Terapi Antiretroviral
Editor
Sri Pandam Pulungsih
Daftar Kontributor
1. Dr. Haikin Rachmat, MSc (Dit. P2ML)
2. Prof. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI (Pokdisus)
3. Dr. Amaya Maw Naing (W H O)
4. Dr. Bing Wibisono,SpKK (W H O)
5. Dr. Ayie Sri Kartika (RSMM Bogor)
6. Dr. Samuel Baso, SpPD (RSU Jayapura)
7. Dr. Tuti Parwati, SpPD (RS Sanglah)
8. Dr. Santoso Soeroso, SpA, MARS (RSPI-SS)
9. Dr. Sri Pandam Pulungsih, MSc (RSPI-SS)
10. Dr. Onny Quadriyanto,SpPD (RSPI-SS)
11. Dr. Ida Bagus Putu Widiarsa,SpOG (RSPI-SS)
12. Dr. Janto G Lingga, SpP (RSPI-SS)
13. Ns. Edha Bara Padang, BSc (RSPI-SS)
14. Dr. Nuroyono Wibowo,SpOG (RSCM)
15. Dr. Arwin Akib, SpA (K) (IKA-FKUI)
16. Drs. Holid Djauhari (Yanfar)
17. Dr. Husniah R.PH.Akib, MS,Mkes,SpF (Yanfar)
18. Dr. Zorni Fadia (Yanfar)
19. Rustian, Drs, Apt (Yanfar)
20. Dr. Ratna Mardiati, SpKJ (Yanmedik)
21. Drg. Rarit Gempari (Yanmedik)
22. Dr. Maria Christina, SpKK (RS Fatmawati)
23. Dr. Agustina Syamsiah, SpP (RS Duren Sawit)
24. Dr. Djoko Wibisono, SpPD (RSPAD Gatot Soebroto)
25. Dr. Priyanti, SpP (RS Persahabatan)
26. Dr. Abdul Rohman, SpP (RSAL Mintohardjo)
27. Dr. Noorwati Sutandyo, SpPD (RS Kanker Dharmais)
28. Dr. Mulawarman Jayusman, SpP (RS Kanker Dharmais)
29. Dr. Rismawaty A (RS Kanker Dharmais)
30. Ns. Sulanjani (RS Kanker Dharmais)
31. Dr. Sigit Priohutomo, MPH (Subdit AIDS & PMS)
32. Dr. Fonny J Silfanus, Mkes (Subdit AIDS & PMS)
B. Penilaian Klinis
Sebelum memulai terapi perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Penggalian riwayat penyakit secara lengkap
Pemeriksaan psikologis:
Untuk mengetahui status mental
Menilai kesiapan menerima pengobatan jangka panjang atau seumur hidup
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serologi untuk HIV dengan menggunakan Strategi 2 atau
strategi 3 sesuai pedoman
Limfosit total atau CD4 (jika tersedia)
Pemeriksaan darah lengkap (terutama HB) dan kimia darah (terutama fungsi
hati) dan fungsi ginjal
Pemeriksaan kehamilan
Serologi virus hepatitis C (HCV) dan virus hepatitis B (HBV) (tergantung pada
adanya pemeriksaan dan sumber daya)
Pemeriksaan HIV harus dilakukan oleh teknisi yang terlatih di laboratorium
yang menjalankan program jaga mutu. Hasil pemeriksaan sebaiknya juga
menyebutkan jenis pemeriksaan yang dipakai untuk menegakkan diagnosis
berdasarkan pedoman WHO. Bila timbul keraguan, pemeriksaan harus diulang di
laboratorium rujukan.
Jika memungkinkan, profil kimia darah diperiksa yang meliputi:
kreatinin serum dan/atau ureum darah untuk menilai fungsi ginjal pada
awal,
glukosa darah,
C. Persyaratan lain
Sebelum mendapat ART pasien harus dipersiapkan secara matang dengan
konseling kepatuhan yang telah baku, sehingga pasien faham benar akan
manfaat, cara penggunaan, efek samping obat, tanda-tanda bahaya dan
lain sebagainya yang terkait dengan ART
Pasien yang mendapat ART harus menjalani pemeriksaan untuk
pemantauan secara klinis dengan teratur
D. Indikasi ART
Sesuai rekomendasi WHO untuk daerah dengan keterbatasan sumberdaya,
maka ODHA dewasa seharusnya segera mulai ART manakala infeksi HIV telah
ditegakkan secara laboratoris disertai salah satu kondisi di bawah ini.
