PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Komunikasi antarbudaya terjadi ketika dua atau lebih orang dengan latar
belakang budaya yang berbeda berinteraksi. Proses ini jarang berjalan dengan lancar
dan tanpa masalah. Dalam kebanyakan situasi, para pelaku interaksi antarbudaya tidak
menggunakan bahasa yang sama, tetapi bahasa dapat dipelajari dan masalah komunikasi
yang lebih besar terjadi dalam area baik verbal maupun nonverbal. Khususnya,
komunikasi nonverbal sangat rumit, multidimensional, dan biasanya merupakan proses
yang spontan.
Pada kenyataannya, hanya sedikit saja yang mempunyai makna universal khu-
sus-nya adalah tertawa, tersenyum, tanda marah, dan menangis. Karena itulah, orang
cenderung beranggapan bahwa bila mereka berada dalam suatu kebudayaan yang
berbeda di mana mereka tidak mengerti bahasanya mereka mengira bisa aman dengan
sekedar mengetahui gerakan-gerakan manual. Namun, karena manusia memiliki
pengalaman hidup yang berbeda di dalam kebudayaan yang berbeda, ia akan
menginterpretasikan secara berbeda pula tanda-tanda dan simbol-simbol yang sama.
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Sadar atau tidak sadar, manusai berharap bahwa interaksi mereka akan
mengikuti peraturan yang tepat dan secara budaya ditentukan oleh peraturan-peraturan
yang mengatakan kepada kedua belah pihak perilaku apa yang tepat dalam situasi
tertentu. Morreale, Spitzberg, dan Barge menyatakan bahwa ada sejumlah peraturan
yang mengatur persahabatan (secara emosi mempercayai orang lain dibandingkan
menyimpan rahasia) dan konfilik (menaikan nada suara dengan tidak menunjukan emosi
apa pun). Apa yang menarik dari pertauran budaya adalah bahwa mereka, seperti
budaya yang lain, dipelajari dan dipertahankan.
Asumsi ketiga adalah bahwa peraturan dapat ditentukan dapat ditentukan oleh
kelompok yang khusus (jabatan tangan kelompok persaudaraan atau kata sandi rahasia),
komunitas (bahasa geng dan “tanda-tanda”) atau budaya. Kita mulai menyatakan bahwa
walaupun budaya memiliki banyak ruang lingkup sosial (Sekolah, pertemuan, bisnis,
rumah sakitdan lain sebagainya), anggota budaya tersebut kadang menaati peraturan
yang berbeda ketika berinteraksi dalam lingkungan tersebut. Di turki misalanya, rekan
anda asal Turki akan bersikeras membayar semua biaya jamuan. Orang Turki terkenal
dengan kerahmahtamahannya, dan mereka tidak akan mengizinkan anda membayar
makanan. Di Amerika Serikat dimana peraturan jmauan bisnis sangat berbeda, biaya
makan atau hibura kadang dibagi.
Ketegasan : Tradisi perilaku yang berisfat langsung, tegas, dan agresif di antara
orang Amerika tidak terjadi begitu saja. Suatu budaya yang memiliki sejarah panjang
dalam menghargai ketidakcocokan, individulisme, kompetisi, kebebasan dalam
bereskpresi, dan bhakan beberapa bentuk pemberontakan mendorong perilaku asertif.
Alasan masyarakat Amerika mnghargai komunikasi asertif, menurut Nadler, Nadler,
dan Broome jelas: “Masyarakat Amerika Utara diharapkan untuk memperjuangkan hak-
hak mereka.
Dengan alasan yang berbeda dari yang ditemukan dalam budaya Asia, orang
Meksiko juga menghargai hubungan interpersonal yang mulus dan mendorong perilaku
yang sopan. Dalam konteks bisnis, pandangan mengenai hubungan yang harmonis,
menurut Kras, “ menuntut postur tubuh yang menghormati, dan kadang-kadang, terlihat
merendahkan diri (Samovar, 2010: 348).
c. Hubungan Status
Menggunakan skala klasifikasi yng luas, suatu budaya secara umum dapat
dikelompokkan sebagai Egalitarian, dengan sedikit perhatian terhadap perbedaan sosial,
atau Hierarkis, menekankan pada status atau tingkatan.
Karena itu, pada era perdagangan bebas abad ke-21, para pebisnis tetap merasa
perlu bertemu dan berunding secara tatap muka, meskipun mereka juga menggunakan
peralatan komunikasi yang canggih (Mulyana, 1999:3). Ribuan perusahaan sekarang ini
beroperasi secara internasional dan multinasional. Interaksi antara ekspatriat dan orang
lokal kini menjadi fenomena sehari-hari, namun tidak dengan sendirinya berjalan mulus.
Inti dari kegagalan bisnis dalam era global adalah kesulitan-kesulitan memahami
etika komunikasi yang harus dihadapi para pebisnis yang terlibat, yang diakibatkan
perbedaan dalam ekspektasi budaya masing-masing pebisnis. Perilaku manusia memang
tidak bersifat acak. Semakin kita mengenal budaya orang lain, semakin terampilah kita
memperkirakan ekspektasi orang itu dan memenuhi ekspektasinya tersebut. Ekspektasi
ini dan cara kita memenuhinya didasarkan pada penglaman-pengalaman kita
sebelumnya yang belajar mengenal dan memahami budaya orang lain.
a. Protokol Bisnis
Karena protokol bisnis melibatkan bentuk perayaan, etiket, dan kode perilaku
yang benar, penting untuk mengerti peraturan tersebut dalam transaksi bisnis. Ada
beberapa variasi protokol bisnis yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut :
1. Hubungan Awal
Kita mulai dari Jepang, cara paling efektif membangun hubungan bisnis di
Jepang adalah melalui pertemuan tatap mata yang formal dengan tujuan
memperkenalkan suatu produk. Masyarakat India juga memiliki perilaku yang sama
mengenai pertemuan pertama, karena India merupakan budaya yang berdasarkan
hubungan, dan oleh karena itu, interaksi yang pertama kadang “melalui rekan bisnis”.
Dalam budaya Amerika Latin, disarankan menggunakkan persona bien colocada lokal
(orang yang berhubungan baik) untuk memperkenalkan atau menghubungi Anda.
Cina juga merupakan salah satu contoh yang menggunakan jasa perantara.
Seperti yang dituliskan oleh Zinzius (Samovar, 2010: 361), “Tidak akan mungkin
terjadi di Cina tanpa jasa perantara”. Orang Cina sangat bergantung pada hubungan
interpersonal yang disebut dengan guanxi, dibangun dan dipertahankan melalui
kewajiban timbal balik yang dimulai dengan keluarga dan teman dan berkembang pada
rekan organisasi.
2. Cara Menyapa
Cina. Komunitas bisnis Cina lebih formal dibandingkan Amerika Serikat, dan
orang Cina selalu menyapa orang yang lebih senior dahulu. Mereka juga menggunakan
gelar yang sangat jelas menggambarkan bagaimana budaya ini menekankan hierarki.
Orang Cina menempatkan nama keluarganya terlebih dahulu dan disusul dengan nama
yang diberikan. Misalnya, nama Wang Jintao, Wang adalah nama keluarga, dan Jintao
adalah nama yang diberikan, sehingga dalam bahasa inggris nama yang tepat adalah
“Mr.Wang”. Banyak orang barat yang tidak tahu akan hal ini dan salah memanggil
nama pertama rekannya. Orang Cina juga mengadopsi jabat tangan dalam pertemuan
pertama dan berikutnya. Ada gerakan non-verbal orang Cina yang berbeda dengan
orang Barat. Misalnya, anggukan kepala digunakan oleh orang Cina untuk menghargai
si pembicara, bukan untuk menyetujui apa yang dikatakan. Kontak mata langsung juga
harus dihindari, meskipun di Barat Anda diharapkan untuk mempertahankan kontak
mata selama diskusi, orang Cina menganggap itu kasar dan tidak menghargai (Samovar,
2010: 363).
India. Di India dan budaya Hindu lainnya, sapaan sosial yang umum adalah
Namaste, dimana seseorang menekan kedua belah tangan ke dada, seperti ketika berdo
dan sedikit membungkuk ke arah orang lain. Karena orang India sangat menghargai
nilai hubungan, jarak hubungan juga bagian dari perilaku.
Selain untuk menyapa, membungkuk juga dilakukan orang Jepang saat mereka
akan memberi hadiah, mengucapkan selamat atau simpati, memohon atau meminta
maaf, menyatakan setuju atau memberi tanda menutup pembicaraan atau berpisah.
Berdasarkan suatu survey, pebisnis Jepang membungkuk 200-300 kali sehari,
sedangkan escalator girl sebuah department store membungkuk 2000-3000 kali sehari
(Holroyd dan Coates, 1999:113-114; Feraro,2002: 77-78 dalam Mulyana, 2015).
Protokol penting yang lain dalam menyapa pebisnis Jepang adalah saling
bertukar kartu nama. Cara bertukar kartu nama dapat memberikan indikasi bagi pebisnis
Jepang apakah mitra komunikasinya layak dijadikan mitra bisnis atau tidak. Seorang
pebisnis asing yang begitu menerima kartu nama (meishi) dari pebisnis Jepang lalu
memasukkannya ke saku atau dompetnya atau tanpa memperhatikannya terlebih dahulu
hampir dipastikan takkan dikontak lagi oleh orang Jepang itu untuk merencanakan
kerjasama pada masa mendatang (Mulyana, 2015:6).
Jika orang Jepang memberikan kartu namanya kepada Anda, terimalah kartu
nama itu dengan kedua tangan Anda, perhatikan dengan seksama, bagi komentar, dan
setelah itu simpanlah dengan hati-hati meishi itu disebuah tempat khusus, tidak
memasukkannya di dompet yang akan Anda duduki. Bagi orang Jepang duduk di atas
identitasnya adalah penghinaan (Mulyana, 2015:6).
Arab. Diperikirakan, ada 30 cara bersapa orang Arab yang berbeda, berdasarkan
situasi dan hubungan yang dapat menjadi bagian dari sapaan. Ada formula dalam
menyapa di pagi dan malam hari, pertemuan setelah lama berpisah, pertemuan untuk
pertama kalinya, dan untuk menyambut seseorang yang baru saja berpergian. Berbagai
sapaan ini melibatkan berbagai jabatan tangan serta, bagi laki-laki, memeluk dan
mencium kedua pipi. Gelar sangat penting bagi orang Arab dan selalu digunakan dalam
konteks bisnis.
Meksiko. Cara menyapa orang Meksiko adalah melalui jabatan tangan. Orang
Meksiko juga kadang berjabat tangan ketika berpisah. Gelar sangat penting di Meksiko,
terutama dalam bisni, menggunakan gelar akan menolong Anda memperoleh rasa
hormat dari rekan dan bawahan asal Meksiko.
3. Penampilan Pribadi
4. Pemberian Hadiah
Bagi orang Amerika topik basa-basi yang paling popular adalah masalah cuaca
atau komentar seputar lingkungan fisik sekitar, seperti pengaturan ruang rapat atau
beberapa aspek dari suatu bangunan. Pertanyaan pribadi tidak dianggap sebagai hal
yang tabu dalam konteks bisnis, misalkan “Apa yang anda kerjakan?”, “Sudah berapa
lama anda bekerja di perusahaan ini?”, semua topic ini dianggap terlalu pribadi dalam
banyak budaya.
2.6.Manajemen Antarbudaya
Manajer yang bekerja dengan budaya yang berbeda harus mengembangkan
teknik yang inovatif serta secara budaya pantas untuk memotivasi karyawannya. Bagi
seorang manajer Internasional, kekompleksan tugas dipersulit oleh pengaruh budaya.
Hal ini karena budaya memiliki pandangan berbeda mengenai teknik manajemen yang
baik dan buruk.
Menurut Early dan Ang, “pemahaman mengenai perbedaan budaya ini akan
meningkatkan kemampuan Anda untuk memenuhi berbagai tuntutan sebagai manajer
Internasional.” Dua perbedaan utama yang dinyatakan oleh Early and Ang berhubungan
dengan (1) kepemimpinan manajerial, dan (2) bagaimana manajer menghadapi proses
pengambilan keputusan dalam organisasi (Samovar, 2010: 369).
a. Gaya Kepemimpinan
AMERIKA SERIKAT
JEPANG
Aspek pentingnya dari gaya manajemen khas Jepang dapat ditemukan dalam
ungkapan, “setiap orang adalah junior ataupun senior”. Seperti yang dinyatakan
sebelumnya, Jepang disamping merupakan budaya kolektif juga merupakan budaya
hierarkis. Jadi, ketika manajer menekankan prestaso kelompok, ia juga berusaha
mendapatkan rasa hormat.
MEKSIKO
Budaya Meksiko cenderung menerima jarak kekuasaan yang besar. Yaitu, secara
umum, orang Meksiko percaya bahwa setiap orang memiliki tempat dalam urutan
ketidaksetaraan. Atasan dan bawahan msing-masing memandang yang lainnya sebagai
orang yang berbeda. Bawahan percaya bahwa atasan mereka tidak mudah ditemi dan
atasan memiliki hak istimewa yang merupakan hak bawaan.
Jepang merupakan contoh yang tepat dari budaya dimana proses pengambilan
keputusan oleh kelompok lebih disukai dibandingkan dengan pendekatan pribadi.
Orientasi kelompok yang kuat dan penekanan pada stabilitas sosial merupakan perhatian
yang menonjol dalam pengambilan keputusan berdasarkan kosensus di Jepang. Berbeda
dengan model top-down Amerika, pengambilan keputusan dalam perusahaan jepang
yang besar biasanya dimulai dengan manager tingkat menengah dan mengikuti prosedur
bottom-Up yang dikenal sebagai ringi seido.
Mengingat bahwa negosiasi merupakan hal yang penting dalam semua merger
internasional, joint venture ekpor dan impor, perjanjian hak paten, dan setiap usaha
komersial lintas budaya. baik negosiasi domistik maupun internasional melibatkan
perwakilan dari organisasi yang berbeda bekerja untuk mencapai keputusan yang saling
menguntungkan, dimana dalam waktu yang sama untuk mengurangi perbedaan,
kesalahpahaman, dan konflik. Untuk mencapai tujuan ini, mereka mengandalkan
komunikasi, peranan komunikasi begitu penting, sehingga Drake menyebut sebagai
“Negosiasi hidup-darah,” dan hal tersebut biasa dilewatkan dalam studi mengenai
negosiasi.
2.8.Persepsi Atau Negosiasi Yang Berbeda
Budaya berperan penting ketika perwakilan dari latar belakang budaya yang
berbeda berkumpiul untuk berusaha mencapai kesepakatan yangt menguntungkan kedua
belah pihak. Tantangan ini timbul karena pesertya negosiasi lintas budaya dipengaruhi
oleh gaya menawar di negara masing-masing. Gaya ini kadang merupakan hasil dari
warisan budaya yang berbeda, perbedaan arti dari kepercayaan, pandangan berbeda dari
protokol, perilaku yang bervariasi menegnai mengambil resiko dan persepsi mengenai
waktu yang berbeda. Bahkan perilaku suatu budaya terhadap formalitas dan ketidak
formalan dapat ditemukan dalam suatu rapat bisnis.
a. Pemilihan Negosiator
Kecepatan suatu negosiasi terjadi berbeda secara budaya dan harus dipahami
oleh semua orang yang akan berbisnis dalam lingkungan anatar budaya. Di Amerika
Serikat orang-orang mulai memepercayai moto, “ia yang terburu-buru akan
kehilangan”. Oleh karena itu, seperti yang dinyatakan oleh Ferraro, “Pebisnis Amerika
Serikat telah dikritik, karena cepatnya mereka dalam berbisnis.
3. Gambaran Emosi
Pernyataan emosi oleh negosiator bisnis dapat juga mempengaruhi hasil dari
suatu transaksi bisnis. Misalnya, perwakilan bisnis Barat kadang menganggap rekan
Asia mereka “tidak terduga” karena mereka kurang bersemangat dan tidak menyatakan
emosi di meja perundingan. Di Amerika Serikat, adalah normal dan diharapkan bagi
orang untuk menggunakan sejumlah perilaku non-verbal untuk mengiungkapkan
perasaan mereka. Budaya Amerika mengajarkan bahwa bagian interaksi sosial yang
alami untuk mernyatakan rasa senang, rasa tidak senang, rasa marah atau emosi lainya
melalui tanda-tanda non verbal. Pada bangsa Cina, Jepang, Korea, dan Filipina,
bagimanapun, ungkapan emosi di anggap merusakan kerhaminisan dan dindari sedapat
mungkin.
Interprestasi budaya terhadap suatu bukti dan kebenaran dapat berbeda. Untuk
menjadi negosiator Yang sukses penting untuk mengetahui perbedaan ini sebelum anda
memulai proses penawaran. Banyak orang Amerika yang cenderung bergantung pada
observasi objektif untuk menyatakan fakta. Kebenaran merupakan sesuatu yang dapat
diuji. Statistik dan pengetahuan empiris merupakan hal yang penting. Keinginan untuk
bergantung pada fakta juga merupakan bagian dari gaya negosiasi yang diterapkan oleh
eksekutif dari jerman, Swedia, dan Inggris.
1. Bersiaplah, pelajarilah semua hal yang anda dapat pelajari mengenai budaya
tuan rumah sebelum negosiasi dimulai.
2. Kembangkan sensitifitas terhadap penggunaan waktu. Belajar untuk beradaptasi
pada negosiasi yang lebih lambat dari yang biasa anda lakukan jika anda berasal
dari budaya dominan Amerika Serikat.
3. Dengarkan dengan seksama, bagian dari konsentrasi adalah dengan belajar untuk
tetap nyaman terhadapkeheningan dan menyadari bahwa sikap diam juga
merupakan bentuk komunikasi.
4. Belajarlah untuk menoleransi ambiguitas, banyak hubungan antarbudaya
ditandai dengan kebingung dan pencarian makna.
5. Cobalah untuk menempatkan persetujuan. Karena kedua pihak dalam negosiasi
ingin memperoleh sesuatu, maka merupakan hal yang sederhana untuk
memisahkan area persetujuan. Jika kedua belah pihak dapat melihat area ini,
semuanya akan memperoleh keuntungan.
Konflik merupakan aspek yang tidak dapat dihindari dalam sebuah hubugan.
Jika diatur dengan tidak tepat konflik dapat mengarah pada masalah yang tidak dapat
diperbaiki-pemisahan atau perceraian dalam tahap interpersonal, perang dalam skala
nasional atau kehilangan kesempatan dalam bisnis. Dengan merujuk konflik dan
komunikasi, Papper menuliskan, “Komunikasi merupakan karakter konflik yang
dominan, karena fungsi sebagai alat penyebar konflik dan sumber dari manajemen
konflik”. Jadi, budaya menentukan bagaimana konflik dilihat dan diatur, Bisnis lintas
budaya, ditandai oleh nilai, idealisme, kepercayaan, dan perilaku peserta yang berbeda
menjadi media perselisihan.
Dalam menghadapi area konflik ini, orang Amerika memiliki konflik yang unik.
Ada literatur tambahan yang mengindikasikan bahwa orang amerika memiliki empat
pendekatan dasar dalam menghadapi konflik, yaitu :
1. Menghindar
2. Akomodasi
3. Kompetisi
Seperti yang dituliskan oleh Morreale, Spitzberg, dan Barge, “Kompromi untuk
mengambil jalan tengah, dengan masing-masing pihak setuju atau suatu konsensi”.
Dalam pendekatan ini, orang-orang biasanya menyerah atau “menukar” sesutu dalam
rangka mengatasi konflik. Strategi didasarkan atas kepercayaan bahwa lebih baik
memperoleh sesuatu dibandingkan tidak sama sekali. Dalam konteks bisnis, kompromi
merupakan pendekatan yang kadang ditandai oleh kata-kata klise seperti “mari
hilangkan perbedaan” atau “sesuatu lebih dari tidak ada sama sekali”.
