Anda di halaman 1dari 2

Perbedaan Humor Amerika dan Indoneisa

Pendahuluan
Humor adalah sesuatu yang terbentuk karena budaya. Dalam suatu budaya
akan berbeda humornya dengan budaya lain. Hal ini tentu tidak terelakkan karena
bahasa sendiri, yang menjadi media humor, terdapat budaya didalamnya. Raskin
(1985) memeberikan sebuah konsep yang beliau adaptasi melalui konsep
competence oleh Chomsky. Ketika manusia mampu untuk membedakan sebuah
dengan grammar yang benar maka hal yang sama juga bisa terjadi pada humor. Apa
yang disebut Raskin dengan humor competence adalah kemampuan manusia untuk
membedakan mana yang merupakan hal yang lucu dan mana yang tidak,
Kemampuan untuk menerima dan menilai sebuah lelucon itu lucu atau tidak tentu
akan berbeda – beda setiap orang. Sebuah lelucon bisa dianggap lucu oleh
kebanyakan orang namun sebagian lagi merasa bahwa lelucon ini tidak lucu.
Sudah jelas bahwa humor adalah hal yang ada disetiap diri manusia walau
berbeda – beda tingkatannya. Ada orang yang akan sangat mudah tertawa pada
semua lelucon, bahkan yang kebanyakan orang anggap tidak lucu dan ada orang
yang bahkan tidak tertawa pada lelucon yang orang anggap lucu. Di dalam
masyarakat kita mengenal istilah ‘selera humor’. Tentu orang yang mudah tertawa
dapat dikatakan sebagai orang dengan selera humor yang baik dan orang yang tidak
tertawa pada lelucon yang orang anggap lucu dianggap tidak memiliki selera humor
yang baik. Selera humir ini ditentukan oleh latar belakang masing – masing orang.
Apa yang seorang individu anggap lucu dan tidak lucu akan tergantung pada
kehidupan sosial dan masyarakatnya. Dengan kata lain, kebudayaan menjadi salah
satu faktor yang membuat seseorang menilai sesuatu itu lucu atau tidak.
Dengan berbedanya budaya selera humor tentunya juga akan berbeda. Apa
yang dianggap lucu dalam satu masyarakat akan berbeda dengan apa yang dianggap
lucu dalam masyarakat lain. Terutama bila masyarakat tersebut berbeda negara. Hal
yang dibicarakan dan menjadi lucu berbeda karena perbedaan kebiasan dan
kebudayaan yang dianut setiap insan masyarakat. Dalam pengamatan penulis,
stand-up di Amerika lebih bebas berbicara hal-hal yang berbau sara dari pada di
Indonesia, Ketika membicarakan hal-hal mengenai ras, suku atau keagamaan, di
Indonesia dapat dianggap sebagai sesuatu yang menyinggung walau situasi
pembicara dalam keadaan bercanda. Candaan ini melukai dan menyinggung
perasaan mereka yang menganggap apa yang dibicarakan tidak lucu, meskipun
disaat lelucon itu dituturkan penonton tertawa. Hal yang demikian sedikit dijumpai
di Amerika.
Di dalam Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) ada yang disebut dengan
konteks situasi atau register. Dengan register kita dapat tahu bagaimana suatu teks
digunakan dalam konteks situasi tertentu. Apa yang dibicarakan, bagaimana dan
oleh siapa adalah variabel pembeda yang menurut Halliday dan Hasan (1989)
paling berpengaruh dalam menentukan penggunaan suatu bahasa. Contohnya
ketika membicarakan tentang ‘merwawat anak’ tergantung pembicara/penulisnya,
walau membicarakan hal yang sama, cara menyampaikan dapat berbeda. Dari
seorang ibu kepada anaknya bahasa yang digunakan akan berbeda dengan seorang
dokter spesialis yang memberikan pengetahuan tentang merawat anak. Itulah yang
disebut dengan field, mode, dan tenor. Field adalah apa yang dibicarakan, untuk apa
bahasa tersebut digunakan, Mode adalah bagaimana bahasa digunakan untuk
menyampaikan makna atau mengubah realitas dan Tenor adalah siapa yang
berbicara dan kepada siapa diutarakan ujaran tersebut.

Dalam tulisan ini, akan melihat field pada komedi dalam dua budaya yang
berbeda. Hal ini berguna untuk melihat kebudayaan yang tercermin didalam
masyarakat melalui humor. Karena humor membicarakan hal tabu yang biasanya
orang tidak ingin bicarakan namun dengan membuatnya sebagai sebuah humor hal
tabu tersebut menjadi layak dibicarakan (Attardo, 1995). Hal ini juga dapat berguna
bagi seseorang dalam melihat humor dari budaya lain bahwasannya suatu topik
didalam suatu budaya dianggap lucu. Data yang diambil adalah dari stand-up
comedian. karena cara membawakan komedi stand-up hampir sama yang
membedakan adalah keunikan masing-masing komedian yang membuat gelagat
lucu. Partisipan yang selalu sama yaitu seorang komedian yang berdiri didepan
orang banyak dan para penonton dapat secara langsung berinterakasi dengna sang
komedian.

Anda mungkin juga menyukai