Anda di halaman 1dari 23

TUGAS REFERAT

TERAPI MEDIKAMENTOSA
BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing : dr. Budi Yuwono, Sp. B

Oleh :
Mira Candra Karuniawati, S. Ked
J510165010

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Hiperplasia

prostat

(Prostatic

Hyperplasia)

didefinisikan

sebagai

perkebangbiakan sel-sel stroma prostat yang akan berakibat pada membesarnya


kelenjar prostat. Akibat dari pembesaran kelenjar prostat tersebut dapat
menyebabkan penekanan pada uretra prostatica yang dapat membuat saluran urin
tertekan sehingga menghambat aliran urin. Komplikasi yang dapat terjadi pada
berkembangnya BPH yaitu seperti infeksi pada sistem urin/urinary tract Infection
(UTI) atau kencing batu mungkin saja dapat terjadi. Pada kasus BPH yang cukup
parah selain dapat menyebabkan retensi urin, juga dapat menyebabkan
hidronefrosis, bahkan gagal ginjal.5
Gejala prostat hiperplasia dapat timbul paling cepat saat usia 30 tahun dan
pada usia 50 tahun meningkat sebesar 50% dengan gejala yang meningkat seiring
bertambahnya usia. Keluhan seringkali berupa LUTS (lower urinary tract
symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi
(storage symptoms) yang meliputi: frekuensi, urgensi, nokturia, pancaran miksi
lemah,intermitensi, dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan terjadi retensi urin.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PROSTAT HIPERPLASIA
A. Definisi
Prostat Hiperplasi merupakan penyakit pembesaran prostat yang
disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50
tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan
perkemihan.1
B. Epidemiologi
Di dunia, diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta pada pria.
Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki-laki usia 6070 tahun mengalami gejala BPH dan antara usia 70-90 tahun sebanyak 90 %
mengalamai gejala BPH. Sedangkan di Singapura laki-laki mengalami gejala
BPH berkisar sekitar 14% dan 59% di Filiphina. Di indonesia, Frekuensi
kejadian BPH meningkat secara progresif seiring usia mulai dari umur 41-50
tahun (20%), 51-60 tahun (50%), hingga mencapai 90% pada usia 80 tahun
ke atas. BPH menjadi urutan kedua stelah penyakit batu saluran kemih dan
secara umum diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang berusia diatas
50 tahun ditemukan menderita BPH sebanyak 2,5juta pria. 2,8
C. Anatomi
Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih, mengelilingi uretra
posterior dan disebelah proksimalnya berhubungan dengan buli-buli,
sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma
urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul.
Prostat dibungkus oleh capsula fibrosa dan bagian lebih luar oleh fascia
prostatica yang tebal. Diantara fascia prostatica dan capsula fibrosa terdapat
bagian yang berisi anyaman vena yang disebut plexus prostaticus. Fascia
prostatica berasal dari fascia pelvic yang melanjutkan diri ke fascia superior
diaphragmatic urogenital, dan melekat pada os pubis dengandiperkuat oleh
ligamentum puboprostaticum. Bagian posterior fascia prostatica membentuk
3

lapisan lebar dan tebal yang disebut fascia Denonvilliers. Fascia ini sudah
dilepas dari fascia rectalis dibelakangnya. Hal ini penting bagi tindakan
operasi prostat.

Gambar letak anatomi prostat


Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50
kelenjar yang terbagi atas empat lobus yaitu, lobus posterior, lobus lateral,
lobus anterior, dan lobus medial. Lobus posterior yang terletak di belakang
uretra dan dibawah duktus ejakulatorius, lobus lateral yang terletak dikanan
uretra, lobus anterior atau isthmus yang terletak di depan uretra dan
menghubungkan lobus dekstra dan lobus sinistra, bagian ini tidak
mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos, selanjutnya lobus medial
yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius, banyak mengandung
kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula
vesicae yang menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus medial ini
membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu
berkemih.
Kelenjar prostat pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut
atau buah kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm,
dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Bagian-

bagian prostat terdiri dari 50 70 % jaringan kelenjar, 30 50 % adalah


jaringan stroma (penyangga) dan kapsul/muskuler.

