Anda di halaman 1dari 8

Vol, No.

, Bulan20xx

ANALISIS PENENTUAN WAKTU PREVENTIVE


MAINTENANCE PADA MESIN PRODUKSI DI PT. KHARISMA
ABADI SEJATI
Ade Nuryana, Agum Gumilar, Yayang Casma W, Yudin Wahyudin
13210717189,13210717192,13210717217, 13210717218
E-mail: bajaygumilar@gmail.com
Diterima: xxxxx

Diperbaiki: xxxxx

Disetujui: xxxxx

ABSTRAK
Sistem perawatan mesin yang selama ini diterapkan pada PT. Kharisma Abadi Sejati bersifat Corrective
Maintenance sehingga aktivitas produksi sering mengalami gangguan karena mesin mesin produksi tidak dapat
berfungsi. Mesin produksi yang digunakan dalam proses produksi adalah mesin slander potong, mesin gergaji besi,
mesin gerinda tangan, mesin bor magnet, mesin las, mesin roll plate, dan mesin bubut. Mesin bor magnet
merupakan mesin yang memiliki frekuensi kerusakan terbesar yaitu 33,96 % dan kehilangan jam kerja pada saat
perbaikan mesin yaitu 46,28 %. Oleh sebab itu, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Grey FMEA
dalam penerapan Reliability Centered Maintenance (RCM).Hasil pengolahan dan analisis diperoleh bahwa
komponen spindle, motor NFA03LG-011, v-belt, dan radial ball bearing merupakan komponen kritis. Kegagalan
komponen mesin bor magnet termasuk dalam kategori B (outage problem) sebesar 75 % dan kategori C (economic
problem) sebesar 25 %. Pemilihan tindakan perawatan yang tergolong condition directed (CD) sebanyak 4
komponen dan time directed (TD) sebanyak 4 komponen. Interval pergantian komponen yang optimal dengan
meminimalkan downtime untuk komponen spindle adalah 33 hari, komponen motor NFA03LG-011 adalah 36 hari,
komponen v-belt adalah 42 hari, dan komponen radial ball bearing adalah 43 hari. Dengan diterapkannya sistem
perawatan Reliability Centered Maintenance (RCM) maka terjadi penurunan downtime yang cukup signifikan yaitu
sebesar 20,56 %.
Kata Kunci : Relability Centered Maintenance (RCM), Grey FMEA, condition directed, time directed, downtime

ABSTRACT
Engine maintenance system which has been applied to the PT. Kharisma Abadi Sejati is Corrective Maintenance
that production activities are often subject to interference from the engine - the production machine can not function.
Production machinery used in the production process is slander cutting machine, hacksaw machine, hand grinding
machine, magnetic drilling machine, welding machine, plate roll machines, and lathes. Magnetic drilling machine is
a machine that has the greatest damage frequency is 33.96% and lost working hours during engine overhaul is
46.28%. Therefore, the research carried out by using the method of Grey FMEA Reliability Centered Maintenance
application (RCM).The results showed that the processing and analysis of spindle components, motors NFA03LG011, v-belts, and radial ball bearings are critical components. Failure of magnetic drilling machine components
included in category B (outage problem) by 75% and C categories (economic problems) by 25%. Selection of
maintenance actions are classified as directed condition (CD) by 4 components and time-directed (TD) of 4
components. Optimal component replacement intervals to minimize downtime for the spindle is 33 days parts,
motorcycle parts NFA03LG-011 is 36 days, parts v-belt is 42 days, and the radial component of ball bearings is 43
days. With the implementation of Reliability Centered Maintenance treatment system (RCM) then there is a
significant reduction in downtime that is equal to 20.56%.
Keywords : Relability Centered Maintenance (RCM), Grey FMEA, condition directed,time directed, downtime

