Anda di halaman 1dari 17

BANGJO

BANGJO
CERITA EPISODE SETING CERITA NASKAH CERITA : LIKA- LIKU NAFAS WONG CILIK : BANG JO : DI WARUNG YU MANIS : H. DJITO.

________________________________________________________________________ Para Pelaku 1. YU MANIS (35 Tahun) 2. MAS DARMO (45 tahun) 3. PRAYITNO (15 Tahun) 4. MBAK TARI (25 Tahun) 5. KURNIAWAN (25 Tahun) 6. TEGUH (28 Tahun) 7. ORANG- ORANG : Penjual Hik : Tukang becak : Penyemir Sepatu : Penghibur : Pengamen : Penjual koran : Pedagang Jalanan

SATU SETTING. Di pinggir jalan tak jauh dari perempatan terdekat gerobak Yu Manis lengkap dengan barang dagangan, peralatan bakulan, dingklik kayu, kranjang sampah, sapu lidi tua, ember plastik, dan tak jauh dari situ terdapat becak tua. DUA OPENING. Yu Manis dengan sapu tuanya menyapu di sekitar lokasi berjualan sambil nembang kidungan dandanggula: Sasmitane ngaurip puniki, Yekti ewuh yen ora meruha, Tan jumeneng ing urip, Sakeh kang ngaku- aku, Pangrasane pan wus utami, Tur durung wruh ing rasa, rasa kang satuhu, Rasaning rasa punika, Upayanen darapon sampurneng diri, Upayane darapon sampurneng diri, Ing kauripan. Kemudian Yu Manis menata barang dagangannya hingga telah siap melayani pembeli dan para pelanggannya. Sementara seseorang yang berada diatas becak tua tidur berkerubut sarung yang seseksli mengerak- gerakan sarungnya, mengusir nyamuk.

TIGA Duduk di atas dingklik kayu, Yu Manis bicara sendiri Yu Manis : Lumayan ngadang-ngadang tumetesing embun, eee..... siapa mengira ada embun yang mengalir kemari. Biarpun mengalirnya embun kecil, kalau dikumpulkan pasti lama kelamaan mengumpul menjadi banyak. Dari seratus perak lalu dikumpulkan menjadi seribu. Seribu perak dikumpulkan menjadi sepuluh ribu. Sepuluh ribu dikumpulkan menjadi jutaan rupiah. Lalu jutaan rupiah dikumpulkan menjadi jutawan. Nah, kalau sudah begini urusan rumah gedong, jadi hal yang kecil ( SAMBIL MENUNJUKAN JARI KELINGKING) apa-apa semua bisa aku beli, jangankan mobil, pangkat dan jabatan bisa aku beli, apa lagi soal hukum. Tentang urusan dalam rumah, aku serahkan pada pembantu. Dan hubungan dengan keluarga, anakanakku harus memanggilku dengan sebutan mami dan papi, panggilan lamanya bapak dan simbok dimusiumkan karena sudah

terkatagorikan menjadi barang antik dan klasik. Lalu tetangga sebelah memanggilku dengan sebutan Jeng Manis. Bade tindak pundi Jeng Manis...? lalu aku menjawab, Meniko lo mbakyu bade arisan. Ah.......... dasar orang kaya...... (TIBA TIBA BERHENTI KARENA MENDENGAR SEORANG TERTAWA) MAS DARMO : (TERTAWA CEKIKIAN) Oo..... alah Yu Yu, ngimpi itu mbok yang ringan- ringan saja, jangan keliwat tinggi, mudah jatuh lo Yu. YU MANIS MAS DARMO YU MANIS : WehAda orang to, siapa ya? : Aku...! : Aku..? (MENDEKATI BECAK MAS DARMO) Oo... Mas Darmo Pentil to? Kirain siapa mas. MAS DARMO : Ya genah ta Yu, mosok Mas Karyo Bebek (SAMBIL MEMBUKA SARUNGNYA) YU MANIS : Turun sini ta mas jajan karo ngobrol, baru jam segini saja sudah tidur. MAS DARMO : Males Yu, lagian baru tongpes belum dapet tarikan.