Gambar bagian Prostat


Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari
pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis dan simpatik dari nervus hipogastrikus.
Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat,
sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat
kedalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. System simpatik
memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher bulibuli. Ditempat itu terdapat banyak reseptor adrenergic. Rangsangan simpatik
menyebabkan dipertahankan tonus otot tersebut. Pada usia lanjut sebagian
pria akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak
sehingga dapat menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya
obstruksi saluran kemih.6
D. Fisiologi
Fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung kepada
pengaruh endokrin. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian
tengah, sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada
orang tua bagian tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi

androgen berkurang sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel


kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif
bekerja pada pH 5.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan
bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium
dan koagulase serta fibrinolisis. Cairan prostat merupakan 70% volume cairan
ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan menjaga agar
spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina
sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan
bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan
semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25%
dari seluruh volume ejakulat.2
E. Etiologi
Penyebab Prostat Hiperplasia masih belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa Prostat Hiperplasia erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses
penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat:3
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
testosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah
menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5
reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di
dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor
yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
Testosterone

Dihirotestosteron
5 reduktase

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron


Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun,
sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen
dengan testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan
dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara

meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon


androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan
jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron
yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat
yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Sel-sel stroma mendapat stimulasi dari DHT dan estradiol yang
kemudian

akan

menstimulasi

faktor

pertumbuhan

sehingga

mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri dan sel epitel. Stimulasi itu
menyebabkan

proliferasi

sel-sel

stroma

maupun

epitel

yang

mengakibatkan hiperplasia prostat.


4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan
antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah selsel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan semakin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan
massa prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat
proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan
aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu
sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika
kadarnya menurun (misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya
apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga
sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
F. Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral

sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar


normal yang tersisa. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot
destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut
menyebabkan destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi
dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga
terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan
sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin
dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Obstruksi

urin

yang

berkembang

secara

perlahan-lahan

dapat

mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin
yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi
maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi).
Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya
mengalami iritasi dari urin yang tertahan-tahan didalamnya sehingga merasa
bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan
frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin
berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria.

Gambar Normal dan Abormal Bladder

Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi,
akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk
vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan
ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus
mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu
endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi
dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis.
G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari BPH yaitu:2
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif.
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung
kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi),
pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi
tidak puas (menetes setelah miksi).
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Keluhan pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
H. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi buli-buli:
ada/tidak penonjolan

perut

di

daerah

suprapubik

(buli-buli

penuh/kosong).
b. Palpasi Buli-buli:
tekanan di daerah suprapubik menimbulkan rangsangan ingin kencing
bila buli- buli berisi/penuh.
c. Perkusi:
buli-buli penuh berisi urine memberi suara redup3
2. Colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE)
Untuk menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat
dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras.
9

Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan


tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan
nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan
teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.3

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium3,5
a. Pemeriksaan PSA
PSA digunakan untuk mendeteksi adanya kanker prostat. PSA
disintesis oleh sel epitel prostat, serum PSA dapat dipakai untuk
memprediksi perjalanan dari BPH, dalam hal ini jika kadar PSA tinggi
berarti pertumbuhan volume prostat lebih cepat, laju pancaran urine
lebih buruk, dan lebih mudah terjadinya retensi urine akut. Kadar PSA
di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada peradangan, pada
retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang
makin tua. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan
usia adalah:
o 40-49 tahun
o 50-59 tahun
o 60-69 tahun
o 70-79 tahun

: 0-2,5 ng/ml
:0-3,5 ng/ml
:0-4,5 ng/ml
: 0-6,5 ng/ml

Nilai kandungan zat PSA pada tingkatan normal berkisar di antara


1,0 4,0 ng/ml. Meskipun demikian, resiko kanker prostat pada orang
yang mengalami kenaikan kadar PSA adalah minimal 2,0 ng/ml, yang

10

berarti resiko kanker prostat adalah 7,1%. Jika kadar PSA meningkat
hingga 2,0-3,9 ng/ml, resikonya meningkat sampai 18,7%. PSA
sebesar 4,0-5,9 ng / ml memiliki nilai resiko sebesar 21,3%.
Sementara pada tingkatan 6,0 7,9% nilai resikonya berada di kisaran
28,6%. Pada kisaran 8,0 9,9 ng / ml, resikonya sebesar 31,7% dan
untuk tingkatan di atas 10,0 ng/ml, resikonya adalah 56,5%.
Kenaikan kadar PSA dapat disebabkan oleh gangguan pada
struktur kelenjar prostat. Gangguan ini dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit, termasuk kanker. Kadar PSA juga dapat meningkat karena
manipulasi pada kelenjar prostat, yang biasanya terjadi saat
pemeriksaan kelenjar prostat, pemasangan kateter, biopsi kelenjar
prostat, atau retensi urin, sia juga dapat menjadi faktor.
b. Urinalisis
Kultur urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi.
Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu
dilakukan pemeriksaan kultur urin. Pada pasien BPH yang sudah
mengalami retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan
urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada
leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter.
2. Pencitraan3,5
a. Foto polos
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan
buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi
urine.
b. Pemeriksaan ultrasonografi Trans Rektal atau Trans Rectal Ultra
Sound (TRUS)
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe
dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di
prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar
11

prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah


yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar
USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan
dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang
dicurigai memiliki keganasan prostat. Selain itu digunakan untuk
mengetahui besar dan volume prostat, adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna, menentukan jumlah residual urin dan
mencari kelainan lain pada buli-buli.
c. Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah
solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang.
Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya
yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran
kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
- Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

d. Ultrasonografi Trans Abdominal atau Trans Abdominal Ultra Sound


(TAUS)
USG

trans

abdominal

mampu

pula

mendeteksi

adanya

hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang


lama.
-

Gambaran Sonografi Prostat Normal

12

Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

e. Sistografi buli
- Gambaran Elevasi Dasar Buli yang mengindikasikan Benigna
Prostat Hiperplasia

J. Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosa BPH diperoleh dari anamnesis pasien menggunakan
kuisioner The International of Prostate Symptom Score (IPSS) yang
terdiri dari tujuh pertanyaan tentang gejala berkemih dan terdapat satu
pertanyaan mengenai kualitas hidup yang menanyakan seberapa
terganggunya pasien oleh gejala berkemih tersebut. Analisis gejala ini
masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35.
Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi
sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat digolongkan
berdasarkan skor yang diperoleh.
o Skor 0-7: bergejala ringan
o Skor 8-19: bergejala sedang
o Skor 20-35: bergejala berat
- Skor Internasional Gejala Prostat atau IPSS

13

Dalam

bulan

terakhir

Tidak

< 1x

<

Kadang-

>

Hampir

Skor

pernah

dala

setenga

kadang

setenga

selalu

pasie

m 5x
1

h
2

(50%)
3

Miksi tidak tuntas


Seberapa srg ada
perasaan
tuntas

n
4

Tidak

1x

2x

3x

4x

5x

Campura

Sgt tdk

Tdk

Buruk

n puas &

puas

bahagi

sekali

tidak
setelah

kencing
Frekuensi
Seberapa srg anda
kencing (setiap 2
jam)
Intermitten
Seberapa srg miksi
terhenti dan mulai
lagi miksi
Urgency
Seberapa srg anda
tidak

dapat

menahan kencing
Pancaran lemah
Seberapa srg anda
merasakan pancaran
lemah
Mengejan
Seberapa srg anda
mengejan

ketika

memulai kencing
Nokturia
Seberapa srg anda
terbangun

pernah

malam

kencing
Sgt

Sgt

senan

puas

puas

g
Dg

keluhan

bagaiman

ini,

tdk puas
3

a
4

anda

menikmati hidup

2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
K. Different Diagnosis
1. Prostatitis
Peradangan pada prostat akibat infeksi yang sering menyertai hipertropi
prostat jinak

14

Etiologi: Penyebab prostatitis yang biasa dijumpai adalah akibat


struktur abnormal uretra atau infeksi kuman yang ditularkan melalui
hubungan seksual.
Klinis:

Sulit atau nyeri atau panas saat buang air kecil

Sering buang air kecil

Demam (terkadang menggigil)

Nyeri punggung bawah

Nyeri pada batang kemaluan, testis atau perineum (daerah antara


testis dan anus)

Kurang mampu ereksi dan terkadang nyeri pada saat atau setelah
ejakulasi.

2. Keganasan prostat
Suatu tumor ganas yang tumbuh didalam kelenjar prostat.
Penyebabnya belum diketahui, tetapi beberapa penelitian menunjukkan
adanya hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar
hormon testoteron.
Klinis:
Nyeri ketika berkemih
Nyeri ketika ejakulasi
Nyeri punggung bagian bawah
Nyeri ketika buang air besar
Nokturia
Hematuria
Penurunan berat badan
3. Striktur Uretra
Striktur uretra adalah penyempitan uretra akibat dari adanya
pembentukan jaringan fibrotik pada uretra.
Etiologi : traumatik, infeksi, kongenital
Klinis:
Pancaran urin yang kecil dan bercabang
Disuria
Retensi urin
4. Terapi
1. Watchful waiting (Skor IPSS < 7)

15

Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun


dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang dapat
memperburuk keluhannya.
a. Mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak
terjadi
b.

nokturia,

menghindari

obat-obat

dekongestan

(parasimpatolitik).
Mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol

agar tidak terlalu sering miksi.


c. Menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat
dicegah.
d. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan
menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung
kemih dan hipertrofi kandung kemih.
2. Medikamentosa
Obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, diantaranya :
penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase, dan
fitofarmaka.4,5
a. Penghambat adrenergenik alfa (alfa blocker)
preparat non selektif: fenoksibenzamin
preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan
indoramin
preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin,
dan tamsulosin
Alasan rasional penggunaan alfa adrenergic blocker adalah
berdasarkan pada fakta bahwa nor-adrenalin yang bekerja pada a 1AR (bekerja pada leher dan otot spinter VU untuk menstimulasi
kontraksi dan retensi urin, mengontrol otot polos dari kapsula
prostat dan prostat uretra). Sehingga, selectif 1-AR antagonis
meredakan obstruksi yang disebabkan oleh komponen dinamik
dengan merelaksasi otot polos yang berada dan di sekitar prostat
dan leher VU tanpa mempengaruhi musculus detrusor pada dinding
VU.
Tamsulosin
Tamsulosin

hidrokloride

adalah

generasi

ketiga

dari

uroselective 1-AR dengan perbandingan 10 kali lebih selective

16

untuk 1A reseptor subtype dengan 1B reseptor subtype, yang


terkuat dalam penatalaksanaan gejala BPH. Penggunaan oral untuk
tamsulosin cukup baik dengan waktu paruh kerja 5 sampai 10 jam
dan metabolismenya lebih ekstensif demgam cytochrome sistem
P450. Penurunan pancaran urin yang signifikan telah diobservasi
setelah pemberian dosis tunggal (0,4 atau 0,8 mg) dengan
dibangding placebo. Tamsulosin mempunyai efek samping minimal
terhadap

kardiovaskular

dan

resiko

pusing

lebih

rendah

dibandingkan dengan doxazosin dan prazosin. Obat ini juga


membuktikan probabilitas rendah pada hipotensi ortostatik, tapi
memiliki rate tertinggi disfungsi ejakulasi (10 mg/hari) dan tidak
dapat menghilangkan penyebab disfungsi ereksi atau menurunkan

gairah seksual. Nama dagang dari tamsulosin yaitu harnal.


Alfuzosin
Alfuzosin adalah base quinozoline 1-AR antagonis yang
memiliki afinitas sama dengan semua reseptor subtype 1. Obat ini
tersedia dalam bentuk immediet (2,5mg t.i.d), sustained (5mg
b.i.d), dan untuk formula jangka luas (10mg/hari) untuk memenuhi
penyembuhan.

Berdasarkan

guideline

AUA,

perbandingan

keampuhan alfuzosin dibandingkan tamsulosin dan alpha bloker


yang lain tidak menyebabkan disfungsi ejakulatori.
b. Penghambat enzim 5alfa reduktase inhibitor (5ARI)
5-reductase inhibitor adalah sebuah enzim NADP-dependen
yang mengkatalis secara irreversible 4-en-3-oxo-steroid, yaitu
testosterone, sirkulasi besar androgen pada pria dewasa, berhubungan
dengan 5-H-3-oxo-steroid, yaitu DHT. Enzim tersebut menekan
konsentrasi dehidrotestosteron melalui blokade enzim menyebabkan
pengecilan ukuran prostat, peningkatan laju pancaran urin, dan tentu
saja membantu meringkan gejala yang berhubungan dengan obstruksi
mekanis yang disebabkan oleh BPH. Lebih jauh, alasan rasional
penggunaan 5-reductase inhibitor berdasarkan pengamatan lebih
spesifik pada aktivitas DHT androgen tanpa mempengarungi

17

penurunan hormon T, sehingga mampu menurunkan efek samping


jangka panjang dari penurunan testoteron tanpa mempengaruhi efek
terapi hormonal. Finasteride dan dutasteride adalah merk dagang dari
5-reductase inhibitor yang tersedia sebagai obat dalam penanganan
BPH.

Finasteride
Finasteride adalah kelompok obat 5-reductase inhibitor, obat ini
berfungsi mengatasi pembengkakan kelenjar prostat pada pria. Dosis
awal finasteride yang diberikan adalah satu tablet 5mg per hari. Obat
ini bekerja dengan menurunkan level DHT prostat sebesar 70-90%.
Keefektifan obat ini bisa muncul dalam jangka pendek, tapi obat ini
setidaknya akan diresepkan selama enam bulan. Beberapa efek
samping yang umumnya terjadi adalah gairah seksual menurun,
impotensi, gangguan ejakulasi, dada terasa sakit saat disentuh. Nama
dagang dari finasteride yaitu proscar.
Efek maksimum finasteride dapat terlihat setelah 6 bulan. Terapi
selama enam bulan dibutuhkan untuk melihat efek maksimum pada
ukuran prostat (reduksi 20%)serta gejala. Pada penelitian yang
dilakukan oleh McConnell et al (1998) tentang efek finasteride
terhadap pasien BPH bergejala, didapatkan bahwa pemberian
finasteride 5 mg per hari selama 4 tahun ternyata mampu menurunkan
volume prostat, meningkatkan pancaran urine, menurunkan kejadian
retensi urine akut, dan menekan kemungkinan tindakan pembedahan
hingga 50%.8

Dutasteride
Tidak

seperti

finasteride,

dutasteride

adalah

non-selektif

kompetitif inhibitor kedua dari 5-reductase inhibitor tipe I dan II.

18

Dosis diberikan adalah 0,5mg/hari. Obat ini bekerja dengan


menurunkan level DHT hingga >90%. Obat ini lebih ampuh dalam
menurunkan gejala BPH dari pada finasteride. Nama dagang dari
dutasteride yaitu avodart.
c. Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto,
serenoa repeus dll. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian
selama 1-2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
3. Indikasi pembedahan
Indikasi pembedahan ditujukan pada pasien BPH yang tidak
menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa seperti:
a. Mengalami retensi urin berulang
b. Gagal medikamentosa
c. Hematuri berulang
d. Infeksi berulang
e. Divertikuli buli
f. Vesicolitiasis
4. Pembedahan
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka
yang biasa digunakan adalah:1
Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar
prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk
kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin
terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak
dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi
adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur
bedah abdomen mayor.
Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui
suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat
berguna untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka
bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan

19

rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah


inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi
abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik
ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam
pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol
dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi
dapat terjadi diruang retropubik.

Gambar terapi bedah


b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral
dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan,
reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan
cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak
tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai
berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan
apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang
langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter

20

threeway.

Irigasi

dilaksanakan

kandung

untuk

kemih

mencegah

secara

terus

menerus

pembekuan

darah.

Manfaat

pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas


sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih
singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada kandung
kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya
perdarahan, infeksi, fertilitas.
Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini
dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat
fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau
berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau kurang).
Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan instrument
kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien
bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%).
Terapi invasive minimal
Terapi invasive minimal dilakukan pada pasien dengan resiko
tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal
diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT),
Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), Transuretral Needle
Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA), dan Pemasangan stent
uretra atau prostatcatt.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2010. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar
Ilmu Bedah, EGC : Jakarta.
2. Fitriana, N., Zuhirman., Suyanto. 2014. Hubungan Benign Prostate
Hypertrophy Dengan Disfungsi Ereksi Di Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau.
FK Univ Riau. Vol. 1 No. 2
3. Daryanto, B., dkk. 2010. Pedoman Diagnosis & Terapi (Urologi RSU Dr.
Saiful Anwar). Malang: FK Univ Brawijaya
4. Kapoor, A. 2 0 1 2 . Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Management In
The

Primary Care Setting. Department ofUrology,McMaster University,

Ontario, Canada. 19 : 10-17.


5. Dhingra, N., Bhagwat, D. 2011. Benign Prostatic Hyperplasia: An Overview
of Existing Treatment. Journal of Pharmacology. Vol.43 No. 1
6. Snell, RS. 2013. Anatomi Klinis Berdasarkan Regio. Jakarta: EGC
7. Chenderawasi, SS., Astrawinata, DAW. 2008. Prostatitis Nonbakterial:
Penyebab dan Diagnosis. Maj Kedok Indon, Vol. 58 No. 8
8. Kevin, T., Clause G., Andrew L, dkk. 2016. Management Of Benign Prostatic
Hyperplasia (Bph). American Urological Association Education and
Research, Inc.