1. PENDAHULUAN

Dengan semakin meningkatnya persaingan


dalam bidang manufaktur, maka perusahaan harus
melakukan perbaikan secara berkala untuk
mendukung kelancaran proses produksinya. Salah
satu faktor yang perlu diperhatikan adalah sistem
perawatan di dalam perusahaan. Perawatan
merupakan kegiatan untuk memelihara atau
menjaga fasilitas pabrik dan mengadakan perbaikan
atau pergantian yang memuaskan sesuai dengan apa
yang direncanakan.Keandalan mesin dan fasilitas
produksi merupakan salah satu aspek yang dapat
mempengaruhi kelancaran proses produksi serta
produk yang dihasilkan sehingga peralatan dan
mesin produksi perlu dijaga dan ditingkatkan
keandalannya guna mendukung kelancaran proses
produksi.
RCM merupakan suatu proses yang
digunakan untuk menentukan langkah yang harus
dilakukan untuk menjamin setiap asset fisik dapat
berfungsi sesuai dengan yang diinginkan oleh
penggunanya Keuntungan metode RCM adalah
meminimasi peluang kegagalan mesin secara
mendadak, memfokuskan kegiatan perawatan pada
komponen komponen kritis, dan meningkatkan
reliability komponen. Kerusakan yang terjadi pada
mesin mesin produksi perusahaan mengakibatkan
tingginya angka downtime dengan rata-rata
13.63% perbulan.Berdasarkan pada uraian tersebut
maka penelitian ini dicoba diselesaikan dengan
menggunakan metode RCM yang mengaplikasikan
Grey FMEA.Metode RCM digunakan untuk
meningkatkan kehandalan mesin dan menentukan
interval perawatan mesin.Dengan menggunakan
metode RCM, diharapkan dapat mengurangi waktu
downtime yang terjadi pada PT. KAS.

Terdapat beberapa langkah dalam tahapan


RCM, yaitu :
a. Seleksi sistem dan pengumpulan informasi.
Berdasarkan hasil pengumpulan data,
maka sistem yang dipilih adalah sistem yang
memiliki kriteria total frekuensi kerusakan dan
downtime terbesar yang ditunjukkan pada
Gambar 1.
40
35

100
30
80
25
20
15

60
40

10
20
5
0

Gambar 1. Diagram Pareto Kerusakan Mesin PT. KAS

Berdasarkan Gambar 1. mesin bor magnet


memiliki persentase frekuensi kerusakandan
downtime terbesar yaitu 33.96 dan 56.76 %. Karena
mesin bor magnet memiliki persentase downtime
tertinggi, maka sistem yang dipilih adalah mesin
bor magnet.
b.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian diawali dengan peninjauan dan
pengumpulan data di PT. KAS. Data yang diambil
adalah data kerusakan mesin dan waktu perbaikan
mesin. Data tersebut diperoleh dengan melakukan
kegiatan tanya jawab dan wawancara dengan
operator, supervisor, dan mekanik secara langsung
dilapangan dan mencatat dari dokumen yang
terdapat di perusahaan.Pemilihan mesin yang
paling kritis digambarkan dengan diagram pareto.
Metode RCM digunakan untuk menentukan
komponen kritis yang terdapat pada mesin mesin
di PT. KAS. Metode ini terdiri dari tujuh langkah,
yakni seleksi sistem dan pengumpulan informasi,
pendefinisian batasan sistem, deskripsi sistem,
fungsi sistem dan kegagalan fungsi, Grey Failure
mode and Effect Analysis (Grey FMEA), Logic
Tree Analysis (LTA), dan pemilihan tindakan. Pada
langkah Grey FMEA terdiri dari enam langkah,
yakni membangun seri perbandingan, menetapkan
seri standar, mencari perbedaan antara seri standar
dan seri perbandingan, menghitung koefisien
relasional grey dan derajat hubungan grey,
menghitung derajat
hubungan
grey, dan
mengurutkan tingkat resiko berdasarkan prioritas.
Jadwal pergantian komponen kritis diperoleh
berdasarkan perhitungan waktu Total Minimum
Downtime (TMD).

