Anda di halaman 1dari 20

Bab II

Metodologi Analisis
Hasil sebuah survei, baik di bidang sosial maupun ekonomi, pada dasarnya
bertujuan untuk mengungkap isu-isu permasalahan yang berkembang di
masyarakat dan memperoleh fakta-fakta yang dapat digunakan untuk
monitoring dan evaluasi.
Survei MDGs tingkat kecamatan 2007 dirancang untuk menghasilkan data
dan informasi yang beragam, tidak hanya terbatas pada indikator-indikator
MDGs atau proksinya, tetapi juga indikator-indikator sosial ekonomi lainnya.
Dengan tersedianya data hasil survei ini, diharapkan akan terbangun sistim
data dan informasi di daerah sebagai landasan yang kuat bagi pemerintah
daerah dalam merumuskan berbagai kebijakan pembangunan di daerah.
Terkait dengan MDGs, analisis statistik ingin menjawab persoalanpersoalan:
(1) Bagaimana posisi suatu daerah (kabupaten/kecamatan) untuk
setiap tujuan dalam MDGs. (2) Di kecamatan mana pencapaian indikator
MDGs relatif masih rendah atau sudah cukup tinggi. (3) Apakah dengan
pencapaian yang ada tersebut target-target MDGs di tahun 2015 akan dapat
dipenuhi. (4) Faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mungkin
berpengaruh terhadap besaran indikator MDGs di suatu daerah.
Untuk menjawab semua pertanyaan ini, diperlukan suatu instrumen analisis
yang di dalam penelitian-penelitian sosial dikenal dengan analisis deskriptif
dan analisis inferensial. Analisis deskriptif menyimpulkan suatu fenomena
berdasarkan statistik yang dihasilkan dari suatu survei, sedangkan analisis
inferensial membuat generalisasi berdasarkan cici-ciri dan nilai dari hasil
sebuah survei melalui uji-uji statistik. Buku ini akan membatasi penjelasan
pada analisis deskriptif dengan alasan bahwa hasil survei MDGs lebih
diarahkan untuk melihat fenomena dan indikasi sosial yang sedang
berlangsung.
Beberapa konsep dasar statistik perlu dipahami terlebih dahulu untuk lebih
memudahkan pemahaman atas uraian-uraian berikutnya, yakni mencakup
pengertian variabel, data, statistik, dan indikator. Untuk lebih memudahkan
pemahaman, penjelasan konsep-konsep dasar tersebut akan dilengkapi
dengan contoh-contoh dan dihubungkan langsung dengan kuesioner survei
MDGs yang digunakan.
2.1 Konsep-konsep dasar
2.1.1 Variabel
Variabel atau peubah merupakan faktor yang menunjukkan sifat atau
menjelaskan ciri individu (wilayah, rumah tangga, orang, dan lain
sebagainya). Pada saat kita bicara individu wilayah, maka variabelnya dapat
berupa nama kabupaten (Bantaeng, Takalar, Bone, Polewali Mandar,
Mamuju), atau klasifikasi desa/kelurahan (perkotaan, perdesaan). Pada saat
kita bicara individu rumah tangga maka variabelnya dapat berupa nama
kepala rumah tangga (Andi Malangi, La Ode Ido, Watalata) atau jumlah
anggota rumah tangga (1, 2, 3, dst). Pada individu orang, maka variabelnya
dapat berupa jenis kelamin (laki-laki, perempuan) atau status perkawinan
(belum kawin, kawin, cerai hidup, cerai mati).
Pada dasarnya, hasil sebuah survei merupakan fakta-fakta sosial yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang memberikan pengaruh disebut
dengan variabel bebas (independent variable) sedangkan faktor yang
dipengaruhi disebut dengan variabel terikat (dependent variable). Tingkat
pendidikan, misalnya, banyak dipengaruhi oleh status sosial ekonomi
masyarakat. Umumnya, masyarakat yang mempunyai status sosial ekonomi
yang lebih tinggi cenderung mempunyai kesempatan yang lebih luas
memperoleh pendidikan dibandingkan masyarakat dengan status sosial
ekonomi yang lebih rendah; sehingga secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap tingkat pendidikan mereka yang lebih tinggi. Maka,
tingkat pendidikan adalah variabel terikat dan status sosial ekonomi
masyarakat sebagai variabel bebas.
Di dalam survei MDGs, seluruh pertanyaan yang dibangun di dalam
kuesioner merupakan variabel. Pada daftar MDGs2007.S Blok IV.A.
misalnya, nama anggota rumah tangga (kolom 2), hubungan dengan kepala
rumah tangga (kolom 3), jenis kelamin (kolom 4), umur (kolom 5), status
perkawinan (kolom 6), kecacatan (kolom 7), keikutsertaan pendidikan pra
sekolah (kolom 8), jenis pendidikan pra sekolah (kolom 9), kepemilikan akte
kelahiran (kolom 10), merupakan variabel-variabel yang informasinya akan
dikumpulkan.
Begitu juga pada Blok V.A, partisipasi sekolah (rincian 1), bulan/tahun
berhenti sekolah (rincian 2), alasan tidak/belum pernah sekolah atau tidak
sekolah lagi (rincian 3), jenjang pendidikan (rincian 4), tingkat/kelas yang
pernah diduduki (rincian 5), ijazah yang dimiliki (rincian 6) dan dapat
membaca dan menulis (rincian 7), merupakan faktor-faktor (variabel) yang
berkaitan dengan pendidikan; variabel-variabel pada Blok V.B. berkaitan
dengan ketenagakerjaan, dan seterusnya.