22

REFERAT

Terapi Medikamentosa Benign Prostat Hiperplasia


Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:
Mira Candra Karuniawati, S.Ked
J510165010
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu Kesehatan Bedah
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Pembimbing :
dr. Budi Yuwono, SpB

(..)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Budi Yuwono, SpB

(.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :

dr. Donna Dewi Nirlawati

(....)

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Bronkitis Akut
    Bronkitis Akut
    Dokumen20 halaman
    Bronkitis Akut
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case I Tetanus
    Case I Tetanus
    Dokumen16 halaman
    Case I Tetanus
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen9 halaman
    Bab 1
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case I Tetanus
    Case I Tetanus
    Dokumen29 halaman
    Case I Tetanus
    Ligar Hervian
    Belum ada peringkat
  • LOMBA_MEWARNAI
    LOMBA_MEWARNAI
    Dokumen21 halaman
    LOMBA_MEWARNAI
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus BRONKITIS AKUT - MIRA
    Laporan Kasus BRONKITIS AKUT - MIRA
    Dokumen24 halaman
    Laporan Kasus BRONKITIS AKUT - MIRA
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case II Scleroderma
    Case II Scleroderma
    Dokumen24 halaman
    Case II Scleroderma
    Ligar Hervian
    Belum ada peringkat
  • Paru
    Paru
    Dokumen12 halaman
    Paru
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Case II Thypoid Mira
    Case II Thypoid Mira
    Dokumen28 halaman
    Case II Thypoid Mira
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Omfalitis Bayi Baru Lahir
    Omfalitis Bayi Baru Lahir
    Dokumen15 halaman
    Omfalitis Bayi Baru Lahir
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Translate Jurnal
    Translate Jurnal
    Dokumen10 halaman
    Translate Jurnal
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Tugas Referat 2 - 2
    Tugas Referat 2 - 2
    Dokumen25 halaman
    Tugas Referat 2 - 2
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ujian Nabila
    Kasus Ujian Nabila
    Dokumen10 halaman
    Kasus Ujian Nabila
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • S. Limfoid.
    S. Limfoid.
    Dokumen32 halaman
    S. Limfoid.
    Olivia Nurudhiya
    Belum ada peringkat
  • Case II Thypoid Mira
    Case II Thypoid Mira
    Dokumen28 halaman
    Case II Thypoid Mira
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Dfu Journal
    Dfu Journal
    Dokumen4 halaman
    Dfu Journal
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Sinus Paranasal
    Anatomi Sinus Paranasal
    Dokumen27 halaman
    Anatomi Sinus Paranasal
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Dokumen22 halaman
    Anatomi Dan Fisiologi Hidung
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Kasus Toa
    Kasus Toa
    Dokumen21 halaman
    Kasus Toa
    Adjeng Retno Bintari II
    Belum ada peringkat
  • Penge Sah An
    Penge Sah An
    Dokumen2 halaman
    Penge Sah An
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Kulit
    Kulit
    Dokumen7 halaman
    Kulit
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • TRSLT Jrnalku
    TRSLT Jrnalku
    Dokumen13 halaman
    TRSLT Jrnalku
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Faktor Yang Terkait Dengan Dengue Shock Syndrome
    Faktor Yang Terkait Dengan Dengue Shock Syndrome
    Dokumen30 halaman
    Faktor Yang Terkait Dengan Dengue Shock Syndrome
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • TF
    TF
    Dokumen16 halaman
    TF
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Dis Tosia
    Dis Tosia
    Dokumen14 halaman
    Dis Tosia
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Seminar Skripsi
    Seminar Skripsi
    Dokumen44 halaman
    Seminar Skripsi
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • J 2
    J 2
    Dokumen14 halaman
    J 2
    RizkaNNatsir
    Belum ada peringkat
  • Scleroderma
    Scleroderma
    Dokumen6 halaman
    Scleroderma
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat
  • Translate Abstrak FIX
    Translate Abstrak FIX
    Dokumen14 halaman
    Translate Abstrak FIX
    Mira C. Karuniawati
    Belum ada peringkat