Anda di halaman 1dari 52

1

2
Klasifikasi Transformator
BerdasarkanPenggunaan :
Trafo Daya (Power Transformer)
Trafo Instrument (CT= Trafo Arus dan PT= Trafo
Tegangan)
Trafo pemisah
Trafo Khusus/Trafo Istimewa
Untuk memishakan Rangkaian I dan II atau yang
berbahaya dan tidak berbahaya bagi manusia
(Trafo Pemisah).
Berdasarkan Rangkaian Magnetnya
dibedakan atas :
Trafo Inti - Core Type Transformer.
Trafo Mantel - Shell Type Transformer.
Berdasarkan pendinginan Trafo :
Trafo Pendinginan Sewajarnya. (Udara atau
Minyak yang alamiah)
Trafo Pendinginan Air
Trafo Pendinginan yang dipaksakan (Udara
atau Minyak yang dipaksakan)
Berdasarkan Jumlah Fasa :
Trafo Fasa Tunggal.
Trafo Fasa Banyak

3
4
5
6
7
8 8
1. Pendahuluan
1.1 Definisi
Transformator atau disingkat trafo adalah suatu mesin yang menkonversikan
energi elektrik dari suatu rangkaian elektrik ke rangkaian elektrik yang lain
dengan tegangan yang berbeda, tanpa perubahan frquency, melalui suatu
medium berupa medan magnet,.

1.2 Bagan trafo

Bagan dari trafo (lihat Gb. 1-1)
Ada dua sisi dari trafo
a. Sisi primer.
b. Sisi sekunder
Kondisi tegangan:
a. Bila v
p
< v
s
: trafo step up
b. Bila v
p
> v
s
: trafo step down
Istilah lain untuk sisi trafo:
a. Sisi tegangan tinggi
b. Sisi tegangan rendah

~ v
p
e
p
e
s
v
s
N
p
N
s
u
+
-
+
+
-
-
Z
L
+
-
sisi primer
sisi sekonder
i
m
Gb. 1-1 Bagan dari trafo
9 9
Gb. 1-2 menunjukkan trafo dalam
jaringan tegangan tinggi dan medium
Batas kekuatan isolasi dari generator
adalah antara 11 sampai 22 kV.
Melalui trafo tegangan dinaikkan
sampai 380 kV atau 500 kV untuk
menurunkan rugi tembaga, sehingga
transmisi menjadi ekonomis.
Melalui trafo step down tegangan
diturunkan menjadi 10 atau 20 kV
untuk bisa memberikan suplai pada
jaringan distribusi.
Kemudian tegangan tersebut
diturunkan lagi menjadi 380/220 V.
untuk bisa dipakai pada beban,
seperti motor, dll.
Dengan trafo pemakaian motor ac
menjadi lebih populer dibandingkan
dengan motor dc.

Mesin listrik adalah devais yang
mengkonversikan energi elektrik ke
mekanik atau sebaliknya.
Kopling antara sistem elektrik dan
mekanik adalah melalui medan
magnetik.
Mesin listrik dan trafo adalah alat
konversi dengan konsep yang sama.
Karena itu analisis untuk kedua
sistem adalah sama.
Trafo adalah mesin elektrik statis
dan secara komparatif konsepnya
bisa dimengerti lebih mudah.
Karena itu analisis dari tarfo
merupakan awal dari studi devais
untuk mesin listrik.

10 10
Generator: 11 - 22 kV.
Gb. 1-2 Energy Supplies dari jaringan tegangan tinggi dan menengah
11 11
1.3 Macam Trafo
a. Trafo daya
b. Trafo instrumen: untuk pengukuran
i. Trafo tegangan
ii. Trafo arus














c. Masih banyak macam yang lain
Gb. 1-4 Trafo tegangan Gb. 1-5 Trafo arus
Gb. 1-6 Trafo arus slide over
Gb. 1-7 Trafo arus Clip on
12 12
Gb.1-8 Trafo distribusi 20kV/380V
13 13
2. Konstruksi Trafo
2.1 Tipe trafo:
a. tipe shell: inti baja mengelilingi kumparan (Gb. 2.1a dan b).
b. tipe core: kumparan mengelilingi bagian inti (Gb. 2.2a dan b).
Penampang melintang dari kedua tipe tersebut terlihat pada Gb. 2-3.
Gambar perspektif trafo Gambar penampang melintang dari trafo






Kumparan dengan tegangan yang lebih
tinggi ditempatkan dekat dengan inti baja,
untuk membuat pemakaian isolasi yang
minimum.

Kumparan T.T.
Kumparan T.R.
u
Kumparan T.T.
Kumparan T.R.
Limb atau Leg
Yoke
Gb. 2-1 Trafo tipe shell: (a). Inti dari laminated
sheet, (b). inti dengan wound core
Gb. 2-2 Trafo tipe core: (a). Inti dari laminated
sheet, (b). inti dengan wound core.
Gb. 2-3 Penampang melintang dari trafo: (a) tipe core,
(b) Tipe shell.
14 14
2.2 Bagian dari trafo:
a. Inti:
Inti merupakan tumpukan dari
baja tipis dengan tebal sekitar 0,35
mm untuk trafo 50 Hz.
Bentuk inti ada yang flat (Gb. 2-1
dan 2-2 a) dan ada yang wound
(Gb. 2-1 dan 2-2b).
Salah satu tipe dari laminasi untuk
tipe core and shell dari trafo
terlihat dalam Gb. 2.5 (a) dan (b).


Untuk menghindari celah udara yang
kontinu, maka sambungan ujung
(butt joints) saling diatur bergiliran,
seperti terlihat pa-da Gb. 2-5c,
karenanya reluktansi dari rangkaian
magnetic bertambah.
Pada saat yang sama celah udara
yang kontinu akan mengurangi
kekuatan mekanis dari inti.
b. Kumparan
Sebelum dipasang, kumparan digu-
lung lebih dahulu.
kemudian laminasi didorong melalui
lubang koil, selapis demi selapis dan
inti besi dipersiapkan.


