Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

DISTOSIA
Pembimbing
dr. Gede S Dhyana M. A, Sp.OG

Diajukan oleh:
Adjeng Retno Bintari, S.Ked J510165040
Ligar Hervian, S.Ked J510165070
Mira Candra Karuniawati, S.Ked J510165010

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI RSUD SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

REFERAT
DISTOSIA
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:
Adjeng Retno Bintari, S.Ked J510165040
Ligar Hervian, S.Ked J510165070
Mira Candra Karniawati, S.Ked J510165010
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu
Obsetri dan Ginekologi Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pembimbing :
dr. Gede Sri Dhyana M. A, Sp.OG

(..)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Gede Sri Dhyana M. A, Sp.OG

(.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Donna Dewi Nirlawati

(..)

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Distosia
Persalinan disfungsional (distosia akibat kelainan tenaga) merupakan
masalah persalinan dunia dan merupakan salah satu indikasi dilakukannya
intervensi selama persalinan dengan tingkat kekerapan kejadian sebesar 440% (Putri et al, 2015). Persalinan yang sulit atau macet dan berlangsung
lama termasuk salah satu dari lima penyebab utama kematian ibu di
negara berkembang. Persalinan yang lama dapat menyebabkan kesulitan
melahirkan janin, dehidrasi ibu, perdarahan postpartum, asfiksia janin,
infeksi neonatal serta kematian (World Health Organization, 2008).
Distosia adalah persalinan abnormal yang ditandai oleh kemacetan atau
tidak adanya kemajuan dalam persalinan atau persalinan yang menyimpang
dari persalinan persalinan normal (eustasia) yang menunjukkan kegagalan
(Paat et al, 2015 dalam Josep dan Nugroho, 2011). Distosia juga
didefinisikan sebagai persalinan abnormal akibat kelainan pada power
(kontraksi uterus), passenger (posisi, ukuran dan presentasi janin) dan
passage (pelvis). Distosia akibat kelainan tenaga terdiri atas dua tipe pola
kontraksi yag berbeda yaitu hypertonic dan hypotonic (Cunningham et al,
2008 dalam Putri et al , 2015).
B. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul bahu untuk
melipat ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase
aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan
kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui
jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami
pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Adapun etiologi lainnya sebagai berikut:
1. Panggul sempit,
2. Dada sangat besar atau anasarka,

3. Bahu tersangkut pada ramus pubis atau putar paksi berlebihan,


4. Interlocking pada kembar/monstrum (Kurniawati dan Mirzanie, 2009).
C. Epidemiologi
Persalinan disfungsional atau yang lebih dikenal dengan distosia
karena kelainan tenaga, merupakan masalah persalinan dunia dan merupakan
salah satu indikasi dilakukannya instervensi selama persalinan dengan
tingkat kekerapan kejadian sebesar 4-40%. Di Amerika Serikat, 20-25%
persalinan dilakukan dengan cara bedah sesar, 30% diantaranya adalah
karena distosia. Sebanyak 8-11% pada persalinan dengan presentasi kepala
terjadi kelainan pada kala I. Setengah juta kematian ibu yang diperkirakan
terjadi setiap tahunnya, sebanyak 99% terjadi di negara berkembang.
Persalinan yang sulit atau macet dan berlangsung lama termasuk salah satu
dari lima penyebab utama kematian ibu di negara berkembang, walaupun
terdapat variasi antara suatu negara dengan negara lainnya. Persalinan yang
lama dapat menyebabkan kesulitan melahirkan janin, dehidrasi ibu,
perdarahan postpartum, asfiksia janin, infeksi neonatal serta kematian. Dapat
dipastikan bahwa distosia dan efek yang menyertainya berkontribusi dalam
jumlah kematian ibu dan janin di seluruh dunia (Putri, 2015).
D. Patofisiologi
Persalinan normal dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan
cukup untuk menghasilkan penipisan serviks dan dilatasi. Saat awal
persalinan, terjadi kontraksi uterus yang tidak teratur, pendataran serviks dan
dilatasi yang bertahap. Fase aktif persalinan dimulai ketika pembukaan
serviks mencapai 4 cm dan kontraksi uterus yang lebih kuat. Menurut
Friedman kriteria minimum untuk dilatasi serviks selama fase aktif yaitu 1,2
cm/jam untuk nulipara dan untuk multipara minimal 1,5 cm/jam (Chang
Gung Medical Foundation, 2011).
Kontraksi yang teratur saat persalinan pada his yang adekuat adalah
sekitar 60 detik atau terdapat tekanan sebesar 50 mmhg, setiap kontaksi
terdapat Adenosina trifosfat (ATP) yang besar untuk menggerakan otot polos
uterus untuk kontaksi. Tubuh ibu dari janin yang sehat dapat

mempertahankan kontraksi untuk melahirkan fetus, tetapi saat persalinan


yang lama akan mengurangi cadangan metabolik sehingga ATP menurun.
Saat ATP menurun akan meningkatkan produksi asam laktat sehingga
menyebabkan menurunnya kontaksi uterus sehingga terjadi distosia. Faktor
lain terjadinya distosia :
1. Kelainan kekuatan ekspulsif;
2. Kelainan presentasi, posisi, atau perkembangan janin; dan
3. Kelainan tulang panggul ibu atau jalan lahir (Chang Gung Medical
Foundation, 2011).
E. Manifestasi Klinis
Tanda klinis terjadinya distosia bahu meliputi:
1. Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan traksi yang
cukup untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir
2. Turtle sign adalah ketika kepala bayi tiba-tiba tertarik kembali ke
perineum ibu setelah keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti
seokor kura-kura yang menarik kepala kembali ke cangkangnya.
Penarikan kepala bayi ini dikarenakan bahu depan bayi terperangkap di
tulang pubis ibu, sehingga menghambat lahirnya tubuh bayi (Saifuddin,
2003).
F. Klasifikasi
Distosia bahu menurut Oleary, dibagi menjadi 4 derajat yang
mempunyai penanganan berbeda-beda. Penentu derajat distosia bahu tidak
dapat dilakukan sampai proses persalinan selesai dilakukan, karena penilaian
dilakukan berdasarkan jumlah, jenis maneuver yang dikerjakan untuk
mengatasi distosia bahuyang mana maneuver ini dilakukan secara berurutan
mulai dari yang paling sederhana sampai dengan tindakan perabdominam.
Semakin banyak dan rumit jenis maneuver yang digunakan untuk
menuntaskan distosia bahu, semakin tinggi juga derajat keparahan distosia
bahu tersebut yaitu antara lain :
1. Ringan : maneuver McRoberts dan maneuver Mazzanti (tekanan
suprapubis).
2. Sedang : maneuver woods, maneuver rubin, maneuver jacquemiersbarnums (melahirkan bahu posterior) dan maneuver gaskin.
3. Berat : mematahkan tulang clavikula, simfisiotomi.

4. Tidak dapat dilahirkan : maneuver Zavanelli (pemutaran sefalik) diikuti


dengan tindakan perabdominam dan histerotomi (Oleary dan Spellacy,
2009).
G. Penegakan diagnosis
Pada distosia penegakan diagnosis dapat ditegakkan jika (Kurniawati dan
Mirzanie, 2009) :
1. Dagu tertarik dan menekan perineum.
2. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di
belakang simfisis pubis.
3. Kepala janin dapat dilahirkan tapi tetap berada di dekat vulva.
H. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau tidak sakit. Untuk menghindari risiko partus
tak maju dapat dilakukan dengan :
a. Memberikan informasi bagi ibu dan suaminya tentang tanda bahaya
selama kehamilan dan persalinan.
b. Pendidikan kesehatan reproduksi sedini mungkin kepada wanita usia
reproduksi pra-nikah.
c. Meningkatkan program keluarga berencana bagi ibu usia reproduksi
yang sudah berkeluarga.
d. Memperbaiki perilaku diet dan peningkatan gizi.
e. Antenatal Care dengan yang teratur untuk mendeteksi dini kelainan
pada ibu hamil terutama risiko tinggi
f. Mengukur tinggi badan dan melakukan pemeriksaan panggul pada
primigravida.
g. Mengajurkan untuk melakukan senam hamil.
h. Peningkatan pelayanan medik gawat darurat.
i. Menyediakan sarana transportasi dan komunikasi bagi ibu-ibu yang
melahirkan dirumah (Maternity Waiting Home) apabila terjadi
komplikasi, sehingga harus di rujuk ke fasilitas yang lebih baik
(Dipta, 2011).
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi, yaitu :
a. Diagnosis dini partus tak maju meliputi
1) Pemeriksaan Abdomen

