Anda di halaman 1dari 13

Nama Kelas NIM

: Sari : BSI/E/V : 1209503156

Refleksi Karakter Willy Yang Menjelma Pada Happy dalam drama Death of Salesman karya Arthur Miller Ada pepatah Inggris yang mengatakan like father like son, ada juga pepatah timur mengatakan, buah aple tidak jatuh jauh dari pohonnya. Ini menunjukkan bahwa ada suatu kesamaan sifat dari satu entitas dengan induk entitas itu sendiri. dalam hal ini adalah Happy. Happy memiliki beberapa kesamaan sifat dengan ayahnya, Willy. Sebuah kemiripan tentunya harus ada yang diperbandingkan, atau dimiripkan dan yang dibandingkan itu harus memiliki suat sifat kesamaan. Dalam mengidentifikasi sesuatu itu mirip dengan sesuatu yang lain, maka pasti aka posisi benda atau sesuatu sebagai yand dijadikan rujukan dan yang kedua ada yang memiliki kesamaan dengan sifat sesuatu yang pertama itu. Secara kasarnya maka istilahnya adalah Subjek dan Objek. Suatu kemiripan tentunya tidak mencerminkan keutuhan sesuatu itu sepenuhnya memiliki kesamaan dengan yang dibandingkan atau dimiripkan karena setiap entitas memiliki sifat dan karakteristiknya tersendiri yang unik dan berbeda dengan orang lain. Dan apabila memang halnya demikian, maka itu bukan lagi suatu kemiripan, melainkan sebuah duplikasi. Dalam hal ini yang dimiripkan adalah Happy dengan ayahnya Willy. Secara keseluruhan Happy itu berbeda dengan siapapun juga, sekalipun dengan ayahnya sendiri. tapi tentu saja, ada bagian-bagian dalam diri Happy yang memiliki kesamaan dengan ayahnya karena menurut pepatah tadi bahwa buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya, bahwa dalam diri Happy tidak akan jauh berbeda dengan apa yang ada dalam diri Willy. Namun tentu saja kita akan menarik suatu pemahaman bahwa akan lebih banyak perbedaannya dari pada persamannua atau kemiripannya. Mengapa saya

membahas masalah kemiripan karena ini penting, menurut, saya ketika kita menganalisis suatu kemiripan, misalkan Happy dan Willy, kita akan mengetahui bahwa kemiripan itu tidak terjadi secara begitu saja, melainkan ada sesuatu yang menyebabkan seperti itu. Pasti ada suatu kekuatan yang membuat suatu kemiripan pada satu benda maupun lebih. Dan jika telah disadari ada kemiripannya itu, maka akan dicarikan apa penyebab yang menjadikannya mirip itu. Tentu saja sebagai manusia kita mempunyai pilihan yang condong pada kebaikan. Apabila kita lantas mengetahui bahwa suatu kemiripan kita lebih pada sisi jeleknya dan ternyata sebabnya adalah sesuatu yang sangat tidak baik, maka kita bisa meninggalkannya. Hal ini berarti sebuah bentuk introspeksi dan evaluasi diri. Selain dari pada itu, jika berpandu pada pepatah diatas, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa suatu kemiripan bisa jadi merupakan sebuah warisan. Warisan tersebut kemudian akan membentuk suat jati dirinya dan kemudian membentuk ideologi dirinya. Dan akan terjadi suatu krisis diri yang dahsyat apabila seseorang tidak memiliki suatu identitas diri. Maka apabila seseorang tidak memerhatikan kesamaan antara dirinya sendiri dengan yang ada pada keturunannya, harus diperhatikan kembali dengan alasan-alasan yang tadi. Willy, sebagai ayah dan Happy sebagai anak akan menyadari bahwa mereka memiliki sebuah persamaan. Dalam diri Happy, terdapat sebuah kebanggaan sebagai anak yang mewarisi sifat keturunan dari ayahnya. Dalam permainan bahasa, meskipun kelihatannya tidak ilmiah, nama Willy bisa diasosiasikan dengan willyness yang berarti tidak ada kemauan. Sedangkan Happy diasosiasikan dengan Happiness yang berarti sesungguhnya adalah sebuah kebahagiaan. Semua nama-nama yang disematkan pada mereka mengindikasikan suau harapan tentang apayang seharusnya terdapat pada karakter mereka. Seorang willy seharusnya menjadi orang yang sangat rajin dan menjadi sukses dalam bidangnya sebagai seorang salesman. Meskipun dia banyak cakap, akan tetapi apabila hasil kerjanya sesuai dengan apa yang dia sampaikan maka itu tidak menjadi masalah. Karena Willy mengindikasikan seorang yang rajin dan ulet dalam mencapai apa yang diinginkan.