Butt joints
Butt joints
Butt joints Butt joints
Butt joints
lapisan ke 1, 3, 5 dst lapisan ke 1, 3, 5 dst
lapisan ke 2, 4, 6 dst lapisan ke 2, 4, 6 dst

Gb. 2-5 Bagan inti trafo: a). tipe core,
b). tipe shell, c). struktur butt
15
Bentuk perspektif dari kumparan trafo
Kumparan yang terdiri dari
beberapa koil, yang berbentuk
silindris atau helix
Kumparan yang berbentuk
gulungan

Gb. 2-6 Kumparan yang berbentuk belitan, tipe helikal atau
silindrikal

Gb. 2-7 Kumparan yang berbentuk disc atau pancake
16 16
3. Trafo dengan dua kumparan yang ideal
Konsep trafo ideal digunakan
untuk mendapatkan gambaran yang
lebih mudah tentang trafo.
Asumsi-asumsi untuk trafo ideal:
Tahanan kumparan diabaikan.
Tidak ada fluksi bocor.
Rugi besi (rugi hysteresis dan
arus eddy) diabaikan, dan
kurva magnetisasi untuk inti
adalah linier.
Untuk analisa digunakan rangkaian
pada Gb. 3-1.
Pada Gb. 3-1 terdapat tanda
titik pada kedua kumparan.
Titik tsb. bermakan bila arus pada
kedua kumparan menuju ke titik
tersebut, maka fluksi yang
dihasilkan oleh kedua kumparan
adalah searah.

~ v
p
e
p
e
s
v
s
N
p
N
s
u
i
m
+
-
+ +
-
-
S
Z
L
Gb. 3-1 Trafo ideal dalam keadaan beban nol.
17 17
3.1 pada keadaan beban nol:
Switch S (Gb. 3-1) dalam keadaan
terbuka.
Misal v
1
adalah sinusoidal, maka
arus magnetisasi i
m
juga sinusoi-
dal.
Mmf N
p
i
m
dan fluksi u juga
sinusoidal.
Misal


Tegangan induksi pada kumparan
primer dan sekunder adalah



Tegangan induksi rms pada kumpa-
ran primer dan sekunder adalah



Perbandingan transformasi:



~ v
p
e
p
e
s
v
s
N
p
N
s
u
+
-
+ +
-
-
S
Z
L
i
m
t sin
m
u =
t cos
m

p
N -
dt
d
p
N -
p
e u = =
t cos
m

s
N -
dt
d
s
N -
s
e u = =
m s
N f 2
2
max
s
E
s
E u = =
m p
N f 2
2
max
p
E
p
E u = =
n
s
N
p
N
s
E
p
E
= =
(3-1)
(3-2)
(3-3)
(3-4)
(3-5)
(3-6)
18 18
Bentuk gelombang dan Diagram fasor
Bentuk gelombang dari u
p
, e
p
dan e
s
,
digambarkan dalam Gb. 3-2 (b). (3-
6).








Phasor diagram dari trafo ideal pada
beban nol diperlihatkan dalam Gb. 3-
2 (a).
Fasor u digambarkan horizontal,
Fasor E
p
dan E
s
digambarkan
vertical dengan arah kebawah
Karena v
p
= - e
p
, maka fasor V
p

digambarkan vertical keatas.
Untuk kemudahan dianggap
bahwa N
p
= N
s
, dan karenanya E
p

= E
s
.
Terlihat dalam Gb. 3-2(a), bahwa
emf. E
p
dan E
s
, tertinggal 90
o
oleh
fluksi u yang menginduksikannya,
tegangan V
p
mendahului fluksi u
dengan sudut 90
o

V
p
= -E
p
e
p
, e
s
u I
m
u
E
p
, E
s
i
m
e
t
0
t
2t
90
o
Gb. 3-2 Trafo ideal: (a). Diagram fasor,
(b). Bentuk gelombang
19 19
3.2 Trafo berbeban
Switch S ditutup.
Karena tahanan kumparan adalah nol,
V
s
= E
s
.
Menurut Hk. Lenzs, arah dari arus
sekonder I
s
harus sedemikian rupa
bahwa mmf seconder M
s
(= I
s
N
s
)
menghasilkan u
s
, yang berlawanan
dengan fluksi utama u dalam inti.

Fluksi resultante dalam inti adalah
u - u
s
, yang cenderung untuk
mengurangi E
p

Ini tentu bertentangan dengan Hk.
Kirchoff II.
Karena itu primer harus menarik
arus tamba-han sebesar i
p
dari
sumber, untuk menetralisir pengaruh
demagnetisasi dari
s
.
Dengan adanya arus dalam primer,
berlaku

Persamaan 3-8 dapat juga dituliskan
sebagai

~
v
p
e
p
e
s
v
s
N
p
N
s
u
+
-
+ +
-
-
S
Z
L
i
s
i
p
u
s
s
N
s
I
p
N
'
p
I =
s
I
n
1

s
I
p
N
s
N

'
p
I = =
Gb. 3-3 Trafo ideal dalam keadaan berbeban.
(3-7)
(3-8)
20 20
Diagram phasor dalam berbeban dari
trafo ideal terlihat pada Gb. 3-4.










Arah mmfs. M
p
dan M
s
berlawanan,
seperti pada Gb. 3-3.
Arus total I
p
merupakan penjumlahan


Karena I
m
terlambat terhadap Vs
denan sudut 90o, maka arus Ie
seolah-olah mengalir pada induktor
fiktif..