120

c.

Pendefinisian Batasan Sistem


Batasan batasan sistem mesin bor
magnet dapat di lihat pada Tabel 1 yang
menunjukkan bahwa batasan sistem komponen
terdiri dari start with dan terminate with. Ketika
saklar magnet diaktifkan maka mesin bor
magnet dapat menempel pada benda kerja. Hasil
dari putaran spindle yang terdapat di dalam
spindle sleeve dapat menggerakkan mata bor
yang terpasang pada drilling chuck. Tansmisi
daya motor yang diperoleh dari pasangan pulley
dan v-belt dapat menggerakan spindle.
Deskripsi sistem
Penyusunan System Work Breakdown
System (SWBS) bertujuan untuk mempermudah
dalam membedakan komponen yang satu
dengan komponen lainnya. Penyusunan SWBS
dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan
bahwa subsistem kaki atau dasar terdapat
komponen saklar magnet. Subsistem drilling
head terdapat komponen spindle, drilling chuck,
dan spindle sleeve. Subsistem power
transmition
terdapat
komponen
motor
NFA03LG-011, v-belt, pulley, dan radial ball
bearing.

Batasan Fisik Primer


Komponen
Start With

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Saklar magnet

Terminate With
Bor magnet

Saklar magnet

menepel pada

d.

dinyalakan
Spindle
Drilling chuck

Putaran
spindle
diteruskan ke

benda kerja
Hasil putaran
spindle
menggerakkan

Spindle sleeve
Motor
NFA03LG-011

drilling chuck
Transmisi daya
motor

Pulley

NFA03LG-011

V-Belt

ditransmisikan

mata bor

Hasil transmisi
motor

Fungsi sistem dan kegagalan fungsi


Berdasarkan kode kode yang terdapat
pada System Work Breakdown System (SWBS),
maka dibuat fungsi sistem dan kegagalan fungsi
yang dapat dilihat pada Tabel 3 yang
menunjukkan bahwa perekatan mesin dengan
bagian bagian lori tidak dapat dilakukan
karena saklar magnet tidak dapat diaktifkan.
Proses pengeboran tidak dapat dilakukan karena
spindle tidak terpasang dalam spindle sleeve dan
drilling chuck tidak dapat mengenggam mata
bor. Spindle tidak dapat berputar disebabkan
oleh tidak adanya daya yang ditransmisikan oleh
pasangan v-belt dan pulley.

NFA03LG-011
dengan

No.

menggerakkan
Radial ball

menggunakan

bearing

pulley dan vbelt

No.

Uraian Fungsi / Kegagalan


Kerusakan

spindle

Fungsi

Fungsi
Fungsi

A.1.

Tabel 1. Batasan Sistem

A.1.1
B.2.
Kode

Subsistem
Kaki atau

Kode

Komponen

B.2.1

A.1

Saklar magnet

B.2.2
B.2.3

dasar
Drilling
B

Spindle
B.1

C.3.

Head
B.2

C.3.1

Drilling chuck
Spindle sleeve

C.3.2

B.3
Motor

C.3.3

Power
C

C.1

NFA03LG-011

Transmition
C.3.4

V-belt
C.2
Pulley
C.3
C.4

Radial ball
bearing

Tabel 2. Penyusunan System Work Breakdown


System ( SWBS )

Perekatan mesin
dengan
bagian bagian lori
Magnet
tidak
bereaksi
terhadap benda kerja
Proses pembuatan lubang
pada bagian bagian lori
Drilling chuck tidak dapat
menggenggam mata bor
Spindle tidak dapat berputar
Spindle tidak
terpasang
didalam spindle sleeve
Spindle tidak dapat berputar
Motor
tidak
dapat
menggerakan spindle
V-Belt
tidak
dapat
mentransmisikan daya yang
diberikan motor
Pulley
tidak
dapat
mentransmisikan daya yang
di berikan oleh V-Belt
Terjadi gesekan
terhadap
pulle
poros
y
yang
menyebabkan poros pulley
terkikis

Tabel 3. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi

e.