Akan tetapi ternyata karakter yang ada pada nya justru bertolak belakang dengan apa yang ada pada dirinya. Williness dapat berarti tidak ada keinginan untuk bergerak, untuk manju dan mengusahakan untuk mendapatkan apa yang ingin digapai. Tentu saja jenis orang yang seperti ini adalah orang yang tidak produktif, yaitu orang yang hanya memokuskan dirinya sendiri tentang hayalanhayalan menjanjikan yang seolah akan menjadi sebuah kenyataan. Begitupun halnya dengan Happy yang seharusnya, secara tapsiran bebas, dia menjadi orang yang selalu bahagia dalam keadaan apapun sehingga dia menjadi orang yang tepat bila menyandang nama itu. Lagi lagi terjadi sebuah keironian pada diri willy. Ketika dia diasosiasikan dengan pribadi yang selalu happy, namanya tidak menjadi orang yang selalu bahagia. Contoh dalam beberapa kasus adalah: pertama, ketika dia mempunyai status ekonomi yang lebih baik dari kakakya, Biff yang hanya seorang pengangguran, maka Happy secara ekonomi lebih maju daripada kakanya.

On the face of it, the grown-up Happy appears to have achieved the things Willy wanted for his boys, a steady job, the social life of a popular single man, a car, and his own expensive apartment. Happy sees everything from a straight narrow path and never achieves things that are beyond his reach. ( www. Shmoop.com) Dari pemaparan di atas, maka ada beberapa hal yang ingin disoroti disini tentang persamaan sifat Happy dengan Willy yaitu: Pertama, Suka beranganangan dan tidak puas dengan keadaan yang ada, kedua: suka lari pada wanita untuk menyelesaikan masalah, dan ketiga adalah semangat untuk memperjuangkan kebiasaan berfantasi 1. Suka berangan-angan dan tidak puas dengan keadaan yang ada

Hidup Willy itu dipenuhi dengan harapan yang kosong. Mungkin, dikarenakan terlalu ambisius dan mengidamkan cara yang cepat untuk berhasil, dalam kenyataannya ternyata dia tidak mengusahakan keinginnya itu untuk

menjadi kenyataan. Dan karena sifatnya yang seperti itu yang kemudian menjadikan dia seseorang yang tidak memiliki kesadaran sama sekali terhadap kenyataan apa yang terjadi padanya. Willy tidak menyadari lehidupan disekitarnya, bahwa dia merupakan seorang salesman yang tidak terlalu berprestasi dan merupakan orang yang kaya, dia tidak menyadari bahwa anak-anaknya tidak cukup berhasil untuk membuat ayahnya bahagia. Dia tidak menyadari akan hal itu. Dia tidak menyadari bahwa kenyataan sesungguhnya yang terjadi padanya adalah sebuah keadaan ekonomi yang sulit dan menekan dia. Salah satu penyebab orang menjadi pengkhayal adalah, mungkin, karena keadaan ekonomi atau faktor luar yang mengubah seseorang itu, apakah berarti dengan demikian tidak lantas menyelahkan tokoh Willy atas sifatnya yang demikian? American golden age was tempered by constant anxiety about Communism, bitter racial conflict, and largely ignored economic and social stratification. Many Americans could ot subscribe to the degree of social conformity and the ideological and cultural orthodoxy that a prosperous, booming, conservative suburban middle-class championed.(www.sparknotes.com, 18 Desember 2011)1 Menurut kutipan diatas memang pada masa itu, sebagian masarakat Eropa mengalami tekanan yang besar karena keadaan ekonomi yang sedang kacau. Jika demikian tentu saja banyak orang yang kemudian mengalami perubahan sifat yang serupa denga willy, lebih jauh berarti bahwa untuk kemudian ketika memperbincangkan karakter seprti Willy seolah memframekan bahwa tokoh semacam itu tidak pantas untuk disalahkan melainkan memerlukan bantuan dari kita untuk kemudian disembuhkan dari sifat yang merusak itu. Terlepas dari konteks seperti itu, Disini dapat kita lihat bahwa dia sering berfantasi dan berkhayal untuk menciptakan kegembiraan pada diri sendiri untuk menghibur diri ketika dia sadar bahwa dia bukan merupakan orang yang sukses. Dalam babak pertama, disini dia diperkenalkan kepada penonton untuk pertama kalinya dia mengkhayal kehidupan yang bahagia, anak-anak yang hebat, bisnins yang hebat, dan orang-orang yang iri kepadanya.

Willy whispers that he will soon open a bigger business than his successful neighbor Uncle Charley because Charley is not as well liked as he is. Charleys son, Bernard, arrives to beg Biff to study math with him. Biff is close to failing math, which would prevent him from graduating (www.sparknotes.com, 18 Desember 2011) Hayalan-hayalannya itu tentu saja tidak akan pernah terwujudkan karena itu hanya sebatas hayalan. Perbandingan atara kenyataan dan apa yang dibayangkan oleh Willy itu jauh sekali dimana dia hanya menghasilkan 200$ dalam sebulan sedangkan dia berkhyala mendapatkan 2.000$ perbulan. Tentu saja ini sangat konyol. Linda lalu mengingatkannya bahwa dia sedang berkhayal. Selain dari pada itu, yang dia idamkan itu adalah sebuah kehidupan materi yang melimpah ruah dimana dia sering membayangkan diri sebagai seorang salesman yang paling baik dikotanya yang padahal merupakan seorang salesman yang terburuk. Throughout his life, he has constructed elaborate fantasies to deny the mounting evidence of his failure to fulfill his desires and expectations. By the time the play opens, Willy suffers from crippling self-delusion. His consciousness is so fractured that he cannot even maintain a consistent fantasy.(www.sparknotes.com) Didalam kutipan dikatakan bahwa ternyata saking seringnya willy ber self-delusion maka perhatian tentang kesadaran dirinya sendiri pun sudah rentang sehingga dia kadang tidak jelas ketika membayangkan sesuatu. Sebuah fantasi yang akhirnya tidak jelas, tidak tentu arah dan ngawur. Itu adalah contoh dimana willy sering berhayal tentang kehidupannya yang dibayangkan sangat menyenangkan. Ternyata perilaku Willy ini juga menurun pada anaknya, Happy. Seiring dengan arahan hayalannya Willy itu kearah materialistik, maka Happy pun arahan hayalannya melulu pada arah materialistik. Happy confesses that he has everything he has ever wanted, yet is still unhappy; But then, its what I always wanted. My own apartment, a car, and plenty of women. And still, Im lonely. (sparknoes.com)

Meskipun dia secara materi lebih mapan dari Biff, tapi ternyata dia masih belum puas dengan apa yang dia dapatkan. Yang dia inginkan itu yang teryata apa pun yang dia inginkan itu, meskipun semua itu bisa tercapai, tapi tetap saja, dia berkeyakinan bahwa itu tidak akan mebuatnya bahagia. Dia akan terus merasa kesepian. Dari sini dapat kita ketahui bahwa Happy tidak sesuai dengan namanya yang seharusnya bahagia, akan tetapi dia tetap saja merasa tidak senang, tidak bahagia dengan apa yang dia miliki. Kemudian, ketika dia tidak senang dengan keadannya yang sekarang, maka yang dia lakukan untuk menghibur dirinya adalah, sama dengan yang ayahnya lakukan, membual pada orang lain. Willy believed that he was the top salesman in his firm at one point, which parallels to Happy believing that he was the assistant buyer at a previous job. In reality, Happy was only one of the two assistants to the assistant buyer just as his father was always one of the worst salesmen. (sparknotes. com) Ketika ayahnya suka membesar-besarkan diri pada orang disekitarnya bahwa dia adalah seorang salesman yang hebat, yang pada kenyataannya dia adalah yang terburuh dari para salesman yang lainnya. Begitupun halnya dengan Happy yang sering membesar-besarkan diri dengan membual pada orang disekitarnya bahwa dia adalah seorang asisten pembeli pada pekerjaan yang sebelumnya yang pada kenyataannya adalah seorang asisten dari asisten lagi. Dapat dibayangkan bagaimana seorang dengan pekerjaan seperti itu, yang tentunya secara materi tidak akan mendapatkan gaji yang besar. Namun sudah menjadi sifat mereka untuk membesar-besarkan diri yang pada akhirnya itu menjadi kebiasaan bagi mereka. Happy memiliki selera yang tidak puasa dengan apa yang telah dia dapatkan. Karakteristik ini sebenarnya bagus untuk kemudian menjadikannya sebagai pelecut semangat untuk kemudian bekerja lebih keras lagi dan mendapatkan hasil yang lebih besar lagi. Akan tetapi, nampaknya rumus bekerja

keras seperti itu tidak ada dalam kamus kehidupan Happy yang nota bene dia hanya bisa seperti ayahnya berandai andai dan berangan-angan yang justru mnjauhkan dia dari apa yang mungkin bisa dia dapatkan. He simply awaits his destiny hoping that he will be given the ultimate, superior dream and opportunity. (www.sparknotes.com) Maka dari kutipan di atas kita bisa mengetahui bahwa Happy termasuk orang yang tidak puas dengan apa yang sudah didapat, itu sisi baiknya, tapi setelah merasa itu, dia ternyata tida menjadi orang yang tak pernah puas untuk mengejar yang menjadi angan-angannya. Justru itu dia hanya bergelut dengan khayalannya dan malah menjadikannya hanya membual dan membual. Dan itulah mengapa dia seolah hanya menunggu nasib baik datang padanya. Itu adalah suatu penjelasan yang logis bila dihubungkan dengan duni psikologis bahwa pada dasarnya manusia enggan untuk untuk direndahkan, meskipun oleh dirinya sendiri. pada kasus ini, willy merasa enggan atau gengsi ketika dirinya adalah hanya seorang salesman biasa-biasa saja. Setidaknya dengan membangga-banggakan diri. 2. suka lari pada wanita Hal ini menjadi bahan bahasan yang menarik dimana berhubungan dengan tema seksualitas yang sering sekali diperbincangkan oleh para pakar penelitian maupun kalangan akademisi yang lainnya. Dalam konteks ini, Happy dan Willy pada persamaan atau kemiripan yang kedua yang samanya adalah bahwa mereka berdua pernah atau setidaknya suka berhubungan dengan perempuan lain. Dalam konteks ini adalah maniak pada perempuan. Happy dengan sifatnya yang menjadi anak yang nakal dan sudah layaknya seperti pergaulan di amerika yang bebas melakukan hubungan seksual, maka dia memanfaatkan kesempatan ini. Sering kali dia gunta-ganti pasangan. Hal ini tentunya ada peran Willy sebagai pewaris watak suka pada wanita. Setidaknya ada beberapa nama wanita, di luar istrinya, yang perbah berhubungan dengan Willy. Dia adalah the woman. The woman adalah wanita yang ada di sekolah Biff ketika dia masih di sekolah.

As Linda consoles him, he hears the laughter of his mistress. He approaches The Woman, who is still laughing, and engages in another reminiscent daydream. Willy and The Woman flirt, and she thanks him for giving her stockings. (www.sparknotes.com)

Ketika Willy curhat pada Linda tentang kenapa orang-orang tidak suka padanya, lalu Linda menghiburnya lalu perhatiannya pindah pada kahayalannya tentang the mistress, atau the woman yang berasal dari sekolahnya Biff. Kemudia mereka bercumbu-cumbuan layaknya tidak ada Linda di hadapannya. Hal ini menunjukkan bahwa Willy disini sangat tidak menghargai wanita yang ada di hadapannya yang notabene adalah istrinya sendiri. ini tentu saja merupakan suatu kebejatan moral ketika, walaupun membayangkan, bercumbu dengan orang lain di hadapan istri sendiri. Ada hal yang menarik disini yaitu the woman berterima kasih kepada willy yang telah memberikannya stocking. Tentu saja ini merupakan suatu simbol dimana stcoking itu bisa diartikan sebagai kehormatan dari diri perempuan. Sebagai seorang suami, tentu saja dia harus menjaga kehormatan istrinya dan tidak membiarkan kehormatannya dicacah oleh orang lain. Ketika stocking itu diberikan kepada the woman ini menandakkan bahwa kehormatan istrinya itu telah dirusak oleh Willy sendiri. ini bukan berarti Linda itu diperkosa oleh The woman melainkan kehormatan Linda sebagai seorang istri dirusak dan direndahkan oleh Willy sendiri seakan mengatakan kalau dia ingin melakukan hubungan badan tidak hanya dengan istrinya. Lalu kejadian bercumbuan lagi terjadi di kamar mandi ketika Willy pergi ke restauran dan ditinggalkan oleh Happy. Ketika itu Willy kemudian berhayal lagi dan bercumbu dengan the woman itu. Itu adalah salah satu contoh ketika Willy masih suka bergaul dengan wanita lain. Semangat ayahnya pada wanita ini dibawa oleh Happy dalam kehidupannya. Dalam salah satu percakapannya dengan Biff dia mengatakan : But then, its what I always wanted. My own apartment, a car, and plenty of women.( www.sparknotes.com)

Jelas sekali bahwa salah satu obsesinya untuk hidup adalah dengan hidup bersama wanita yang banyak. Hal ini mungkin salah satu penyebab kenapa Willy lebih mengharapkan Biff untuk meneruskan cita-citanya menjadi orang yang sukses daripada Happy. Dia menganggap Happy tidak bermoral. For Happy, sexuality is a way that he relieves himself whenever he feels disgusted, I get that any time I want, Biff. Whenever I feel disgusted. The only trouble is, it gets like bowling or something. I just keep knocking them over and it doesnt mean anything (1246). Happy seduces women in whom he has no real interest, especially women engaged to executives above him in the corporate structure, (www.imdb.com)

Happy akan dengan segera mencari wanita untuk digaulinya ketika dia merasa sedang tidak nyaman atau sedang merasa kesal. Obsesi Happy pada wanita terutama pada wanita yang mempunyai posisi lebiih tinggi daripadanya di kantornya menunjukkan bahwa dia bisa mengalahkan para yang kehidupan ekonominya lebih tinggi daripadanya di ranjang.

3. Semangat untuk memperjuangkan kebiasaan berhayal Dalam hal ini Happy dan Willy tidak ingin menghilangkan kebiasaan mereka yang suka berhayal, Willy dalam suatu kesempatan berfikir bahwa dirinya lebih memilih Biff untuk meneruskan cita-citanya karena dia setidaknya lebih bermoral daripada Happy. Hal ini berarti bahwa dia memiliki semangat untuk terus mempertahankan kebiasannya sebagai seorang penghayal yang menurut keyakinannya adalah bahwa dia dapat mendapatkan kekayaan dengan hanya berangan-angan dan kekayaan itu dapat dicapai dengan cepat, tanpa harus bersusah-payah dahulu. Di akhir cerita, ketika Willy bunuh diri dan meninggal, maka Happy seketika itu juga berniat untuk kemudian meneruskan semangat atau cita-cita ayahnya. Sehingga dengan demikian maka dia akan menjadi willy muda kembali. Im gonna show you and everybody else that Willy Loman did not die in vain. He had a good ream. Its the only dream you can have-

to come out number-one man. He fought it out here, and this is where Im gonna win it for him Dari kutipan diatas, nampaknya memang Happy tidak rela dengan kepergian ayahnya dan dia ingin meneruskan cita-cita ayahnya. Dengan semangatnya dia mengatakan keluarga Loman dalam percakapannya dan disaksikan oleh orang banyak. Hal ini bisa saja menunjukkan suatu kepercayaan diri bahwa idealisme nya suatu saat bisa diterima oleh kalangan masyarakat. Seperti yang telah banyak terjadi kisahnya. Kemudian nampaknya akan menjadi lebih menarik ketika dibahas tentang sebab dan kenapa karakter Happy bisa menjadi seperti pembangkang kepada Willy. Hal ini sungguh ironis memang di satu sisi, Happy menunjukkan sikapnya yang sangat menginginkan mendapatkan perhatian ayahnya tapi di satu sisi dia tidak mengakui ayahnya ketika dia sedang bersama para wanita.

Salah satu penyeebab kenapa Happy tidak bahagia bisa jadi dikarenakan faktor penerimaannya di dalam keluarga. Dalam keluarga Willy, anak-anaknya tidak pernah diperlakukan dengan baik oleh Lona dan Willy. Dari tinjauan psikologis bisa mengetahui bahwa pengaruh baik maupun buruknya pada seseorang bisa jadi merupakan suatu akibat dari apa yang telah dilakukan oleh orang tua pada anak-anaknya.
Freuds understanding of object choice dynamics led to the central event in psychoanalysis: the working out of the Oedipus complex, which allows the individual to overcome incestuous phantasies and permits one of the most painful, psychical achievements of the pubertal period . . . detachment from parental authority (Freud dalam Blackwell) (SE 7: 227)

Jika konsep ini dihubungkan dengan kekerasan yang sering dialami oleh Happy, maka jelas ini bisa dimengerti mengingat bahwa Happy sering menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dari kedua orang tuanya. Dari ibunya, Linda, dia tidak terlalu perhatian dengan kedua anaknya bahkan sering kali menyalahkan mereka atas sesuatu yang mereka tidak pernah lakukan. Ibunya menuduh Happy dan Biff sebagai penyebab kestresan Willy

dalam kehidupannya. Linda feels that both Happy and Biff are the causes to Willys problems because they are disappointments and failures (bookspot.com) Kemudian dari willy yang sebagaimana sifatnya yang tidak peduli pada orang lain, dia selalu cuek bahkan pada anaknya sendiri. He wants to remember Biff as the bright hope for the future. In the midst of his memories, however, we find that Willy does nothing to discourage Biffs compulsive thieving habit. In fact, he subtly encourages it by laughing at Biffs theft of the football.(www.sparknotes.com, diunduh tanggal 17 Desember 2011)

Jika dianalisis secara mendalam tentang hasil yang didapat pada mental anak ketika tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tua mereka maka hasilnya adalah anak yang akan merasa kesepian. Maka wajar jika anak tersebut tidak merasa bahagia dan mencari kebahagiaan di luar rumah. Kasus ini terjadi pada Happy dimana dia mengungkapkan perasaannya yang tidak merasa bahagia. Happy is competitive and ambitious, but these feelings are misdirected. Unable to compete on his own terms in the business world, Happy blindly pursues women taken women purely for the sake of doing so. Looks like he's taken his sense of competition to the realm of sex. Of course, this, much like the world of business, fails to satisfy him.(Miler : www.shmoop.com) Dari kutipan ini dapat dilihat bahwa, Happy adalah sebuah karakter yang memiliki kelebihan dari kakaknya untuk menunjukkan rasa kepedulian dan semangat seorang anak kepada ayahnya. Happy ingin sekali mendapatkan perhatian ayahnya. Akan tetapi ternyata, sama halnya dengan judul di atas bahwa, ternyata keseriusannya itu untuk menunjukkan kepeduliannya atau rasa kasih sayangnya kepada ayahnya tidak begitu kuat diimplementaikan dalam aktifitasnya. Ini mencerminkan dengan karakter Willy yang ketika memiliki sedikit masalah dia langsung pergi dari masalah itu. Sama halnya dengan Happy, semangat nya yang menggebu-gebu untuk mendapatkan perhatiannya lenyap ketika apa yang telah dia lakukan untuk itu, tidak banyak, tidak berhasil

mendapatkan perhatian anaknya, dia langsung berhenti dari sifatnya itu dan malahan balik membenci ayahnya. Im losing weight, you notice, Pop? (Happy, 1205) Ini merupakan salah satu bukti usaha yang dilakukan Happy muda untuk mendapatkan perhatian ayahnya, tapi tanggapan yang diberikan Willy tidaklah menjadi suatu kesengangan bagi Happy karena yang dia dapatkan hanyalah sebuah ketidaknyamanan dan kekecewaan. Pada akhirnya, kita masih saja tetap penasaran dengan sifat asli yang dimiliki oleh Happy karena dia seakan memiliki dua kepribadian. Pertama ketika dalam kehidupannya dia begitu membangga bnggakan ayahnya sehingga dia mengusahakan berbagai cara untuk mendapatkan perhatian ayahnya. Tapi di sisi lain, ternyata ketika dia ditanya oleh the woman siapa kah dia (Willy) dia menjawab tidak tahu. Jawaban ini seakan mengatakan kepada pembaca atau penonton bahwa dia memiliki dua kepribadian. Meskipun demikian, yang jelas setidaknya antara Happy dan Willy memiliki kesamaan sifat dalam beberapah hal di antaranya kecanduan untuk terus berhayal, berkencan dengan wanita lain dan memperjuangkan semangat untuk terus tetap berhayal.

DAFTAR PUSTAKA http://www.shmoop.com. Diunduh tanggal 17 Desember 2011 pukul 22.00 http://www.sparknotes.com. Diunduh tanggal 18 Desember 2011 pukul 22.05 www.imdb.com. Diakses tanggal 18 desember 2011 pukul 06.00

Anda mungkin juga menyukai