6
2.1.2 Data
Informasi yang diperoleh dari setiap variabel pada masing-masing individu
disebut data, dapat berupa data kualitatif (berupa sifat) maupun kuantitatif
(angka). Dalam contoh jumlah anggota rumah tangga, maka informasi 1
atau 2 atau 3 disebut sebagai data kuantitatif, sedangkan dalam contoh
jenis kelamin yang menghasilkan informasi laki-laki atau perempuan disebut
sebagai data kualitatif. Analisis yang dilakukan terhadap data kualitatif
disebut dengan analisis kualitatif; sedangkan analisis terhadap data
kuantitatif disebut dengan analisis kuantitatif.
Variabel jenis kelamin merupakan data kualitatif yang mudah didefinisikan.
Namun, seringkali variabel sosial menghasilkan data kualitatif yang sulit
didefinisikan, misalnya, variabel kualitas beribadah dengan data yang
dihasilkan sangat baik, baik, cukup, dan kurang. Ukurannya sangat relatif,
karena untuk satu kategori jawaban dapat diinterpretasikan berbeda untuk
setiap orang. Itu pula sebabnya, analisis kualitatif relatif lebih rumit
dibandingkan analisis kuantitatif karena memerlukan pendalaman (probing)
terhadap faktor-faktor yang dianalisis dan penarikan kesimpulannya juga
harus dilakukan lebih hati-hati.
Dalam kenyataannya, terminologi data sering secara langsung diasosiasikan
sebagai data kuantitatif atau data yang berbentuk angka. Data (kuantitatif)
yang terkumpul dari semua individu (wilayah, rumah tangga, orang) akan
sangat banyak sekali dan tidak akan berarti sama sekali apabila tidak
disimpulkan dalam suatu informasi yang sederhana. Oleh sebab itu, data
yang sangat banyak tersebut disederhanakan hingga menjadi suatu angka
yang bermakna yang disebut dengan statistik.
2.1.3 Statistik
Statistik didefinisikan sebagai suatu angka yang digunakan untuk mengukur
sesuatu atau suatu ukuran yang dihasilkan dari suatu data sampel. Sampel
yang dimaksud disini adalah individu yang telah disebutkan sebelumnya,
dapat berupa wilayah, rumah tangga, maupun orang. `
Dikenal istilah statistik deskriptif, teknik yang digunakan untuk menyimpulkan
dan memberikan makna dari suatu kumpulan data. Di dalam buku ini tidak
semua ukuran deskripsi akan disampaikan, tapi dibatasi pada ukuran
deskriptif utama saja yaitu ukuran kecenderungan terpusat (central
tendency) dan ukuran variasi (variation).
7
Statistik yang sering digunakan sebagai alat ukur untuk kecenderungan
terpusat adalah rata-rata dan median (selain modus); sedangkan alat ukur
untuk variasi data yang sering digunakan adalah rentang (range) dan deviasi
standar (standard deviation). Perlu ditambahkan disini, bahwa data yang
disajikan dalam suatu gambar, misalnya histogram (akan dijelaskan
kemudian) dapat juga dijadikan sebagai alat untuk memberikan makna dari
suatu kumpulan data.
Rata-rata, didefinisikan sebagai rata-rata hitung dari seluruh nilai (data).
Dalam pernyataan sederhana, rata-rata hitung adalah jumlah dari nilai (data)
dibagi banyaknya data.
Contoh:
Bila diperoleh data umur 15 orang dewasa (dalam tahun) adalah 25, 24, 30,
42, 19, 20, 23, 27, 51, 22, 31, 34, 33, 37, 41, maka rata-rata umur 15 orang

dewasa tersebut adalah (25+24+30+42+19+20+ 23+27+51+22+31+34+33+


37+41) dibagi 15, yaitu 30,6 (tahun).
Median, didefinisikan sebagai nilai yang membagi banyaknya data kepada

dua paruh yang sama banyaknya. Dalam contoh umur 15 orang dewasa di
atas, diperlukan syarat untuk mendapatkan nilai median dengan melakukan
pengurutan nilai (data) dari yang terkecil yang ke terbesar, menjadi 19, 20,
22, 23, 24, 25, 27, 30, 31, 33, 34, 37, 41, 42, 51. Nilai median dari data ini
adalah 30, karena membagi banyaknya data kepada sebanyak 7 orang
dengan nilai di bawah 30 dan 7 orang dengan nilai di atas 30.
Contoh data yang diterapkan untuk menjelaskan rata-rata dan median di
atas merupakan data yang tidak berkelompok, yaitu data yang tidak
dikelompokkan ke dalam kelas-kelas. Untuk data yang berkelompok, yang
pada dasarnya juga diperoleh dari data yang tidak berkelompok, rumusan
dan penghitungannya sedikit agak berbeda, namun pengertian dasarnya
tetap sama. Dengan banyaknya sekarang tersedia program pengolahan
untuk penghitungan statistik, rata-rata dan median dapat diperoleh dengan
mudah.
Rentang, didefinisikan sebagai besar perbedaan antara nilai terbesar dan
nilai terkecil dari sekelompok data. Dalam contoh umur 15 orang dewasa di
atas, maka nilai terkecil adalah 19, sedangkan nilai terbesar adalah 51.
Dengan demikian nilai rentangnya adalah 51-19, yaitu 32.
Deviasi standar, didefinisikan sebagai akar dari rata-rata kuadrat selisih
masing-masing nilai (data) terhadap nilai rata-ratanya. Dalam contoh di atas,
apabila Xi adalah umur dari orang yang ke-i ( i = 1 s/d 15) dan x adalah
rata-rata umur dari ke 15 orang tersebut, maka deviasi standar yang
dihasilkan adalah: v ( Xi x )2 / 15
2.1.4 Indikator
Semua statistik yang dihasilkan dari sebuah survei pada dasarnya adalah
untuk menjawab berbagai persoalan sesuai dengan yang telah dirancang
dalam tujuan survei itu sendiri. survei MDGs, misalnya, salah satu tujuannya
adalah untuk menjawab persoalan: sudah sampai sejauh mana target MDGs
telah dicapai di suatu wilayah. Statistik yang digunakan untuk menjawab
persoalan itu disebut dengan indikator.
Lebih jelasnya lagi, indikator didefinisikan sebagai alat ukur berupa statistik
yang dapat menunjukkan kondisi, perbandingan, kecenderungan, atau
perkembangan suatu hal yang diamati. Indikator diturunkan dari
perhitungan-perhitungan statistik, dapat berupa jumlah, proporsi,
persentase, angka/tingkat atau rate, ratio, maupun indeks.
Jumlah anak yatim piatu karena HIV (salah satu indikator MDGs di dalam
goal 4), proporsi penduduk di bawah garis kemiskinan atau persentase
penduduk di bawah garis kemiskinan (salah satu indikator di dalam goal 1),
angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun (salah satu indikator di dalam
goal 2) dan indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan contoh-contoh
indikator menurut jenisnya.
Indikator jumlah merupakan indikator yang dibentuk oleh hanya satu
komponen data, namun untuk indikator proporsi, persentase, rate , rasio,
atau indeks melibatkan dua atau lebih komponen data.
Jumlah anak yatim/piatu karena HIV/AIDS hanya dibentuk oleh data anak
yatim piatu yang terkena HIV/AIDS; sedangkan proporsi penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan dibentuk oleh dua komponen data, yaitu
penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dan penduduk
keseluruhan. Bahkan, IPM dibentuk oleh 4 komponen data (sekaligus juga
merupakan indikator), yaitu umur harapan hidup, angka melek huruf, rata-
rata lama sekolah, dan daya beli (purchasing power parity); dan masingmasing
dihitung dari beberapa komponen pembentuk.
Statistik jumlah merupakan indikator sederhana karena merupakan total
data dari suatu faktor yang diamati. Dalam analisis, pemanfaatan statistik
jumlah sebagai indikator harus digunakan secara hati-hati karena dapat
menyesatkan sebuah kesimpulan.
Contoh:
Di Kecamatan A tercatat jumlah penduduk usia 5 tahun ke atas yang
bersekolah 2.250 orang, sedangkan di Kecamatan B hanya 1.200 orang.
Fenomena dari dua statistik ini tidak dapat digunakan secara langsung untuk
menyimpulkan bahwa partisipasi pendidikan penduduk di Kecamatan B lebih
9
buruk dibandingkan penduduk di Kecamatan A, namun sangat tergantung
sekali terhadap banyaknya jumlah penduduk usia 5 tahun ke atas di masingmasing
kecamatan. Bila di Kecamatan A terdapat penduduk usia 5 tahun ke
atas sebanyak 75.000 orang dan di Kecamatan B sebanyak 30.000 orang,
maka diperoleh persentase penduduk usia 5 tahun ke atas yang bersekolah
di Kecamatan A sebesar 3,0 persen sedangkan di Kecamatan B sebesar 4,0
persen. Dengan kata lain, kesimpulan yang benar adalah tingkat partisipasi
sekolah penduduk 5 tahun ke atas di Kecamatan B sebenarnya lebih baik
dibandingkan penduduk di Kecamatan A. Dalam persoalan ini, maka angka
persentase lebih tepat digunakan dibandingkan dengan angka jumlah.
Suatu indikator dikatakan baik apabila memenuhi sedikitnya empat syarat
utama, yaitu sahih (mampu mengukur dengan baik suatu fenomena), objektif
(memberikan nilai yang sama walaupun diukur oleh siapapun), sensitif
(mampu mendeteksi perubahan sekecil apapun), dan unik (hanya untuk
mengukur persoalan yang diamati). Indikator MDGs dibangun sedemikian
rupa dengan memenuhi syarat-syarat di atas tadi. Namun yang menjadi
persoalan adalah data pembentuk indikator MDGs tidak semuanya tersedia
tetapi harus didekati dengan suatu indikator proksi. Oleh sebab itu,
beberapa penulis menambahkan syarat data tersedia sebagai syarat
mendapatkan indikator yang baik.
Sekadar mengingatkan, bahwa ada sebanyak 48 indikator MDGs (goal 1
sampai dengan goal 8) yang dikeluarkan oleh Badan Dunia (UN). Adapun
indikator MDGs nasional terdiri dari 31 indikator dan hanya mencakup goal 1
hingga goal 7, sementara sebanyak 17 indikator pada goal 8 belum
diperhitungkan. Selain itu, dirumuskan pula indikator-indikator pendukung
dalam rangka memperoleh gambaran faktor-faktor lainnya yang terkait
dengan MDGs.
Pada tingkat kabupaten/kecamatan, indikator goal 1 hingga goal 7
dikembangkan menjadi sekitar 100 indikator. Sebagian besar diperoleh dari
survei MDGs, namun sebagian lainnya diperoleh dari data sektoral.
Dalam penyusunan indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja
sebuah program diperlukan acuan yang berorientasi pada tujuan dan
sasaran suatu program dan dapat melihat setiap perubahan kegiatan yang
terjadi untuk mencapai target program. Oleh sebab itu, indikator dapat
dibedakan dalam 3 (tiga) kelompok besar berdasarkan tahapan sebuah
program meliputi indikator masukan (inputs), indikator proses, dan indikator
keluaran (outputs).
10
Indikator masukan, merupakan indikator yang menunjukkan segala sesuatu
yang diperlukan untuk mencapai target suatu program. Jumlah sekolah,
jumlah guru, jumlah kelas, dan jumlah meja/kursi belajar merupakan
indikator input sebuah program upaya pendidikan yang bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi sekolah.
Indikator proses, merupakan indikator yang menunjukkan proses
berlangsungnya kegiatan untuk mencapai target program. Dalam program
upaya pendidikan di atas, maka indikator tingkat absensi murid, rata-rata
jam belajar dapat dijadikan sebagai indikator proses.
Indikator keluaran, merupakan indikator yang dapat menunjukkan capaian
suatu kegiatan dari suatu program. Persentase anak yang lulus merupakan
salah satu contoh indikator keluaran. Capaian disini dapat memberikan hasil
banyaknya anak yang diterima di Perguruan Tinggi, memberikan manfaat
dengan banyaknya pekerja yang berpendidikan, dan memberikan dampak
pada produktivitas kerja.
Dalam mengevaluasi keberhasilan atau kinerja sebuah program, indikatorindikator
masukan, proses dan keluaran seharusnya dianalisis menyeluruh.
Namun seringkali pengambil kebijakan dan keputusan hanya melihat pada
indikator keluaran dengan mengabaikan indikator masukan maupun proses.
Hal ini dapat saja dibenarkan apabila sudah diyakini bahwa masukan dan
proses benar-benar sudah sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu,
masih banyak pengambil kebijakan yang menilai kinerja sebuah program
berdasarkan indikator tidak terukur (tidak berdasarkan data kuantitatif) dan
melupakan indikator terukur (yang berdasarkan data kuantitatif).
Berikut diberikan salah satu contoh gambaran mengenai hubungan antara
program, kegiatan, dan indikator kinerja.
Program Kegiatan Indikator
Program perbaikan
gizi masyarakat
Meningkatkan
penyuluhan gizi
masyarakat
Terlaksananya penyuluhan
gizi masyarakat
Persentase kader yang ikut
penyuluhan
Persentase Posyandu yang
kadernya ikut penyuluhan
Persentase sekolah yang
gurunya ikut penyuluhan
Indikator terlaksananya penyuluhan gizi masyarakat ini disebut sebagai
indikator tidak terukur, sementara indikator persentase kader yang ikut
penyuluhan, persentase posyandu yang kadernya ikut penyuluhan, dan
persentase sekolah yang gurunya ikut penyuluhan merupakan indikatorindikator
terukur.
2.2 Tabel dan Grafik
Tabel dan grafik merupakan penyajian data dalam bentuk visual yang sering
digunakan untuk menjelaskan suatu gambaran/fenomena. Penyajian statistik
dalam bentuk tabel dan grafik mempunyai keuntungan: (1). dapat
menyajikan data secara lebih komprehensif, padat, singkat dan sederhana,
(2). dapat menonjolkan sifat-sifat dari data dengan lebih jelas, (3).
memberikan dasar penguraian data.
Tabulasi atau proses penyusunan tabel dapat dikatakan merupakan langkah
awal sebuah analisis statistik dengan menghitung dan menyajikan frekuensi
dari setiap kategori variabel. Hasilnya berupa tabel frekuensi, yang dapat
dibedakan atas tabel frekuensi satu arah, yaitu suatu tabel yang
menunjukkan banyaknya (frekuensi) kasus/kejadian/data pada setiap
kategori sebuah variabel; dan tabel silang yang melibatkan 2 atau lebih
variabel.
Rancangan tabulasi ini sebenarnya sudah disiapkan sebelum survei
dilakukan dalam bentuk dummy table, yaitu rancangan tabel yang akan
dihasilkan sesuai tujuan survei dan belum memuat data apapun. Untuk
melihat partisipasi masyarakat dalam kepemilikan akte kelahiran, misalnya,
sudah harus disiapkan dummy tabel (tabel kosong) yang dirancang untuk
memuat banyaknya (atau persentase) anak yang memiliki dan tidak memiliki
akte kelahiran.
Catatan:
Dalam survei MDGs, anak yang jadi pengamatan adalah penduduk usia
0-18 tahun saja
2.2.1 Tabel frekuensi satu arah
Proses penyusunannya tabel frekuensi satu arah relatif sederhana, yaitu:
(1). merumuskan terlebih dahulu kelas data (kelompok data) yang akan
dijelaskan, (2i). membuat kerangka tabel penyajian, (3). menghitung
banyaknya data pada masing-masing kelas.
Kelas data adalah suatu pengelompokan data dengan kode/ciri tertentu, baik
berupa kategorikal (misalnya untuk status perkawinan: belum kawin, kawin,
cerai hidup, cerai mati) maupun kuantitatif (misalnya untuk umur: 0-4, 5-9,
10-14, 15+). Jadi, apabila ingin diketahui berapa banyaknya penduduk
berdasarkan status perkawinan, maka diperlukan tabel frekuensi yang
menunjukkan banyaknya penduduk yang berstatus belum kawin, kawin,
cerai hidup, dan cerai mati.
Syarat yang perlu diperhatikan dalam membentuk kelas data adalah tidak
boleh saling tindih (overlapping). Misalnya, data umur tidak boleh dibuat
dalam kelompok umur (0-10), (8-15), dan 16 tahun ke-atas karena kategori
(0-10) dan (8-15) tahun ada yang tumpang tindih, dimana penduduk yang
berumur 9 tahun, dapat masuk pada kelompok umur (0-10) tahun, tetapi
juga masuk pada kelompok umur (8-15) tahun.
Contoh tabel frekuensi satu arah:
Tabel 2.1 Jumlah Balita menurut Penolong Kelahiran
di Kabupaten X Tahun 2007
Penolong Kelahiran Jumlah %
(1) (2) (3)
Dokter ahli kandungan
Dokter umum
Bidan
Perawat
Dukun bayi
Keluarga/lainnya
25
24
61
30
55
5
12,5
12,0
30,5
15,0
27,5
2,5
Jumlah 200 100,00
Kolom (1) penolong kelahiran merupakan kategori, kolom (2) jumlah
merupakan frekuensi. Umumnya, tabel frekuensi hanya memuat kolom (1)
dan (2) saja. Namun, apabila yang diinginkan hanya untuk melihat pola
penolong kelahiran, maka tabel yang disajikan cukup dengan kolom (1) dan
(3). Tabel ini disebut dengan tabel frekuensi relatif atau distribusi frekuensi
relatif.
2.2.2 Tabel silang (tabel dua arah atau lebih)
Pada dasarnya tabel silang merupakan bentuk penyajian statistik yang
menunjukkan banyaknya kasus/kejadian pada setiap persilangan kategori
dari dua variabel atau lebih. Tabel silang ini merupakan instrumen analisis
yang sangat penting untuk melihat secara sederhana hubungan antara dua
variabel atau lebih.
Untuk lebih mudahnya, dalam kasus balita menurut penolong kelahiran tadi.
Ada isu, bahwa masyarakat di pedesaan cenderung lebih memilih dukun
bayi dalam proses kelahiran anaknya dibandingkan tenaga dokter. Untuk
menjawab persoalan itu secara sederhana, diperlukan tabel silang yang
menghubungkan kategori-kategori penolong kelahiran dengan kategori
klasifikasi desa/kelurahan, dalam hal ini perkotaan dan pedesaan.
Contoh tabel silang:
Tabel 2.2 Jumlah Balita menurut Penolong Kelahiran dan Daerah
di Kabupaten X Tahun 2007
Penolong Kelahiran Perkotaan Perdesaan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Dokter ahli kandungan
Dokter umum
Bidan
Perawat
Dukun bayi
Keluarga/lainnya
20
18
25
10
12
1
5
6
36
20
43
4
25
24
61
30
55
5
Jumlah 86 114 200
Dengan berkembangnya ilmu komputer dan tersedianya berbagai paket
program pengolahan berbasis statistik dewasa ini, maka pengolahan
maupun penyajian tabel frekuensi maupun tabel-tabel lainnya sangat cepat
dan mudah dilakukan. Paket program yang populer untuk mengolah data
menjadi statistik antara lain SPSS, SAS, maupun MiniTab.
Tabel silang di atas dapat juga disajikan dalam bilangan relatif atau
persentase dengan menentukan terlebih dulu bilangan yang digunakan
sebagai penyebut. Dalam menentukan bilangan yang menjadi penyebut
harus hati-hati dan disesuaikan dengan arah analisis yang kita inginkan.
Berikut disajikan dua tabel frekuensi relatif dari pengembangan tabel 2.2 di
atas.
Tabel 2.3 Persentase Balita menurut Penolong Kelahiran dan Daerah
di Kabupaten X Tahun 2007
Penolong Kelahiran Perkotaan Perdesaan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Dokter ahli kandungan
Dokter umum
Bidan
Perawat
Dukun bayi
Keluarga/lainnya
23,26
20,93
29,07
11,63
13,95
1,16
4,39
5,26
31,58
17,54
37,72
3,51
12,50
12,00
30,50
15,00
27,50
2,50
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Tabel 2.4 Persentase Balita menurut Penolong Kelahiran dan Daerah
di Kabupaten X Tahun 2007
Penolong Kelahiran Perkotaan Perdesaan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Dokter ahli kandungan
Dokter umum
Bidan
Perawat
Dukun bayi
Keluarga/lainnya
80,00
75,00
40,98
33,33
21,82
20,00
20,00
25,00
59,02
66,67
78,18
80,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Jumlah 43,00 57,00 100,00
Tabel 2.3 menggunakan perkotaan dan perdesaan sebagai fokus
pengamatan, sedangkan tabel 2.4 menggunakan populasi dokter ahli
kandungan, dokter umum, bidan, perawat, dukun bayi, dan keluarga/lainnya
sebagai fokus pengamatan. Pada topik analisis deskriptif akan dijelaskan
lebih rinci tentang perbedaan kedua hal ini.
Suatu penyajian data tabel yang baik harus memuat unsur-unsur tabel: (1).
nomor tabel, (2). Judul tabel, (3). Baris (anak baris), (4). Judul baris (anak
baris), (5). Kolom (anak kolom), (6). Judul kolom (anak kolom, (7). Sumber
data, dan (8). Catatan.
Pada intinya, nomor tabel bertujuan untuk menyederhanakan atau
memudahkan pembaca merujuk tabel yang sedang dijelaskan. Nomor tabel
dapat dibuat berurut berdasarkan angka, tetapi juga dapat dibuat
berdasarkan alphabet; atau kombinasinya.
Contoh: tabel 2, tabel 3.1, tabel 4.1.1, tabel A, tabel A.1, dan sebagainya.
Judul tabel harus menggambarkan data apa yang disajikan, lokasi
pengumpulan data yang diamati, dan waktu pengumpulannya. Dalam contoh
tabel 2.1, data yang disajikan adalah jumlah balita menurut penolong
kelahiran, lokasi pengumpulan data di Kabupaten X, dan waktu
pengumpulannya tahun 2007.
Baris (anak baris) maupun Kolom (anak kolom) menunjukkan posisi kelas

kelas atau kategori-kategori dari variabel data yang disajikan. Dalam Tabel
2.1, terdapat sebanyak 7 baris (termasuk baris jumlah) dan 4 kolom
(termasuk kolom jumlah). Sedangkan judul baris (anak baris) maupun judul
kolom (anak kolom) merupakan kelas/kategori dari variabel yang
bersesuaian posisinya (baris maupun kolom). Misalnya, pada tabel 2.1, judul
barisnya adalah penolong kelahiran dengan baris 1 adalah dokter ahli
kandungan, baris 2 dokter umum, baris 3 bidan, baris 4 perawat, baris 5
dukun bayi, dan baris 6 keluarga/lainnya. Judul kolomnya adalah klasifikasi
desa/kelurahan dengan kolom 1 adalah penolong kelahiran, kolom 2 adalah
perkotaan, dan kolom 3 perdesaan.
Sumber data merupakan rujukan terhadap asal data diperoleh, dapat berupa
pihak penyelenggara survei maupun nama kegiatan survei darimana data
yang disajikan dalam tabel tersebut didapatkan. Hal ini penting artinya,
selain merupakan penghargaan terhadap pihak maupun survei yang
dijadikan rujukan, tetapi juga membuktikan bahwa data tersebut merupakan
data faktual, bukan data yang dikarang-karang. Walaupun demikian, tabeltabel
yang dihasilkan dari sebuah survei dimana analisisnya membahas
hasil survei itu sendiri, sumber data umumnya tidak perlu dicantumkan
seperti halnya analisis hasil survei MDGs ini.
Catatan: dicantumkan dalam sebuah tabel untuk menyampaikan informasi
penting berkaitan dengan tabel yang disajikan agar tidak menimbulkan salah
pengertian dalam membaca sebuah tabel. Misalnya, apabila data yang
disajikan pada tabel belum merupakan data final, maka dapat diberi catatan
sebagai angka sementara.
2.2.3 Grafik
Grafik merupakan bentuk penyajian statistik berupa gambar, berupa diagram
batang (bar chart) atau sering juga disebut dengan histogram, diagram garis
(line chart), diagram lingkaran (pie chart), diagram laba-laba (spider chart),
dan lain-lain sebagainya. Selama ini, diagram batang, garis, dan lingkaran
paling sering digunakan. Namun dengan kemajuan teknologi komputer,
software, dan seni grafis, jenis penyajian data sangat maju berkembang dan
dikemas dengan tampilan yang sangat menarik.
Grafik pada umumnya dibentuk berdasarkan data pada tabel yang sudah
ada. Namun, berbagai program pengolahan data sekarang ini sudah mampu
menghasilkan grafik secara langsung. Tatacara pembuatan diagram batang,
garis, dan lingkaran secara khusus telah dijelaskan pada pelatihan
pengolahan data.
Contoh diagram batang:
Gambar 2.1: Persentase Balita menurut Penolong Kelahiran
di Kabupaten X Tahun 2007
0
5
10
15
20
25
30
35
Dokter ahli Dokter umum Bidan Perawat Dukun bay i Keluarga/Lain
2.3 Analisis Statistik dan Penerapannya terhadap Hasil Survei MDGs
Harus diakui bahwa sangat banyak analisis yang dapat dilakukan terhadap
hasil suatu survei mulai dari analisis yang sederhana hingga analisis yang
sangat rumit . Bagi kalangan pengambil kebijakan dan keputusan, analisis
yang sederhana dan mudah dicerna umumnya lebih disukai dibandingkan
dengan analisis yang mendalam, sedangkan bagi peneliti yang pada
dasarnya berkecimpung dalam pengembangan teori cenderung melakukan
analisis yang lebih rumit.
Mengingat bahwa salah satu tujuan survei MDGs kecamatan adalah untuk
menghasilkan beragam informasi yang diperlukan untuk monitoring dan
evaluasi kebijakan pembangunan, maka metode analisis statistik yang akan
diuraikan di dalam buku ini lebih dikhususkan bagi kepentingan pengambil
keputusan, yang cenderung menggunakan analisis praktis dan sederhana.
Walaupun demikian, metodologi analisis yang akan dijelaskan nanti tetap
memenuhi kaidah-kaidah statistik yang dapat diaplikasikan secara mudah.
Seperti telah disinggung sebelumnya, terdapat dua instrumen analisis yaitu
analisis deskriptif dan analisis inferensi. Dalam tulisan ini, penjelasan
analisis statistik lebih difokuskan kepada analisis deskriptif dari data-data
kuantitatif yang dihasilkan dari survei MDGs. Analisis ini umumnya
membahas besaran-besaran statistik, pola, melihat keterbandingannya antar
wilayah maupun antar waktu, serta melihat hubungan antar faktor.
Analisis yang dilakukan mencakup: (1). Sejauh mana pencapaian indikator
MDGs di kabupaten. (2). Bagaimana posisi suatu kecamatan dibandingkan
kecamatan lainnya dalam setiap indikator. (3). Apakah di tahun 2015
kabupaten/kecamatan akan dapat mencapai target MDGs yang ditetapkan
oleh UN maupun Pemerintah Daerah setempat. (4). Faktor-faktor apa
sajakah yang mungkin mempengaruhi pencapaian indikator di suatu
kabupaten/kecamatan.
Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian MDGs suatu kabupaten, maka
diperlukan nilai indikator MDGs ataupun proksinya yang dihasilkan dari
survei MDGs. Untuk menjawab bagaimana posisi suatu kecamatan
dibandingkan dengan kecamatan lainnya dalam pencapaian target indikator
MDGs dilakukan analisis spasial, analisis keterbandingan nilai-nilai indikator
antar kecamatan. Untuk menjawab apakah pencapaian indikator MDGs di
kabupaten/kecamatan yang ada sekarang dapat menggambarkan
kemungkinan tercapainya target MDGs yang ditetapkan tahun 2015
diperlukan analisis regresi, analisis yang memperlihatkan perkembangan
18
indikator dari beberapa titik waktu. Sedangkan untuk melihat apakah ada
faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian indikator MDGs di suatu
kecamatan akan dilakukan analisis kualitatif sederhana, dengan melihat
hubungan indikator-indikator MDGs dengan indikator-indikator sosial
lainnya.
Mengingat bahwa tidak semua indikator MDGs dapat dihasilkan dari survei
ini, maka analisis seyogyanya tidak hanya difokuskan pada indikatorindikator
MDGs, namun juga terhadap indikator sosial ekonomi lainnya yang
datanya juga dikumpulkan melalui survei ini.
Untuk sampai pada tahap analisis statistik, maka harus disiapkan instrumeninstru
men
analisis, yang disajikan baik berupa indikator-indikator, tabel satu
arah, tabel silang, maupun grafik-grafik. Instrumen analisis ini menuntut
pemahaman tentang topik yang akan dianalisis serta statistik (indikator) apa
yang digunakan. Dan yang tak kalah pentingnya adalah pemahaman
terhadap sifat data yang digunakan, yaitu tentang konsep dan definisi dari
variabel-variabel maupun kategori-kategori yang digunakan dalam survei
MDGs.
Langkah awal analisis terhadap instrumen-instrumen yang dihasilkan dari
survei MDGs tersebut adalah mengamati besaran atau nilai indikator MDGs
maupun proksinya. Semua indikator MDGs maupun indikator proksi yang
dihasilkan dari survei MDGs menjadi bahan utama analisis. Hal yang penting
yang dilakukan adalah menekankan penjelasan pada besaran atau nilai
indikator dan membandingkan besaran ini dengan target pemerintah daerah
yang tercatat dalam dokumen-dokumen resmi pemerintah daerah seperti
Rencana Strategis Daerah (Renstrada), LPPJ Bupati, dan lain sebagainya.
Misalnya diperoleh nilai indikator angka partisipasi sekolah penduduk 7-12
tahun di Kabupaten X sebesar 87,5. Angka ini berarti sebanyak 88 dari
sebanyak 100 penduduk yang berusia 7-12 tahun tercatat bersekolah.
Angka nasional tahun 2006, misalnya, tercatat sebesar 97,39; dan target
pemerintah daerah di dalam Renstrada katakan sebesar 88,6. Maka dalam
analisis, hal penting yang dapat dideskripsikan adalah:

Angka partisipasi sekolah penduduk 7-12 tahun di Kabupaten X relatif


masih jauh dibandingkan rata-rata nasional
Angka partisipasi sekolah penduduk 7-12 tahun di Kabupaten X relatif
dekat dengan target pemerintah daerah di dalam Renstrada
Dari kedua pernyataan di atas, ternyata target yang ditetapkan dalam
Renstrada lebih realistis dibandingkan dengan target nasional.
Semakin banyak mengaitkan angka partisipasi sekolah dengan variabelvariabel
lainnya, maka semakin banyak informasi yang dapat diungkap.
Dalam kasus di atas, kita dapat mengaitkan budaya menyekolahkan anak,
keterbatasan keuangan daerah untuk membangun sekolah, kemampuan
sosial ekonomi masyarakat untuk menyekolahkan anak, dan lain sebagainya
terhadap masih rendahnya partisipasi sekolah anak usia 7-12 tahun
tersebut.
Langkah selanjutnya adalah melihat perbandingan nilai indikator antar
kecamatan dengan melihat nilai yang paling rendah dan nilai yang paling
tinggi (nilai-nilai ekstrim). Dalam analisis perbandingan antar wilayah,
sebaiknya perlu didukung berbagai informasi seperti kondisi geografis,
potensi wilayah, budaya masyarakat, serta aspek-aspek lain yang
diharapkan menjadi ciri khas masing-masing kecamatan.
Kerangka tabel berikut diperlukan sebagai instrumen analisis, baik pada saat
mendeskripsikan nilai indikator MDGs kabupaten maupun analisis
keterbandingan antar kecamatan.
Tabel 2.5 Beberapa Indikator Pendidikan menurut Kecamatan
di Kabupaten X Tahun 2007
Kecamatan Indikator 1 Indikator 2 Indikator .
(1) (2) (3) (4)
Kecamatan A
Kecamatan B
Kecamatan C

Kecamatan Z
Kabupaten
Atau, untuk masing-masing indikator, dapat juga disajikan dalam bentuk
diagram batang untuk melihat perbandingan besaran indikator setiap
kecamatan.
Gambar 2.2 Indikator 1 menurut Kecamatan
di Kabupaten X Tahun 2007
0
5
10
15
20
25
30
35
Kecamatan A Kecamatan B Kecamatan C Kecamatan Z
Untuk memberikan deskripsi yang lebih dalam terhadap kecamatankecamatan
dengan nilai ekstrim (terbesar atau terkecil), pemahaman
tentang kondisi masing-masing kecamatan menjadi sangat penting artinya,
khususnya berkaitan dengan indikator ataupun faktor-faktor lain terkait
dengan indikator yang sedang dianalisis.
Salah satu analisis yang mungkin agak sulit dilakukan adalah untuk
menjelaskan apakah target yang ingin dicapai MDGs pada tahun 2015
kemungkinan akan dapat dicapai berdasarkan besaran indikator MDGs yang
sudah dicapai kabupaten/kecamatan tahun 2007 yang dihasilkan dari survei
MDGs.
Untuk menjawab pertanyaan ini minimal diperlukan dua besaran nilai
indikator dari waktu yang berbeda, dimana salah satunya sudah dihasilkan
dari survei MDGs. Dengan dua titik nilai tersebut, maka dapat dilakukan
analisis regresi terhadap perkiraan pencapaian target di tahun 2015.
Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) kor yang
mengumpulkan data sosial ekonomi untuk penyajian hingga level
kabupaten/kota, sebagian informasi yang dikumpulkan dapat juga
menghasilkan indikator MDGs sampai level kabupaten/kota, tetapi tidak level
kecamatan. Sehingga, analisis regresi hanya dapat dilakukan terbatas pada
tingkat kabupaten/kota. Tetapi kabupaten yang pernah menyelenggarakan
Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda), beberapa indikator MDGs
kemungkinan dapat dihasilkan, sehingga analisis regresi tingkat kecamatan
dapat juga dilakukan.
Misalkan Kabupaten X pernah menyelenggarakan Suseda tahun 2004 yang
menghasilkan angka partisipasi murni (APM) usia 15-24 tahun di Kecamatan
A sebesar 93,54 dan hasil survei MDGs tahun 2007 menghasilkan angka
94,11. Kondisi ini dapat menjelaskan, bahwa dalam waktu 3 tahun (periode
2004-1007) terjadi kenaikan APM sebesar 0,57 persen. Dengan
mengasumsikan kenaikan APM-nya berbanding lurus (linier), maka
diperkirakan pada tahun 2015 pencapaian APM sebesar 95,85 persen, yang
berarti masih ada 4,15 persen penduduk usia 7-12 tahun yang belum/tidak
bersekolah di jenjang pendidikan SD.
Hasil-hasil analisis kuantitatif perlu dilengkapi dengan analisis kualitatif unt
uk
melihat kemungkinan tercapainya target MDGs di tahun 2015. Penjelasan
yang bersifat kualitatif sangat dibutuhkan guna memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pencapaian target. Misalkan saja, dari hasil survei
MDGs diperoleh data persentase perempuan yang bekerja di sektor nonpertanian
sebesar 12,5 persen, sementara target MDGs adalah salah
satunya menghilangkan ketimpangan jender, maka diperlukan keterangan
kualitatif yang mengaitkan indikator ini dengan data perkembangan
kesempatan kerja, perkembangan jenjang pendidikan perempuan, dan lain-
lain.
Pada dasarnya, berbagai metode analisis yang digunakan terhadap hasil
survei MDGs hanya merupakan alat untuk menjelaskan dan menyimpulkan
fenomena yang digambarkan oleh statistik atau indikator-indikator yang
dihasilkan dari survei MDGs. Pemahaman terhadap indikator MDGs,
pemahaman terhadap konsep dan definisi yang digunakan, serta
pengetahuan berbagai teori sosial menjadi syarat penting untuk menafsirkan
makna data dan informasi yang dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai