Anda di halaman 1dari 3

Bahasa Humor

Humor adalah suatu fenomena kebahasaan yang tidak begitu diperhatikan


di dalam ilmu linguistik. Hal ini terbukti dari tidak adanya kajian, pendekatan atau
teori yang secara khusus membahasa tentang humor. Sampai pada tahun 1985
Victor Raskin memperkenalkan Semantic-Script Theory of Humor atau disingkat
SSTH, yang kemudian dikembangkan menjadi General Theory of Verbal Humor
atau GTVH oleh Salvatore Attardo (1991). Sehingga pertanyaan-pertanyaan yang
mengelilingi fenomena humor sulit untuk dijelaskan dari sudut pandang linguistik.
Raskin (1985) mengatakan bahwa linguistik adalah pemain marjinal di dalam
kajian humor karena humor sudah dibahas oleh bidang ilmu lain jauh sebelum
linguistik berfokus pada humor. Literatur yang menguasai kajian tentang humor
adalah dari ranah psikologi, sosiologi, filsafat dan sastra.
Raskin (1985) , Raskin dan Attardo (1991) dan Attardo (1994), di dalam
litreatur tersebut tidak secara eksplisit memberikan definisi terhadap humor,
malahan memaparkan ‘tradisi’ yang telah membahas humor. Raskin dan Attardo di
dalam literatur masing-masing berpendapat bahwa setiap ‘tradisi’ tidak saling
berkompetisi malahan saling mengisi kekosongan dalam menjelaskan fenomena
humor. Alasan mengapa tidak ada definisi secara eksplisit adalah karena pada saat
ini tidak dapat dibuat sebuah definisi yang komprehensif dan memuaskan untuk
menjelaskan konsep humor. Namun belakangan ini di dalam The Routledge
Handbook of Language and Humor (2017) oleh Salvatore Attardo (ed) sudah mulai
membahas ‘humor’ sebagai sebuah terminologi dengan menggunakan berbagai
analisis semantik seperti medan makna. Namun, untuk memahami fenomena humor
secara keseluruhan ada baiknya meninjau ‘tradisi’ teori yang dipaparkan oleh
Attardo dan Raskin.
Sebelum membahas tradisi tersebut Raskin (1985) memberikan gambaran
umum mengenai fenomena humor. Raskin (1985) mengatakan bahwa humor,
seperti fenomena bahasa lain, ekslusif milik manusia dan logikanya adalah sebuah
fenomena yang universal. Walaupun universal tingkatan humor tiap-tiap orang
berbeda, ada orang yang memiliki rasa humor yang tinggi sehingga sangat mudah
tertawa pada sebuah lelucon yang orang lain mungkin tidak anggap sebagai sesuatu
yang lucu. Raskin juga menggagaskan, diambil dari Chomsky, sesuatu yang ia
sebut sebagai humor competence dan performance. Orang yang memiliki rasa
humor tinggi tentu memiliki compentence dan secara tidak langsung performance
yang tinggi juga. Humor juga berbeda dari suatu budaya dengan budaya lain. Walau
kebanyakan komedi (humor) yang beredar dewasa ini adalah humor dengan bahasa
Inggris.
“Tradisi” teori yang membahas humor terdapat tiga cabang;
Incongruity/Resolution, Hostility, dan Release. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa ketiga tradisi ini saling melengkapi, termasuk juga
SSTH/GTHV. Di dalam Incongruity/Resolution, humor dijelaskan terjadi karena
perbedaan fakta dari apa yang diharapkan oleh penerima lelucon terhadap
kenyataan yang terjadi. Dengan kata lain, humor tercipta karena adanya keganjilan
di dalam dua makna yang berkonflik (berlawanan). Incongruity melibatkan elemen
kejutan dari makna yang kontras dan mengedepankan ambiguitas. Sehingga sebuah
lelucon terjadi karena pertama ada kontras makna antara yang ganjil dan yang tak-