Tanda-tanda partus tak maju dapat diketahui melalui pemeriksaan


abdomen sebagai berikut :
a) Kepala janin dapat diraba diatas rongga pelvis karena kepala
tidak dapat turun.
b) Kontraksi uterus sering dan kuat (tetapi jika seorang ibu
mengalami kontraksi yang lama dalam persalinanya maka
kontraksi dapat berhenti karena kelelahan uterus).
c) Uterus dapat mengalami kontraksi tetanik dan bermolase
(kontraksi uterus bertumpang tindih) ketat disekeliling janin.
d) Cincin Band/Bandles ring; cincin ini ialah nama yang
diberikan pada daerah diantara segmen atas dan segmen
bawah uterus yang dapat dilihat dan diraba selama persalinan.
Dalam persalinan normal, daerah ini disebut cincin retraksi.
Secara normal daerah ini seharusnya tidak terlihat atau teraba
pada pemeriksaan abdomen, cincin bandles adalah tanda
akhir dari persalinan tidak maju. Bentuk uterus seperti kulit
kacang dan palpasi akan memastikan tanda-tanda yang
terlihat pada waktu observasi.
2) Pemeriksaan Vagina
Tanda-tandanya sebagai berikut :
1) Bau busuk dari drainase mekonium.
2) Cairan amniotik sudah keluar .
3) Kateterisasi akan menghasilkan urine pekat yang dapt
mengandung mekonium atau darah.
4) Pemeriksaan vagina : edema vulva (terutama jika ibu telah
lama mengedan), vagina panas dan mengering karena
dehidrasi, pembukaan serviks tidak komplit. Kaput
suksedaneum yang besar dapat diraba dan penyebab
persalinan macet antara lain kepala sulit bermolase akibat
terhambat di pelvis, presentasi bahu dan lengan prolaps.
5) Pencatatan Partograf
Persalinan macet dapat juga diketahui jika pencatatan pada
partograf menunjukan :
1. Kala I persalinan lama (fase aktif) disertai kemacetan
sekunder.
2. Kala II yang lama.

3. Gawat janin (frekuensi jantung janin < dari 120 permenit,


bau busuk dari drainase mekonium sedangkan frekuensi
jantung janin normal 120-160 permenit).
4. Pembukaan serviks yang buruk walaupun kontraksi
uterus yang kuat.
5. Melakukan penanganan secepat mungkin untuk
mencegah terjadinya komplikasi, partus tak maju
berisiko mengalami infeksi sampai ruptur uterus dan
biasanya ditangani dengan tindakan bedah, seksio
caesarea, ekstraksi cunam atau vacum oleh sebab itu
c.

harus dirujuk kerumah sakit (Dipta, 2011).


Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat dan kematian, yaitu :
1. Rehidrasikan pasien untuk mempertahankan volume plasma normal
danmenangani dehidrasi, ketosis dengan memberikan natrium laktat 1
liter dan dekstrosa 5% 1-2 liter dalam 6 jam.
2. Pemberiaan antibiotik untuk mencegah sepsis puerperalis dan
perawatan intensif setelah melahirkan (Dipta 2011).

I. Penatalaksanaan

Sumber : WHO, 2003

1. Tatalaksana Umum
a. Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan dan
resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah juga untuk
kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan perineum setelah
tatalaksana.
b. Lakukan manuver McRobert. Dalam posisi ibu berbaring telentang,
mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan

lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya. Mintalah bantuan 2 orang


asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
c. Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan
secara simultan ke arah lateral bawah pada daerah suprasimfisis
untuk membantu persalinan bahu.
d. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat
tinggi, lakukan tarikan yang mantap dan terus menerus ke arah aksial
(searah tulang punggung janin) pada kepala janin untuk
menggerakkan bahu depan di bawah simfisis pubis.

