomi pars plana perlu dilakukan. Angka keberhasilan
operasi sebesar 60 % dengan visus akhir kurang dari 6 / 60.

Neovaskularisasi retina dan khoroid


Dapat terjadi pada setiap uveitis kronik khususnya pada pars planitis, panuveitis
sarkoidosis, beberapa variasi kasus vaskulitis retina termasuk penyakit ecles.
Neovaskularisasi retina terjadi pada radang kronis atau nonperfusi kapiler. Terapi dapat
dilakukan dengan steroid atau imunodulator atau fotokoagulasi laser scatter didaerah
iskemik.
Neovaskularisasi kronik dapat berkembang pada uveitis posterior dan panuveitis pada
umumnya terjadi pada histoplasmosis, koroiditis pungtata, koroiditis multifaktor idiopatik
serta koroiditis serpiginosa. Terapi dilakukan dengan fotokoagulasi lokal peripapiler
ditempat terjadi NUK. Beberapa imunomodulator dapat dapat dikombinasi dengan anti
VEGF seperti pegabtanid, bevacizumab, ranibizumad.

Endoftalmitis

Dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan segmen depan namun
kenyataan juga dapat melibatkan koroid dan retina. Pada prinsipnya endoftalmitis dibagi
2 bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi.
Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah endoftalmitis infeksi yang dapat
terjadi secara eksogen maupun endogen. Endoftalmitis infeksi disebut juga endoftalmitis
steril disebabkan oleh stimulus non- infeksi misalnya sisa massa lensa pasca operasi
katarak / atau bahan toksik yang masuk ke dalam bola mata karena trauma.
Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam penglihatan, hipopion, vitritis.
Penurunan tajam penglihatan mendadak dapat berkisar mulai dari ringan hingga berat,
nyeri sering menyertai kasus endoftalmitis, kadang didapat hiperemia maupun kemosis
konjungtiva dan terdapat udem pada kelopak mata dan kornea

Komplikasi uveitis posterior 12) :

Hipopion
Penyakit segmen posterior yang menunjukan perubahan-perubahan

dalam

uvea

anterior

dan

disertai

hipopion

adalah

peradangan

leukemia,penyakit

behcet,sifilis,toksokariasis,dan infeksi bakteri.

Glaukoma

Glaukoma sekunder mungkin terjadi paad pasien sindom nekrosis retina


akut,toksoplasmosis,tuberculosis,atau tuberculosis.

Vitritis
Peradangan

korpus vitreum dapa menyertai uveitis posterior.peradangan

dalam

vitreum berasal dari focus-focus radang di segmen posterior mata.peradangan dalam


vitreus tidak terjadi pada pasien koroiditis geografik tau histoplsmosis.sedikit sel
radang dalam vitreus dapat terlihatpaad pasien sel sarcoma reticulum,infeksi
cytomegalovirus,dan rubella,dan rubella dan beberapa kasus toksoplasmosis dengan
focus-fokus kecil pada retina.sebaliknya,peradangan berat dalam vitreus dengan
banyak sel dan eksudat terdapat pada tuberculosis,toksokariasis,sifilis.

2.5 Prognosis 11)


Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala dan cepat
mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung di mana letak eksudat dan dapat

menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah makula dapat menyebabkan gangguan penglihatan
yang serius.

Anda mungkin juga menyukai