Anda di halaman 1dari 6

d. Keungulan Kompetitif Koperasi.

Pengertian Keungulan Kompetitif Koperasi.

Keunggulan kompetitif Koperasi dapat diartikan sebagai suatu sikap untuk memahami
kebutuhan kebutuhan dari pelanggan (anggota) koperasi dan merupakan proses pembelian
yang lebih baik dari pelanggan dan memberikan value yang lebih besar melalui harga yang
lebih rendah atau keuntungan yang lain. Competitive advantages atau bisa diartikan sebagai
keunggulan kompetitif dalam berkompetisi dan mempertahankan produk atau jasa yang
memberikan keunikan dengan harga yang murah yang mampu berbeda dari pesaing sehingga
kompetitor susah untuk menirunya. Keunggulan kompetitif berperan sebagai kunci untuk
memenangkan dan mempertahankan pelanggan di seluruh area. Dalam hal koperasi
keunggulan kompetitif dapat diartikan sebagai suatu sikap untuk memahami kebutuhan
kebutuhan dari pelanggan (anggota) koperasi dan merupakan proses pembelian yang lebih
baik dari pelanggan dan memberikan Keuntungan yang lebih besar melalui harga yang lebih
rendah atau keuntungan yang lain. Dalam kaitanya dengan Koperasi, competitive advantages
bisa dimaknai dengan kemampuan mengembangkan strategi untuk menciptakan gerakan
kompetitif yang bertujuan memberdayakan anggota melalui pengembangan kreativitas.
Sehingga keunggulan kompetitif bisa diberi nama pengembangan koperasi kreatif guna
memberi pelayanan bagi anggota dengan cara:

a) Mengelola koperasi yang berbeda dengan koperasi lainya, yang memiliki ciri khusus
sebagai koperasi pegawai;
b) Mengukir posisi pasar sendiri dengan masuk pertama atau kategori tertentu
c) Melibatkan pengembangan khas untuk menarik pelanggan dan menghasilkan
keunggulan kompetitif.

Adapun hal-hal yang memengaruhi Keungulan Kompetitif dalam Koperasi ini ialah :

1. Partisipasi Anggota dalam Koperasi

Partisipasi anggota merupakan salah satu wujud serta anggota dalam koperasi.
Partisipasi mengandung potensi yang luar biasa untuk membina kerja sebuah kelompok atau
organisasi. Pada pasal 20 UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 dan penjelasannya
disebutkan setiap anggota mempunyai kewajiban berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang
diselenggarakan oleh koperasi.
Menurut Wirasasmita (1992) perkembangan koperasi sangat ditentukan oleh
partisipasi anggotanya dalam hal: Melaksanakan tugasnya sebagai pemilik yaitu secara terus
menerus membiayai perusahaan koperasi dan menggunakan haknya dalam rapat-rapat
anggota. Melaksanakan tugasnya sebagai pelanggan yaitu secara terus menerus
memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh perusahaan koperasi. Anggota koperasi
seharusnya mendapat manfaat khusus dari koperasi karena sebagai pelanggan sekaligus
pemilik, maka anggota koperasi akan mendapatkan promosi khusus. Masalah partisipasi
ditentukan oleh kemampuan koperasi untuk dapat memberikan manfaat khusus yang
mungkin tidak dapat diperoleh dari lembaga bukan koperasi. Kemanfaatan yang diperoleh
dari koperasi harus senantiasa lebih besar daripada manfaat yang diperoleh dari perusahaan
bukan koperasi. Hanel (1985) membedakan dimensi partisipasi anggota menjadi dua bagian
yaitu:

1) Partisipasi kontributif yaitu partisipasi anggota sebagai pemilik. Partisipasi


anggota dapat berupa penyertaan modal, pembentukan cadangan, pinjaman,
mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan dan
pengawasan terhadap jalannya kehidupan koperasi;
2) Partisipasi insentif yaitu partisipasi anggota sebagai pelanggan, yang mana
para anggota memanfaatkan berbagai pelayanan yang disediakan koperasi
untuk menunjang berbagai kepentingannya.

Menurut Ropke (1989) tipe partisipasi anggota terdiri dari:

a) partisipasi anggota dalam kontribusi atau memobilisasi sumber daya


(resource);
b) partisipasi dalam pengambilan keputusan yaitu perencanaan pelaksanaan dan
pengawasan (decision making);
c) partisipasi dalam usaha atau pemanfaatan pelayanan (benefits).

Ada keuntungan (advantage) dalam meningkatkan partisipasi anggotanya yaitu: 1) adanya


kebebasan untuk masuk atau keluar menjadi anggota; 2) demokrasi kepengurusan. Dari kedua
prinsip ini akan memberikan keleluasan pada anggota untuk mengemukakan ide (voice)
untuk bersuara (vote) dan juga memberikan keleluasan bagi mengecilnya partisipasi anggota,
karena anggota dapat keluar atau mengundurkan diri dari partisipasi (exit), sehingga dapat
menekan pengurus, akibat program, keputusan manajemen akan terpaksa sama dengan
kebutuhan anggota melalui suara (voice), keluar (exit), ancaman (threat).
2. Keunggulan Bersaing
a) Menurut Porter (1999) untuk menganalisis karakteristik persaingan yang dihadapi
antara lain: Jumlah perusahaan dalam industri, bila hanya ada satu perusahaan dalam
industri, maka secara teoris perusahaan yang bersangkutan bebas menetapkan
harganya seberapa pun. Akan tetapi, sebaliknya bila industri terdiri dari banyak
perusahaan, maka persaingan harga terjadi bila produk yang dihasilkan tidak
terdiferensiasi. Hanya pemimpin industri yang leluasa menentukan perubahan harga;
b) Ukuran relatif setiap anggota dalam industri, bila perusahaan mempunyai pangsa
pasar yang besar, maka perusahaan yang bersangkutan dapat memegang inisiatif
perubahaan harga. Bila pangsa pasarnya kecil, maka harga menjadi pengikut;
c) Diferensiasi produk, bila perusahaan berpeluang melakukan diferensiasi dalam
industrinya, maka perusahaan tersebut dapat mengendalikan penetapan harganya
bahkan sekali pun perusahaan-perusahaan kecil dan banyak pesaing dalam industri;
d) Kemudahan untuk memasuki industri yang bersangkutan, bila suatu industri mudah
untuk memasuki, maka perusahaan yang ada sulit mempengaruhi atau mengendalikan
harga. Bila ada hambatan masuk pasar (barier to market entry), maka perusahaan yang
sudah ada dalam industri tersebut dapat mengendalikan harga. Lebih lanjut menurut
Porter (2011), untuk mencapai keunggulan bersaing terutama di pasar bebas, maka
berbagai macam usaha. ditempuh oleh perusahaan-perusahaan. Salah satu strategi
yang terkenal digunakan dewasa ini strategi kompetitif (competitive strategy). Strategi
kompetitif dapat dibedakan dalam banyak cara termasuk tingkat yang mana
perusahaan mesti menekankan pada tiga hal utama yaitu: innovation, quality
improvement, dan cost reduction.

e. Kinerja Usaha-Usaha Koperasi

Kinerja (performance) merupakan cerminan keberhasilan dalam usaha bisnis. Pengukuran


kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan tehadap berbagai aktivitas dalam rantai
nilai yang ada pada perusahaan (Asad Kamran, 2010), digunakan sebagai umpan balik yang
akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana
perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.

Untuk Mengukur Indikator Usaha-Usaha dalam Kinerja Koperasi terdapat 5 hal yaitu:

1. Pertama dalam mengukur kinerja koperasi ada pada penerapan prinsip koperasi.
Prinsip Koperasi itu harus diterapkan secara konsisten, karena akan menjadi pembeda
antara koperasi dengan badan usaha non koperasi. Tolak ukur penilaian koperasi yang
sesungguhnya, dilihat dari penerapan prinsip koperasi yang konsisten. Jika sebuah
koperasi tidak mampu menyelenggarakan prinsip koperasi secara konsisten, makan
pseudo cooperative akan muncul. Secara administrasi memang akan terlihat seperti
koperasi, tapi dalam kenyataan dan prakteknya, isinya bukan merupakan koperasi
yang sesungguhnya.
2. Indikator yang kedua terdapat pada kesamaan kepentingan usaha atau ekonomi
anggota. Koperasi itu didirikan oleh sekelompok orang yang memiliki aktivitas usaha
atau kepentingan ekonomi, bukan orang yang tidak jelas kepentingan ekonominya.
Sehingga jika ada koperasi yang dibentuk oleh orang-orang tanpa kepentingan
ekonomi yang jelas, maka perlu dipertanyakan kinerja koperasi tersebut.
3. Indikator selanjutnya yang ketiga adalah komitmen anggota koperasi. Isu sentral
koperasi berada pada komitmen anggota, yang pada dasarnya merupakan penjabaran
dari trilogi koperasi yaitu, dimiliki, digunakan, dan dikontrol oleh anggota. Untuk
implementasinya sendiri bisa di ukur ketika anggota menjalankan kewajiban dan
haknya secara benar, baik dengan kontribusi secara finansial maupun non finansial.
Sehingga rasa tidak memiliki dan tidak mau menggunakan jasa koperasi serta
membiarkan koperasi merupakan salah satu bukti tidak adanya komitmen yang
dimiliki oleh anggota.
4. Indikator ke empat adalah mengenail pelayanan, dimana hubungan usaha koperasi
kepada anggotanya bersifat pelayanan bukan hanya bersifat transaksi jual beli biasa.
Besarnya balas jasa usaha anggota ke koperasi menjadi penentu selisih hasil usaha
yang dikembalikan ke anggota. Maka lebih lanjutnya kemampuan usaha para anggota
itu bergantung dengan kemampuan pelayanan yang diberikan pihak koperasi kepada
anggotanya.
5. Untuk indikator yang terakhir atau yang kelima sebagai indikator kinerja utama
koperasi adalah kerjasama. Kerjasama diperlukan oleh semua pihak baik dari pihak
pendiri, pengurus, hingga anggota-anggotanya. Kesedian dan kemauan setiap individu
untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama merupakan poin yang sangat
penting. Sementara jika terdapat individu yang lebih mementingkan kemanfaatan
pribadai saja, itu sangatlah tidak cocok untuk bergabung dalam koperasi

Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi kelangsungan dari Kinerja usaha-usaha
koperasi itu sendiri antara lain:
1. Value Firm Koperasi

Tujuan koperasi dari segi unsur manfaat, yaitu memenuhi kepentingan-kepentingan para
anggotanya dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahtraan hidup. Untuk mencapai
hal ini, walaupun koperasi bukan sebagai organisasi perkumpulan modal yang berorientasi
profit, namun modal merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan tadi disamping faktor
sumber daya lainnya (Heiko, 2007). Berkaitan dengan kepentingan-kepentingan tertentu
terhadap hasil-hasil dari berbagai kegiatan koperasi, Hanel (1990) membedakan tiga jenis
efisiensi dalam koperasi yaitu,

a. Efisiensi pengelolaan usaha.

b. Efisiensi yang berkaitan dengan pembangunan.

c. Efisiensi yang berorientasi pada kepentingan para anggota

Usaha-usaha Kinerja koperasi Berdasarkan Pendekatan Kesehatan Koperasi Kinerja


(performance) merupakan cerminan keberhasilan dalam usaha bisnis. Pengukuran kinerja
adalah tindakan pengukuran yang dilakukan tehadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai
yang ada pada perusahaan (Asad Kamran, 2010), digunakan sebagai umpan balik yang akan
memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana
perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. Untuk
mengukur kinerja keuangan dari perusahaan Koperasi, terutama Koperasi yang bergerak
dalam kegiatan usaha simpan pinjam, akan mengacu pada ukuran kinerja kesehatan usaha
simpan pinjam

2. Permodalan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Pasal 41 Tahun 1992 tentang


Perkoperasian bahwa modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal
sendiri dapat berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, hibah dari
anggota maupun dari masyarakat. Modal pinjaman dapat berasal dari anggota koperasi,
koperasi lainnya dan atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan
obligasi dan surat hutang lainnya, serta sumber lain yang sah. Aspek pertama penilaian
kesehatan KSPPS atau USPPS koperasi adalah permodalan. Penilaiannya dilakukan dengan
menggunakan dua rasio permodalan yaitu perbandingan modal sendiri dengan total aset dan
rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio modal sendiri terhadap
total aset dimaksudkan untuk mengukur kemampuan KSPPS/USPPS Koperasi dalam
menghimpun modal sendiri dibandingkan dengan aset yang dimiliki. Pada KSPPS/USPPS
Koperasi rasio ini dianggap sehat apabila nilainya maksimal 20%. Artinya bahwa
KSPPS/USPPS Koperasi telah mampu menumbuhkan kepercayaan anggotanya, untuk
menyimpan dana pada KSPPS/USPPS Koperasi. Rasio kecukupan modal atau capital
adequacy ratio (CAR) pada lembaga keuangan seperti KSPPS/USPPS Koperasi merupakan
kewajiban penyediaan kecukupan modal (modal minimum) didasarkan pada risiko aktiva
yang dimilikinya. Penggunaan rasio ini dimaksudkan agar para pengelola KSPPS/USPPS
Koperasi melakukan pengembangan usaha yang sehat dan dapat menanggung risiko kerugian
dalam batas-batas tertentu yang dapat diantisipasi oleh modal yang ada. Menurut Surat
Edaran Bank Indonesia yang berlaku saat ini sebuah lembaga keuangan dinilai sehat apabila
nilai CAR mencapai 8% atau lebih. Artinya, Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
dijamin oleh modal sendiri (modal inti) dan modal lain yang memiliki karakteristik sama
dengan modal sendiri (modal pelengkap) sebesar 8%. Untuk nilai CAR lebih tinggi dari 8%,
menunjukkan indikasi bahwa KSPPS/USPPS Koperasi semakin sehat.

Anda mungkin juga menyukai