Anda di halaman 1dari 94

KEJANG DEMAM

dr. Hadia Angriani M, SpA


Definisi

• Kejang demam ialah bangkitan


kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari
38oC) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium.
– Ismael S. KPPIK-XI, 1983
– Soetomenggolo T. Buku Ajar Neurologi Anak.
1999.
Catatan
• Umumnya kejang demam terjadi
pada anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun.
– AAP, Provisional Committee on Quality
Improvement. Pediatrics 1996;97: 769-74
• Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam.
– ILAE, Commission on Epidemiology and
Prognosis. Epilepsia 1993;34:592-8
• Kejang disertai demam pada bayi berumur
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam.
– ILAE, Commission on Epidemiology and
Prognosis. Epilepsia 1993;34:592-8

• Bila anak berumur kurang dari 6 bulan


atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam,
– Kesepakatan Saraf Anak 2004
• Kejang disertai demam pada anak yang
juga mengalami gangguan
keseimbangan elektrolit dan metabolik
yang berat tidak termasuk kejang
demam
– AAP, Provisional Committee on Quality
Improvement. Pediatrics 1996;97: 769-74
Epidemiologi

• Kejang demam terjadi pada 2-4% dari


populasi anak 6 bulan - 4 tahun.
• 80% merupakan kejang demam
sederhana, sedangkan 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks
• 8% berlangsung lama lebih dari 15
menit
• 16% berulang dalam waktu 24 jam
Klasifikasi

• Kejang demam sederhana (Simple


febrile seizure)
• Kejang demam kompleks (Complex
febrile seizure)
– ILAE, Commission on Epidemiology and
Prognosis. Epilepsia 1993;34:592-8
Kejang demam kompleks

• Bila ada salah satu dari gejala


berikut ini:
• Kejang berlangsung lama, 15 menit atau
lebih
• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau
kejang umum didahului kejang parsial
• Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam
24 jam
Catatan

• Kejang lama: Sebagian besar peneliti


menggunakan batasan 15 menit atau
lebih sebagai kejang lama.
– Nelson KB, Ellenberg JH.
Prognosis in febrile seizures. Pediatrics
1978;61: 720-7
– Berg AT, Shinnar S. Complex febrile seizure.
Epilepsia 1996;37:126-33.
• Kejang fokal atau parsial satu sisi,
atau kejang umum didahului kejang
parsial merupakan kriteria penting
kejang demam kompleks.
– Annegers J, Hauser W, Shirts SB, Kurland
LT.
Factors prognostic of unprovoked seizures
after febrile convulsions.
NEJM 1987;316: 493-8.
• Kejang berulang adalah kejang 2 kali
atau lebih dalam 24 jam, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar
kembali.
– AAP
– Camfield P, Camfield C. Febrile seizures. In:
Shinnar S, Amir N, eds.
“Childhood seizures”. Basel 1995
– Shinnar S. Febrile seizures In: Swaiman KS,
AshwalS, eds.
Pediatric Neurology priciples and practice. St
Lois: Mosby 1999.p.676-82.
Kejang demam sederhana

• Kejang demam yang tidak memenuhi


kriteria kejang demam kompleks
disebut sebagai kejang demam
sederhana.
Catatan
• Kejang demam sederhana biasanya
berlangsung singkat, kurang dari 15
menit, bangkitan kejang tonik klonik
umum, serangan seringkali berhenti
sendiri, tanpa gerakan fokal dan
tidak berulang dalam waktu 24 jam.
– ILAE, Commission on Epidemiology and
Prognosis. Epilepsia 1993;34:592-8
Stafstrom CE. The incidence and prevalence
of febrile seizures. In Baram TZ, Shinnar S,
eds, Febrile seizures. San Diego: Academic
Press 2002;p.1-20
• Kejang demam sederhana tidak disertai
kelainan neurologik yang jelas sebelum
dan sesudah kejang
– AAP
– Kesepakatan Saraf Anak
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan darah tepi lengkap dapat dilakukan
untuk membantu mengetahui etiologi demam
(Level II-2, rekomendasi B).
• Pemeriksaan elektrolit dan glukosa darah
dilakukan bila anak mengalami diare, muntah
atau hal lain yang dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit atau gula darah. (level II-
2 dan level III, rekomendasi D).
– Gerber dan Berliner, The child with a simple febrile seizure.
Appopropriate diagnostic evaluation. Archs Dis Child
1981;135:431-3
– AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first
simple febrile seizures. Pediatr 1996;97:769-95
Pungsi lumbal

• Indikasi pungsi lumbal adalah


menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Bila pasti
bukan meningitis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
Catatan
• Pada bayi kecil, sulit untuk menentukan
meningitis atau bukan hanya dari pemeriksaan
neurologis. Anjuran mengenai pungsi lumbal
pada kejang demam adalah:
• Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
pungsi lumbal
• Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan
pungsi lumbal
• Bayi lebih dari 18: pungsi lumbal tidak dilakukan secara
rutin. Pungsi lumbal dilakukan bila secara klinis
dicurigari mengalami meningitis atau bila ada keragu-
raguan.
– AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a
first simple febrile seizures. Pediatrics 1996;97:769-95
Elektroensefalografi
• Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan untuk dilakukan pada
anak dengan kejang demam. (Level III,
level II-2, recomendasi E)
– AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child
with a first simple febrile seizure.
Pediatr 1996;97:769-95
– Millichap JG. Management of febrile seizures:
current concepts and recommendations for
phenobarbital and electroencephalogram. Clin
Electroencephalogr 1991;22:5-10
• Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan
pada keadaan kejang demam yang tidak
khas, misalnya:
• Kejang demam pada anak berumur kurang dari
6 bulan atau lebih dari 5 tahun
• Diragukan apakah kejang didahului demam
atau demam terjadi setelah kejang
• Diragukan apakah anak benar mengalami
demam pada saat kejang
– Kesepakatan Saraf Anak 2004
Pemberian obat pada saat
demam
Antipiretik
• Antipiretik tanpa antikonvulsan pada saat demam
tidak mengurangi risiko berulangnya kejang
demam (level I, rekomendasi C).
– Camfield dkk. The first febrile seizures-Antipyretic
instruction plus either phenobarbital or placebo to
prevent recurrence. J Pediatr 1980;97:16-21
– Schnaiderman dkk. Antipyretic effectiveness of
acetaminophen in febrile seizures. Ongoing prophylaxis
versus sporadic usage. Eur J Pediatr 1993;152:747-9.
– Uhari dkk. Effect of acetaminophen and of low
intermittent doses of diazepam on prevention of
recurrences of febrile seizures. J Pediatr 1995;126:991-5
• Antipiretik tetap dianjurkan untuk menurunkan
demam dan menenangkan anak dan orang tua
(level III, rekomendasi B)
– Kesepakatan Saraf Anak, 2004
Antikonvulsan pada saat demam
(pencegahan kejang intermiten)
• Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg/
kali setiap 6-8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang
(level I, rekomendasi B).
• Efek samping diazepam adalah sedasi,
ataksia.
– AAP
– Rosman dkk. A controlled trial of diazepam
administered during febrile illneses to prevent
recurrence of febrile seizures. NEJM 1993;329:79-
84
– Knudsen. Intermitten diazepam prophylaxis in
febrile convulsions: Pros and cos.
Acta Neurol Scand 1991;83(suppl.135):1-24.
– Kesepakatan Saraf Anak, 2004
Antikonvulsan pada saat demam
(pencegahan kejang intermiten)

• Penelitian menunjukkan kadar


diazepam di dalam darah cukup
dengan pemberian per oral sebanyak
0,25 mg/kgBB/kali, diberikan 4 kali
sehari setiap 6 jam
– Visudtibhan A, et al. Serum diazepam levels
after oral administration for children. J Med
Assoc Thai 2002; 85 Supp 4:S1065-70
Antikonvulsan pada saat demam
(pencegahan kejang intermiten)
• Diazepam rektal juga dapat digunakan
pada saat demam sebagai pencegahan
kejang demam, dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg/kali, dapat diulang setiap 8 jam.
• Untuk memudahkan, untuk anak dengan
berat badan > 5 kg dapat digunakan dosis:
• 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg
• 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg
– Knudsen
– Kesepakatan Saraf Anak
– Tanyakan ke Farmakologi
Antikonvulsan pada saat demam
(pencegahan kejang intermiten)

• Phenobarbital, carbamazepine,
phenytoin intermiten pada saat
demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.
– Knudsen. Practical management approaches
to simple and complex febrile seizures.
Dalam: Baram TZ, Shinnar S, eds, Febrile
seizures. San Diego: Academic Press
2002;p.1-20
Pengobatan bila anak datang
dalam keadaan kejang
Antikonvulsan pada saat
kejang demam
• Pemberian diazepam rektal pada saat kejang
sangat efektif dalam menghentikan kejang.
• Diazepam rektal diberikan segera saat kejang
berlangsung, dan dapat diberikan di rumah (level
I, rekomendasi A).
• Diazepam rektal yang dianjurkan adalah 0,3-
0,5mg/kg
• Untuk memudahkan dapat digunakan dosis:
• 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg
• 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg
– Knudsen. Rectal administration of diazepamin solution in the acute
treament of convulsion in infants and children. Arch Dis Child 1979;54:855-
7.
– Dieckman. Rectal diazepam for prehospital status epilepticus.
An Emerg Med 1994;23:216-24
– Alldregde dkk.Effect of prehospital treatment on the outcome of status
epilepticus in children. Pediatr Neurol 1995;12:213-6.
Antikonvulsan pada saat
kejang demam
• Bila kejang belum berhenti, dapat
diulang dengan dosis sama setelah 3-5
menit
– Kesepakatan Saraf Anak

• Bila kejang berhenti, pengobatan


selanjutnya tergantung klasifikasi
kejang demam
Pengobatan dengan antikonvulsan
terus menerus (Pengobatan rumat)
• Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat
setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang (level I).
• Dosis fenobarbital adalah 4-5 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis, dengan maksimum 200 mg/hari.
Dosis asam valproat adalah 20-40 mg/kgBB/hari
dibagi 2-3 dosis.
• Efek samping yang harus diperhatikan adalah
pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesuliatan
belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat
pada usia muda < 2 tahun dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati.
– Mamelle dkk. Prevention of recurrent febrile convulsion – a randomized therapeutic assay:
sodium valproate, Phenobarbital and placebo. Neuropediatrics 1984;15:37-42
– Farwell dkk. Phenobarbital for febrile seizures-effects on intelligence and on seizure
recurrence. NEJM 1990;322:364-9
Pengobatan dengan antikonvulsan
terus menerus (Pengobatan rumat)

• Dengan meningkatnya pengetahuan


bahwa kejang demam benigna dan efek
samping penggunaan obat terhadap
kognitif dan perilaku, pengobatan rumat
hanya diberikan selama 1 tahun, kecuali
pada kasus yang sangat selektif
(rekomendasi D).
– AAP. Committee on drugs. Behavioral and
cognitive effects of anticonvulsant theraopy.
Pediatr 1995;96:538-40
– AAP. Practice parameter: Longterm treatment of
the child with simple febrile seizures. Pediatr
1999;103:1307-9
– Knudsen. Febrile seizures-treatment and outcome.
Epilepsia 2000;41:2-9.
Indikasi Pengobatan rumat adalah
kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut:
• Kejang lama lebih dari 15 menit.
• Anak mengalami kelainan neurologis
yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis,
paresis Todd, Cerebral Palsy,
retardasi mental, hidrosefalus,
mikrosefali.
• Kejang fokal atau parsial.
– Konsensus 1980
– Kesepakatan Saraf Anak
Indikasi Pengobatan rumat adalah
kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut:
• Pengobatan rumat dipertimbangkan (boleh
diberikan atau tidak setelah didiskusikan
dengan orang tua).
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24
jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan
• Kejang demam sering berulang, lebih dari 4x
per tahun
– Konsensus 1980
– Kesepakatan Saraf Anak
Catatan
• Semua peneliti setuju bahwa kejang
demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat
• Kelainan neurologis tidak nyata misalnya
keterlambatan perkembangan ringan
bukan merupakan indikasi
• Kejang fokal atau fokal menjadi umum
menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik.
– Kesepakatan Saraf Anak, 2004
Lama pengobatan rumat

• Pengobatan rumat diberikan selama


1 tahun bebas kejang.
– Soetomenggolo T. Buku Ajar Neurologi Anak.
1999
– Konsensus 1980
Risiko berulangnya kejang
demam
• Kejang demam akan terjadi kembali pada
sebagian besar kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Makin rendah suhu saat kejang makin mudah
berulang
4. Lamanya demam sebelum kejang. Bila lebih
dari 16 jam, kejang lebih mudah berulang.
• Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan
berulang 80%, sedangkan bila tidak terdapat
faktor tersebut risiko berulangnya kejang demam
adalah 10-15%. Kemungkinan berulang paling
besar pada tahun pertama

– Berg dkk. Predictors of recurrent febrile seizure: a


prospective study of the circumstances surrounding the
initial febrile seizure. NEJM 1992;327:1122-7
– Annegers, dkk, Reccurrence of febrile convulsion in a
population based cohort. Epilepsy Res 1990;66:1009-14
– AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a
first simple febrile seizures. Pediatrics 1996;97:769-95
– Knudsen, Recurrence risk after first febrile seizure and
effect short term diazepam prophylaxis Archs Dis Child.
1996;17:33-8
Risiko terjadinya epilepsi di
kemudian hari.
• Kelainan neurologis
• Kejang demam kompleks
• Riwayat epilepsi dalam keluarga
Catatan

• Masing-masing faktor risiko


meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4-6%, Kombinasi
dari faktor risiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10-50%. (Level II-2)
• Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam
– Nelson dan Ellenberg.Prognosis in children
with febrile seizures. Pediatr 1978;61:720-7
– Annegers, dkk, Factor prognostic of
unprovoked seizures after febrile
convulsions.
NEJM 1987;316:493-8

– Cari NCPP
Risiko mengalami
kecacatan atau kematian
• Kejadian kecacatan atau kematian
sebagai komplikasi kejang demam
tidak pernah dilaporkan.
– Ellenberg Nelson
– Knudsen
Aspek klinis kelumpuhan
Acute Flaccid Paralysis (AFP)
(Lumpuh Layuh Akut=LLA)
Hadia Angriani
Hardiono D. Pusponegoro
Sub Bagian Saraf Anak
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/ RS Cipto Mangunkusumo
Masalah Lumpuh layuh akut
(LLA)
=Angka cakupan rendah=
• Kurang pengertian tentang LLA
• Hanya kasus lumpuh berat yang di cari
• Keterbatasan penyakit yang diketahui
• Polio
• Guillain Barre
• Sebab lain tidak dilaporkan: Hipokalemi, mielitis, leukemia dll
• Penyakit LLA dapat sembuh sempurna
• GB, Mielitis, Hipokalemi- dapat sembuh sempurna
tanpa pengobatan
• Kasus tidak ada
• Takut melaporkan kasus LLA  di nilai buruk
• Pegawai yang bertugas LLA pensiun, pindah dll
Definisi AFP (lumpuh layuh akut)

• Semua anak usia < 15 tahun


• Kelumpuhan yang sifatnya lemas
(flaccid)
• Terjadi mendadak dalam 1 – 14 hari
• Bukan disebabkan rudapaksa / trauma
• Bila ada keraguan laporkan sebagai kasus
AFP
Susunan Saraf
• Upper Motor Neuron
(Susunan Saraf Pusat)
• Dari otak sampai
sumsum tulang belakang

• Lower Motor Neuron


(Susunan Saraf Tepi)
• Dari sumsum tulang
belakang (kornu anterior)
sampai otot
Kelumpuhan
• Susunan Saraf • Susunan Saraf Tepi
Pusat (Spastis) (Layuh)
• Kaku/ spastis • Lemas/ flaksid
• Refleks fisiologis • Refleks fisiologis
meningkat menurun atau hilang
• Refleks patologis • Refleks patologis
positif negatif
• Tidak ada • Pengecilan otot
pengecilan otot
kecuali sudah
berlangsung lama
Kelumpuhan susunan saraf
tepi
• Dari sumsum
tulang
belakang
• (kornu
anterior)
sampai otot
Kelumpuhan Susunan Saraf Tepi
Lumpuh Layuh
• Sumsum tulang belakang • Sambungan saraf-otot
(kornu anterior) • Miastenia Gravis
• Poliomielitis
• Otot
• Spinal Muscular Atrophy
• Miositis akut virus
• Mielitis transversa
• Distrofi dll.
• Akar saraf tepi
• Guillain Barre
• Tangan
• Erb’s
• Saraf tepi
• Neuropati • Metabolik
• Infeksi/ kurang gizi • Hipokalemi
• Trauma
Lumpuh layuh

Polio
Lain2
Neuro
pati

Lumpuh Layuh
Guillain
Mielitis Barre
Polio
• Terkena sel di
sumsum tulang
belakang
Polio
Polio
• Lumpuh layuh, biasanya tungkai satu sisi
• Lemas, tidak ada gerakan
• Mengecil
• Refleks fisiologis (-)
• Refleks patologis (-)
Mielitis transversa
• Radang sumsum
tulang belakang
• Lumpuh layuh
kedua tungkai
• Mendadak
• Lemas
• Refleks fisiologis negatif
• Refleks patologis negatif
• Gangguan buang air
kecil dan besar
Guillain Barre

• Demam
• Kelumpuhan berangsur dari ujung jari
tungkai naik ke atas (ascendens)
• Sama berat kedua tungkai
• Refleks fisiologis negatif
• Refleks patologis negatif
• Dapat disertai sesak dan meninggal bila
terkena otot napas
Kelumpuhan tangan
• Erb’s
• Pada bayi baru lahir
• Disebabkan trauma:
tidak termasuk AFP
Pemeriksaan kelumpuhan
Lumpuh layuh akut
Derajat kelumpuhan
• 0. Tidak bergerak sama sekali
• 1. Hanya dapat menggerakkan jari
sedikit
• 2. Tidak dapat mengangkat kaki dari
tempat tidur, hanya menggeser saja
• 3. Masih dapat mengangkat tungkai,
jalan lemas
• 4. Kekuatan otot berkurang
• 5. Tidak ada kelumpuhan
Uji kelumpuhan anak besar
• Berjalan pincang atau tidak dapat berjalan
• Tidak dapat meloncat satu kaki
• Tidak dapat berjongkok lalu berdiri lagi
• Tidak dapat berjalan pada ujung jari atau
tumit
• Tidak dapat mengangkat kakinya saat di
tempat tidur
• Terasa lemas, tidak ada tahanan
• Kaki mengecil
Pemeriksaan
• Ada pengecilan kaki?
• Refleks fisiologis
menurun /hilang
• Kelumpuhan kedua
tungkai
• Berat: tidak dapat
berjalan
• Ringan: kesulitan
berjalan
• Kelumpuhan 1 tungkai
• Berat: Berjalan melompat
pada kaki yg sehat
• Ringan: pincang, satu
kaki diseret
Lari, jalan jinjit, jalan tumit
Gerakan tungkai
Kelemahan
otot
• Minta ia
jongkok lalu
berdiri
• Tidak
sanggup
• Berdiri
sambil
merambat
pada
kakinya
Bayi normal
• Posisi bayi normal
terlentang di tempat
tidur
• Tungkai bawah agak
tertekuk pada
panggul dan lutut
• Lutut terangkat, tidak
menyentuh tempat
tidur
• Gerakan tungkai
baik, memasukkan
jari ke mulut
Bayi lumpuh layuh
• Terlentang di tempat
tidur
• Posisi seperti katak
• Gerakan sedikit
• Lutut menyentuh
tempat tidur
Bayi lumpuh layuh
Menguji gerakan pada bayi
• Pegang pada ketiak
• Normal: gerakan
aktif
• Lumpuh: Gerakan
sedikit
Menguji gerakan pada bayi
• Di tempat tidur
• Pegang pergelangan
kaki
• Dorong dan tarik
kedua tungkai
bergantian
• Angkat tungkai
kemudian lepaskan
Menguji gerakan pada bayi
• Gelitik telapak kaki
• Tekan telapak kaki
perlahan-lahan
Eradikasi Polio

• Virus Polio liar tidak ditemukan selama


3 tahun berturut-turut
• Dibuktikan  surveilans AFP sesuai
standar sertifikasi WHO :
• Non Polio rate anak usia < 15 thn : > 1/100.000
• Persentase spesimen adekuat : > 80 %
• Persentase pem ulang 60 hari : > 80 %
• Persentase laporan nihil RS/Pusk : > 90 %
DAFTAR DIAGNOSIS YANG DIGOLONGKAN
SEBAGAI KASUS AFP

1. Poliomyelitis

2. Polioencephalitis

3. Guillain-Barre Syndrome

4. Transverse Myelitis

5. Paraplegia

6. Diplegia

7. Monoplegia-upper

8. Monoplegia-lower
DAFTAR DIAGNOSIS YANG DIGOLONGKAN
SEBAGAI KASUS AFP

9. Quadriplegia
10. Plegia unspesified
11. Plegia –other
12. Flaccid Muscle Paralysis
13. Transient Paralysis of a limb
14. Myelitis postvaccinal
15. mononeuritis-upper limb
16. Mononeuritis- lower limb
TERMINOLOGI LAIN YG MUNGKIN MENUNJUKKAN AFP
paralysis, paresis, neuritis,
acute muscle weakness

Setiap penderita dengan Acute Flacid Paralysis, tanpa


melihat diagnosis harus dilaporkan dan dilacak segera

Jangan menunggu diagnosis akhir


sebelum melaporkan dan melacak kasus AFP
Terima kasih
CEREBRAL PALSY
DEFINISI CEREBRAL PALSY
 Sekelompok kelainan motorik non
progresif
 Gambaran klinisnya dapat berubah
seiring dengan berjalannya waktu
 Timbul sekunder akibat lesi atau
anomali otak
 Terjadi pada tahap awal
perkembangan

SI-300404
Rotta NT. Cerebral palsy, new therapeutic possibilities. J. Pediatr. 2002;78
(Supl. 1) 548-554 (III,C)
FAKTOR RISIKO TERJADINYA CEREBRAL
PALSY
PRANATAL ANTENATAL NEONATAL

Ø Ibu dengan riwayat Ø BBLR Ø Sepsis


aborsi spontan dan Ø Bayi kurang bulan Ø Bayi yang lahir dari
bayi lahir mati Ø Kelahiran ibu dengan
Ø Riwayat keluarga multipel/kembar korioamnionitis
yang menderita Ø Malformasi sistem Ø Apgar skor yang
Cerebral Palsy onset saraf pusat rendah
dini Ø Ibu yang menderita Ø Kernikterus
hipotiroidisme atau Ø Persalinan dengan
mendapat hormon komplikasi
tiroid atau estrogen Ø Kejang pada
selama kehamilan neonatal
Ø Perdarahan
antepartum
Ø Proteinuria berat
pada akhir
kehamilan

Murphy DJ et al. BMJ 1997;314:404 (II2,III-B)

SI-300404
Wilson-Castello D et al. Pediatrics 1998;102:315-322 (II2-B)
KLASIFIKASI CEREBRAL PALSY

Bagian tubuh yang Gangguan Derajat Keparahan


terkena motorik dominan berdasarkan
klasifikasi The Gross
Motor Function
Classification
System
Ø Hemiparesis/Hemipleg Ø Spastik Ø Derajat I
ia Ø Ataksik Ø Derajat II
Ø Diplegia Ø Diskinetik Ø Derajat III
Ø Triplegia Ø Distonik Ø Derajat IV
Ø Kuadriplegia/Tetraple Ø Koreoatetosis Ø Derajat V
gia

Cans C. Dev Med Child Neurology 2000;42:816-24

SI-300404
Rosenbaum P. BMJ 2003;326:970-4
KOMORBIDITAS

 Epilepsi
 Gangguan belajar
 Gangguan perilaku
 Kelemahan sensorik
 Gangguan motorik

Rosenbaum P. BMJ 2003;326:970-973

SI-300404
DERAJAT KEPARAHAN CEREBRAL PALSY
(Gross Motor Function Classification System/GMFCS)

Derajat I : berjalan tanpa hambatan, keterbatasan


terjadi pada gerakan motorik kasar yang lebih
rumit.
Derajat II : berjalan tanpa alat bantu, keterbatasan
dalam ber-jalan di luar rumah dan di
lingkungan masyarakat.
Derajat III : berjalan dengan alat bantu mobilitas,
keterbatasan dalam berjalan di luar rumah
dan di lingkungan masyarakat.
Derajat IV : kemampuan bergerak sendiri terbatas,
mengguna-kan alat bantu gerak yang cukup
canggih untuk berada di luar rumah dan di
lingkungan masyarakat.
Derajat V : kemampuan bergerak sendiri sangat
terbatas, walaupun sudah menggunakan alat

SI-300404
Rosenbaum. BMJ 2003;326:970-4
bantu yang canggih.
LANGKAH-LANGKAH MENEGAKKAN DIAGNOSIS
CEREBRAL PALSY
LANGKAH KETERANGAN
Anamnesis Mencari tonus otot abormal, postur
Pemeriksaan fisik tubuh abnormal, keterlambatan
per-kembangan dan adanya refleks
yang abnormal

Menetapkan diagnosis banding dan Yang terpenting adalah untuk


melakukan pemeriksaan tambahan menying-kirkan kelainan-kelainan
untuk menyingkirkan diagnosis selain Cerebral Palsy yang juga
banding tersebut dapat menye-babkan gangguan
perkembangan
USG, CT-Scan, MRI
Sebagai modalitas diagnosis
tambahan untuk mengetahui
kemungkinan etiologi maupun
faktor risiko terjadinya Cerebral
Pemeriksaan terpadu dengan Palsy
Bagian Psikiatri, Mata, THT maupun
pemeriksa-an tambahan lainnya Untuk mengetahui kelainan lain
seperti EEG yang menyertai Cerebral Palsy

SI-300404
National Institut of Neurological Disorders and Stroke. Cerebral palsy
http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/ubs/cerabral_palsy.htm.
NYERI KEPALA PADA ANAK

Dr. Hadia Angriani, SpA


PENDAHULUAN

• Insiden: 20-55%
• Meningkat menjelang remaja
• Laki-laki>perempuan
PEMBAGIAN NYERI KEPALA

•Vaskuler (migren dan non migren)


•Muskuloskeletal (nyeri kepala tegang otot)
•Organik
•Psikogenik
•Lain-lain
PEMBAGIAN NYERI KEPALA

Berdasarkan pola dan tempat munculnya


nyeri:
•Nyeri berdenyut di pelipis
•Nyeri menetap di daerah oksipital
•Nyeri pada palpasi o.k. nyeri periosteal
•Ice cream headache
•Nyeri menusuk mendadak di muka
•Nyeri kepala sesisi yang hilang timbul
•Nyeri kepala bilateral
NYERI KEPALA VASKULER

MIGREN

DEFINISI
World Federation of Neurology
Migren adalah suatu kelainan yang bersifat
familial dengan adanya nyeri kepala berulang
dengan intensitas, frekuensi dan lama yang
bervariasi.
MIGREN
TANDA-TANDA KLINIK
•Serangan unilateral
•Berdenyut
•Hilang nafsu makan
•Mual-muntah
•Membaik setelah tidur
•Gangguan emosi dan neurologis
MIGREN
EPIDEMIOLOGI
•Dominan autosomal
•Poligenik atau multifaktorial
•Insiden: 15%-25%
•Meningkat pada akhir pubertas
•Perempuan > laki-laki
•Dicetuskan oleh ketegangan fisik-mental dan
trauma kapitis
PENYEBAB NYERI KEPALA PERSISTEN

PENYEBAB NYERI KEPALA DAN GEJALA


LAIN
Tumor Otak Nyeri kepala intermiten,
berdenyut, nokturnal,
sering tidak khas disertai
muntah dan kelainan
neurologis

Kelainan vaskuler Nyeri kepala berdenyut 1


tempat, kejang dan
kelainan neurologis

Hipertensi Nyeri kepala berdenyut,


kejang, gangguan visual
sepintas
Hidrosefalus Nyeri kepala tidak khas,
kepala besar dan kelainan
neurologis
Sinusitis Nyeri kepala tumpul, nyeri
tekan di tempat tersebut,
pilek
Meningitis Tanda rangsang
meningeal dan kelainan
neurologis
Pseudotumor otak Nyeri kepala tidak khas,
papiledema, diplopia
Kelainan endokrin dan Nyeri kepala tidak khas,
metabolik muntah, letargi
Nyeri kepala psikogenik Nyeri kepala seperti diikat,
dan pasca trauma ansietas-depresi, aura(-),
kelainan neurologis (-)
MIGREN
DIAGNOSIS
• Berdasarkan observasi klinik kecuali kronik.
• Serangan berulang dg interval bebas gejala
• Sedikitnya 3 dari:
• Nyeri abdomen berulang
• Mual-muntah
• Adanya aura
• Nyeri berdenyut
• Membaik dengan tidur sejenak
• Terbatas pada salah satu sisi
• Riwayat migren dalam keluarga
• Faktor pencetus: psikologis dan fisis
MIGREN
MIGREN KLASIK (MIGREN DG AURA)
• Jarang ditemukan

MIGREN TANPA AURA


• Sukar dibedakan dengan yang lain
• Anak tampak sakit
• Ingin tidur
• Tidak tahan cahaya terang
• Tidak tahan suara yang keras

MIGREN VARIAN
NERI KEPALA VASKULER
NON MIGREN
Nyeri kepala yang disebabkan oleh traksi atau
pergeseran pembuluh darah intra kranial
misalnya pada tekanan intrakranial yang
meninggi, vasodilatasi pembuluh darah intra
dan ekstrakranial dan vaskulitis misalnya pada
penyakit kolagen.
NYERI KEPALA TEGANG OTOT
Minimal 2 dari gejala berikut:
• Nyeri bersifat menekan atau mengikat dan
bukan berdenyut
• Intensitas nyeri ringan-sedang
• Bilateral
• Tidak diperberat oleh kegiatan fisik rutin
SPASMOFILIA
Adalah suatu tetani laten akibat hiperiritabilitas
susunan saraf yang bermanifestasi sebagai
kejang otot dan berbagai gejala neurastenia
berupa nyeri kepala, gangguan gastrointestinal,
parestesia, sinkop sampai kejang tonik.
SPASMOFILIA
Manifestasi klinik
• Mirip sindroma hiperventilasi
− Sinkop
− Berdebar
− Parestesia
− Nyeri kepal
− Pusing
− Tetani
− Ansietas

Anda mungkin juga menyukai