Manuver McRobert

Penekanan suprasimfisis
Sumber : WHO, 2003

2. Tatalaksana Khusus
a. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan:
1) Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup
untuk memudahkan manuver internal.
2) Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat
tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina pada sisi
punggung bayi.

3) Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior


untuk mengadduksikan bahu dan mengecilkan diameter
bahu.
4) Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan
distosia bahu.
5) Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi posterior
bahu anterior dan rotasikan bahu ke diameter oblik.
b. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan
tindakan di atas:
1) Masukkan tangan ke dalam vagina.
2) Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari
menjaga lengan tetap fleksi pada siku, pindahka lengan ke
arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke
arah vagina. Manuver ini akan memberikan ruangan untuk
bahu anterior agar dapat melewati bawah simfisis pubis.

Sumber : WHO, 2003


3) Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan
bahu, terdapat manuver-manuver lain yang dapat dilakukan,
misalnya kleidotomi, simfisiotomi, metode sling atau
manuver Zavanelli. Namun manuvermanuver ini hanya
boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih.
J. Komplikasi

Menurut (Kurniawati dan Mirzanie, 2009) distosia dapat terjadi komplikasi,


diantaranya:
Pada Janin

Pada Ibu

IUFD
Gawat Janin
Infeksi Intrauterine
Brachial Plexus Palsy
Fraktur Clavicula
Hipoksia janin, dengan atau tanpa

Infeksi
Asidosis
Robekan perineum derajat III atau IV
Robekan pada simfisis pubis

kerusakan neurologis permanen


Fraktur humerus
Kematian Janin
K. Prognosis
Persalinan dengan distosia bayi akan mendapatkan luka/trauma sekitar 20 %,
baik itu sementara atau tetap. Trauma akibat distosia dapat merusak nervus
brachial, fraktur clavicula, fraktur humerus, kontusio dan laserasi, dan
asfiksia (Shoulder Dystocia Info, 2013).

BAB II
KESIMPULAN
Distosia juga didefinisikan sebagai persalinan abnormal akibat kelainan pada
power (kontraksi uterus), passeger (posisi, ukuran dan presentasi janin) dan

passage (pelvis). Distosia akibat kelainan tenaga terdiri atas dua tipe pola
kontraksi yag berbeda yaitu hypertonic dan hypotonic. Distosia bahu menurut
Oleary, dibagi menjadi 4 derajat yang mempunyai penanganan berbeda-beda.
Penentu derajat distosia bahu tidak dapat dilakukan sampai proses persalinan
selesai dilakukan, karena penilaian dilakukan berdasarkan jumlah, jenis maneuver
yang dikerjakan untuk mengatasi distosia yang mana maneuver dilakukan secara
berurutan mulai dari yang paling sederhana sampai dengan tindakan
perabdominam. Untuk penatalaksanaannya dengan melakukan episotomi
secukupnya dan manuver Mc Roberts sebagai pilihan utama.

DAFTAR PUSTAKA
Chang gung medical foundation (CGMF), 2011. Dystocya.
https://www1.cgmh.org.tw/intr/intr5/c6700/OBGYN/f/web/Dystocia/index.h
tm, diakses 2 juni 2016.

Dipta, T.P., 2011. Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Partus Tak Maju Rawat Inap
Di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009. Skripsi. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Kurniawati, D., Mirzanie, H., 2009. Obgynacea: Obstetri & Ginekologi.
Yogyakarta : TOSCA Enterprise.
OLeary, J. dan Spellacy W.N., 2009. Shoulder Dystocia and Birth Injury :
Prevention and Treatment 3rd Ed. New York : M.D Human Press.inc.
Paat, J., Suparman, E., Tendean, H., 2015. Persalinan Distosia Pada Remaja Di
Bagian Obstetri-Ginekologi Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Jurnal e-Clinic. 3:2.
Putri, M.R., Serudji, J., Efrida. 2015. Gambaran Kejadian Persalinan
Disfungsional pada Pasien Anemia dalam Kehamilan di RSUP Dr. M.
Djamil Periode 20102012. Jurnal Kesehatan Andalas. 4:2.
Saifuddin, A.B., Wikniosastro, G.H., Affandi, B., Wospodo, D., 2003. Buku
Panduan Klinis Pelayanan Kesehatan & Neonatal 1st Ed. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Shoulder Dystocia Info, 2013. Fetal Injuries.
http://www.shoulderdystociainfo.com/fetalinjuries.htm, diakses 5 mei 2016.
WHO. 2003. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : A Guide
For Midwives And Doctors. Geneva.
_____. 2008. Worldwide prevalence of anemia 19932005 : WHO Global
Database on Anemia. Switzerland.

Anda mungkin juga menyukai

  • Omfalitis Bayi Baru Lahir
    Omfalitis Bayi Baru Lahir
    Dokumen15 halaman
    Omfalitis Bayi Baru Lahir
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Bronkitis Akut
    Bronkitis Akut
    Dokumen20 halaman
    Bronkitis Akut
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case I Tetanus
    Case I Tetanus
    Dokumen16 halaman
    Case I Tetanus
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen9 halaman
    Bab 1
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case I Tetanus
    Case I Tetanus
    Dokumen29 halaman
    Case I Tetanus
    Ligar Hervian
    Belum ada peringkat
  • LOMBA_MEWARNAI
    LOMBA_MEWARNAI
    Dokumen21 halaman
    LOMBA_MEWARNAI
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus BRONKITIS AKUT - MIRA
    Laporan Kasus BRONKITIS AKUT - MIRA
    Dokumen24 halaman
    Laporan Kasus BRONKITIS AKUT - MIRA
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case II Scleroderma
    Case II Scleroderma
    Dokumen24 halaman
    Case II Scleroderma
    Ligar Hervian
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen12 halaman
    Paru
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case II Thypoid Mira
    Case II Thypoid Mira
    Dokumen28 halaman
    Case II Thypoid Mira
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Translate Jurnal
    Translate Jurnal
    Dokumen10 halaman
    Translate Jurnal
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Tugas Referat 2 - 2
    Tugas Referat 2 - 2
    Dokumen25 halaman
    Tugas Referat 2 - 2
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ujian Nabila
    Kasus Ujian Nabila
    Dokumen10 halaman
    Kasus Ujian Nabila
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • S. Limfoid.
    S. Limfoid.
    Dokumen32 halaman
    S. Limfoid.
    Olivia Nurudhiya
    Belum ada peringkat
  • Case II Thypoid Mira
    Case II Thypoid Mira
    Dokumen28 halaman
    Case II Thypoid Mira
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Dfu Journal
    Dfu Journal
    Dokumen4 halaman
    Dfu Journal
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Sinus Paranasal
    Anatomi Sinus Paranasal
    Dokumen27 halaman
    Anatomi Sinus Paranasal
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Dokumen22 halaman
    Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • J 2
    J 2
    Dokumen14 halaman
    J 2
    RizkaNNatsir
    Belum ada peringkat
  • Penge Sah An
    Penge Sah An
    Dokumen2 halaman
    Penge Sah An
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Kulit
    Kulit
    Dokumen7 halaman
    Kulit
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • TRSLT Jrnalku
    TRSLT Jrnalku
    Dokumen13 halaman
    TRSLT Jrnalku
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Faktor Yang Terkait Dengan Dengue Shock Syndrome
    Faktor Yang Terkait Dengan Dengue Shock Syndrome
    Dokumen30 halaman
    Faktor Yang Terkait Dengan Dengue Shock Syndrome
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Kasus Toa
    Kasus Toa
    Dokumen21 halaman
    Kasus Toa
    Adjeng Retno Bintari II
    Belum ada peringkat
  • Translate Abstrak FIX
    Translate Abstrak FIX
    Dokumen14 halaman
    Translate Abstrak FIX
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • TF
    TF
    Dokumen16 halaman
    TF
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Referat BPH Mira
    Referat BPH Mira
    Dokumen23 halaman
    Referat BPH Mira
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Scleroderma
    Scleroderma
    Dokumen6 halaman
    Scleroderma
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Seminar Skripsi
    Seminar Skripsi
    Dokumen44 halaman
    Seminar Skripsi
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat