Tema Humor: Budaya flexing dan terkadang merambat kepada isu-isu politik.
Gaya humor: Bercerita dengan nada cepat, pelafalan cadel, penonjolan emosi marah, penggunaan
kosa kata plesetan, terkadang mengandung makna sensitif (mengarah pada kondisi
perekonomian seseorang), tindakan yang tidak mencerminkan perkataan (tidak mencerminkan
sosok crazy rich).
Tujuan Humor:
1). Satire bagi pelaku flexing, diarahkan kepada para TikTokers yang kerapkali memamerkan barang
berharganya = bukan suatu hal yang pantas, menimbang remaja masih berada pada tanggung jawab
orang tua. Orang yang memperoleh pencapaian akan mengalami kondisi susah terlebih dahulu,
seperti yang dialami olehnya.
2). Menghibur, sejak kontennya dianggap lucu oleh sebagian kalangan. Alih-alih mencoba untuk
mentertawakan netizen, akan tetapi sejatinya ia mentertawakan dirinya sendiri.
Pergeseran Lelucon menjadi
Humor
Lelucon ditujukan kepada mutualnya (paham konteks lelucon tersebut sebagai sindiran),
namun karena muncul di beranda publik non-mutual, konteks lelucon tersebut gagal
dipahami = memperoleh ujaran kebencian dari publik/netizen.
Leluconnya di stitch atau dikomentari langsung oleh kalangan selebritis, seperti Rafi
Ahmad (sosok yang kerapkali merepresentatifkan crazy rich Indonesia) = ujaran
kebencian semakin meningkat = popularitas Denise melambung jauh.
Pemanfaatan situasi dan kondisi sebagai ajang untuk promosi usaha bunganya. Perlahan
ia tumbuh menjadi kreator besar di TikTok (5,8 juta pengikut).
Seiring berjalannya waktu, publik mulai menyadari bahwa kepribadian Denise di balik layar
berbeda 180 derajat dengan apa yang ia tampilkan. Konten leluconnya perlahan dimaknai
oleh netizen sebagai humor yang menghibur.
Terdapat dua tipologi netizen di dalam konten miliknya: 1). Kalangan bawah/menengah
(umumnya sudah terbiasa dengan jokes sensitif) = respon santai, sembari sesekali
melontarkan humor/lelucon kembali pada Denise; dan 2). Kalangan bawah/menengah
(umumnya sosok taat agama, pindahan dari aplikasi facebook) = tegang (penuh amarah),
kerapkali membawa kebencian, nilai dan ajaran agama islam untuk mempringati Denise.
Pereferensi Humor dan
Stereotipe Kepribadian Etnis
Denise lahir di Jakarta, penggunaan bahasa dan logat terkadang mirip dengan orang betawi = besar
kemungkinan identitas kesukannya adalah betawawi, yang terkenal dengan sense of humor-nya.
Kepribadian orang betawi diresentatifkan melalui sitkom ‘Bajaj Bajuri’ → Stereotipe: “Kelompok
masyarakat yang kampungan, suka bicara ceplas-ceplos, dan berteriak-teriak. Kalau pun mereka tinggal
di rumah gedung, tetap saja sifat Betawi kampungannya tak hilang” (Simanjorang, 2015).
Gaya humor yang dibawakan oleh Denise: berbicara tidak terkontrol, terkadang membawa isu sensitif
= merepresentatifkan kepribadian orang betawi (meskipun tidak sepenuhnya benar). Barangkali
kepribadian seperti ini, seringkali menjadi prsayarat humor bagi orang Betawi.
Selain itu, meskipun Denise mempraktikan kehidupan crazy rich, namun hal ini tidak dapat
membohongi publik bahwa sejatinya ia merupakan bagian dari kalangan umum yang sedang
melakoni perannya sebagai orang kaya.
Tayangan sitkom Bajaj Bajuri meskipun mengundang gelak tawa dari masyatakat, namun juga
mendapat ulasan negatif atau kritik ditinjau dari perwatakan ceritanya.
Sitkom Bajaj Bajuri dan konten flexing denis, merepresentatifkan bahwa sesuatu yang mengundang
tawa, terjadi apabila terdapat ketidak sesuaian pada apa yang diharapkan dengan apa yang
sebenarnya terjadi (the incongriuty theory).
Kedua humor ini sejatinya memiliki nilai moral, seperti karakter yang menderita, terkena musibah
mengajarkan bahwa perilaku-perilaku yang tidak sesuai nilai dan norma ini adalah suatu hal yang
tidak baik.
Apa ituFlexing?
Merujuk pada tulisan milik Ratriani (2022), flexing = bahasa gaul yang digunakan oleh
kalangan ras kulit hitam, → "menunjukkan keberanian" atau "pamer" sejak tahun 1990-an.
"flex" atau flexing = melenturkan otot seseorang, untuk menunjukkan kekuatan seseorang.
Kemudian menjadi metafora ‘berpikir lebih baik dari yang lainnya’.
"flex" atau flexing kian populer pada tahun 2014, berkat No Flex Zone dari Rae Sremmurd
yang berarti area untuk orang-orang yang santai, bersikap seperti dirinya sendiri, dan tidak
pamer atau pura-pura menjadi pribadi yang berbeda (Ratriani, 2022).
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa flexing merupakan istilah yang ditujukan
kepada seseorang yang kerap menunjukkan sesuatu yang ia miliki atau raih (pamer),
dengan cara yang tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Pelaku flexing ini dianggap
pembohong terhadap status kekayaannya yang sama sekali tidak mencerminkan realita
sebenarnya.
Analisis Keterkaitan Humor
dengan Dimensi Budaya Nasional
1. Turut merepresentatifkan kolektivisme sebagai budaya nasional Indonesia
Disisi lain, konten denise yang berbau dengan isu-isu publik, seperti
kebijakan minyak goreng, dampak PPKM terhadap para penggiat usaha,
Kebijakan pengurangan suara adzan, justru memperoleh empati dan ulasan
positif dari publik.