YU MANIS

: mbok tidak usah mengubah adat, biasanya ya.... bagaimana. Gali lubang tutup lubang, itukan sudah berlaku di lingkungan kita sejak simbah- simbah dulu.

MAS DARMO

: (DIAM SESAAT LALU DUDUK, BERSEMANGAT) Naah aku punya ide menarik yu.

YU MANIS MAS DARMO

: Apaa.. : Bagai mana kalau Yu Manis tak anter puter-puter kota dengan naik becakku hanya membayar lima ribu perak plus makan dan minum gratis, gimana Yu setuju apa tidak. Ya.... sekedar membantu wong cilik,to Yu?

YU MANIS

: Waaaah ide mu bagus mas, tapi enak disitu sengsoro di aku. Yen begitu ya sori- sori saja Mas Darmo.

MAS DARMO MANIS MAS DARMO

: kan Cuma lima ribu perak, Yu. : Bukan nilai rupiahnya, Mas Dar. Tapi tidak patut : Yaa sudah, kalau begitu tidur lagi (MEREBAH LAGI DI SANDARAN BECAK)

YU MANIS

: Mas.. Mas Darmo. Mumpung pisang gorengnya masih anget tur ayu-ayu, apa tidak kepingin, keburu habis lo Mas Dar. Dasar udaranya dingin, minum kopi kenthel, lalapannya pisang goreng anget, dinikmati sambil nongkrong krubut sarung, waaah jan nikmat tenan (SAMBIL MENGACUNGKAN IBU JARI)

MAS DARMO

: (TERDIAM SESAAT, LALU TURUN DARI BECAK) Kamu itu lho Yu, menggoda diriku saja hingga tak kuat menahan rayuan mulut manis dikau. Ya sudah bikinkan aku segelas kopi.

YU MANIS MAS DARMO

: Naaaah begitukan lebih baik. Kental atau biasa? : (SAMBIL MENGAMBIL PISANG GORENG) Kental tur manis seperti pipimu itu lo Yu, montok tur yahud.

EMPAT Segelas kopi belum selesai dibuat, Mas Darmo asik menikmati pisang goreng sambil nongkrong diatas dingklik. Dari arah lain datang seorang bocah lengkap dengan

kotak semirnya, berjalan sambil memainkan lap lusuhnya. Lalu duduk dekat gerobak Yu Manis, lalu merogoh kantong kemudian mengeluarkan uang recehan, lalu menghitung, lalu memasukkan lagi kedalam kantong, lalu pesen es teh, lalu duduk terdiam. Sementara Mas Darmo terbengong menyaksikan bocah ingusan itu. Bocah belasan tahun umurnya, lincah dan periang, polos dan juju r, bicaranya ceplas-ceplos dan jenaka, dan setumpuk predikat lannya.

PRAYITNO YU MANIS PRAYITNO MAS DARMO YU MANIS

: Es teh yu... : Esnya habis No, tinggal yang anget-anget. : Jangan Yu, dilarang bapak pemerintah. : Itukan yang praktis, yang tidak sejalan dengan pendapat beliau No. : Benar, No. Yang dilarang pemerintah itu yang anget-anget dan kurang bertanggung jawab. Kalau yang ini dijamin aman dan halal, Pake ditiup-tiup sedikit lalu diminum, dan bila masih ragu dapat dituang pada piring ini (SAMBIL MENGANGKAT PIRING)

PRAYITNO YU MANIS MAS DARMO PRAYITNO

: Kalau begitu enak, ya Yu. : ( TERSENYUM SAMBIL MENYODORKAN PIRING KECIL) : Ngomong- ngomong hari dapat banyak, ya No? : Lumayan Mas, dapat terkumpul sepuluh ribu tiga ratus perak. (MENDEKATI MAS DARMO) Kalau dipikir-pikir kerja beginian enak ya Mas, modal sedikit, hemat tenaga dan energi, tidak perlu melamar, dan tidak membutuhkan pendidikan khusus.