Bila arus magnetisasi i
m
diabaikan,
maka pers. 3-7 menjadi

Dengan adanya arus Ip pada primer,
maka resultante fluksi adalah

Jadi untuk trafo ideal, dengan I
m
= 0,
didapat

V
p
= -E
p
u
E
p
= E
s
= V
s
I
p
M
p
M
s
I
s
I
p
p

s
I
m
Gb. 3-4 Diagram fasor trafo dalam keadaan ideal
dalam keadaan berbeban

m
I
'
p
I
p
I + =

s s
-
res
u = u + u u = u
n
p
I
s
I
s
N
p
N
s
E
p
E
s
V
p
V
= = = =
s
I
s
N
p
I
p
N =
Gb. 3-5 Diagram fasor trafo ideal dalam keadaan
berbeban
~ v
p
e
p
e
s
v
s
N
p
N
s
u
+
-
+ +
-
-
S
Z
L
i
s
i
p
i
m
i'
p
(3-9)
(3-10)
(3-11)
(3-12)
21 21
4.1 Arus magnetisasi
Trafo ideal tidak pernah ada dalam
praktek.
Kurva magnetisasi dari inti trafo yang
sebenarnya adalah non-linier,
sehingga untuk menghasil-kan fluksi
yang sinusoidal didapt arus eksitasi
yang tidak sinusoidal (lihat Gb. 4-1a).



0 -10 -20 -30 10 20 30 0 60 120 180 240 320 380
10
20
40
0.5
1.0
1.5
i
e
u
et
u
i
e
4. Trafo tak ideal
Gb. 4-1 Magnetisasi dari trafo: a). Kurva magnetisasi dalam
bentuk loop, Arus eksitasi dan fluksi sinusoidal yang
dihasilkan
N

m
i
9
=
Dalam rangkaian magnetik linier,
arus magnetisasi dapat dinyatakan
oleh


Karena arus magnetisasi adalah
nonlinier ( Gb. 4-1b), maka arus
magnetisasi dapat dinyatakan oleh
deret Fourier sbb.:



Harga rms dari arus eksitasi adalah

i
m
= \2 [ I
e1
cos (et + u
1
)
+ I
m3
cos (3et + u
3
)
+ ...
+ I
mn
cos (net + u
n
)]

2
mn
I . . .
2
m3
I
2
m1
I
m
I + + + =
(4-1)
(4-2)
(4-3)
22 22
Penurunan arus magnetisasi untuk fluksi sinusoidal

0
2
2

0
t

u
u
i
m
i
m
/2
/2 3
/2 3
/2
a.
b.
c.
1
t
0
2

2
t
3
t
5
t
4
t
6
t
7
t
8
t
t : Catatan =
23 23
Arus magnetisai:

2

0
t
i
m

c
.
8
t
7
t
/2 3
6
t
5
t
4
t
3
t
/2 2
t
1
t
m1
i
m3
i
m5
i
i
m
= \2 [ I
m1
sin (et + u
1
) + I
m3
sin (3et + u
3
) + ...
+ I
mn
sin (net + u
n
)]
2
mn
2
m3
2
m1 m
I . . . I I I + + + =
Berdasarkan deret Fourier:
Harga rms dari arus medan:
24 24
4.2 Rugi inti.
Kerugian lain yang timbul pada inti
trafo adalah rugi arus eddy.
Jadi rugi besi dapat dituliskan

Rugi besi dapat dinyatakan sebagai
rugi pada tahanan fiktif R
c
, dengan
arus

Dengan adanya rugi besi,
rangkaian trafo terlihat pada Gb. 4-
3.


Arus penguatan menjadi:

Karena I
m
adalah nonlinier, maka


Bila arus harmonisa diabaikan, maka


Diagram fasor menjadi
P
C
= P
h
+ P
e

1
E
c
P
c
I =
~
v
p
e
p
e
s
v
s
N
p
N
s
u
i
p
+
-
+ +
-
-
S
Z
L
i
m
i
c
i
e
'
p
i
r
c x
m

Gb. 4-3 Rangkaian trafo dengan memperhatikan arus eksitasi
c
I
m
I
e
I + =
c
I
mh
I . . .
m3
I
m1
I
e
I + + + + =
c
I
m1
I
e
I + =
V
p
E
p
= E
s
I
e1
I
c
I
m1
u
e
u
(4-4)
(4-5)
(4-6)
(4-7)
(4-8)
25 25
4.4 Fluksi bocor dan tahanan kumparan
Ketidak sempurnaan lain dari trafo
adanya tahanan pada kumparan
adanya fluksi bocor yang dihasil-
kan oleh kumparan trafo.
Arus eksitasi I
m
pada kumparan
primer selain menimbulkan fluksi
mutual u
p
, juga menimbulkan fluksi
bocor u
p
.
Rangkaian trafo yang baru terlihat
pada Gb. 4-4.
Tahanan primer r
p
menimbulkan drop
tegangan sebesar R
p
I
p
Fluksi bocor u
p
menimbulkan drop
tegangan yang dinyatakan oleh jI
p
X
p
,
dimana X
p
merupakan suatu reaktansi
fiktif.




X
p
sering juga disebut sebagai reak-
tansi bocor.
Pada sekonder juga terdapat tahanan
R
p
dan fluksi bocor F
p
, yang
menimbulkan drp tegangan R
s
I
s
+
jI
s
X
s
Rangkaian trafo baru terlihat pada
Gb. 4-5.


e
p
e
s
v
s
N
p
N
s
u
i
p
+
-
+ +
-
-
S
Z
L
i
m
i
c
i
e
i'
p
u
s
u
p
~
v
p
R
p
R
s
Gb. 4-4 Fluksi mutual dan fluksi bocor dalam inti terafo
e
p
v
s
N
p
u
+
-
+ +
-
-
i
c
~
v
p
R
p
R
s
jX
s
jX
p
i
p
i'
p
Z
L
e
s N
s
i
e
i
m
Gb. 4-5 Diagram trafo tidak ideal
26 26
a.Keadaan beban nol
Digarm trafo telihat pada Gb. 4-5.
Switch S terbuka.






