Disusun oleh :
Siti Nur Fatimah
135020301111021
Lisca Faradina
135020301111040
Novi Andani
135020300111006
135020301111021
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
senang berkelakar d bar dan restoran dengan kolega-kolega bisnis setelah jam kerja,
namun mereka merasa bahwa humor tidak mendapat tempat dalam negosiasi bisnis
formal. Mereka meyakini bahwa hal tersebut menunjukkan rasa tidak menghargai tamu
dan dapat menimbulkan kebingungan, serta menjadi gangguan saat mencoba
berkonsentrasi pada detil-detil terkecil yang berkaitan dengan kesepakatan. (ini terkait
dengan budaya mereka yang low context, yang menekankan ketepatan dan kedetilan
yang tinggi). Orang Jepang juga melihat tidak ada perlunya memasukkan humor dalam
urusan bisnis, karena terlalu banyak yang dipertaruhkan. Orang Cina merasakan hal
yang sama. Pengaruh Confucius dan Buddha, yang menuntut ketulusan dan kesopanan,
menghilangkan apa yang dianggap lucu bagi orang Barat, yaitu sarkasme dan parodi
bagi orang Cina dan Jepang.
Apa yang harus Dilakukan jika Tersinggung
Kebanyakan orang menceritakan lelucon yang menyakitkan hati, karena
ketidakengajaan, bukan karena niat jahat. Jika kita berada dalam posisi atau situasi di
mana humor menyakitkan hati kita, mungkin yang terbai adalah tidak menghardik atau
marah-marah di depan orang banyak. Tentu saja penting untuk tetap berpegang pada
prinsip kita, namun dalam suatu situasi bisnis internasional seseorang harus
melakukannya dengan sangat hati-hati. Yang terbaik adalah membawa orang tersebut
menyingkir dan menjelaskan mengapa dalam budaya kita kelakar seperti itu tidak lucu.
Kita mungkin telah menolong orang tersebut dan kita sesungguhnya menyelamatkan si
penderita lelucon dari rasa malu untuk masa yang akan datang. Korban lelucon yang
menyakitkan hati bertanggung jawab untuk memberikan umpan balik yang dapat
mengubah perilaku, daripada marah-marah.
Humor Nasional dan International
Apakah setiap negara memiliki humor yang asli? Pada tingkatan tertentu, setiap
budaya meiliki hal berbeda yang menggelitik. Sarkasme dan melebih-lebihkan adalah
humor amerika. Orang jepang memiliki permainan kata-kata yang meiliki dua arti, serta
kadang-kadang komedi slapstick kasar. Orang inggris menghargai parodi, khususnya
dalam bidang politik. Orang kenya juga menganggap slapstick visual lucu, begitu pula
permainan kata dalam dialeg lokal. Orang india menemukan humor dalam dongeng
fabel yang kadang-kadang sukar dimengerti, kadang-kadang penuh pemikiran
mendalam, yang dalam beberapa negara lain akan membangkitkan tawa kecil. Orang
cina menganggap lucu teka-teki dan pribahasa. Pada akhirnya budayalah yang mendikte
apa yang dianggap lucu oleh individu-individu dari negara-negara berbeda. Kita harus
betul-betul memahami budaya pendengar dan tahu apa yang bisa membuat mereka
tertawa, kalau tidak anda berisiko tinggi mempermalukan diri sendiri, dengan nekad
memasukkan humor ke dalam bisnis atau bahkan situasi sosial.
Meskipun mungkin tidak ada satu humor khusus yang dapat mengatasi hambatan
budaya, namun para periset telah mencatat suatu kesamaan tentang apa yang membuat
orang-orang dalam budaya yang berbeda sama-sama tertawa. Suatu studi pada tahun
1993 yang dipblikasikan dijurnal of marketing menyelidiki humor dalam periklanan
dalam empat budaya yang sangat berbeda: amerika serikat, jerman, thailanf, dan korea
selatan. Studi ini menemkan bahwa dalam keempat budaya, mayoritas terbesar dalam
iklan televisi mengandung humor, atau apa yang diistilahkan oleh para priset sebagai
kekontrasan yang berbeda, yaitu, perbedaan antara apa yang diharapkan pemirsa
untuk dilihat dengan apa yang sesungguhnya mereka terima. Perbedaan inilah yang lucu
dalam kebanyakan budaya. Akhir yang mengejutkan adalah menyenangkan itu membuat
orang tertawa.
Globalisasi komik
Mungkin tidak ada konvergensi global dalam kecenderungan humor, namun
terdapat tokoh international yang memang budaya mereka sendiri untuk menjadi sasaran
bulan-bulanan dari lelucon yang diceritakan di seluruh dunia. Tergantung pada momen
waktunya, identitas tokoh akan berubah namun sering kali lelucon dasarnya tetap sama.
Seorang usahawan jerman ingat mendengar lelucon ini diceritakan di hongkong
mengenai pimpinan microsoft bill gates mengganti sebuah bola lampu? Jawabannya ia
tidak perlu. Ia hanya perlu mengundang sutau pertemuan dan mengumumkan kegelapan
sebagai standar international baru. Lelucon ini becerita banyak mengenai bagaimana
microsoft dipandang sebagai sesuatu trend bisnis global.
pada perusahaan atau organisasi yang ia wakili. Karena budaya asia adalah kolektif
dengan tingkat menghindari risiko yang tinggi, menyelamatkan muka atau memberi
muka adalah cara yang lebih disukai untuk menyelesaikan konflik dan memnghindari
mempermalukan pihak yang terlibat. Memberi muka memberi seseorang kemampuan
unuk bersiasat, atau menyembunyikan reaksi anda sendiri untuk memberi orang lain
suatu cara keluar dengan luwes, dengan kehormatan yang utuh.
Penyelesaian Konflik
Budaya konflik cenderung menghindari konflik buaya terbuka (sebagian besar
budaya kolektif juga merupakan budaya yang menghindari risiko) sementara budaya
individual menghadapi konfrontasi secara langsung, dan yakin bahwa konfrontasi adalah
rute tercepat untuk menyelesaikan masalah. Dalam negosiasi lintas budaya, konflik
terlihat nyata bahkan sebelum kedua pihak duduk untuk berbicara. Alasannya sasaran
negosiasi menjadi berlawanan, di mana budaya yang beorientasi pada tugas, tingkat
menghindari risiko rendah yang ingin memotong kesepakatan dengan segala baiaya dan
terburu-buru, sementara budaya yang berorientasi pada hubungan dan tingkat
menghindari risiko tinggi mencoba membangun hubungan terlebih dahulu untuk
transaksi bisnis yang akan datang.
Para psikolog telah mengidentifikasi lima metode dasar penyelesaian konflik yang
ditemukan dalam berbagai tingkat di semua budaya :
1. Kompromi
Tidak lebih dari kemauan untuk memecah perbedaan, ini merupakan pendekatan
yang kadang-kadang diterapkan oleh para negosiator dari budaya yang merasa nyaman
dengan situasi menang-menang. Yang paling umum adala gaya penjualan.
2. Bersedia menolong
Pada dasarnya merupakan pilihan bagi mereka dalam posisi yang lemah, yang
melihat konsesi sebagai satu cara menyelesaikan konflik.
3. Menghindar
Pendekatan burung unta yang membenamkan kepalanya di tanah dan melompati
atau melewati bidang konflik. Umum dalam budaya yang menghindari risiko, namun
pendekatan ini dapat mengarah pada kontrak yang kabur, yang akan menimbulkan
masalah ketika detilnya akan ditangani.
4. Integrasi
Suatu pendekatan analitis yang mencoba mencampur prioritas dari dua pihak
berlawanan untuk mencapai kesepakatan.
5. Dominasi
Umum dalam budaya individualitus di mana para negosiator hanya peduli dengan
menang. Mereka memakai pendekatan ini cenderung untuk melihat negosiasi sebagai
zero sum game. Yang paling umum adalah gaya pembeli/investor.
