Anda di halaman 1dari 2

Komplikasi kecelakaan

Kecelakaan lalu lintas dapat menyebabkan berbagai komplikasi cedera antara lain :
A. Cedera kepala
Cedera kepala bisa menyebabkan memar atau robekan pada jaringan otak maupun
pembuluh darah di dalam atau di sekitar otak, sehingga terjadi perdarahan dan
pembengkakan di dalam otak. Cedera yang menyebar menyebabkan sel-sel otak
membengkak sehingga tekanan di dalam tulang tengkorak meningkat. Akibatnya anak
kehilangan kekuatan maupun sensasinya, menjadi mengantuk atau pingsan. Gejala-gejala
tersebut merupakan pertanda dari cedera otak yang berat, dan kemungkinan akan
menyebabkan kerusakan otak yang permanen sehingga anak perlu menjalani rehabilitasi.
Jika pembengkakan semakin memburuk, tekanan akan semakin meningkat sehingga
jaringan otak yang sehatpun akan tertekan dan menyebabkan kerusakan yang permanen
atau kematian. Pembengkakan otak dan akibatnya, biasanya terjadi dalam waktu 48-72
jam setelah terjadinya cedera. Suatu komplikasi yang serius tetapi relatif jarang terjadi
adalah perdarahan diantara lapisan selaput yang membungkus otak atau perdarahan di
dalam otak:
1. Hematoma epidural adalah suatu perdarahan diantara tulang tengkorak dan
selaputnya/duramater. Perdarahan ini terjadi akibat kerusakan pada arteri atau vena
pada tulang tengkorak. Perdarahan menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam
otak sehingga lama-lama kesadaran anak akan menurun.
2. Hematoma subdural adalah perdarahan dibawah duramater, biasanya disertai dengan
cedera pada jaringan otak. Gejalanya berupa rasa mengantuk sampai hilangnya
kesadaran, hilangnya sensasi atau kekuatan dan pergerakan Abnormal (termasuk
kejang).
3. Hematoma intraventrikuler (perdarahan di dalam rongga internal/ventrikel),
hematoma intraparenkimal (perdarahan di dalam jaringan otak) maupun hematoma
subaraknoid (perdarahan di dalam selaput pembungkus otak), merupakan pertanda
dari cedera kepala yang berat dan biasanya menyebabkan kerusakan otak jangka
panjang
B. Cedera palpebra
Trauma merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda,
kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Trauma mata yang
berat dapat menyebabkan cedera multiple pada palpebra, bola mata dan jaringan lunak
orbita. Pada kelompok usia dewasa, trauma pada mata sering terjadi karena risiko
pekerjaan, terutama pekerja lapangan atau pabrik. Tingkat penggunaan alat pelindung diri
(APD) yang rendah saat bekerja dinilai merupakan faktor tersering terkena trauma mata.
Untuk menatalaksana trauma pada mata, khusunya dalam kasus ini adalah pada bagian
palpebra, perlu dilakukan anamnesa terlebih dahulu. Anamnesa harus mencakup
perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera. Harus dicatat
apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau berawitan mendadak.

Riwayat trauma juga harus ditanyakan guna memperkirakan kedalaman dari trauma, atau
kemungkinan adanya infeksi , benda asing, serta jenis trauma yang didapat.10
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan.
Apabila terdapat gangguan penglihatan yang parah, maka diperiksa proyeksi cahaya,
diskriminasi dua-titik, dan adanya defek pupil aferen. Diperiksa juga motalitas mata dan
sensasi kulit periorbita, dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang
orbita. Pada pemeriksaan bedside, adanya enoftalmos dapat ditentukan dengan melihat
profil kornea dari atas alis. Apabila tidak tersedia slit lamp di ruang darurat, maka senter,
kaca pembesar, atau oftalmoskop langsung pada +10 (nomor gelap) dapat digunakan
untuk memeriksa adanya cedera di permukaan tarsal kelopak dan segmen anterior.
Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka, dan abrasi.
Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya perdarahan, benda asing,
atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran, bentuk, dan
reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk
memastikan apakah ada defek pupil aferen pada mata yang cedera. Apabila bola mata
tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva palpebra, dan forniks dapat diperiksa lebih teliti.
Pada kasus trauma mata, mata yang tidak cedera pun harus diperiksa dengan teliti.
Trauma tumpul dapat mengakibatkan beberapa kemungkinan kerusakan, antara lain
kerusakan langsung pada sel dan jaringan, perubahan vascular, dan laserasi jaringan.
Laserasi palpebra dapat menyebabkan ruptur canaliculi lakrimalis, dan ruptur ligamentum
palpebra. Pada pasien ini, didapatkan luka robek pada palpebra inferior sinistra bagian
media dengan panjang +3 cm.
C. Trauma abdomen
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke
dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi
(perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang
jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan
atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan
cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan.
Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan
masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak
terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada
intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%),
hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang
paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas
dan
ureter.
World Health Organization. Statistic of road traffic accident. Geneva: UN Publication,
2000.
Coats TJ, Davies G.Prehospital care for road traffic casualities. BrMed J.2002; 324:11351138.3.

Anda mungkin juga menyukai