ganjil. Karena harapan penerima tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, penerima
membuat semacam resolusi dari yang ganjil menjadi tidak ganjil. Perasaan lega
telah menyelesaikan keganjilan ini memberikan perasaan lega sehingga
menghasilkan tawa. Jika penerima gagal melakukan resolusi maka lelucon menjadi
tidak masuk akal (nonsense).
Selanjutnya adalah Hostility. Pada teori ini tawa merupakan tanda
kekuasaan dan superioritas. Teori ini mengungkap sisi gelap dari humor. Humor,
dalam hal ini leboh tepat di sebut ridicule (cemooh), merupaka suatu sistem
mekanis yang dibawa manusia sejak lahir. Ketika ada seorang pasangan muda yang
sedang berpacaran, beragandengan tangan lalu tidak sengaja kaki si lelaki masuk
dan terjepit di dalam got karena terlalu memperhatikan pasangan-nya, tanpa sadar
ktia akan tertawa. Kejadian itu bisa dianggap sebagai kemalangan seseorang yang
kita tertawakan. Kejadian yang ganjil, yang tidak sesuai dengan norma sosial
menjadi bahan tawa bagi manusia. Hal menurut seseorang lucu belum tentu lucu
bagi orang lain. Ketika membuat lelucon tentang kekurangan seseorang, orang yang
menjadi bahan lelucon mungkin tidak suka apabila tidak kesepakatan diantara
pembuat lelucon dan bahan-nya. Namun, bagi pendengar lelucon itu bisa jadi
tertawa. Hal ini juga secara tidak langsung mengatakan bahwa ‘tawa’ bukanlah
penanda mutlak atas apa yang menjadi humor atau bersifat humoris.
Yang terakhir adalah Release. Teori ini merupakan teori psikologi dan bisa
dikatakan yang paling komprehensif membahas humor. Teori ini diprakarsai oleh
Sigmund Freud demi mencoba untuk menjawab pertanyaan mengapa seseorang
tertawa. Pada paham ini humor adalah merupakan suatu sarana manusia untuk
mengurangi beban psikologis dalam membicarakan hal-hal tabu. Humor juga
merupakan suatu metode yang digunakan manusia untuk melepaskan ketegangan
dan membuat seseorang merasa terbebaskan dari kungkungan norma.
Dari pemaparan ini dapat disimpulkan bahwa humor adalah sesuatu yang
hanya dimiliki oleh manusia. Humor merupakan kejadian yang terjadi akibat dua
fakta yang bertentangan, antara yang ganjil dan tak-ganjil. Tawa bukanlah penanda
mutlak sesuatu disebut humor atau tidak. Karena perbedaan rasa dan superioritas
menjadikan humor sesuatu yang digunakan untuk ‘merendahkan’ orang lain atau
diri sendiri untuk mencari perhatian sebagai seseorang yang lucu (yang biasanya
disukai banyak orang). Humor digunakan untuk membicarakan hal-hal yang tabu,
seperti misalnya seks. Dalam hubungannya dengan linguistik, dari segi semantik,
Attardo dan Raskin menciptakan teori yang dekat kekerabatannya dengan
Incongruent dan Hostility. Di dalam Attardo dan Raskin (2017) mereka mengatakan
bahwa SSTH bukanlah model teori Incongruent, namun merupakan murni teori
linguistik-semantik.
Referensi
Attardo, S., & Raskin, V. (2017). Linguistics and humor theory. The Routledge
handbook of language and humor, 49-63.
Attardo, S., & Raskin, V. (1991). Script theory revis (it) ed: Joke similarity and joke
representation model. Humor-International Journal of Humor Research, 4(3-4),
293-348.
Attardo, S. (1994). Linguistic theories of humor. Berlin; NY, Mouton de Gruyter.
Krikmann, A. (2006). Contemporary linguistic theories of humour. Folklore, 33(1),
14-4.
Raskin, V. (1985). Semantic Mechanisms of Humor. D. Reidel.

Anda mungkin juga menyukai