Perbedaan dalam Mengambil Keputusan
Ketika terkunci dalam negosiasi, adalah penting untuk mempertimbangkan
perbedaan dalam proses pengambilan keputusan antar budaya. Dalam beberapa budaya
di mana kekuasaan terdesentralisasi (Amerika Serikat, Australia), keputusan dapat
diambil dengan cepat dan sering kali oleh satu orang saja. Namun, dalam budaya dengan
nilai kolektif (Jepang, Cina), keputusan dibuat berdasarkan konsensus dan dapat
memakan waktu lama. (Meskipun demikian, implementasi keputusan dalam budaya
kolektivis lebih cepat daripada budaya individualis yang sering menuntut pembenaran
dengan mempertanyajan keputusan yang diterapkan ke bawah). Pertimbangkan contoh
Amerika Serikat dan Jepang di mana pengaruh nilai-nilai dan budaya memainkan peran
yang penting dalam proses pengambilan keputusan. Kekontrasan ini diawali dengan
sasaran dasar yang ingin dicapai dalam keputusan bisnis. Di Jepang sasaran tersebut
adalah keharmonisan kelompok. Di Amerika Serikat biasanya berupa keuntungan yang
maksimal dan efisiensi operasi.
Konsensus dan Penentuan
Sekarang pertimbangkan suatu keputusan apakah akan membeli perusahaan pesaing
atau tidak, katakanlah, dalam industri pembuatan baja. Di Jepang, di mana pengambilan
keputusan terdesentralisasi, proses ini merupakan proses dari bawah ke atas. Di di
Amerika Serikat proses pengambilan keputusan tersentralisasi dari atas ke bawah. Orang
Jepang akan memulai dengan mencoba mendefinisikan masalahnya, dimulai dengan
masukan dari jabatan yang lebih rendah orang-orang yang terpengaruh langsung oleh
keputusan tersebut. Dari kelompok yang lebih rendah ini, keputusan dilewatkan ke atas
atau ke samping (secara leteral) hingga akhirnya mencapai manajemen senior yang telah
mengetahui konsensus yang dibangun dari bawah. Dengan mengingat bahwa tujuan
orang Jepang adalah memilihara keharmonisan kelompok, pertanyaannya terbatas pada
11) Apakah diharapkan mencapai kesepakatan formal atau lebih pada kesepakatan
dalam prinsip saja?
12) Pahami proses pengambilan keputusan mereka. Apakah berdasarkan konsensus?
Atau individualistis? Seberapa tidak suka budaya mereka dengan risiko?
13) Kembangkan suatu gagasan mengenai gaya personal mitra pasangan negoisasi
utama anda.
Memperoleh Hasil
Setiap tim negosiasi harus ikut dengan sasaran yang jelas mengenai apa yang
mereka inginkan dari negosiasi, dan strategi apa yang digunakan untuk mencapainya.
Pahami sifat kesepakatan dalam suatu negara, seberapa signifikan suatu isyarat, serta
etiket negosiasi.
Karena sulitnya komunikasi lintas budaya, maka sangat penting bahwa anda
memberikan argumen yang jelas dan tidak rumit. Gunakan bahasa yang sederhana.
Siapkan daftar posisi potensial yang mungkin diambil pihak lain. Latihan percobaan
ini untuk memastikan bahwa anda tidak akan terkejut, dan bahwa anda akan
memiliki strategi alternatif untuk menghadapi semua kemungkinan.
Bersiaplah untuk memanfaatkan posisi anda jika anda sebagai pembeli atau
investor. Sebaliknya, kenali kekuatan dari posisi menjual.
Persuasi, bukan mendebat. Suatu debat tidak akan menggeser anda mendekati
sasaran. Persuasi bisa.
Biarkan pihak lain mengambil tindakan pertama. Dengan cara ini anda dapat
menilai tingkat aspirasi pihak lain. Jika anda membuka lebih dahulu maka ada
kemungkinan anda memberi lebih dari yang diperlukan.
Bersiap untuk meninggalkan kesepakatan. Seringkali, tidak ada kesepakatan lebih
baik daripada kesepakatan yang buruk.
Kontrak dan Variabel Budaya
Tidak setiap orang memandang arti kontrak tertulis dengan cara yang sama.
Meskipun orang Amerika dan Jerman umumnya berkeras dengan kontrak yang
kompleks (umum dalam budaya yang berorientasi pada tugas) yang mengikuti dokumen
hukum, budaya lain, seperti Nigeria dan Cina, dengan struktur legal yang terbatas, akan
memandang kontrak lebih sebagai pernyataan keinginan dibandingkan kewajiban yang
dijamin secara formal.
DAFTAR PUSTAKA
Michell, Charles. 2001. Budaya Bisnis Internasional. Jakarta: PPM