Anda di halaman 1dari 5

Keberanian Milik Orang “Biasa”

That one simple word carries such a heavy meaning to it, such power. It can vary
from something as simple as being kind so someone that no one else will befriend to
the extreme of holding your ground in the face of a raging battle.

There are so many kinds of bravery and yet one thing remains constant for each of
them: they are all highly respected. (http://burnheart.deviantart.com/)

Untuk hidup orang memang membutuhkan keberanian. Untuk bertahan hidup


orang membutuhkan keberanian. Untuk bertahan hidup dan menjalani impian,
orang membutuhkan keberanian. Untuk tetap bertahan dalam keyakinan mengenai
kehidupan apa yang harus dijalani, orang membutuhkan keberanian.

Kata “keberanian” atau “courage” begitu mendominasi pikiran. Saat ini saya sedang
mengagumi keberanian sepasang suami-istri yang membuka warung makan Nasi
Gandul,demikian kami biasa menyebutnya, daerah Tebet Timur. Tepatnya sekitar
100 meter dari pasar tebet timur (PSPT). Warung itu memiliki dua makanan
andalan; nasi Gandul dan nasi Pindang Iga.

Sepertinya keduanya selalu tampak gembira. Senyum selalu mengembang di bibir


mereka. Dalam kondisi apapun. Mereka sangat ramah terhadap pembeli dan
kadang-kadang terasa sok akrab. Karena itulah saya menjadi cepat akrab dengan
mereka. Pada satu waktu saya mengobrol dengan sang suami. Mencoba untuk
bertanya seputar kehidupan yang dijalaninya.

Rupanya mereka telah berdagang cukup lama di Jakarta. Kurang lebih lima tahun.
Sebelum di Tebet, mereka memiliki warung cukup lumayan di daerah Glodok.
Namun beberapa bulan lalu, warungnya kena gusur. Mereka harus mulai lagi dari
awal. Mencari tempat dagang di wilayah lain. Alhasil, mereka menemukannya di
daerah Tebet Timur. Satu juta rupiah perbulan yang harus di keluarkan untuk
mengontrak tempat yang memiliki ukuran sekitar 4×4 meter. Tempat itu berfungsi
juga sebagai tempat tinggal.

Rutinitas mereka tiap hari adalah; tiap jam lima pagi sang suami pergi belanja ke
pasar Jatinegara. Mulai jam 10 pagi hingga jam 12 malam mereka berjualan di
tempat itu. Kadang-kadang jam 8 pagi saya sering lihat si suami sedang makan pagi
di warteg yang letaknya dekat dengan warung mereka. Rupanya dia kelelahan
setelah berbelanja di pasar. Sementara sang istri sibuk mempersiapkan masakan.

Walau baru sekitar dua bulan, tampaknya mulai banyak pengunjungnya. Terakhir
saya lihat mereka telah membuka kios rokok dan minuman dingin di depan
warungnya. ”Lumayalah lah mas, untuk nambah-nambah,” demikian cetus sang Istri.
Tapi ada satu masalah yang menghadap mereka. Sang suami berkata pada saya,
ternyata pemilik tempat itu mau menjual kiosnya ke seseorang. Otomatis bila itu hal
itu terjadi, mereka harus mencari tempat berjualan yang baru lagi.”Ah, nasib
pedagang kaki lima,” demikian tutur sang suami sambil tersenyum.

Anehnya, pada saat bicara demikian tak tampak kekhawatiran di wajahnya. Luar
biasa. Mereka menjalani hidup, yang tampaknya sangat sulit itu, dengan senyum.
Tanpa mengeluh. Tetap bekerja penuh gembira dan bersemangat. Itulah keberanian.
Itulah keberanian menjalani hidup.

Kemudian saya juga menemukan pemberani lainnya, yaitu pemilik bengkel Honda
daerah Tebet. Saat itu saya sedang melakukan service motor di tempatnya. Itu
rutinitas yang biasa saya lakukan tiap dua bulan. Pertama-tama kami mengobrol
hal-hal bersifat umum. Tentang keluarga, hobi dan kerjaan. Kemudian , saya
berkisah kepadanya, bahwa saat ini saya dan istri sedang mencoba bisnis baju.
Hanya bermodal sedikit uang, relasi dan nekad.

Sambil tersenyum dia bertutur pada saya. Bahwa, bisnis itu modal utamanya adalah
keberanian. Setelah itu baru yang lain. Itu yang dia lakukan saat memulai bisnis
bengkel. Dengan penuh keberanian dia meninggalkan pekerjaan kantoran. Dan
memulai bisnis bengkelnya 10 tahun yang lalu. Padahal sebagai pegawai kantor dia
memperoleh gaji yang cukup memadai. Pada tahun 1997 dia telah di gaji sekitar 5
juta rupiah. Tapi dia berfikir bahwa model kerja seperti ini tidak akan membuatnya
kaya. Dan juga dia tak dapat memaksimalkan kemampuan yang dimiliki. Dan
memang akhirnya, dia sukses dengan bisnisnya.

Sayang, saat itu motor saya sudah selesai di servis. Sehingga kita harus mengakhiri
pembicaraan yang mulai menarik itu. Tapi, sebelum saya keluar, dia tiba-tiba
menunjukan sebuah buku tentang bagaimana memulai bisnis dari nol. Dia
menyarankan agar saya membeli buku tersebut. Saya mengiyakan, dan kemudian
memotret sampul buku itu.

Pengalaman mengobrol dengan kedua orang itu cukup membesarkan hati saya.
Maklum, beberapa hari ini saya sedang ”kehilangan” keberanian untuk terus
menggapai mimpi. Untuk dapat bersabar,tekun dan bekerja keras dalam
mewujudkan mimpi. Pikiran saya malah dipenuhi beragam ketakutan yang tidak
jelas. Oleh karena itu, saya butuh bergaul dengan orang-orang yang telah melewati
proses kehidupan dengan penuh keberanian. Bergaul dengan orang-orang yang
terlihat “biasa” tetapi memiliki mental pejuang. Orang-orang sederhana yang
jiwanya tidak sederhana. Orang-orang yang berani berusaha dari nol. Hanya
bermodal keyakinan, kerja keras, berani hidup sederhana dan selalu berdoa kepada
Yang Maha Memberi. Mereka-lah orang-orang luar biasa.
Five of Wands: Arti sebuah keberanian

Lima pemuda dengan tongkat kayunya masing-masing sedang terlibat dalam


suasana pertempuran. Tongkat kayu melambangkan api kehidupan. Dengan
kegairahan dan semangatnya, mereka saling merangsek. Sebuah cerita tentang
kompetisi, pertarungan, pertengkaran. Sebuah simbol mengenai keberanian,
rintangan, halangan, permainan, nyali, kasus atau sebuah keributan.

Hidup tanpa keberanian adalah hidup yang sia-sia. Hidup dan keberanian adalah
ibarat tubuh dan bayang-bayang. Kemana pun kita pergi dalam hidup ini, kita perlu
keberanian. Sejak kecil dalam kepolosan kita sebagai seorang bayi merah, kita
bergerak dan berekspresi penuh keberanian. Tentu semua pergerakan itu dipandu
oleh sebuah sistem sempurna bernama; hukum Alam. Dan deklarator hukum itu tak
lain adalah Tuhan sendiri. Kita manusia dewasa menamakan mekanisme hidup si
bayi itu sebagai insting.

Hidup ini begitu penuh pilihan, maka beranilah memilih. Apapun pilihan yang kita
ambil selama berpijak dari pemahaman tentang hidup yang utuh tak akan menjadi
pilihan yang salah. Seorang korban gempa Tsunami Aceh berhasil bertahan hidup
selama berhari-hari terapung di laut lepas. Apa yang membuatnya memiliki energi
mukjijat yang membawanya pada pertemuan dengan penyelamatnya? Sebuah sikap
jiwa bernama keberanian. Ketika ia bertekat, “aku ingin hidup”. Dan terjadilah. Ia
menjadi salah satu pencerita yang real tentang bagaimana energi hidup dari sebuah
keberanian membuatnya selamat.

Keberanian adalah sebuah iman. Apa yang membuat Muhammad yang buta huruf
berani mewartakan sang Sabda yang telah berbicara dengannya? Keberanian
mendengar tuntunan terang Ilahi. Apa yang membuat Siddharta berani
meninggalkan gemerlapnya istana dan hidup dengan apa yang didapatnya saja
selama perjalanannya? Keberanian mencari kebenaran sejati. Apa yang membuat
Yesus menerima semua penderitaan yang ditanggungnya hingga desah nafas
terakhirnya di kayu salib? Keberanian menerima rencana Ilahi yang telah digariskan
padanya. Apa asal-muasal Bandara yang penuh pesawat dan bergantian terbang dan
mendarat? Keberanian Wright bersaudara mewujudkan sesuatu yang dianggap
mustahil pada jamannya.

Keberanian adalah sebuah iman. Ketika kita mendengar, melihat dan berbicara
dengan hati kita, maka apapun tindakan, pikiran dan ekspresi yang kita lakukan
bukan keberanian lagi namanya. Ia sudah menjadi iman yang hidup.

Beranikah kita mendengar intuisi kita? Beranikah kita berbeda dari cara
kebanyakan orang memahami sesuatu? Beranikah kita mengimani (katakanlah)
keagamaan secara berbeda, sebagaimana hati kita membimbing kita? Beranikah kita
hidup tanpa surga dan neraka (“jika surga neraka tak ada masihkah kau menyebut
namaNya” – Dewa)? Beranikah kita keluar dari comfort zone kita demi cita-cita yang
mungkin tak akan nyaman untuk dijalani? Beranikah kita diam ketika semua bicara?
Beranikah kita bicara ketika semua diam? Beranikah kita membunuh keberanian
kerdil yang dipenuhi ego?
Saudara yang paling dekat dari naluri kepahlawan adalah keberanian. Pahlawan
sejati selalu merupakan seorang pemberani sejati. Tidak akan pernah seseorang
disebut pahlawan jika ia tidak pemah membuktikan keberaniannya. Pekerjaan-
pekerjaan besar atau tantangan-tantangan besar dalam sejarah selalu
membutuhkan kadar keberanian yang sama besarnya dengan pekerjaan dan
tantangan itu. Karena pekerjaan dan tantangan besar itu selalu menyimpan risiko.
Dan, tak ada keberanian tanpa risiko.

Naluri kepahlawan adalah akar dari pohon kepahlawanan. Tapi keberanian adalah
batang yang menegakkannya. Keberanian adalah kekuatan yang tersimpan dalam
kehendak jiwa, yang mendorong seseorang untuk maju menunaikan tugas –
tindakan atau perkataan– demi kebenaran dan kebaikan, atau untuk mencegah
suatu keburukan, dan dengan menyadari sepenuhnya semua kemungkinan risiko
yang akan diterimanya.

Cobalah perhatikan ayat-ayat jihad dalam AI-Qur’an. Perintah ini hanya dapat
terlaksana di tangan para pemberani. Dan cobalah perhatikan betapa AI-Qur’an
memuji ketegaran dalam perang, membenci para pengecut dan orang-orang yang
takut pada risiko kematian. Apakah yang dapat kita pahami dari hadits riwayat
Muslim ini: “Sesungguhnya pintu-pintu surga itu berada di bawah naungan
pedang?” selain dari betapa kuatnya keberanian mendekatkan kita ke surga?
Maka dengarlah pesan Abu Bakar kepada tentara-tentara Islam yang akan
berperang: “Carilah kematian niscaya kalian akan mendapatkan kehidupan.”

Sebagian dari keberanian itu adalah fitrah yang tertanam dalam diri seseorang.
Sebagian yang lain biasanya diperoleh melalui latihan. Keberanian fitrah maupun
melalui latihan, selalu mendapatkan pijakan kuat pada kekuatan kebenaran dan
kebajikan, keyakinan dan cinta yang kuat terhadap prinsip dan jalan hidup,
kepercayaan pada hari akhirat, serta kerinduan yang menderu-deru untuk bertemu
Allah. Semua itu adalah mata air yang mengalirkan keberanian dalam jiwa seorang
mukmin. Bahkan, meski kondisi fisiknya tak terlalu mendukungya, seperti jenis
keberanian Ibnu Mas’ud dan Abu Bakar. Tapi menjadi lebih berani dengan
dukurigan fisik, seperti keberanian Umar, Ali, dan Khalid.

Tapi Islam hendak memadukan antara keberanian fitrah dan keberanian iman.
Maka beruntunlah ajaran-ajarannya menyuruh umatnya melatih anak-anak untuk
berenang, berkuda, dan memanah. Dengarlah sabda Rasulullah SAW, “Ajarilah
anakmu berenang sebelum menu lis. Karena ia bisa diganti orang lain jika ia tak
pandai menulis, tapi ia tidak dapat diganti orang lain jika tak mampu berenang.”
Dengar lagi sabdanya, “Kekuatan itu pada memanah, kekuatan itu pada memanah,
kekuatan itu pada memanah.” Itu semua sekelompok keterampilan fisik yang
mendukung munculnya keberanian fitrah. Tinggal lagi keberanian iman. Maka
dengarlah nasehat Umar, “Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu, karena itu dapat
mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani.”

Kepada orang-orang Romawi yang berlindung di balik benteng di Kinnasrin, Khalid


bin Walid berkata, “Andaikata kalian bersembunyi di langit, niscaya kuda-kuda kami
akan memanjat langit untuk membunuh kalian. Andaikata kalian berada di perut
bumi, niscaya kami akan menyelami bumi untuk membunuh kalian.” Dan, roh
keberanian itu memadai untuk mematikan semangat perlawanan orang-orang
Romawi. Mereka takluk.

Anda mungkin juga menyukai