Anda di halaman 1dari 9

KASUS 1

BAB I

A. Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi
medis secara berkelanjutan. Penyakit ini semakin berkembang dalam jumlah kasus begitu
pula dalam hal diagnosis dan terapi. Dikalangan masyarakat luas, penyakit ini lebih dikenal
sebagai penyakit gula atau kencing manis. Dari berbagai penelitian, terjadi kecenderungan
peningkatan prevalensi DM baik di dunia maupun di Indonesia (Kardika et al, 2013).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya cukup
tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003 menyebutkan, penderita
DM angkanya mencapai 194 juta jiwa atau 5,1 persen dari penduduk dunia usia dewasa dan
pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa. Di Indonesia, penderita
DM semakin meningkat. Pada tahun 2000, penderita DM telah mencapai angka 8,4 juta
jiwa dan diperkirakan bahwa prevalensi penderita DM tahun 2030 di Indonesia mencapai
21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004 dikutip oleh Ramadhanisa et al, 2013).
DM dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi yang serius pada organ tubuh
seperti mata, ginjal, jantung, dan pembuluh darah. Untuk mencegah komplikasi yang
lebih serius adalah dengan diagnosis dini DM agar dapat diberikan intervensi lebih awal.,
oleh karena itu diabetes melitus sangat penting untuk di bahas.

B. Epidemiologi
Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya berbeda-
beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association tahun 2012 (ADA 2012),
sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM. Sementara itu, di Indonesia
prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun, bahkan di daerah Manado
prevalensi DM sebesar 6,1%.
Diabetes merupakan salah satu penyakit menuluran yang prevalensinya cukup tinggi
akibat pola makan masyarakat yang tidak seimbang dan pola hidup yang tidak sehat. Secara
epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di
Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM
pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%.
Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2014).
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolic yang dikarakteristikkan dengan
hiperglikemia kronis serta kelainan metabolism karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan
oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya (Kardika et al, 2013).
Diabetes Melitus merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh adanya
hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektivitas insulin. Sedangkan
insulin merupakan hormon yang diproduksi pankreas untuk mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.Gangguan metabolik ini
mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit (Wulandari et
al, 2013).
B. Etiologi
Menurut Palanimuthu (2011), Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum
diketahui dengan pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab
utama dan faktor herediter memegang peranan penting.
1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,
yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula
darah) (Bare&Suzanne,2002).Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus
IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan)
misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya
mempunyai peranan dalam terjadinya DM ( Bare & Suzanne, 2002).
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang
membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana
antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya
memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare & Suzanne, 2002)

2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)


Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan
bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien
NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk
metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan
insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau
mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga
menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah
mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan
berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka
sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan
adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat
badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia
diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah ( Bare & Suzanne, 2002).

C. Klasifikasi
American Diabetis Association (ADA) memperkenalkan system klasifikasi berbasis
etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada tahun 2010. Sistem
klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes, antaranya :
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM)
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM)
3. Diabetes Autoimun Fase Laten
4. Maturity-Onset diabetes of youth
5. Lain-lain sebab.
( Barclay L, 2010 dalam Palanimuthu, 2011)

D. Patofisiologi
1. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin
karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan
hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial (Corwin, 2000 dalam Palanimuthu,
2011).
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Corwin, 2000 dalam Palanimuthu, 2011).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga
terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia).
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan
lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa
dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000 dalam Palanimuthu, 2011).
2. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan
meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam
sel sehingga sel akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000 dalam Palanimuthu, 2011).
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan
maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.Namun demikian jika
sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000 dalam Palanimuthu, 2011).

E. Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit
dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik
yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan
kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Makanan
sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi
yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
(Iwan S, 2010 dalam Palanimuthu, 2011
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih
30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta (Iwan S,
2010 dalam Palanimuthu, 2011).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
b) Menurunkan ambang sekresi insulin.
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang dianjurkan
pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang
berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien
dengan gangguan fungsi hati atau ginjal (Iwan S, 2010 dalam Palanimuthu, 2011) .
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-30)
dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010 dalam
Palanimuthu, 2011).
3) Insulin
Indikasi pengobatan menurut Bare & Suzanne (2002) dalam Palanimuthu (2011).
dengan insulin adalah sebagai berikut :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne,
2002).
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan
perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran
glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin).
d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan
pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya,
yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian
keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan diabetes.
BAB III
Ilustrasi Kasus

A. Identifikasi problem klinis


- Anamnesis :
o Keluhan utama : mual muntah sejak 2 minggu yang lalu dan gatal
o Riwayat penyakit dahulu : riwayat DM
o Riwayat Obat : mengkonsumsi omeprazol dan antasid, glibenklamid sejak 2
tahun
- Pemeriksaan fisik : ditemukan multiple plak dileher dan regio inguinal, bibir kering,
tinggi badan 150cm, BB 50kg, vital sign dan pemeriksaan lainnya normal.
- Pemeriksaan laboratorium : gula darah 254mg/dl, fungsi lipid dan fungsi hepar
normal.
B. Rumusan problem menuju ke diagnosis banding
- Diagnosis banding : Diabetes Melitus
- Keluhan mual muntah, minum omeprazol dan antasid  gastritis, dispepsia
- Keluhan multiple plak dileher dan gatal di regio inguinal  bisa jamur atau alergi
- Pamaikaan glibenklamid  Diabetes melitus

C. Analisis terapi
- Omeprazole  untuk obat gastritis
- Glibenklamid  untuk antidiabetik
- Domperidon  anti emetik
- Cetirizin  anti alergi
- Miconazol cream  anti jamur
- Antasid  untuk asam lambung
-
D. Pemeriksaan penunjang
E. Manajemen terapi
F. Edukasi
BAB IV
Resep Obat
BAB V
Kesimpulan
Daftar Pustaka

Infodatin, 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta.

Kardika, I.B.W., et al. Preanalitik Dan Interpretasi Glukosa Darah Untuk Diagnosis Diabetes
Melitus. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Palanimuthu, B. 2010. Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus Serta


Komplikasinya Di Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam, Rsup Haji
Adam Malik, Medan, Tahun 2010. Karya Tulis Ilmiah. Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

Ramadhanisa, A., et al. 2013. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Hba1c Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Laboratorium Patologi Klinik Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung. Medical Journal of Lampung University.2:4.

Wulandari, O., et al. 2013. Perbedaan Kejadian Komplikasi PenderitaDiabetes Melitus Tipe 2
Menurut Gula Darah Acak. Surabaya: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bronkitis Akut
    Bronkitis Akut
    Dokumen20 halaman
    Bronkitis Akut
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case I Tetanus
    Case I Tetanus
    Dokumen16 halaman
    Case I Tetanus
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Translate Jurnal
    Translate Jurnal
    Dokumen10 halaman
    Translate Jurnal
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case I Tetanus
    Case I Tetanus
    Dokumen29 halaman
    Case I Tetanus
    Ligar Hervian
    Belum ada peringkat
  • LOMBA_MEWARNAI
    LOMBA_MEWARNAI
    Dokumen21 halaman
    LOMBA_MEWARNAI
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus BRONKITIS AKUT - MIRA
    Laporan Kasus BRONKITIS AKUT - MIRA
    Dokumen24 halaman
    Laporan Kasus BRONKITIS AKUT - MIRA
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case II Scleroderma
    Case II Scleroderma
    Dokumen24 halaman
    Case II Scleroderma
    Ligar Hervian
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen12 halaman
    Paru
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ujian Nabila
    Kasus Ujian Nabila
    Dokumen10 halaman
    Kasus Ujian Nabila
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case II Thypoid Mira
    Case II Thypoid Mira
    Dokumen28 halaman
    Case II Thypoid Mira
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case II Thypoid Mira
    Case II Thypoid Mira
    Dokumen28 halaman
    Case II Thypoid Mira
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Penge Sah An
    Penge Sah An
    Dokumen2 halaman
    Penge Sah An
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Omfalitis Bayi Baru Lahir
    Omfalitis Bayi Baru Lahir
    Dokumen15 halaman
    Omfalitis Bayi Baru Lahir
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Dfu Journal
    Dfu Journal
    Dokumen4 halaman
    Dfu Journal
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • S. Limfoid.
    S. Limfoid.
    Dokumen32 halaman
    S. Limfoid.
    Olivia Nurudhiya
    Belum ada peringkat
  • Kulit
    Kulit
    Dokumen7 halaman
    Kulit
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Dokumen22 halaman
    Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Faktor Yang Terkait Dengan Dengue Shock Syndrome
    Faktor Yang Terkait Dengan Dengue Shock Syndrome
    Dokumen30 halaman
    Faktor Yang Terkait Dengan Dengue Shock Syndrome
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Kasus Toa
    Kasus Toa
    Dokumen21 halaman
    Kasus Toa
    Adjeng Retno Bintari II
    Belum ada peringkat
  • TRSLT Jrnalku
    TRSLT Jrnalku
    Dokumen13 halaman
    TRSLT Jrnalku
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Tugas Referat 2 - 2
    Tugas Referat 2 - 2
    Dokumen25 halaman
    Tugas Referat 2 - 2
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Sinus Paranasal
    Anatomi Sinus Paranasal
    Dokumen27 halaman
    Anatomi Sinus Paranasal
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Scleroderma
    Scleroderma
    Dokumen6 halaman
    Scleroderma
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • TF
    TF
    Dokumen16 halaman
    TF
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Dis Tosia
    Dis Tosia
    Dokumen14 halaman
    Dis Tosia
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Seminar Skripsi
    Seminar Skripsi
    Dokumen44 halaman
    Seminar Skripsi
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • J 2
    J 2
    Dokumen14 halaman
    J 2
    RizkaNNatsir
    Belum ada peringkat
  • Referat BPH Mira
    Referat BPH Mira
    Dokumen23 halaman
    Referat BPH Mira
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Translate Abstrak FIX
    Translate Abstrak FIX
    Dokumen14 halaman
    Translate Abstrak FIX
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat