Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

NEFROTIK SINDROME

1.1 Konsep Nefrotik Syndrome (NS)


1. Pengertian.
NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan
hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan
Rita Yuliani,2001).
Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria
masif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5
gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

2. Etiologi
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi :
a. Nefrotic syndrome bawaan.
Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.
b. Nefrotic syndrome sekunder
Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan
GNK, bahan kimia dan amiloidosis.
c. Nefrotic syndrome idiopatik
d. Sklerosis glomerulus.

3. Patofisiologi.
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif
sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun
karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang
mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang
sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan
trigliserida.
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif
sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun
karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang
mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang
sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan
trigliserida.

a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat


pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan
intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi
anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi
retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan
edema.

c. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari


peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotik plasma

d. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi


lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)

e. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan


disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi
seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)

4. Gejala klinis.
- Edema, sembab pada kelopak mata
- Rentan terhadap infeksi sekunder
- Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
- Kadang-kadang sesak karena ascites
- Produksi urine berkurang

5. Pemeriksaan Laboratorium
- BJ urine meningkat
- Hipoalbuminemia
- Kadar urine normal
- Anemia defisiensi besi
- LED meninggi
- Kalsium dalam darah sering merendah
- Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.

6. Penatalaksanaan
- Istirahat sampai edema sedikit
- Protein tinggi 3 – 4 gram/kg BB/hari
- Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung
pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat
digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik
perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan
kehilangan cairan intravaskuler berat.
- Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per
oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan
maksimum 80 mg/hari.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis
maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka
pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
- Antibiotika
- Punksi ascites
- Digitalis bila ada gagal jantung.

7. Komplikasi Sindrom Nefrotik

a.       Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah


akibat hipoalbuminemia.

b.      Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml)


yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan syok.

c.       Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi


sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.

d.      Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome
1. Pengkajian
a. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun
setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki
dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak
mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare,
urine menurun.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
f. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-
laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat
dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-
alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan
kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut
hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan
besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang
tua, teman.
h. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga.
Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB
standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi
sedang) dan > 80 % (gizi baik).
i. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena
distensi abdomen
b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi
ringan bisa dijumpai.
c) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h) Sistem endokrin
Dalam batas normal
i) Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j. Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan.


a) Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil
penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine
adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output secara Evaluasi harian keberhasilan terapi
akurat dan dasar penentuan tindakan
Tekanan darah dan BJ urine dapat
2. Kaji dan catat tekanan darah, menjadi indikator regimen terapi
pembesaran abdomen, BJ urine Estimasi penurunan edema tubuh
3. Timbang berat badan tiap hari
dalam skala yang sama Mencegah edema bertambah berat
4. Berikan cairan secara hati-hati
dan diet rendah garam. Pembatasan protein bertujuan
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. untuk meringankan beban kerja
hepar dan mencegah bertamabah
rusaknya hemdinamik ginjal.

b) Perubahan nutrisi ruang dari


kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan
protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu
makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan
dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi Rasional
1. Monitoring asupan nutrisi bagi
secara akurat tubuh
2.
hipoproteinemia, diare. Gangguan nuirisi dapat terjadi
secara perlahan. Diare sebagai
3. reaksi edema intestinal
dengan diet yang cukup Mencegah status nutrisi menjadi
lebih buruk

c) Resiko tinggi infeksi


berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak
ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga
dalam melakukan perawatan.

Intervensi Rasional
1. Meminimalkan masuknya
terkena infeksi melalui pembatasan organisme
pengunjung.
2.
infeksi Mencegah terjadinya infeksi
3. nosokomial
tindakan. Mencegah terjadinya infeksi
4. nosokomial
aseptik Membatasi masuknya bakteri ke
dalam tubuh. Deteksi dini adanya
infeksi dapat mencegah sepsis.

d) Kecemasan anak
berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak
hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil
kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara
verbal mengatakan tidak takur.
Intervensi Rasional
1. Perasaan adalah nyata dan
membantu pasien untuk tebuka
sehingga dapat menghadapinya.
2. Memantapkan hubungan,
meningkatan ekspresi perasaan
3. Dukungan yang terus menerus
menunggu mengurangi ketakutan atau
kecemasan yang dihadapi.
Meminimalkan dampak
4. hospitalisasi terpisah dari anggota
membawakan mainan atau foto keluarga.
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Cindy Smith; 1988; Nursing Care Planning for Childreen; Apply Nursing
Diagnosis; cindy Smith Greenberg.

Dr. Soetjiningsih; 1987; Tumbuh Kembang Anak; EGC; Jakarta

Elizabeth; 2001; Patofisiologi; EGC; Jakarta

Hudak dan Gano; 1987; Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, EG;


Jakarta

IKA; 1989; Continuing Education; FK UNAIR, Surabaya.

Lab/UPF IKA; 1994; Pedoman Diagnosis dan Terapi; RSUD Dr. Soetomo;
Surabaya

Lynda Juall Carpenito; 1998; Renanca Asuhan dan Dokumentasi


Keperawatan; Edisi 2; EGC; jakarta.

Stephan Berman; 1984; Pediatric Deceition Making; Philadelphia; Toronto

http://nursingbegin.com/askep-sindrom-nefrotik/

Anda mungkin juga menyukai