Grey Failure Mode and Effect Analysis (Grey


FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
merupakanproses mengidentidikasi kegagalan
dari suatu komponen yang dapat menyebabkan
kegagalan fungsi dari sistem. Penerapan Grey
Theory dalam FMEA dilakukan terlebih dahulu
dengan mencari nilai severity, occurance, dan
detection. Penentuan nilai severity, occurance,
dan detection berdasarkan hasil Fokus Grup
Discusion (FGD) dengan mekanik mesin bor
magnet. Penentuan rating severity, occurance,
dan detection dapat dilihat pada Tabel 4.Tahap
selanjutnya yang dilakukan setelah nilai
severity, occurance, dan detection didapatkan

adalah menghitung besarnya nilai Risk Priority


Number (RPN).RPN merupakan produk
matematis dari keseriusan effect (severity),
kemungkinan
terjadinya
cause
akan
menimbulkan kegagalan yang berhubungan
dengan effect (occurrence), dan kemampuan
untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi
(detection).
Komponen

Failure Mode
Saklar

Saklar magnet
Spindle

Magnet Rusak
Spindle Rusak
Drilling chuck

Drilling chuck

10

4.

Menghitung koefisien relasional grey


Untuk menghitung koefisien relasional,
faktor keputusan dari model kegagalan
dibandingkan dengan seri standar. Langkah
langkah untuk perhitungan pada langkah
keempat ini adalah sebagai berikut :
a. Carilah nilai maximum dan minimum pada
langkah ketiga
0i min = 0
0i max = 8
b.
adalah berupa identifikasi, hanya
mempengaruhi nilai relatif dari resiko
tanpa mengubah prioritas. Nilai
yang
biasanya digunakan adalah 0,5.
Rumus yang digunakan dalam menghitung
koefisien relasi grey adalah :
1

5.

Menentukan derajat hubungan


Langkah
kelima
dilakukan
untuk
mengetahui nilai prioritas untuk masing
masing komponen. Rumus yang digunakan
dalam menentukan derajat hubungan, yaitu :

aus
Spindle sleeve
Spindle sleeve
Motor NFA03LG011

retak
Motor
terbakar
Poros Pulley

Pulley

Radial ball

Retak
V-Belt Putus
Tidak dapat
memutar as

bearing

penggerak

V-belt

Tabel 4. Penentuan Rating Severity, Occurance, dan


Detection

Penentuan nilai RPN menggunakan


metode Grey FMEA yang kemudian dirangking
mulai dari nilai RPN terbesar hingga terkecil.
Langkah langkah penentuan RPN dengan
menggunakan metode Grey FMEA, yaitu :
1. Membangun seri perbandingan
Pada tahap ini, nilai severity, occurance,
dan detection dimasukkan pada masing
masing tipe kegagalan. Tampilannya adalah :

2.

Menetapkan seri standar


Standar yang ditetapkan adalah nilai
terkecil yang terdapat pada severity,
occurance, dan detection yaitu 2.
Xo= 2 2 2

3.

Mencari perbedaan antara seri standar dan seri


perbandingan
Pada tahap ini dilakukan
pengurangan nilai dari seri
perbandingan dengan seri standar.
2

0,784

0,543

0,567

0,633

= 0,689

0,566

0,672

0,557

(economic problem) karena failure mode kedua


komponen tersebut tidak berdampak pada safety
maupun
operationalplant
dan
hanya
menyebabkan proses pengeboran menjadi lebih
lama. Komponen spindle, drilling chuck, motor
NFA03LG-011, pulley, v-belt, dan radial ball
bearing tergolong kategori B (outage problem)
karena failure mode komponen komponen
tersebut mempunyai konsekuensi terhadap
operational plant yang menyebabkan proses
pengeboran tidak dapat dilakukan.

6.

Mengurutkan tingkat resiko berdasarkan


prioritas
Pada langkah ini, diurutkan tingkat resiko
dengan mengurutkan nilai dari terkecil hingga
terbesar. Prioritas pertama merupakan prioritas
dengan derajat hubungan terkecil. Tingkat
resiko berdasarkan prioritas dapat dilihat pada
Tabel 5.
Nilai

Derajat

Derajat
Hubungan

Hubung
an

Ranking
1

0,543

0,567

0,567

g. Pemilihan Tindakan
Pemilihan tindakan merupakan tahap
terakhir dari proses RCM. Dari tiap mode
kerusakan dibuat daftar tindakan yang mungkin
untuk dilakukan dan selanjutnya memilih
tindakan yang paling efektif. Berdasarkan
langkah langkah sebelumnya yang telah
dilakukan, maka diperoleh 4 komponen yang
tergolong condition directed dan 4 komponen
yang tergolong time directed. Komponen yang
tergolong condition directed adalah saklar
magnet, spindle sleeve, drilling chuck, dan
pulley. Komponen yang tergolong time directed
adalah spindle, motor NFA03LG-011, radial
ball bearing, dan v-belt.
3.1.Pengujian Distribusi

0,567

0,633

0,672

0,689

0,784

Tabel 5. Tingkat Resiko berdasarkan prioritas

f. LogicTreeAnalysis(LTA)
Tujuan Logic Tree Analysis (LTA) adalah
mengklasifikasikan failure mode ke dalam
beberapa kategori sehingga nantinya dapat
ditentukan tingkat prioritas dalam penanganan
masing masing failure mode berdasarkan
kategorinya. Tabel 6.Menunjukkan Kategori
Logic Tree Analysis mesin bor magnet.

Perhitungan reliability dilakukan pada


komponen yang termasuk dalam pemilihan
tindakan Time directed (TD).Komponen tersebut
adalah spindle, motor NFA03LG-011, radial ball
bearing, dan v-belt. Parameter parameter yang
terdapat pada tiap komponen digunakan untuk
perhitungan total minimum downtime.Uji pola
distribusi
untuk
masing-masing
komponen
menggunakan software EasyFit 5.5 Professional.
Parameter parameter komponen yang dihasilkan
softwareEasyfit 5.5 Professional digunakan untuk
perhitungan total minimum downtime. Hasil
pengujian distribusi dengan menggunakan software
EasyFit 5.5 Professional dapat dilihat pada Tabel 7.
No

Komponen
Saklar magnet
Spindle
Drilling chuck
Spindle sleeve
Motor NFA03LG011
Pulley
V-belt
Radial ball
bearing

B
B
B

Pola
Distribusi

Spindle

Weibull

Motor
Gamma
NFA03LG-011
Radial ball
bearing

Normal

V-Belt

Weibull

Berdasarkan Tabel 6 Komponen saklar


magnet dan spindle sleeve tergolong kategori C

= 52,371
=
31,723 ;
= 1,5536
=
56,667 ;
= 8,0664
=
2,9855 ;
= 73,315

Tabel 6.Logic Tree Analysis Mesin Bor Magnet

Parameter
=
4,1571 ;

1
Critical
Analysis
Category
C
B
B
C

Komponen

Tabel 7.Hasil Uji Distribusi

3.2.Perhitungan Total Minimum Downtime


(TMD)

Komponen spindle diambil sebagai contoh


perhitungan total minimum downtime dengan
langkah langkah :
a. Perhitungan fungsi distribusi
kumulatif komponen spindle
3

Dan seterusnya sampai F(33)


b.

perawatan usulan yang dihasilkan mengalami


penurunan downtime sebesar 20.56 % jika
dibandingkan dengan pergantian komponen
perawatan sekarang.
No

Komponen

Spindle
Motor
NFA03LG-011

Menghitung interval kerusakan tiap waktu

.4
H(0) selalu ditetapkan = 0

Dt-D

(Hari)
50

(Hari)
33

(%)
37.26

44

36

17.79

57

42

12.28

Radial ball
Bearing

49

43

14.89

Total Penurunan Dt
Rata2

Dan seterusnya sampai H(33)


c.

SPU

V-belt
3

SPS

Perhitungan total minimum downtime


..5

SPS = Sistem Perawatan Sekarang


SPU = Sistem Perawatan Usulan
Dt-D = Penurunan Downtime

Dan seterusnya sampai D(33)

4. KESIMPULAN

3.3.Jadwal Pergantian Komponen Kritis


Interval perawatan terhadap komponen
yang sering mengalami failure mode pada mesin
bor magnet dapat dilihat pada Tabel 8.
No.

Komponen

Spindle
Motor
NFA03LG-011
Radial Ball
Bearing
V-Belt

2
3
4

Jadwal
Pergantian
( Hari )
33
36

20.56

Kegiatandan
interval
perawatan
berdasarkan Reliability Centered Maintenance
memiliki 4 komponen dengan perawatan terjadwal
dan 4 komponen dengan perawatan tidak terjadwal.
Komponen komponen yang memiliki jadwal
perawatan adalah spindle dengan jadwal perawatan
33 hari, motor NFA03LG-011 dengan jadwal
perawatan 36 hari, radial ball bearing dengan
jadwal perawatan 43 hari, dan v-belt dengan jadwal
perawtan 42 hari. Dengan menerapkan metode
Reliability Centered Maintenance, maka PT. KAS
dapat menurunkan rata-rata downtime sebesar 20.56
%.

43
42
5. DAFTAR PUSTAKA

Tabel 8. Jadwal Pergantian Komponen Kritis Mesin Bor


Magnet

Pada Tabel 8 terlihat bahwa komponen


spindle dilakukan pergantian setiap 33 hari,
komponen motor NFA03LG-011 dilakukan
pergantian setiap 36 hari, komponen radial ball
bearing dilakukan pergantian setiap 43 hari, dan
komponen v-belt dilakukan pergantian setiap 42
hari.
3.4.Penurunan Downtime Sistem Perawatan
Sekarang dan Usulan
Sistem perawatan usulan yang telah
dilakukan diharapkan dapat memberikan penurunan
downtime terhadap proses produksi produk. Hasil
penurunan downtime sistem perawatan sekarang
dan usulan dengan melakukan simulasi terhadap
distribusi kerusakan dapat dilihat pada Tabel 9 yang
menunjukkan bahwa pergantian komponen

A. K. Govil. Reliability Engineering. Mc.


Graw Hill Publishing Co.
Assauri, Sofjan. 1999. Manajemen Produksi dan
Operasi. Edisi Keempat. Jakarta :
Lembaga Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Corder,

Antony. 1992. Teknik Manajemen


Pemeliharaan. Jakarta : Erlangga.

Dyadem Engineering Corporation. 2003.


Guidelines
for Failure Mode and Effects Analysis,
For
Automotive,
Aerospace and General
Manufacturing Industries. Kanada: CRC
Press.

Frampton, Coby, dkk. Benchmarking World Class


Maintenance.
Gaspersz, Vincent. 2000. Analisis Sistem Terapan
Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri.
Goble, William M. 1998. Control Systems Safety
Evaluation & Reliability.
Lindley R.Higgins.1976. Maintenance
Engineering
Handbook. Mc.Graw Hill Publishing Co.
W.Grant

Ireson.1966. Handbook Of Realibility


Engineering and Management. Mc.Graw
Hill
Publishing Co.

Anda mungkin juga menyukai