Arus I
s
= 0 I
p
= 0 I
p
= I
e

Persaamaan tegangan dalam primer
pada beben nol dapat ditulis sebagai




Diagram fasor dari trafo terlihat
pada Gb. 4-7

u
+
-
+ +
-
-
~
v
s
R
p
jX
p
i
p
i'
p
N
p
N
s
v
p
e
p
i
c
i
m
i
e
e
s
R
s
jX
s
Z
L
Gb. 4-6 Diagram trafo tidak ideal
|
|
|
.
|

\
|
+ + =
p
jX
p
R
e
I
'
p
V
p
V
V
p
E
p
= E
s
i
e
i
c
i
m1
o
I
e
R
p
jI
e
X
p
E
p
Gb. 4-7 Diagram fasor trafo dalam keadaan beban nol
(4-9)
27 27
b. Keadaan berbeban
Digarm trafo telihat pada Gb. 4-5.
Switch S terbuka.






Arus I
p
= I
p
+ I
e

Persaamaan tegangan dalam primer
dan sekonder

Diagram fasor dari trafo dalam
berbeban
u
+
-
+ +
-
-
~
v
s
S
R
p
jX
p
i
p
i'
p
v
p
e
p
R
s
jX
s
e
s
Z
L N
p
N
s
i
c
i
m
i
e
Gb. 4-6 Diagram trafo tidak ideal
s
Z
s
I
s
V )
s
jX
s
(R
s
I
s
V
s
E + = + + =
|
|
|
.
|

\
|
+ + =
p
jX
p
R
p
I
'
p
V
p
V
V
p
= -E
p
u
E
p
= E
s
= V
s
I
e
I
s
I
p

s
I
p
V
p
jI
p
X
p
V
s
jI
s
X
s
I
s
R
s
I
p
R
p
a).
I
s
R
s
V
p
= -E
p
u
E
p
, E
s
I
e
I
s
I
p

s
I
p
V
p
jI
p
X
p
V
s
jI
s
X
s
I
p
R
p
b).
Gb. 4-6 Diagram fasor dari trafo tidak ideal: a). Beban induktip, b).
beban kapasitip
(4-10)
(4-11)
28 28
5. Rating dari Trafo
Pabrik trafo menempatkan suatu pelat
nama pada suatu trafo tertentu, dimana
dicatat rating output, tegangan,
frequency dll.
Misalkan dalam pelat nama suatu tra-fo
satu phase tercatat 20 kVA, 3300/ 220
V, 50 Hz.
Rating output dinyatakan dalam kVA,
dan bukannya dalam kW.
Rating output trafo dibatasi oleh panas,
yang ditimbulkan oleh rugi-rugi dalam
trafo.
Rugi-rugi berupa rugi besi, yang
sebanding pada tegangan dan rugi
tembaga tergantung pada arus, dan
tidak dipengaruhi oleh power factor.
Untuk suatu trafo:





Karena trafo beroperasi pada effici-
ency sangat tinggi, maka rugi-rugi
bisa diabaikan, sehingga cos
p

primer dan cos
s
sekonder hampir
sama.
Tegangan 3300/220 V menunjukkan
desain tegangan untuk primer dan
sekonder.
Kondisi tsb. bisa dibalik.
Jika trafo adalah step up, maka 3300
V adalah tegangan rated pada se-
konder, dan 220 V. pada primer.

rugi Rugi
output Rating
input Rating
+


2)
cos sekonder)( terminal
pada (kva) (
1)
(cos primer) terminal
pada (kva) (
(5-1)
29 29
Arus rating primer dan sekonder
dihitung dari rating kVA dan rating
tegangan yang sesuai.
Jadi Arus rating (arus beban penuh)
primer =


Arus rating (atau beban penuh)
sekonder =


Perlu dicatat bahwa arus primer dan se-
konder menunjukkan arus dari
kumparan yang didesain.
Frequency rated menunjukkan frequen-
cy untuk pengoperasian dari trafo.


Rasio:

rasio tegangan

rasio belitan

Pada beban nol, V
p
dan E
p
hampir
sama besarnya; jadi ratio untuk
beban nol adalah



A 06 , 6
3300
000 , 20
=
A 91 , 90
220
000 , 20
=

s
V
p
V

s
N
p
N
s
N
p
N
sekonder rating tegangan
primer rating tegangan

i.e. ,
s
N
p
N
s
E
p
E
s
V
p
V
=
= =
(5-2)
30 30
6. Rangkaian Ekivalen Trafo
Pada Gb. 6-1 terlihat rangkaian trafo,
sisi primer dan sekunder dihubung-
kan oleh rangkaian magnetik.




Perlu rangkaian trafo yang lebih
sederhana, yang hanya terdiri
rangkaian listrik.
Perlu modifikasi sbb.:


dengan

Agar daya yang masuk primer dan
keluar sekunder tetap sama, maka
dilakukan modifikasi sbb.:



Dengan perubahan parameter dari
rangkaian sekunder, maka diagram
Gb. 6-1 berubah menjadi rangkaian
Gb. 6-2.
~
v
p
+
-
+
+
- -
i
m
i
c
i
p i'
p
i
e
e
p
e
s
v
p
i
s
v
s
r
s
jx
s
jx
p
r
p
N
p
N
s
Gb. 6-1 Rangkaian trafo tidak ideal
p
e
s
e n
'
s
e = =
s
n v
'
s
v =
n = N
p
/N
s
.
n
s
i
'
s
i =
s
R
2
n
'
s
R =
s
X
2
n
'
s
X =
~
+
-
+
+
- -
i
m
i
c
i
p i'
p
i
e
e
p
e'
s
v
p
i'
s
v'
s
r'
s
jx'
s
jx
p
r
p
N
p
N
s
r
c
jx
m
Gb. 6-2 Rangkaian trafo dengan sisi sekunder
dinyatakan dalam sisi primer
(6-1)
(6-2)
(6-3)
(6-4)
(6-5)
(6-6)
31 31
Dari pers. 3-8, 6-1 s/d 6-5, maka
rangkaian pada Gb. 6-2 dapat
digambarkan menjadi rangkaian
Gb. 6-3.






Selanjutnya untuk memudahkan
anlisis kebesaran sekunder yang
dinyatakan dalam kebesaran primer
dituliskan dalam notasi baru seperti
dalam Gb. 6-4





Dan persamaan dalam rangkaian
ekivalen pada Gb. 6-4 menjadi:

~
+
-
+
- -
i
1
i
e
e
1
= e
2
v
1
i
2
v
2
R
2
jX
2
jX
1
R
1
+
Z
L
i
c
i
m
Gb. 6-3 Rangkaian ekivalen trafo
~
+
-
+
- -
i
p
i
e
e
p
= e'
s
v
p
i'
s
v'
s
R'
s
jX'
s
jX
p
R
p
+
R
c
jX
m
i
c
i
m
1
X
1
I j
1
R
1
I
1
E
1
V + + =
2
X
2
I j
2
R
2
I
2
V
2
E + + =
2
I
c
I
m
I
2
I
e
I
1
I + + = + =
E
1
= 4,44 N
1
f
1

u
E
2
= 4,44 N
1
f
1
u
Gb. 6-4 Diagram fasor trafo.
(6-7)
(6-8)
(6-9)
(6-10)
(6-11)
32 32
Diagram fasor dari rangkaian Gb.
6-4 terlihat dalam Gb. 6-5.











Karena I
e
= (2 6)% I
p
, maka drop
tegangan I
e
(R
1
+jX
1
) atau termasuk
I
e
(R
2
+jX
2
) dapat diabaikan, dan
rangkaian ekivalen trafo seperti
terlihat pada Gb. 6-6.











Kesalahan yang timbul dengan
mengabaikan drop tegangan
tersebuut tidak begitu berpengaruh.
Namun, pekerjaan perhitungan
yang dilakukan banyak berkurang
dengan menggunakan rangkaian
ekivalen yang disederhanakan.

Gb. 6-5 Diagram fasor dari rangkaian Gb. 6-4
terlihat pada Gb. 6-5.

+
-
+
- -
i
m
i
c
i
1
i
e
e
1
= e
2
v
1
i
2
v
2
R
e
jX
e
+
Z
L
Gb. 6-6 Rangkaian ekivalen yang disederhanakan
R
e
= R
1
+ R
2

X
e
= X
1
+ X
2

R
1
= R
2
= R
e
/2
X
1
= X
2
= X
e
/2
I
1
I
m
I
c
I
e
I
2
E
1
= E
2
V
2
I
2
R
2
j I
2
X
2
I
1
R
1
V
1
j I
1
X
1

1
33 33
Kebesaran Sekunder dinyatakan dalam Kebesaran Primer
Bila kebesaran sekunder (TR) dinyata-
kan dalam kebesaran primer (TT), ma-
ka akan diperoleh rangkaian ekivalen
dengan tegangan tinggi
Karena itu digunakan subscript H.
Penyederhanaan lebih lanjut dari
rangkaian ekivalen





Persamaan tegangan dari rangkaian

Digram fasor dari rangkaian ekivalen
+
-
i
eH
i
eH
i
mH
R
cH jX
mH
V
1H
+
-
R
eH
jX
eH
V
2H
I
1H
I
2H
V
1H
= V
p
I
1H
= I
p

V
2H
= nV
s
I
2H
= I
s
/n
R
cH
= R
c
X
mH
= X
m

R
eH
= R
p
+ n
2
R
s
X
eH
= X
p
+ n
2
X
s

+
-
V
1H
+
-
R
eH
jX
eH
V
2H
I
2H
V
1H
= V
2H
+ I
2H
(R
eH
+ jX
eH
)
V
1H
jI
eH
X
eH
I
eH
R
eH
V
2H
I
2H
2

34 34
Kebesaran Primer dinyatakan dalam Kebesaran Sekunder
Bila kebesaran primer (TT) dinyatakan dalam
kebesaran sekoner (TR), maka akan diperoleh
rangkaian ekivalen dengan tegangan rendah.
Karena itu digunakan subscript L.
Penyederhanaan lebih lanjut dari
rangkaian ekivalen





Persamaan tegangan dari rangkaian

Digram fasor dari rangkaian ekivalen
V
1L
= V
p
/n

I
1L
= n I
p

V
2L
= V
s
I
2L
= I
s

R
cL
= R
c
/n
2
X
mL
= X
m
/n
2

R
eL
= R
p
/n
2
+ R
s
X
eL
= X
p
/n
2
+ X
s

V
1L
= V
2L
+ I
2L
(R
eL
+ jX
eL
)
+
-
+
-
-
+
v
1L
v
2L
R
eL
jX
eL
jx
mL
i
mL
i
1L
i
2L
i
cL
R
cL
i
eL
Z
LL
= e
2L
e
1L
+
-
+
-
-
i
2L
LL
Z
jX
eL
V
2L
eL
R
V
1L
jI
2L
X
eL
I
2L
R
eL
2
I
2L
2

V
1L
V
L
35 35
Hubungan antara Kebesaran Tegangan Tinggi dan
Tegangan Rendah
Hubungan variabel tegaagan tinggi dan tegangan rendah
V
1H
= n V
1L
I
1H
= I
1L
/ n
R
eH
= R
eL
/ n2
R
cH
= R
cL
/ n2
X
mH
= X
mL
/ n2
X
eH
= X
eL
/ n2 ZeH = ZeL / n2
36 36
7. Testing Trafo
Ada beberapa macam tests untuk trafo
7.1 Test Polaritas.
Lihat Gb. 7-1
E
1
tegangan induksi pada primer
E
2
tegangan induksi pada sekunder
Terminal primer diberi tanda:
+ dengan notasi A
1
, dan
- dengan notasi A
2
.
a. Pembacaan Voltmeter: E
1
E
2

Lihat Gb. 7-1a.
Terminal sekunder yg dihubungkan
dengan A
1
adalah positip dengan
notasi a
1
.
Terminal sekunder yg dihubungkan
dengan A
2
adalah negatip dengan
notasi a2 .
Untuk kondisi ini trafo mempunyai
subtractive polarity






b. Pembaacaan Voltmeter: E
1
+ E
2
.
Lihat Gb. 7-1b.
Terminal sekunder yg dihubungkan
dengan A
1
adalah negatip dengan
notasi a
2
.
Terminal sekunder yg dihubungkan
dengan A
2
adalah positip dengan
notasi a1 .
Untuk kondisi ini trafo mempunyai
additive polarity


Gb. 7-1 Tes polaritas pada trafo dua-kumparan
37 37
7.2 Open-circuit dan Short circuit
Test
Dua tests trafo, untuk menentukan
parameter dari rangkaian
ekuivalen
voltage regulation dan
efficiency.
Daya yang dibutuhkan untuk kedua
test tersebut adalah sama dengan
rugi daya dalam trafo.
a. Open circuit (or No-load) test.
Diagram rangkaian untuk tes open
circuit pada trafo satu-fasa diberi-
kan dalam gb. 7-2a).
Dengan frequency rating, tegangan
primer (yakni sisi tegangan rendah)
diubah dengan pertolongan suatu
auto-trafo, dan sisi tegangan tinggi
dibiarkan terbuka.



Misal
V
1
= tegangan rated pada sisi l.v.,
I
e
= arus eksitasi (= arus beban
nol), P
c
= rugi inti.
Besar rugi inti
P
c
= V
1
I
e
cos
o

Faktor daya pada beban nol
p.f.= cos
o

Dari phasor diagram dari Gb. 1-7 (b)
-
i
m
i
c
i
e
v
1
i
e
+
r
c
jx
m
b).
~ v
p
A
V
W
L.V. H.V.
Autotrafo
a).
Gb. 7-2 Pengukuran beban nol: a). Rangkaian pengukuran,
b). Rangkaian ekivalen
o
cos
e
I
m
I =
o
sin
e
I
c
I =
1
V
c
P
c
I =
(7-1)
(7-2)
(7-3)
(7-4)
(7-5)
38 38
Tahanan yang menyatakan rugi besi


Dan, reaktansi magnetisasi adalah


(b). Short-circuit test.
Sisi tegangan rendah dari trafo dihu-
bungkan singkat dan alat-alat ukur
ditempatkan pada sisi tegangan tinggi,
seperti dilukiskan dalam gb. 7-3(a).
Tegangan sumber diatur oleh suatu
autotrafo untuk mengalrkan arus rating
pada sisi tegangan tinggi.
Misal V
sc
, I
sc
, dan P
sc
adalah pemba-
caan dari voltmeter, ammeter dan
wattmeter; kemudian dari Gb. 7-3(c),
dan











c
I
1
V
2
)
o
cos
e
(I
e
P
e
P
2
1
V
c
R = = =

I
1
V
m
X =
b).
+
-
-
i
e
e
1
= e
2
v
1
i
2
R
2
jX
2
jX
1
R
1
+
jX
m
R
c
i
1
i
c
i
m
~ v
p
A
V
W
L.V. H.V.
Autotrafo
a).
c).
+
-
v
sc
R
2
jX
2
jX
1
R
1 i
sc
Gb. 7-3 Trafo dalam keadaan hubung singkat: a). Diagram
untuk test hubung singkat, b). Rangkaian ekiva-
len untuk hubung singkat, c). Rangkaian ekivalen
yang disederhanakan
sc
I
sc
V
e
Z =
2
sc
I
sc
P
e
R =
(7-6)
(7-7)
39 39
10-2. Eficiency Trafo.
Efficiency, , adalah




Stray load losses dan dielectric losses
diabaikan.


Efficiency juga dinyatakan sebagai




Efficiencies trafo daya dan trafo
distribusi sangat tinggi (95 sampai
99%).

power Input
power Output
=
e
R
2
2
I
c
P
2
cos
2
I
2
V
2
cos
2
I
2
V
+ +
=


power Input
Losses - power Input

power Input
power Output

=
=
power Input
Losses
- 1 =
(10-10)
(10-12)
40 40
Untuk memisahkan rugi hysterisis dan
rugi arus eddy dilakukan dengan test.
Dalam test, trafo dengan sisi sekon-
der teerbuka mendapat tegangan
dari alternator dengan V/f konstan.
Suatu wattmeter selama test
dihubungkan pada sisi primer.
Dengan mengubah harga tegangan
dan frequency alternator (dengan
mempertahankan V/f konstan),
dicatat haarga-haarga tegangan,
frequency, dan rugi besi (yang
terbaca pada watt meter).
Dengan menggambarkan P
c
sebagai
funsi dari V/f, maka didapat kurva
seperti Gb. 10-1.
Perpotongan dari kurva Pc vs V/f
dengan sumbu verikal, memberikan
harga konstant K
1
dan slope dari garis
AB memberikan konstant K
2
.
Sekali K
1
dan K
2
dikertahui, rugi hyste-
resis dan rugi arus eddy dapat
ditentukan secara terpisah.
Dari pers. Rugi besi:







f
2
K
1
K
f
c
P
+ =
P
c
= K
1
f +K
2
f
2
= P
h
+ P
e
P
h
= K
1
f
P
e
= K
2
f
2

(10-32)
(10-33)
(10-35)
(10-36)
41 41
11. Auto-Trafo
Autotrafo terdiri dari satu kumparan,
sebagian kumparan tersebut meru-
pakan kump. primer dan sebagian lagi
sebagai kump. sekonder, transfer daya:
induksi dan konduksi (lihat Gb. 11-1).
Kumparan AB kumparan primer,
kumparan CB kumparan sekonder.
Autotrafo biasanya didesain untuk rasio
transformasi yang lebih kecil dari satu.
Kumparan AB dihubungkan sumber,
dan kumparan CB dihubungkan dengan
beban.
Bila jumlah kumparan AB = N
1
,
jumlah kumparan CB = N
2
, maka
jumlah kumparan AC = N
1
N
2
.







Bila tegangan induksi pada AB
adalah E
1
, tegangan induksi pada
kumparan CB adalah E
2
, maka
tegangan induksi pada kumparan AC
adalah E
1
E
2
.

Fig. 11-1 Autotrafo Step-down
~
u
+
-
+
-
C
A
B
+
-
V
2
V
1
I
1
I
2
E
1
E
2 Z
L
42
11.1 Autotrafo step-down
Bila tegangan V2 < V1, maka auto-
trafo disebut auotrafo step down.
Autotrafo Gb. 11-1 dapat disederha-
nakan menjadi diagram pada Gb. 11-
2.
Berlaku persamaan



dengan a
T
= rasio transformasi <1
Dalam Gb. 11-2 berlaku persamaan
daya:
E
1
I
1
= E
2
I
2
Juga berlaku persamaan







Persamaan daya output
V
2
I
2
= V
2
I
2
+ V
2
(I
2
I
1
)
V
2
I
1
=

daya yang ditransfer secara
konduktif
V
1
(I
2
I
1
) = daya yang ditransfer
secara induktif
+
- -
A
B
C
V
1
I
1
I
2
- I
1
V
2
I
2
+
T
2
1
2
1
2
1
a
N
N
E
E
V
V
= = =
T
2
1
1
2
2
1
a
N
N
I
I
E
E
= = =
Gb. 11-2 Autotrafo step-down
(11-1)
(11-2)
(11-3)
(11-4)
43
11.3 Autotrafo step-up
Bila tegangan V2 > V1, maka auto-
trafo disebut auotrafo step down,
seperti terlihat pada Gb. 11-3.
Harga a
T
> 1.
Persamaan daya output
V
2
I
2
= V
2
I
2
+ V
2
(I
1
I
2
)
V
2
I
2
=

daya yang ditransfer secara
konduktif
V
1
(I
1
I
2
) = daya yang ditransfer
secara induktif


+
-
-
A
B
C
V
1
I
1
I
2
- I
1
V
2
I
2
+
Gb. 11-3 Autotrafo step-up
(11-5)
44
Suatu trafo dua-kumparan dapat dikonversikan menjadi autotrafo, apakah dalam
bentuk step up atau step down.
Misalkaan suatu trafo dua-kumparan dari 10 kVA, 2300/230 V, seperti terlihat
pada Gb. 11-4a, dapat dikonversikan manjadi autotrafo, bila kedua kumparan
trafo dihubungkan secara seri.
Bila kita gunakan hubungan polaritas additive, seperti pada Gb. 11-4b, maka
diperoleh autotrafo step-up.
Tegangan rating dari autotrafo adaalah 2300/2530 V.
Sedangkan bila digunakan hubungan polaritas subtractive, seperti pada Gb. 11-
4c, maka diperoleh autotrafo step-down.
11.4 Konversi trafo dua-kumparan menjadi autotrafo
V
1
I
1 I
2
V
2
a.
+
-
A
B
C
I
1
V
1
V
2
I
2
I
1
- I
2
b.
+
-
A
B
C
I
1
V
1
V
2
I
2
I
2
- I
1
Gb. 11-4a, Konversi trafo dua-kumparan menjadi autotrafo, b. Autotrafo step-up, c. Autotrafoo step-down
45 45
Penggunaan:
Autotrafo satu-fasa/tiga-fasa banyak
dipakai untuk interconnecting power
systems dengan ratio tegangan, sekitar
satu, dan untuk mendapatkan variable
output voltages.
Nama lain auto-trafo, ini dikenal
dengan nama, seperti variac dimmer-
stat, autostat dll.







Skematik diagram untuk single-
phase dan three-phase variable ratio
auto-trafo dilukiskan dalam Gb. 11-
8.

Gb. 11-7 Auto-traf satu fasa dengan rasio variabel
Gb. 11-8 Diagram auto-traf: a). Variac satu fasa,
b). Variac tia-fasa
46 46
12. Kerja paralel dari trafo-trafo
Dalam banyak hal, disukai memasang
dua atau tiga trafo dalam daerah
tersebut, walaupun agak mahal, dan
bukannya satu trafo.
Hubungan paralel antara trfo 1 dan 2
terlihat pada Gb. 12-1.






Bermacam kondisi, yang harus
dipenuhi :

a. rasio tegangan harus sama: tegangan
primer dari kedua trafo harus sama,
juga tegangan sekondernya.
Bila tidak dipenuhi ada arus sirkulasi
yang besar.
b. impedansi per unit harus sama.
Beberapa deviasi dari kondisi b dan c
masih bisa diizinkan.
c. Rasio X
e
/R
e
harus sama.
d. Polaritas harus sama.
Bila tidak dipenuhi ada arus sirkulasi
yang besar.
Polaritas bisa dicek dgn memasang
voltmeter pada sekonder: pembacaan
nol pada voltmeter polaritas sama.
A
1
A
2
A
3
A
4
a
1
a
2
a
3
a
4
+ + - -
V
Gb. 12-1 Dua trafo satu-fasa dihubungkan parallel
47 47
13. Trafo 3-fasa
Trafo 3-fasa dapat dibentuk dari tiga
trafo satu fasa, seperti terlihat dalam
gb.13-1.
Fluksi yang dihasilkan oleh arus simetri
pada kumparan primer tiga-fasa:



Besar fluksi yang mengalir pada kaki
tengah dari trafo 3-fasa adalah

Karena itu kaki tengah bisa dihilangkan
untuk penghematan, terbentuk inti
dalam Gb. 2-2.
t sin
m

1
=
) 120 - t ( sin
m

2
=
) 120 t ( sin
m

3
+ =
0
3

1
= + + =
P
1
P
2
P
3
S
1
S
2
S
3
Gb. 13-1 Trafo 3-fasa tipe inti (core type). Kumparan-
kumparan sekunder sengaja tidak digambarkan.
Gb. 13 -2 Trafo 3-fasa
(13-1)
(13-2)
(13-3)
(13-4)
48 48
13.1 Pelat nama
Trafo 3-fasa mempunyai pelat nama
yang dipasang pada bodi.
Pelat nama berisi data yang berhubu-
ngan dengan karakteristik operasi
trafo.
Data dalam pelat nama berisi informasi
dalam bentuk angka-angka tentang
kVA rating, fasa, cycle (frequency),
tegangan, arus, code, kenaikan
temperatur dari trafo, yg menunjukkan
harga batas dari operasi trafo yang bisa
diizinkan (tanpa menimbulkan pemana-
san berlebihan).
Angka-angka tsb. Menunjukkan harga
nominal.
13-2 Macam-macam hubungan dalam
trafo 3-fasa
Sisi primer dan sekunder dari trafo 3-
fasa, dapat dihubungkan secara bebas
dalam hubungan bintang (star = wye)
atau segitiga (delta).
Ini akan menghasilkan empat kemung-
kinan hubungan trafo 3-fasa sebagai
berikut:
Bintang-bintang (Y-Y)
Bintang-Delta (Y-A)
Delta-Bintang (A-Y)
Delta-Delta (A-A)


49 49
A. Hubungan bintang-bintang (Y-Y)
Hubungan Y-Y dari trafo 3-fasa terlihat
dalam gb. 13-3.
Dalam hubungan Y-Y, tegangan fasa
dari sisi primer dinyatakan oleh:




Rasio trasformasi dalam keadaan beban
nol adalah


Daya trafo tiga-fasa




Daya input

Daya output


3
1
V
1
V

=
|
1
I
1
I =
3
2
V
2
V

=
|
2
I
2
I =

2
V
1
V
2
V
1
V
n = =
|
|
1
cos
1
I
1
V 3
in
P =

2
cos
2
I
2
V 3
out
P =

r
s
t
n
V
2|
2
V
N
2
N
2
N
2
I
2|
2
I
R
S
T
N
V
1|
1
V
N
1
N
1
N
1
1
I
I
1|
R
S
T
r
s
t
N n
1
V
2
V
1
I
2
I
| 1
I
| 2
I
| 1
V
| 2
V
Gb. 13-3 Trafo 3-fasa dalam hubungan Y-Y: a). Konfigurasi
rangkaian, b). diagram pengkawatan
(13-5)
(13-6)
(13-7)
(13-8)
(13-9)
(13-10)
(13-11)
50 50
Efisiensi


Persamaan daya input, daya output,
dan efisiensi untuk semua hubu-
ngan yang lain mempunyai bentuk
yang sama.
Hubungan Segitiga-Delta (Y-A)
Hubungan Y-A dari trafo 3-fasa
terlihat dalam gb. 13-4.
Dalam hubungan ini, tegangan fasa
pri-mer dan sekunder dinyatakan
oleh




Rasio transformasi pada beban nol:

out
P
in
P
=
R
S
T
N
r
1
V
V1|
1
I
I1|
N1
N1
N1
s
t
2
V
V2|
I2|
2
I
N2
N2
N2
R
S
T
r
s
t
N
1
V
2
V
1
I
| 1
I
| 2
I
2
I
| 1
V
| 2
V
Gb. 13-4 Trafo 3-fasa dalam hubungan Y-Y: a). Konfigurasi
rangkaian, b). diagram pengkawatan
3 /
1
V
1
V

=
|
1
I
1
I =
|
2
V
2
V =
|
3 /
2
I
2
I

2
V
3
1
V
2
V
1
V
n = =

(13-12)
(13-13)
(13-14)
(13-15)
(13-16)
(13-17)
51 51
C. Hubungan Delta-Bintang (A-Y)
Hubungan A-Y dari trafo 3-fasa
terlihat dalam gb. 13-5.
Dalam hubungan ini, tegangan fasa
primer dan sekunder dinyatakan oleh




Rasio transformasi dalam keadaan
beban nol adalah

1
V
1
V =
3
1
I
1
I

=
3
2
V
2
V

=
2
I
2
I =

2
V
3
1
V
2
V
1
V
a = =
r
s
t
n
2
V
N
2
N
2
N
2
I
2|
2
I
S
R
1
V
V
1|
I
2|
1
I
N
1
N
1
N
1
T
V
2|
R
S
T
r
s
t
N
1
V
2
V
1
I
| 1
I
| 2
I
2
I
| 2
V
| 1
V
Gb. 13-5 Trafo 3-fasa dalam hubungan Y-A: a). Konfigurasi
rangkaian, b). diagram pengkawatan
(13-18)
(13-19)
(13-20)
(13-21)
52 52
D. Hubungan Delta-Delta (A-A)
Hubungan A-A dari trafo 3-fasa terlihat
dalam gb. 13-6.
Dalam hubungan ini, tegangan fasa
primer dan sekunder dinyatakan oleh





Rasio transformasi dalam keadaan
beban nol adalah




1
V
1
V =
3 /
1
I
1
I

=
2
V
2
V =
3 /
2
I
2
I

2
V
1
V
2
V
1
V
n = =
S
R
1
V
V
1|
I
2|
1
I
N
1
N
1
N
1
T s
t
2
V
V
2|
I
2|
2
I
N
2
N
2
N
2
R
S
T
1
U
1
I
| 1
I
| 1
U
r
s
t
2
V
| 2
I
2
I
| 2
U
Gb. 13-6 Trafo 3-fasa hubungan A-A: a). Konfigurasi
rangkaian, b). diagram pengkawatan
(13-22)
(13-23)
(13-25)
(13-20)
(13-26)

Anda mungkin juga menyukai