4. Kolaborasi
Walaupun konflik merupakan bagian dari setiap askpek konteks bisnis, setiap
cara budaya melihat dan menghadapi konflik menunjukkan sistem nilainya. Di Timur
Tengah, orang melihat konflik sebagai cara hidup yang alami. Orang-orang diharapkan
untuk memiliki perasaan tersebut dengan cara yang hidup dan bertentangan. Orang
Yunani juga memiliki pendekatan yang ekspresif terhadap konflik dan bangga terhadap
tradisi lama mereka mengenai argumentasi dan debat. Seperti yang dinyatakan oleh
Broome, bagi orang Yunani, “tantangan, pemghinaan, dan serangan dalam batasan yang
pantas, hampir sama dengan berbicara”
Secara umum, budaya kolektif tidak suka akan konflik yang terbuka dan
langsung yang dianggap sebagai ancaman dalam keserasian dan stabilitas organisasi dan
hubungan antara anggota kelompok tersebut. Bagi orang jepang, konflik dianggap hal
yang memalukan dan membingungka, karena masalah berpotensi mengacaukan sosial.
Perusahaan milik jepang juga menggunakan diskusi dalam kelompok kecil dan
menggunakan perantara yang terpercaya untuk mengatasi konflik. Kritik, sumber
pertentanga, dan konflik potensial, dinyatakan secara tidak langsung, pasif, akomodatif,
karena konflik menimbulkan potensi untuk kehilangan muka, orang jepang suka diam
atau menggunakan perilaku non-verbal untuk menyatakan ketidaksetujuan bahkan
dalam pertemuan bisnis dengan anggota budaya lain.
Budaya Latin juga memandang dan menghadapi konflik dengan cara yang
menunjukkan nilai budaya mereka. Karena budaya Brazil menghargai persahabatan baik
dalam interaksi pribadi maupun bisnis, konflik dianggap sebagai hal yang harus
dihindari. Dalam konteks bisnis misalnya, protokol membutuhkan orang-orang saling
merasa nyaman, dan konflik interpersonal akan mengganggu kenyamanan tersebut.
Orang Meksiko merupakan kelompok lain yang tidak menikmati konfrotansi langsung.
Bagi mereka, “menghindari konflik kadang lebih disukai dibandingkan konfrontasi
langsung dalam menghadapi isu konflik”. Beberapa budaya Eropa dan Skandinavia juga
menghadapi konflik dengan cara yang tidak sama dengan yang ditemukan di Amerika
Serikat. Walaupun keharmonisan interpersonal bukanlah merupakan faktor pendorong,
jerman tidak terlibat dalam konflik langsung. Bagi orang Prancis, kehilangan kontrol
dan terlibat dalam konflik sosial merupakan “tanda kelemahan”. Orang swedia juga
mencoba menghindari konflik dalam konteks bisnis. Terlepas dari motivasi yang
digunakan untuk menghindari suatu konflik, satu hal yang jelas sekarang tidak semua
budaya menghadapi konflik dengan cara yang sama.
Apakah suatu konflik mengenai kepribadian, poin khusus dalam kontrak atau
kesalahpahaman verbal, anda perlu menemukan apa yang menjadi inti permasalahan.
3. Jangan Terburu-buru
Pentingnya untuk memisahkan suatu masalah dengan seseorang. Hal ini menjaga
negosiasi berfokus untuk menyelesaikan masalah yang menimbulkan konflik
dibandingkan melibatkan kedua belah pihak mempertahankan ego masing-masing.
Ada sejumlah teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah sebelum
masalah tersebut menjadi tidak dapat di atasi, yaitu :
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
masa depan
3. Elemen utama budaya adalah sejarah, agama, nilai, organisasi sosial, dan bahasa
perkembangan
5. Persepsi diartikan sebagai “proses seleksi, organisasi, dan interpretasi data dari
alat indra dalam suata cara yang memungkinkan kita untuk membuat dunia ini
masuk akal.”
tanpa bukti
8. Nilai merupakan perilaku yang bertahan lama mengenai kepercayaan apa yang
lebih disukai
9. Taksonomi pola budaya digunakan untuk menggambarkan kepercayaan dan nilai
ROSDAKARYA.
ROSDAKARYA.
ROSDAKARYA.
Salemba Humanika.
Wamafm, Dance. 2012. BUDAYA DALAM BISNIS JEPANG (Survey Terhadap Budaya
Maranatha, Bandung.