Secara klinis sebagai penyakit tahap lanjut dari infeksi HIV:
o Infeksi HIV Stadium IV menurut kriteria WHO, tanpa memandang jumlah
CD4
o Infeksi HIV Stadium III menurut kriteria WHO dengan jumlah CD4 <350/mm 3
Infeksi HIV Stadium I atau II menurut kriteria WHO dengan jumlah CD4
<200/mm3 (Tabel 1)
Tabel 3. Rejimen ARV Lini-pertama untuk ODHA remaja dan dewasa dan faktor yang
mempengaruhi pemilihannya
Perempuan Kemasan Perlu
Rejimen Toksisitas
(usia subur Koinfeksi TBa kombinasi- pemantauan
ARV Utama atau hamil) tetap 3 obat lab.
Intoleransi Ya, dalam terapi TB
gastrointestinal lanjutan tanpa
AZT + 3TC + dari AZT, anemia, rifampisinb.
NVP dan netropenia; Ya Yad Ya
Hati-hati pada
Hepatotoksisitas penggunakan rejimen
NVP dan ruam yang mengandung
kulit berat rifampisina
Tabel 7. Definisi Kegagalan Terapi secara Klinis dan Kriteria CD4 pada ODHA Dewasa
Tanda Klinis Kriteria CD4
Timbulnya infeksi oportunistik baru atau keganasan yang CD4 kembali ke jumlah sebelum terapi
memperjelas perkembangan penyakit yang memburuk. atau bahkan di bawahnya tanpa
Hal tersebut harus dibedakan dengan IRIS yang dapat adanya infeksi penyerta lain yang dapat
saja timbul pada 3 bulan pertama setelah ART dimulaia. menjelaskan terjadinya penurunan CD4
IRIS bukan merupakan tanda kegagalan terapi dan sementarac
infeksi oportunistik harus diterapi seperti biasa, tanpa
Penurunan jumlah CD4 >50% dari
mengganti rejimen ARV
jumlah tertinggi yang pernah dicapai
Kambuhnya IO yang pernah dideritab selama terapi tanpa infeksi penyerta
lain yang dapat menjelaskan terjadinya
Munculnya atau kambuhnya penyakit-penyakit pada
penurunan CD4 sementarac
Stadium III WHO (termasuk HIV wasting, diare kronik
yang tidak jelas penyebabnya, terulangnya infeksi
bakterial invasif, atau kandidiasis mukosa yang kambuh
atau menetap)
Keterangan:
a Immune reconstitution syndrome (IRS) ditandai oleh timbulnya infeksi oportunistik beberapa minggu setelah ART
dimulai sebagai suatu respon inflamasi terhadap infeksi oportunistik yang semula subklinik. Keadaan tersebut
terjadi terutama pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh yang telah lanjut. Kembalinya fungsi imunologi
dapat pula menimbulkan gejala atipik dari infeksi oportunistik .
b Kambuhnya TB tidak selalu menandakan perkembangan penyakit HIV yang buruk, karena dapat terjadi reinifeksi.
Perlu dilakukan evaluasi klinis.
c Pada pasien asimtomatik dan kegagalan terapi didefinisikan dengan kriteria jumlah CD4 saja, maka perlu dilakukan
konfirmasi pemeriksaan CD4 kembali bila memungkinkan.
VII Pilihan rejimen ARV pada kegagalan terapi dari obat lini-
pertama pada ODHA dewasa
Pada kegagalan terapi dianjurkan untuk mengganti semua rejimen lini-
pertama dengan rejimen lini-kedua. Rejimen lini-kedua pengganti harus terdiri dari
obat yang kuat untuk melawan galur (strain) virus dan sebaiknya paling sedikit
mengandung 3 obat baru, satu atau dua di antaranya dari golongan yang baru, agar
keberhasilan terapi meningkat dan risiko terjadinya resistensi silang dapat ditekan
serendah mungkin.
Gambar 1 memuat daftar rejimen lini-kedua yang dapat digunakan untuk
mengganti obat lini-pertama bagi ODHA dewasa seperti yang tercantum pada Tabel 3.
Bila dipakai (d4T atau AZT) + 3TC sebagai rejimen lini-pertama, resistensi silang
nukleosida akan membahayakan potensi dua komponen nukleosida dari rejimen lini-
Keterangan:
a Dosis ddI harus dikurangi dari 400 mg menjadi 250 mg bila diberikan bersamaan dengan TDF.
b LPV/r dan SQV/r memerlukan cold chain. NFV dapat dipertimbangkan sebagai suatu alternatif di negara
berkembang.
B. Anak - Anak
Bila umur >3 tahun atau BB >10 kg, NVP atau EFV
Bila ibu telah mendapat obat ARV selama hamil, baik untuk PMTCT atau
untuk terapi dirinya, ada kemungkinan bayi akan terinfeksi oleh virus yang resisten.
Lebih–lebih, resistensi dapat dipicu secara de-novo pada bayi yang pernah
mendapatkan obat ARV untuk profilaksis sebelum diketahui status infeksi bayi
tersebut. Masalah tersebut muncul terutama bila digunakan NVP atau 3TC, baik
sendiri atau bersama sebagai komponen rejimen dua obat untuk PMTCT, karena
suatu single point mutition berkaitan dengan resistensi terhadap kedua obat
tersebut47-51. Setelah NVP dosis tunggal, 46% bayi memiliki mutasi yang berhubungan
dengan NNRTI (terutama mutasi Y181C, yang tidak selalu terjadi resistensi silang
terhadap EFV). Seperti yang telah diamati pada ibu, mutasi tersebut kemudian
mengurang seiring dengan waktu tetapi mungkin masih tetap ada dalam jumlah yang
sedikit47. Belum diketahui pasti apakah pilihan obat ARV harus diubah atau tidak
pada bayi yang pernah mendapatkan obat ARV pada PMTCT sebelumnya. Penelitian
pada anak masih berlangsung atau direncanakan, seperti halnya pada ibu, untuk
mengetahui apakah NVP dosis tunggal membahayakan ART dengan rejimen yang
mengandung NNRTI. Penelitian semacam ini dinilai sangat penting. Namun, sambil
menunggu jawaban pasti dari pertanyaan tersebut, anak yang membutuhkan ART
dan pernah mendapat NVP atau 3TC dosis tunggal sebagai bagian dari PMTCT harus
Tidak adanya perkembangan neurologi anak atau Persentase CD4 (pada anak umur >6 tahun, jumlah
berkembangnya ensefalopati mutlak dari CD4) turun ≥50% dari nilai tertinggi yang
pernah dicapai selama terapi tanpa disertai infeksi lain
yang dapat menyebabkan penurunan sementara CD4.
Tabel 11. Rejimen ARV untuk kegagalan terapi pada bayi dan anak
Pertolongan pertama diberikan segera setelah cedera: luka dan kulit yang terkena
darah atau cairan tubuh dicuci dengan sabun dan air, dan permukaan mukosa
dibilas dengan air.
Penilaian pajanan tentang potensi penularan infeksi HIV (berdasarkan cairan
tubuh dan tingkat berat pajanan).
PPP untuk HIV dilakukan pada pajanan bersumber dari ODHA (atau sumber yang
kemungkinan terinfeksi dengan HIV).
Sumber pajanan perlu dievaluasi tentang kemungkinan adanya infeksi HIV.
Pemeriksaan HIV atas sumber pajanan hanya dapat dilaksanakan setelah
diberikan konseling pra-tes dan mendapatkan persetujuan (informed consent),
dan tersedia rujukan untuk konseling, dukungan selanjutnya serta jaminan
untuk menjaga konfidensialitas.
Evaluasi klinik dan pemeriksaan terhadap petugas yang terpajan hanya
dilaksanakan setelah diberikan konseling dan dengan persetujuan (informed
consent).
Edukasi tentang cara mengurangi pajanan yang berisiko terkena HIV perlu
diberikan oleh konselor yang menilai urutan kejadian pajanan dengan cara yang
penuh perhatian dan tidak menghakimi.
Harus dibuat laporan pajanan.
Perlukaan kulit
Status infeksi sumber pajanan
Jenis Pajanan HIV positif Tingkat HIV positif Sumber tidak Sumber HIV
1* Tingkat 2* diketahui staus tidak negatif
HIV Asimtomatis atau HIV Simtomatis, HIV-nya diketahui
diketahui viral load AIDS, serokonversi (mis, pasien (mis. jarum
rendah (y.i. <1500) akut, atau diketahui meninggal & tidak dari tempat
viral load tinggi dapat dilakukan sampah)
pemeriksaan darah)
Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi pada pemberian ARV adalah mual
dan rasa tidak enak. Pengaruh yang lainnya kemungkinan sakit kepala, lelah, mual
dan diare.
Efek samping pada pemberian PPP sering terkait dengan ARV di bawah ini
NVP: pernah dlaporkan hepatotoksisitas berat pada PPP (NVP tidak
dianjurkan untuk rejimen kombinasi pada PPP)
ddI: pankreatitis yang fatal
IDV/NFV: diare, hiperglikemia, lipodistrofi
Orang yang mendapatkan ARV untuk PPP perlu dievaluasi dan ditindak
lanjuti dalam 72 jam setelah pajanan serta perlu dipantau terhadap timbulnya gejala
XII Kesimpulan
Negara anggota WHO dihadapkan pada dua hal, yaitu tantangan dan peluang
besar. Masyarakat dunia dapat memerangi pandemi AIDS dengan ART, alat yang
paling efektif untuk menjaga kelangsungan hidup ODHA. Kesepakatan politik,
sumber dana baru, ketersediaan obat ARV dengan harga terjangkau telah
menumbuhkan peluang tersebut. WHO telah sepakat untuk membantu negara
bersumber daya terbatas meningkatkan jangkauan ART melalui Rencana 3 by 5
2 ODHA dengan ART Lanjutkan rejimen ART2 yang sekarang Berikan AZT (4mg/kgBB - 2 kali sehari)
yang kemudian hamil digunakan kecuali bila mengandung EFV, selama 1 minggu atau
dalam hal ini diganti dengan NVP atau PI bila
dalam kehamilan trimester I NVP (2 mg/ kg BB) dosis tunggal atau
Lanjutkan ART yang sama selama persalinan NVP dosis tunggal ditambah AZT
dan pasca persalinan selama 1 minggu
3 ODHA hamil dengan Tunda ART sampai setelah trimester I AZT selama 1 minggu atau
indikasi ART1
Untuk ibu dengan kondisi buruk perlu NVP dosis tunggal atau
dipertimbangkan untung-rugi untuk memulai
ART lebih dini NVP dosis tunggal
4 ODHA hamil dan AZT dimulai pada usia kehamilan 28 minggu NVP dosis tunggal dalam 72 jam
belum ada indikasi atau sesegera mungkin setelah itu; dilanjutkan pertama
ART1 selama masa persalinan,
ditambah
ditambah
AZT selama 1 minggu3
NVP dosis tunggal pada awal persalinan
Rejimen alternatif:
AZT dimulai pada usia kehamilan 28 minggu AZT selama 1 minggu3
atau sesegera mungkin setelah itu;
dilanjutkan selama persalinan,
AZT + 3TC : sejak kehamilam 36 atau AZT
sesegera mungkin setelah itu; dilanjutkan
selama masa persalinan hingga 1 minggu ditambah
pasca persalinan 3TC (2mg/kgBB - 2 kali sehari)
selama satu minggu
NVP dosis tunggal intrapartum NVP dosis tunggal dalam 72 jam
pertama
7 Ibu hamil dalam masa Untuk ibu yang belum diketahui status HIV-nya,
persalinan yang tidak bila ada waktu, tawarkan pemeriksaan dan
diketahui status HIV konseling, bila tidak, lakukan pemeriksaan dan
konseling segera setelah persalinan (dengan
atau persetujuan) dan ikut butir 8
ODHA yang datang Bila positif
pada saat persalinan
tetapi belum pernah Berikan NVP dosis tunggal; NVP dosis tunggal dalam 72 jam
mendapatkan ART pertama
bila persalinan sudah terjadi jangan berikan
tapi ikuti pedoman butir 8
atau
AZT + 3TC pada saat persalinan dilanjutkan AZT + 3TC selama 1 minggu
hingga 1 minggu pasca persalinan
Keterangan
1. Rekomendasi untuk memulai ART pada ODHA dewasa. Bila tersedia pemeriksaan CD4 maka dianjurkan untuk
memulai ART pada Stadium IV WHO tanpa memandang jumlah CD4, Stadium III WHO dengan CD4 <350/ ml
sel/L untuk membantu mengambil keputusan dan pada stadium I dan II WHO dengan CD4 <200/ ml
Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4, dianjurkan untuk menawarkan ART pada pasien dengan Stadium III dan IV
WHO tanpa memandang jumlah limfosit total atau stadium II dengan jumlah limfosit total <1200/ ml
2. Lakukan pemantauan klinis dan laboratorium, (lihat Bab VII)
3. Perlu dipertimbangkan untuk melanjutkan terapi bayi dengan AZT selama 4 – 6 minggu bila Ibu menggunakan
ART antepartum kurang dari 4 minggu.
4. ABC dapat digunakan sebagai pengganti SQV/r; namun pengalaman penggunaan ABC selama kehamilan masih
sangat terbatas. Pada terapi TB, dapat dimulai rejimen ART yang mengandung NVP namun perlu pemantauan
fungsi hati secara ketat (pemeriksaan SGOT/SGPT setiap bulan).
* Disarikan dari : “Recommendations on ARVs and MTCT Prevention 2004”. WHO Juli 2004.
Protease inhibitors
Nelfinavir (NFV) Puyer untuk supensi oral Semua umur <1 tahun: 50 mg/kg/dosis tiga kali sehari Puyer rasanya manis, sedikit pahit, tetapi berpasir dan
(campur dengan cairan): atau 75 mg/kg/dosis 2 kali sehari susah larut; harus di buat segera sebelum diminum dalam
Namun, keragaman
200 mg setiap sendok the campuran dengan air, susu, puding, dsb; jangan
farmkokinetik yang >1 tahun hingga <13 tahun: 55 hingga 65
peres (50 mg per 1.25 ml menggunakan makanan atau sari buah yang bersifat
ekstensif pada bayi, mg/kg/ dosis 2 kali sehari
sd): 5 ml asam (akan menambah rasa pahit); larutan akan stabil
yang memerlukan Dosis maksimum: >13 tahun: 1250 selama 6 jam
Tablet: 250 mg (tablet dapat dosis yang sangat mg/dosis 2 kali sehari
diparoh dan digerus serta tinggi pada bayi <1 Oleh karena sulitnya menggunakan puyer, maka lebih
dicampur dengan makanan tahun disukai tablet yang digerus (untuk bayi sekalipun) Bila
atau dilarutkan dengan air) sesuai dosisnya dapat diberikan
Puyer dan tablet dapat disimpan dalam suhu kamar
Makan obat bersama makanan
Interaksi obat (kurang dibanding PI yang mengandung
ritonavir)
Lopinavir/ ritonavir, Larutan oral: 80mg/ml Umur 6 bulan atau >6 bulan to 13 tahun: 225 mg/m2 LPV/57.5 Lebih disukai, larutan oral dan kapsul harus disimpan di
(LPV/r) lopinavir + 20 mg/ml lebih mg/m2 ritonavir 2 kali seharia atau dosis lemari es; namun, dapat disimpan di suhu kamar hingga
ritonavir sesuai BB: 25 oC (77 oF) selama 2 bulan; pada suhu >25 oC (77 oF)
khasiat obat menurun secara cepat
Kapsul: 133.3 mg lopinavir 7-15 kg: 12mg/kg LPV/3 mg/kg
+ 33.3 mg ritonavir ritonavir/dosis 2 kali sehari Formula cair bervolume sedikit tetapi berrasa pahit
15-40 kg: 10 mg/kg lopinavir/5 mg/kg Kapsul besar
ritonavir 2 kali sehari Kapsul tidak boleh digerus atau dibuka tetapi dengan
Dosis maksimum: >40 kg: 400 mg LPV/100 menelannya sekali gus
mg ritonavir (3 kapsul atau 5 ml) 2 kali Harus diberikan bersama makanan
sehari
Interaksi Obat
a 2
Meter luas permukaan tubuh dihitung dengan: akar dari (tinggi dalam sentimeter kali berat badan dalam kilogram dibagi dengan 3600).
(T x BB / 3600)
Dan/atau skala penampilan 4: terbaring di tempat tidur >50% dalam masa 1 bulan
terakhir
a HIV wasting syndrome: berat badan berkurang >10% dari BB semula, disertai salah satu dari diare kronik tanpa
penyebab yang jelas (>1 bulan) atau kelemahan kronik dan demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas.
b Ensefalopati HIV: adanya gangguan dan/atau disfungsi motorik yang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari,
berlangsung selam berminggu-minggu atau bulan, tanpa ada penyakit penyerta lain selain infeksi-HIV yang dapat
menjelaskan mengapa demikian.
Pentahapan penyakit seperti tersebut di atas akan mengalami perubahan dan masih dalam proses revisi.
a Berat badan berkurang secara persisten >10% dari BB semula atau di bawah garis persentil 5 grafik berat badan
dibanding tinggi (BBT) pada pengukuruan 2 kali berturut-turut dengan selang waktu lebih dari 1 bulan tanpa adanya
etiologi atau penyakit penyerta lain yang jelas.
Anamnesis
Daftar tilik gejala
Pemeriksaan fisik
Foto toraks jika terdapat gejala penyakit paru
Penilaian perilaku/psikososial
Kunjungan Pendidikan, pekerjaan, sumber penghasilan
pertama Dukungan sosial, struktur keluarga/rumah tangga
Penyingkapan status, siap untuk menyingkapkannya
Pengertian HIV/AIDS, transmisi, pengurangan risiko, pilihan pengobatan
Penilaian gizi
Penilaian keluarga/rumah tangga untuk menentukan apakah ada anggota keluarga yang terinfeksi
HIV yang memerlukan perawatan.
Rujukan bahasa Inggris lain yang dapat diakses gratis dari Internet
Catatan; sebagian buku ini tersedia versi cetakan secara gratis atas permintaan pada
penerbit
1. The Use Antiretroviral therapy: A Simplified Approach for Resource-Constrained
Countries (versi asli buku ini). WHO SEARO Juli 2002
http://w3.whosea.org/hivaids/therapy_cont.htm
2. Fact Sheets on Antiretroviral Drugs. WHO SEARO September 2002
http://w3.whosea.org/hivaids/antiretro_content.htm
3. Scaling up Antiretroviral therapy in resource-limitid settings: Guidelines For a
public health approach, WHO
http://www.who.int/hiv/pub/prev_care/pub18/en/
4. Sources and Prices of Selected Medicines and Diangnostics for People Living with
HIV/AIDS. UNICEF,UNAIDS, WHO dan MSF Juni 2003
http://www.who.int/hiv/pub/prev-care/edm/en/
5. Handbook on Access to HIV?AIDS-Related Treatment; A collection of Information,
tools and resources for NGOs, CBOs and PLWHA groups. WHO, Mei 2003
http://www.who.int/hiv/pub/prev_care/pub29/en/
6. Living Well with HIV/AIDS: A Manual on Nutritional Care and Support For People
Living with HIV/AIDS. FAO
http://www.fao.org/DOCREP/005/y4168E/Y4168E00.HTM
7. Community Home-Based Care in Resource-Limited Setting: A Framework for
Action. WHO
http://www.who.int/hiv/pub/prev-care/pub14/en/
1. ‘HIV & AIDS Treatment in practice (HATIP)’ is an E-mail newsletter for doctors,
nurses, other health care workers and community treatment advocates working in
limited-resource setting. The newsletter is published twice a month by NAM.
If you have web access, sign up at:
http://www.aidsmap.com/comonents/subscribe.asp
If you have internet E-mail access only, send an E-mail with your name,
E-mail address and the country in which you work to:
hatip@nam.org.uk
with the words : “add HATIP list” in the subject line.
2. ACRIA Update is a quarterly treatment education newsletter; eachedition ;covrs a
different theme of interest to the people living with HIV/AIDS and HIV healthcare
provider communities. The AIDS Community research Initiativ of America
http://www.criany.org/treatment/treatment_edu_ACRIA_update.html
XIIIDaftar Pustaka