Anda di halaman 1dari 5

EAST ASIA SUMMIT

Pertemuan 1st East Asia Summit (EAS) telah diselenggarakan pada tanggal 14 Desember 2005 di Kuala Lumpur dan dihadiri oleh para Pemimpin ASEAN, Jepang, China, Republik Korea, India, Australia dan Selandia Baru. Pertemuan telah menyepakati Kuala Lumpur Declaration on the East Asia Summit yang merupakan cerminan pandangan bersama bahwa EAS dapat memainkan peranan penting dalam proses pembentukan komunitas di kawasan. Upaya-upaya EAS tersebut akan dilaksanakan

secara konsisten dalam memperkuat proses terwujudnya ASEAN Community dan merupakan bagian integral dari evolusi suatu arsitektur kawasan. Meskipun dalam proses EAS ASEAN akan tetap berada pada drivers seat, namun rasa ownership diantara para peserta EAS non-ASEAN akan tetap dipelihara. Deklarasi lain yang dihasilkan dalam pertemuan EAS pertama adalah East Asia Summit Declaration on Avian Influenza Prevention, Control and Response yang merupakan komitmen negara-negara peserta EAS untuk bekerjasama dalam menghadapi ancaman pandemik avian influenza, serta langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengawasi serta menghadapinya.

KTT EAS ke-2 telah dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 2007 di Cebu dan membahas energy security sebagai fokus utama yang menghasilkan Deklarasi yang ditandatangani oleh para Kepala Negara EAS. Pemimpin EAS mengadopsi Cebu Declaration on East Asian Energy Security, yang bertujuan untuk mencapai sebagai berikut:

a. Meningkatkan efisiensi dan kinerja penggunaan bahan bakar fosil yang ramah lingkungan. b. Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar konvensional melalui

peningkatan efisiensi energi dan program-program konservasi, tenaga air, perluasan sistem energi terbarukan, produksi dan penggunaan bio-fuel, dan penggunaan tenaga nuklir untuk maksud damai. c. Mendorong terciptanya suatu pasar regional dan internasional yang terbuka dan kompetitif, yang bertujuan untuk menyediakan pasokan energi yang terjangkau untuk semua kalangan masyarakat.

d. Mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kebijakan yang efektif, dengan tujuan untuk berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim global. e. Mendorong investasi di bidang sumber daya energi dan pembangunan infrastruktur melalui peningkatan keterlibatan sektor swasta.

KTT ke-2 EAS juga menyambut baik berbagai proposal kerjasama di bidang energy security, termasuk inisiatif empat pilar yang diajukan oleh Jepang yang berjudul Fueling Asia Japans Cooperation Initiative for Clean Energy and Sustainable Growth dan kesediaan Jepang untuk memberikan bantuan dana energy-related ODA sebesar US$ 2 Milyar untuk tiga tahun ke depan.

Para Pemimpin juga sepakat untuk membentuk suatu EAS Energy Cooperation Task Force, berdasarkan mekanisme sektoral di bidang energi yang telah ada di ASEAN untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah diambil para Pemimpin EAS mengenai energy security dan melaporkan rekomendasinya pada KTT ke-3.

Pada EAS ke-3 di Singapura tanggal 21 November 2007, para pemimpin secara khusus membicarakan masalah energy, environment, climate change and sustainable development, dan telah menandatangani Singapore Declaration on Climate Change, Energy, and the Environment yang menugaskan para menteri terkaitnya untuk melakukan tindak lanjut atas diskusi tersebut.

Pertemuan Pertama EAS Energy Cooperation Task Force (EAS ECTF) telah berlangsung di Singapura pada tanggal 1 Maret 2007 dan menyepakati Kerangka Acuan (TOR) EAS ECTF, memulai kerjasama di bidang efisiensi dan konservasi energi, integrasi pasar energi, serta penggunaan bio-fuel untuk transportasi dan tujuan lainnya. Jepang akan mengkoordinasikan kerjasama di bidang efisiensi dan konservasi energi, Singapura menyangkut integrasi pasar energi, dan Filipina berkaitan dengan penggunaan bio-fuel untuk transportasi dan tujuan lainnya.

Pertemuan Kedua EAS Energy Cooperation Task Force yang berlangsung di Auckland, New Zealand, pada tanggal 26 Maret 2007 telah mensahkan kerangka acuan (TOR) dari EAS Energy Cooperation Task Force. TOR dimaksud akan menjadi dokumen rujukan bagi operasionalisasi EAS Energy Cooperation Task Force. Pertemuan Kedua

Task Force telah mendengarkan presentasi dari Jepang, Singapura dan Filipina masingmasing selaku lead-focals untuk isu efisiensi dan konservasi energi, integrasi pasar energi dan bio-fuels mengenai isu yang mereka tangani. Pertemuan Kedua Task Force mencatat pula kesediaan Malaysia, Australia dan India untuk menjadi co-chairs kerjasama energi EAS, masing-masing untuk isu efisiensi dan konservasi energi, integrasi pasar energi dan bio-fuels.

Pertemuan Kedua Task Force menyambut niat Jepang untuk memperluas mekanisme risetnya yang berkaitan dengan pendataan kebutuhan atau konsumsi energi di negara-negara ASEAN+3, agar meliputi pula negara-negara EAS seperti Australia, India dan New Zealand.

Mengenai isu bio-fuels dan upaya negara-negara EAS untuk menjajagi sumbersumber energi baru atau alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, Pertemuan Kedua EAS Energy Cooperation Task Force mencatat klarifikasi yang diberikan oleh Jepang bahwa alokasi bantuan pembangunan resminya sebesar US$ 2 milyar, sebagaimana dinyatakan oleh Perdana Menterinya pada KTT Asia Timur ke-2, merupakan bantuan berbasis bilateral, dan bukan berbasis multilateral.

Peran Indonesia dalam EAS misalnya terlihat pada kerjasama keuangan. Dalam 2nd EAS Summit para pemimpin EAS sepakat menugaskan para pejabat tingginya mengembangkan usulan Australia guna memperkuat mekanisme regional bidang keuangan. Dalam hal ini Indonesia c.q. Departemen Keuangan, Bank Indonesia bersama Australia Treasury telah menyelenggarakan Workshop on East Asian Summit (EAS) Regional Financial Cooperation and Integration (RFCI) pada tanggal 10 September 2007 di Jakarta.

Jepang secara khusus telah menyatakan komitmennya untuk menyediakan sejumlah US$ 2 milyar untuk periode 3 (tiga) tahun dalam bentuk bantuan keuangan dan teknis serta pinjaman investasi. Dalam rangka kerjasama di bidang efisiensi dan konservasi energi, Jepang akan memberikan kepada sekitar 1000 petani dan dari kalangan pemangku kepentingan terkait, serta mengirimkan 500 pakar pertaniannya ke negara-negara EAS dalam periode 5 (lima) tahun untuk mempromosikan pentingnya efisiensi dan konservasi energi. Jepang akan memberikan pelatihan bagi 500 petani dan dari kalangan pemangku

kepentingan terkait selama 5 (lima) tahun dari negara-negara EAS khusus mengenai penggunaan energi biomass.

Pada tanggal 9-10 September 2008, telah diselenggarakan Environtment Ministerial Meeting (EMM) di Ha Noi, Viet Nam. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk memfokuskan kerjasama di masa depan pada bidang-bidang climate change, particularly on emissions from agriculture; research on agriculture, particularly emissions from rice paddy fields, coastal and marine environment, urban environmental management and education for sustainable development, monitoring network on climate change, network for early warning system in terms of disaster risk management, waste management, environmentally sustainable cities. Sebagai tindak lanjut pada 3rd EAS, para pemimpin telah menyepakati pembentukan ERIA (gagasan Jepang). Pada 18 September 2008, telah diresmikan ERIA Annex Office dengan proyek awal Developing a Roadmap toward East Asian Economic Integration dan Energy Security in East Asia. Pelaksanaan oleh para ahli ERIA berada di bawah payung kerja sama EAS dan memiliki fokus pada kajian-kajian strategis guna mendorong integrasi regional dan memperkuat kemitraan di Asia Timur.

Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) yang digagas oleh Jepang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan kerangka kerja sama bagi integrasi ekonomi di Asia Timur, me-review status integrasi ekonomi di antara Negara anggota EAS dan melakukan analisa terhadap dampak ekonomi CEPEA terhadap negara-negara EAS. Kelompok pengkaji telah melaksanakan empat kali pertemuan dan sedang dalam proses penyelesaian laporan akhir rekomendasinya guna diserahkan melalui para Menteri Ekonomi pada 4th East Asia Summit tahun 2008.

Dalam Ad-hoc Consultation Meeting yang berlangsung di Singapura bulan Mei 2008 delegasi Indonesia telah mengusulkan kemungkinan perluasan keanggotaan Network of East Asia Think Tanks (NEAT) yang sebelumnya hanya beranggotakan para think-tanks ASEAN Plus Three untuk meliputi pula think-tanks dari India, Australia dan New Zealand. Beberapa delegasi menyatakan dukungan terhadap usulan ini dan pertemuan menyepakati untuk mempertimbangkan lebih lanjut kemungkinan ini.

Peran Indonesia pada EAS antara lain berupaya menjadikan EAS sebagai sarana yang ditujukan untuk mendukung Komunitas ASEAN 2015 dan berkembang secara evolutif dan saling mendukung dalam perkembangan arsitektur regional Asia Timur, dengan ASEAN sebagai driving force.

Anda mungkin juga menyukai