MAS DARMO YU MANIS PRAYITNO

: Tapi apa nggak ada repotnya to No. : Lho, repotnya apa mas? : Repotnya ya Yu, dikejar- kejar sama kamtib. Alasanya mengganggu ketertiban dan kenyamanan umum.

YU MANIS

: Apa kamu tidak menjelaskan dengan baik terhadap beliau-beliau itu, bahwa kamu bekerja seperti itu butuh makan, butuh biaya hidup, dan kebutuhan lainya.

MAS DARMO

: Bagi beliau-beliau itu, tidak mau tahu soal alasan-alasan seperti itu Yu, mereka kan wong kepenak.

YU MANIS

: Kepenak gimana to Mas?

MAS DARMO

: Begini Yu, beliau-beliau itu kalau baru tanggal-tanggal bokek pekerjaanya Cuma baca koran wajahnya pucet. Tapi kalau sudah tanggal muda maunya lampu hijau terus, tak mau kuning apalagi merah.

PRAYITNO YU MANIS

: Bener itu Mas, aku sendiri pernah melihat langsung kog. : ( BURU- BURU MENDEKATI PRAYITNO) Ceritanya bagaimana No, pasti menarik.

PRAYITNO YU MANIS PRAYITNO YU MANIS PRAYITNO

: ( MENOLEH KEKIRI DAN KEKANAN) : Tidak ada siapa-siapa, No. : Bukanya aku takut Yu, tapi janji jangan dilaporkan lho Yu : Tidak, tidak. : Yu Manis dan Mas Darmo kan tahu, bahwa pekerjaanku ini bermodal sedikit, eee.... bapak-bapak kantor itu tidak mau tahu!

Kemarin itu ada lima orang menyemirkan sepatu, aku senang karena akan mendapatkan sepuluh ribu perak. Tapi apa yang terjadi, dari lima orang tadi aku cuma dikasih lima ribu perak sambil ngomong begini, Kekurangannya hutang dulu dik, tanggal muda kesini lagi begitu Yu. YM + MD PRAYITNO : (TERTAWA LEPAS) : (MAU IKUT TERTAWA TAPI TIDAK BISA) Kalian kok malah menertawakan aku to? (SAMBIL GARUK- GARUK KEPALA) YU MANIS : (MASIH TERTAWA) Bukan, bukan menertawakan kamu No, tapi beliau-beliau itu lho yang lucu. Ya sudah, yang penting pendapatan kamu itu sebagian ditabung. PRAYITNO : Sudah pasti Yu, aku menabung sepuluh ribu sehari itu berarti setahun dapat terkumpul tiga juta enam ratus lima puluh ribu. Jadi dua tahun lagi, aku dapat beli sepeda motor buat ngojek yang hasilnya aku tabung kembali. Setelah uang terkumpul aku mau beli mobil buat ngompreng. Begini Yu (LALU MENUJU DINGKLIK KAYU YANG LAIN, DAN DUDUK MENYILANG) Tangan kanan pegang setir, yang kiri pegang oper gigi, kaki kanan injak pedal gas, dan kaki kiri injak presneleng terus berjalan rung.. ruung... ruuung....

MAS DARMO

: Berhenti dulu No, aku kernetnya yo (LALU BERDIRI LAIKNYA KERNET) begini ya, No.

PRIYATNO MAS DARMO YU MANIS MAS DARMO

: Ya, Mas. Tapi sambil teriak-teriak nawari penumpang lho Mas. : Ya ya. Solo! Solo! Solo! : E.... Mobilnya sudah datang, aku ikut Mas. : O..... Ya, kiri.. kiri.. (LALU TURUN) Ayo cepat Yu ngejar setoran nih!

YU MANIS

: Ya.. Ya.. (KEMUDIAN) E.... E.... sandalku, sandal nekermenku jatuh.

PRAYITNO

: Sembrono saja kamu, Yu.. Sudah kamu duduk saja biar diambilkan Mas Darmo.

MAS DARMO

(MELOMPAT sandal

TURUN jepit

MENGAMBIL gitu kok

SANDAL) dibilang

Mana

nekermen,

biasa

nekermen

(TERTAWA) O..... alah Yu.. Yu.. (LALU DILEMPARKAN). PRAYITNO YU MANIS : (TERTAWA) : (TERTAWA, MENGAMBIL SANDAL) Jangan menghina ini warisan Mbah buyut ku lo. MAS DARMO : Sudah- sudah, ayo naik lagi (YU MANIS DUDUK)(KEMUDIAN) Yu arisan- arisan. YU MANIS MAS DARMO YU MANIS PRAYITNO YU MANIS PRAYITNO : (MENGELUARKAN LIMA RIBUAN) Ini Mas, Solo satu. : (UANG DITERIMA LALU DICIUM) Lumayan dapet rejeki. : Mobil ini produksi dalam negri atau luar, No? : Dalam negri yu, Korea. : Jadi ini produk impor ya, wah pasti ini bagus kualitasnya ya No. : Kalau bilang kualitas sih, aku tidak tahu. Yang penting mobil ini produksi dalam negri, Korea. YU MANIS MAS DARMO : Tumpakannya alus ya, tidak bergoyang- goyang. : Mesti wae to Yu, lawong ini kayu tidak beroda, tidak berjalan (LALU MELOMPAT SAMBIL TERTAWA) Ora genah kabeh. Sama gombalnya. Ha.... Ha....

Kemudian Prayitno berjalan menuju tempat duduk semula sambil garuk- garuk kepala. Semua telah kembali ke tempat duduk semula. PRAYITNO : Aku yo mung umpamane kok mas. Seperti kita ini bisanya Cuma bermimpi, dan mengandai-andai. MAS DARMO : dan sekedar menghibur diri sendiri. Jangankan buat beli mobil, buat makan saja gali lubang tutup lubang, ya to yu. YU MANIS : (MENAWARKAN PISANG GORENG) Bener. Biarlah yang kaya semakin kaya, itu memang harus, kalau itu cita-cita dan ideologinya menumpuk harta. Tapi kami-kami ini mbok jangan disio-sio, aku juga tidak merampok hartanya. Harta itukan sekedar buat hidup, tak dibawa mati. Sementara mati hanya membutuhkan dua meter kain putih dan sejengkal tanah. PRAYITNO : Memang sudah nasib kita kok yu. Selalu ditendang dan diusir, seperti aku tadi siang. MAS DARMO PRAYITNO : Memangnya tadi siang ada apa No. : Tadi siang itukan aku habis dikejar-kejar sama kamib di stasiun, ya aku lari secepat-cepatnya sebab kalau sampai tertangkap, celaka mas. MAS DARMO PRAYITNO : Celaka ! Celaka kenapa, No. : Celakanya barang diminta lalu diurus segala macam pertanyaan, bila nasib sial dipulangkan ke daerah asal atau dimasukkan ke tempat penampungan anak. MAS DARMO : Di penampungan itu kan lebih enak to No. Setidaknya makan dicukupi, mandi bisa teratur, dan tidur bisa nyenyak.

PRAYITNO

: Sama saja mas, makan, mandi, tidur disini meskipun di emperan toko, ini tidak kurang dari manusiawi. Lebih bebas, sebebas udara malam. Mau cari apa wong cilik seperti kita, bisa makan kenyang dan tidur pulas saja sudah senang, tidak banyak neko-neko. Meski demikian, wong cilik selalu menjadi korban, melalui menanggung beban, selalu terusir dan terbuang, dan selalu menderita.

YU MANIS PRAYITNO MAS DARMO

: Ssstt. Jangan berkata begitu, tidak baik. : Ini lebih dari kejujuran kok yu. : Memang ada benarnya kata Prayitno itu kok yu, Coba kamu pikir kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, seperti kasus Waduk Kedung ombo, kasus kredit macet, kasus 27 juli yang lalu, kasus Nipah, kasus wartawan Bernas, dan kasus-kasus lainnya. Rakyat kecil celalu menjadi kurban. Wong-wong besar di mimbar-mimbar pidatonya, juga dimimbar-mimbar seminar, pasti mereka banyak yang berkata Pembangunan adalah untuk rakyat dan seterusnya kata rakyat selalu dibawa-bawa. Tapi rakyat yang mana ? Rakyat seperti aku, kamu, dan kamu, tidak kan.

YU MANIS PRAYITNO YU MANIS

: Tapi . . . . , tapi . . . . : Tapi tapi apa yu, tidak usah takut, aku tidak akan melaporkan. : Bukan itu yang aku maksudkan, No. Tapi suara itu (SAMBIL MERUJUK KEARAH GELAP).

PRAYITNO

: (MENCOBA MENCARI-CARI SUARA) Tidak apa-apa.

Sayup terdengar suara langkah sepatu berat menyentuh paving blok. YU MANIS PRAYITNO MAS DARMO : Nah, suara itu semakin jelas. : (MELOMPAT MELIHAT-LIHAT KEARAH GELAP) Petugas ! : Petugas edan itu lagi Ya!

PRAYITNO

: (BERBISIK) Ya.

Ketiganya saling menatap lalu membisikkan sesuatu. Kemudian mas darmo lari menuju becaknya dan pura-pura tidur, dan sementara Yu manis dan Prayitno tidur diatas dingklik kayu. ENAM Dari arah kegelapan terdengar dua orang tertawa penuh kemenangan. Lalu suara itu semakin terdengar jelas, dan semakin jelas lagi ketika sinar lampu perempatan jalan itu menyiram tubuh kedua orang tersebut. Kedua orang itu bukanlah seorang petugas, tapi mereka itu adalah Kurniawan (Wawan) seorang pengamen jalanan dan Teguh si penjual koran. Mereka berbisik, lalu bersikap bak seorang petugas.

TEGUH KURNIAWAN TEGUH

: (TERTAWA) : Ssssttt. Jangan tertawa. : siap laksanakan (LALU BERJALAN DIBUAT TEGAP DAN GAGAH MENDEKATI GEROBAK) Hai bangun, bangun!. Ayo semua bangun. Sudah saatnya kalian setor pajak! ayo bangun!!!! (SEMAKIN KASAR)

KURNIAWAN

: kalau mereka tetap diam dan tidak mau bangun, bongkar saja gerobak kotor itu dan juga becak itu kamu lempar ke truk sampah

TEGUH

: Siap, Pak.

Mendengar kata- kata bongkar, ketiganya kaget, lalu sepontan bangun dan berlutut di kaki Teguh dan Kurniawan, tanpa berani mendongakkan kepalanya keatas. Teguh dan Kurniawan melirik, lalu tersenyum. Yu Manis dan Mas Darmo lebih dari ketakutan, sebab membayangkan gerobak dan juga becaknya pasti mengalami kehancuran.

YU MANIS

: Ampun Pak, mohon jangan dibongkar Pak, itu satu-satunya harta warisan saya yang tersisa dari orang tua saya..

MAS DARMO

: begitu juga becak tua saya, Pak. Mohon jangan di lemparkan ke bak sampah, karena itu satu-satunya harta berharga buat kehidupan saya Pak.

PRAYITNO

(MENGAMBIL

ISI

KOTAKNYA,

LALU

KOTAK

ITU

DISERAHKANYA) Ampun Pak, isinya berharga buat perut saya, tapi kalu kotaknya mau dilempar ke bak sampah, ini.., terserah bapak, saya ikhlas Pak, betul. TEGUH : ( MENERIMA KOTAK PRAYITNA LALU DILEMPARKAN) Baik, baiklah kami tidak jadi membongkar gerobak juga becak tua itu, tapi segera serahkan uang sepuluh ribuan. MAS DARMO PRAYITNO : (MEROGOH KANTONG) Ba..baik Pak, ini pajak PPH saya. : Biar aku tidak jadi menabung, dan juga aku tunda membeli motornya, yang penting demi keselamatan. Ini Pak uang tabungan saya buat anak bapak saja. YU MANIS : (MENCARI- CARI UANG SEPULUH RIBUANYA KANTONG DENGAN PERASAN CEMAS) MAS DARMO : (DEMI MELIHAT ITU, LALU PURAPURA DI

MENGINGATKAN) Barang kali ada dilaci gerobak, Yu. TEGUH YU MANIS : Mana uang setoran mu Mbok. : O ya barang kali begitu mas darmo. Mohon ampun Pak, uang saya ada digerobak, bolehkah saya mengambilnya. KURNIAWAN : Tidak usah! Kalian tetap disini saja jangan sampai ada yang bergerak apa lagi mendongakkan kepala ke atas. Mengerti! YM,MD + P TEGUH : (HAMPIR BERSAMAAN) Mengerti, Pak. : baik. Biar uang itu aku ambil sendiri.

Kemudian Teguh dan kurniawan meninggalkan mereka bertiga, lalu menuju kegerobak sambil tertawa. Mendengar itu, Yu Manis merasakan ada sesuatu keganjilan begitu juga Mas Darmo, namun mereka tidak berani mendongakkan kepalanya takut ketahuan. Begitu ada digerobak , Teguh dan Kurniawan langsung meminum kopi milik Mas Darmo dan Prayitno, lalu menyantap pisang goreng sambil tertawa lepas. Prayitno yang lugu itu, mendongakkan kepalanya, ia sedikit kaget bercampur geram, lalu tersadar dan tersenyum. YU MANIS PRAYITNO : (MENOLEH KE PRAYITNO) No. Kamu jangan bikin persoalan. : (TERSENYUM LALU DUDUK) He Yu, mbok coba kamu lihat. Siapa yang digerobak itu!!!

YM + MD

(MENDONGOKKAN

KEPALA

MELIHAT

KE

ARAH

GEROBAK) Jangkrik !!!

TUJUH Tertawanya belum habis. Dari arah lain, datang seorang perempuan bak ratu pulang dari kontes. Make-upnya menor, pakaiannya menyala, dan cara berjalanya pun sunguh berirama. Wanita itu bernama Lestari, atau biasa dipanggil Mbak Tari. Tentang latar belakang kehidupanya kurang etis diceritakan disini, Cuma sekedar untuk gambaran sebut saja ia Ratu Si Penghibur MBAK TARI : (BERTEPUK TANGAN) Sungguh luar biasa. Semuanya kaget dan terdiam MBAK TARI : Apakah ada suatu kemenangan atau ada sesuatu yang menarik sehingga kalian dapat tertawa lepas? TEGUH : (BERDIRI MENDEKATI MBAK TARI) Begini Mbak, ketiga orang itu telah kena tipu, ha.... ha.... ha..... MBAK TARI KURNIAWAN MBAK TARI TEGUH : Kena tipu! (TAK MENGERTI) Tapi kenapa malah ditertawakan! : Ya mereka kena tipu sesama kita- kita. : Apa maksudnya? : Begini lho mbak Tari. Tadi ketika mereka itu berkasak-kusuk tentang yang hangat-hangat, dan kami mendengarnya, lalu kami sepakat membuat ketakutan menyamar sebagai petugas, yang purapura menarik PPH atas usaha mereka itu. Semua tertawa lepas. MBAK TARI T+K MD+YM MBAK TARI : (MASIH TERTAWA) Jadi kalian tadi . . . . : Bermain Sandiwara. Ha . . . ha . . . ha . . . . : (SALING MENATAP) : (KEPADA YU MANIS) Mbook Manis, buatkan aku segelas susu, mbok. YU MANIS : (BANGKIT) Sendiko den, ayu.

Mbak tari lalu duduk, lalu membuka tas kecilnya, lalu mengeluarkan sebatang rokok putih, lalu menyulutnya, lalu menyedotnya, lalu mengepulkan asap putih, lalu mengudara tinggi dan entah kemana. Hening. DELAPAN Semua saling menatap. Lalu Teguh mencoba memecah keheningan. TEGUH MBAK TARI TEGUH MBAK TARI : (BERGESER DUDUK) Malam ini sepi sekali, ya Mbak. : Bener dik Teguh. Sesepi yang aku alami. : Memangnya baru sepi-sepi saja, mbak. : (MENYEDOT ROKOKNYA) Bener dik. Padahal sudah aku obral di bawah harga normal. Tapi belum laku juga. PRAYITNO : (YANG TIDAK TAHU PERSOALAN) Barang kali kalau gratisan pasti laku keras mbak. Aku pun juga mau. Semua melihat kearah Prayitno, lalu tertawa. MAS DARMO : Kamu belum sunat, ya le. (SAMBIL MENDORONG KEPALA PRAYITNO). PRATYITNO : (TERSADAR APA YANG DIMAKSUD) O . . . alah tak kiro barang dagangan apa. Hi . . . hi . . . hi . . . . TEGUH : Kalau begitu sama halnya dengan saya dan teman-teman. Di lampu bangjo belum tentu menjadi surga bagi kami. Bila lampu merah menyala, kami beramai-ramai ke tengah jalan. Tapi bila lampu hijau menyala, kami kembali dengan tubuh lemas dan kecut, seolah nafasku terhenti. Dan juga bagi pedagang yang lain, seperti pedagang rokok, minuman, buku-buku, dan . . . . KURNIAWAN : Dan juga pengamen seperti aku, mbak. Tak jarang kami mendapat cacian dan makian. Padahal pekerjaan itu lebih dari manusiawi.

TEGUH

: Ya. Kami tidak saja melawan terik matahari, limbah kenalpot, tetapi tak jarang pula kami harus berurusan dengan petugas, hanya untuk sekedar mencari penghidupan. Sebab hanya itu yang saya bisa.

MBAK TARI

: benar dik. (MENYEDOT ROKOK) Begitu pula saya, saya sebenarnya juga menyadari bahwa apa yang saya lakukan ini perbuatan dosa. Dosa kepada Tuhan, dosa kepada Orang Tua juga terhadap adikadikku, yang sekolahnya aku biayai dari pekerjaan ini. Sementara Orang Tua kami sudah mulai renta. (MOVE) Orang-orang di sekelilingku muak melihatku, sok suci, sok alim, sok tahu tentang dosa-dosa. Bila malam tiba menjelang tidur, hatiku menangis dan menjerit aku teringat kepada Tuhan, aku bersujud, aku tak ingin melakukan perbuatan busuk ini. Tapi buru-buru aku membuka pintu bila ada yang mengetuknya. Aku mencoba menolak, tapi, aku lalu sadar, aku butuh hidup, butuh makan, butuh biaya sekolah adik-adikku. Apa itu salah ! Aku sudah merelakan harta yang paling berharga dalam hidupku, bagi mereka. Sudah begitu besar pangorbananku, demi hidup, tapi kenapa mereka-mereka itu seolah buta terhadapku. Sebentar lagi pondokkan kami akan hancur, akan dibangun rumah real estate. Kami akan tersingkir dan terbuang.(PAUSE) Entah, kemana lagi nanti kami mengadu hidup nampaknya sudah tidak ada lagi tempat buat kamikami hidup bercampur dengan masyarakat.

YU MANIS

: (TERTAWA) Hei, kenapa kalian malah berbicara begitu, menyalahkan orang lain apalagi menyalahkan diri sendiri, itu tidak baik. Kehidupan kota memang tidak berpihak kepada kita yang kebanyakkan tak punya bekal ilmu dan keahlian yang layak untuk di kota. Itu salah kamu sendiri yang lari ke kota. Sudahlah kembali saja ke desa, ke kampung halaman, dia akan lebih membutuhkan kita, membutuhkan keringat dan membutuhkan kesabaran kita.

MAS DARMO YU MANIS

: Kalau menurut pendapat ku kok tidak begitu, yu. : Pendapat mas Darmo bagaimana ?

MAS DARMO

: Begini yu. Aku jadi tukang becak, Yu Manis jualan wedang, Teguh jualan Koran, wawan menjadi pengamen, Prayitno jadi tukang semir, dan mbak Tari menjadi penghibur. Itu sudah sesuai dengan bakatnya masing-masing, akan lebih baik dan memberikan nilai positif kalau bakat itu dikembangkan dengan baik. Tuhan pernah berfirman dalam kitabnya, kurang lebih begini Aku (Allah) tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau mereka sendiri tidak merubahnya juga dalam ayat lain dikatakan Barang siapa yang sabar dalam menghadapi setiap kesulitan, Aku (Allah) akan membalas setimpal dengan perbuatannya begitu, maka renungkanlah baik-baik akan hidup kalian.

PRAYITNO

: Mas Darmo. Kalau begitu hidup ini sudah punya nasib sendirisendiri ya mas?

MAS DARMO YU MANIS MAS DARMO

: Benar, No. tapi itu bukan harga mati. : Maksudnya ? : Ya seperti ayat tadi. Nasibmu tidak akan berubah kalau kamu tidak merubahnya sendiri.

YU MANIS MAS DARMO

: Kalau begitu kita tidak boleh ngiri dengan yang lain ya mas? : Benar. Biarlah yang kaya menjadi kaya kalau memang itu yang dicita- citakan, dan beridiologi menumpuk harta kita jangan sampai ngiri.

KURNIAWAN

: KAMI TIDAK NGIRI Mas, saya cuma prihatin. Sudah berapa banyak rakyat menjadi kurban, tidak terhitung Mas. kita juga tetap diam saja to. Tapi kenapa masih saja ditindas, difitnah yang katanya demi pembangunanlah.

YU MANIS

: Tampaknya kok tidak begitu Wan. Kita lebih merasa menjadi kurban pembangunan terlebih menjadi tumbal pembangunan, karena kamu tahu?

TEGUH YU MANIS

: Ya karena kebiadaban mereka itu Yu. : Kalau menurut kamu?

KURNIAWAN YU MANIS PRAYITNO YU MANIS

: Ya karena mereka itu tidak punya moral. : Salah! Salah semua. : Lha yang benar bagai mana Yu? : Yang benar? (Semua menyaut) Ya

YU MANIS

: Karena pembangunan itu belum selesai, masih dalam proses berjalan. Ya wajar to kalau masih ada yang ketinggalan, toh itu belum berakhir, masih berjalan terus.

MBAK TARI

: Apa itu juga termasuk penggusuran pondok kami tempat bekerja, tempat mencari nafkah, tempat berlangsungnya kehidupan kami,Mbok.

YU MANIS

: Itu lah yang tidak aku mengerti, Den Ayu. Sudahlah yang penting kalian sekarang makan yang kenyang biar tidur kalian nanti bisa pulas. Ini semua gratis untuk kalian, tapi hanya untuk kali ini saja, dan besok tidak lagi

Anda mungkin juga menyukai