Anda di halaman 1dari 2

MEMPERKENALKAN ISLAM INKLUSIF SEJAK USIA DINI

Membaca artatikel Prof. Imam tentang “Pendidikan Agama Islam di Sekolah


Umum” di face book pada hari Senin 16 – November 2009, saya merasa prihatin,
yang mana banyak generasi kita sejak usia dini telah dididik dengan ajaran Islam
“keras” sehingga mereka tertarik dengan Islam garis keras yang eksklusif dan
intoleran. Hal ini menjadikan mereka sangat mudah dirayu oleh kelompok-
kelompok tertentu untuk menjadi generasi para teroris yang mengatasnamakan
Islam. Banyak generasi muda yang sejak dini telah dicekoki dengan ajaran Islam
“keras” ini, menjadi sangat mudah dipinang oleh para teroris untuk menjadi
pengantin “bom bunuh diri”, seperti yang terjadi di Hotel Mariot Kuningan
beberapa waktu yang lalu, yang mana pelaku bom bunuh dirinya adalah seorang
.yang masih muda

Islam memang memiliki ajaran yang sangat universal, ada di dalamnya ajaran
yang menganjurkan untuk bersifat lembut dan kasih sayang, tetapi ada juga yang
di dalamnya menganjurkan untuk bersifat tegas dan keras dalam kondisi-kondisi
tertentu. Ketika seseorang hanya mempelajari Islam secara setengah-setengah
dengan mengambil ayat-ayat yang lembut dan kasih sayang saja, dia akan
menganggap bahwa Islam itu indah, damai, lembut dan penuh kasih sayang.
Tetapi sebaliknya, ketika seseorang hanya mengambil ayat-ayat tentang ajaran
yang menganjurkan untuk bersifat tegas dan keras, tanpa melihat konteksnya,
maka dia akan beranggapan sebaliknya bahwa Islam itu keras, tidak toleran,
eksklusif dan sebagainya. Padahal, seluruh ajaran Islam yang tertuang dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah, memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain, dan
.tidak bisa dipisah-pisahkan. Masing-masing memiliki konteksnya sendiri-sendiri

Saya sepakat bahwa pendidikan agama pada usia dini, sangat berpengaruh
terhadap pembentukan karakteristik seseorang. Kepribadian anak yang sejak
kecil dididik dengan kasih sayang, tentu berbeda dengan mereka yang dibiarkan
hidup dalam dunia liar dan keras tanpa kasih sayang. Segala sesuatu yang
dikenal anak sejak usia dini, dapat menjadi pondasi yang sangat kuat dalam
membentuk bangunan-bangunan kepribadian pada tahap-tahap selanjutnya,
meskipun bisa juga berubah setelah mengalami gesekan pemikiran ketika dia
menjadi dewasa. Karena itu, corak ajaran Islam yang diperkenalkan kepada anak
didik kita pada usia dini, juga sangat berpengaruh nantinya pada pembentukan
.karakter dan corak keagamaan yang dianutnya

Melihat pentingnya pendidikan usia dini ini, maka seyogyanya kita tidak
mengajarkan Islam secara sembarangan kepada mereka, apalagi hal-hal yang
berbau permusuhan dan kebencian. Usul Prof. Imam agar diajarkan saja surat Al-
Fatihah, yang di dalamnya terdapat ajaran tentang kasih sayang, ketuhanan dan
sebagainya, menurut saya cukup baik, tetapi implementasinya di lapangan
kadang-kadang menjadi berbeda. Bisa saja para guru yang menjelaskan surat Al-
Fatihan itu, menafsirkan dengan tafsiran Islam “keras” ketika menjelaskan ayat
“wa laa adh-dhaallin” yang artinya “dan bukan jalan orang-orang yang sesat”.
Karena pada kata tersebut bisa dimaknai dengan sesuatu yang negatif jika dalam
.otak seseorang terdapat bibit-bibit kekerasan

Menurut saya, pendidikan agama Islam yang diajarkan kepada anak usia dini,
terutama di sekolah-sekolah tempat mereka belajar, harus tetap memiliki
kurikulum yang jelas, tetapi muatannya dipilihkan ayat-ayat yang mengajarkan
tentang kasih sayang, toleransi, keterbukaan, persaudaraan, rasa hormat-
menghormati dan sebagainya, sehingga tertanam dalam diri mereka bahwa Islam
adalah agama kasih sayang dan toleran. Tetapii masalah akidah dan syari’ah juga
harus tetap diajarkan secara maksimal supaya pondasi keagamaan mereka juga
.kuat dan tidak mudah goyah ketika mendapatkan tantangan yang lebih berat

Saya memiliki pengalaman yang cukup lama, yaitu sekitar 6 tahun mengelola
Taman Pendidikan Al-Qur’an, yang kebanyakan santrinya adalah anak-anak usia
dini, tertutama anak usia TK hingga SMP. Memang kita tidak bisa mewarnai
mereka seratus persen, karena mereka lebih banyak hidup dan berbagaul
bersama kedua orang tua dan keluarga mereka. Karena itu, kepribadian mereka
juga berbeda-beda sesuai dengan lingkungan di keluarga masing-masing. Ada
salah seorang anak yang menurut saya memiliki bibit-bibit pemahaman “Islam
keras”. Karena setiap hari dia selalu cerita tentang orang-orang Afghanistan yang
dibunuh oleh orang-orang Yahudi, orang-orang Muslim di Ambon yang dibantai
oleh orang-orang Kristen dan sebagainya. Dia juga pernah ditanya, kalau besar
nanti kamu mau jadi apa? Jawabannya, saya ingin berjihad fi sabilillah melawan
.Yahudi dan orang-orang Israil

Melihat kondisi santri saya yang seperti ini, saya bertanya-tanya, kok bisa ya anak
sekecil ini berpikiran seperti itu. Setelah saya selidiki, ternyata di rumahnya dia
sering melihat film-film yang menggambarkan tentang pembantaian terhadap
orang-orang Afghanistan oleh Yahudi di Jalur Ghaza dan melihat peperangan
antara kelompok Islam dan Kristen di Ambon beberapa waktu yang lalu, yang di
dalamnya terdapat narasi-narasi yang profokatif, yang sebenarnya tidak layak
untuk dikonsumsi oleh anak-anak usia dini. Mungkin dia sangat terkesan sekali
dengan isi film-film dokumentasi itu, sehingga membentuk karakteristik yang
seperti itu. Setelah dewasa, saya melihat dia menjadi pengikut jama’ah Islam
.eksklusif dengan penampilannya yang khas

Cerita ini sengaja saya letakkan di bagian akhir, supaya dapat memberikan kesan
kepada para pembaca bahwa pendidikan Islam pada usia dini, sangat
berpengaruh terhadap pembentukan karakteristik anak tersebut di masa-masa
berikutnya, sehingga kita harus berhati-hati dalam mengajarkan ajaran Islam
kepada mereka. Sebaiknya, ajaran-ajaran Islam yang bersifat iklusif harus lebih
diutamakan dalam mengenalkan Islam kepada anak-anak kita, supaya kelak
mereka memiliki wawasan Islam yang lebih luas, terbuka dan bisa hidup
berdampingan dengan sesama, dengan penuh ramat dan kasih sayang. Wallahu
.a’lam bishawab

Anda mungkin juga menyukai