Anda di halaman 1dari 13

Etika Bisnis dan Perbankan

Ahmad y.Waworuntu

Sejarah ekonomi bangsa selama masa penjajahan 3,5 abad menggambarkan eksploitasi sistem kapitalisme liberal atas ekonomi rakyat yang berakibat pada pemiskinan dan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat yang sangat pincang. Struktur sosial ekonomi yang tak berkeadilan sosial ini, melalui tekad luhur proklamasi kemerdekaan, hendak diubah menjadi masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dengan warisan sistem ekonomi dualistik dan sistem sosial-budaya pluralistik, bangsa Indonesia membangun melalui eksperimen sistem sosialis dan sistem kapitalis dalam suasana sistem ekonomi global yang bernaluri pemangsa (predator). Eksperimen pertama berupa sistem ekonomi sosialis (1959-66) gagal karena tidak sesuai dengan moral Pancasila dan pluralisme bangsa, sedangkan eksperimen kedua yang demokratis berdasar sistem kapitalisme pasar bebas (1966 1998) kebablasan karena paham internasional liberalisme cum neoliberalisme makin agresif menguasai ekonomi Indonesia dalam semangat globalisasi yang garang. Krisis moneter yang menyerang ekonomi Indonesia tahun 1997 merontokkan sektor perbankan-modern yang keropos karena sektor yang kapitalistik ini terlalu mengandalkan pada modal asing. Utang-utang luar negeri yang makin besar, baik utang pemerintah maupun swasta, makin menyulitkan ekonomi Indonesia karena resepresep penyehatan ekonomi dari ajaran ekonomi Neoklasik seperti Dana Moneter Internasional (IMF) tidak saja tidak menguatkan, tetapi justru melemahkan daya tahan ekonomi rakyat. Sektor ekonomi rakyat sendiri khususnya di luar Jawa menunjukkan daya tahan sangat tinggi menghadapi krisis moneter yang berkepanjangan. Ekonomi Rakyat yang tahan banting telah menyelamatkan ekonomi nasional dari ancaman kebangkrutan. Krisis sosial dan krisis politik yang mengancam keutuhan bangsa karena meledak bersamaan dengan krisis moneter 1997 bertambah parah karena selama lebih dari 3 dekade sistem pemerintahan yang sentralistik telah mematikan daya kreasi daerah dan masyarakat di daerah-daerah. Desentralisasi dan Otonomi Daerah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan ekonomi, sosial-budaya, dan politik daerah, menghadapi hambatan dari kepentingan-kepentingan ekonomi angkuh dan mapan baik di pusat maupun di daerah. Ekonomi Rakyat di daerah-daerah dalam pengembangannya memerlukan dukungan modal, yang selama bertahun-tahun mengarus ke pusat karena sistem perbankan sentralistik. Modal dari daerah makin deras mengalir ke pusat selama krisis moneter. Undang-undang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan PusatDaerah dikembangkan melalui kelembagaan ekonomi dan keuangan mikro, dan peningkatan kepastian usaha di daerah-daerah. Kepastian usaha-usaha di daerah ditingkatkan melalui pengembangan sistem keuangan Syariah dan sistem jaminan sosial untuk penanggulangan kemiskinan, dan pengembangan program-program santunan sosial, kesehatan, dan pendidikan. V. Krisis Moneter juga menciptakan suasana ketergantungan ekonomi Indonesia pada kekuatan kapitalis luar negeri, lebih-lebih melalui cara-cara pengobatan Dana Moneter Internasional (IMF) yang tidak mempercayai serta mempertimbangkan kekuatan ekonomi rakyat dalam negeri khususnya di daerah-daerah. Kebijakan, program, dan teori-teori ekonomi yang menjadi dasar penyusunannya didasarkan pada model-model pembangunan Neoklasik Amerika yang agresif tanpa mempertimbangkan kondisi nyata masyarakat plural di Indonesia. Pakar-pakar ekonomi yang angkuh, yang terlalu percaya pada model-model teoritik-abstrak, berpikir dan bekerja secara eksklusif tanpa merasa memerlukan bantuan

pakar-pakar non-ekonomi seperti sosiologi, ilmu-ilmu budaya, dan etika. Strategi pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan makro dengan mengabaikan pemerataan dan keadilan telah secara rata-rata menaikkan peringkat ekonomi Indonesia dari negara miskin ke peringkat negara berpendapatan menengah, namun disertai distribusi pendapatan dan kekayaan yang timpang, dan kemiskinan yang luas. Reformasi ekonomi, politik, sosial-budaya, dan moral, membuka jalan pada reformasi total mengatasi berbagai kesenjangan sosial-ekonomi yang makin merisaukan antara mereka yang kaya dan mereka yang miskin, antara daerah-daerah yang maju seperti Jawa dan daerah-daerah luar Jawa yang tertinggal. Kemerosotan Etika Pembangunan khususnya di bidang hukum dan bisnis modern berkaitan erat dengan pemaksaan dipatuhinya aturan main global yang masih asing dan sulit dipenuhi perusahaan-perusahaan nasional. Aturan main globalisasi dengan paham Neoliberal yang garang terutama berasal dari ajaran Konsensus Washington telah menyudutkan peranan negara-negara berkembang termasuk Indonesia. KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) merupakan jalan pintas para pelaku bisnis untuk memenangkan persaingan secara tidak bermoral yang merasuk pada birokrasi yang berciri semi-feodal. Etika Ekonomi Rakyat yang jujur, demokratis, dan terbuka, yang menekankan pada tindakan bersama (collective action) dan kerjasama (cooperation), merupakan kunci penyehatan dan pemulihan ekonomi nasional dari kondisi krisis yang berkepanjangan. Inilah moral pembangunan nasional yang percaya pada kekuatan dan ketahanan ekonomi bangsa sendiri. Mengingat berbagai konstatasi di atas, kami yang mewakili:

1. Pusat P3R-YAE (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Perekonomian


Rakyat Yayasan Agro Ekonomika) 2. Komisi Ilmu-ilmu Sosial AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) 3. Bina Swadaya 4. Perhepi (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia) 5. ISI (Ikatan Sosiologi Indonesia) 6. Gema PKM (Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia),

Yang telah bahu-membahu melaksanakan Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat di Jakarta selama 6 bulan sejak 22 Januari hingga 2 Juli 2002 menyampaikan :

MANIFESTO POLITIK EKONOMI PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT, berikut: A. Sistem Ekonomi Nasional

sebagai

Sistem Ekonomi Nasional Indonesia adalah Sistem Ekonomi Kerakyatan yaitu ekonomi berasas kekeluargaan yang demokratis dan bermoral dengan pemihakan pada sektor ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan pada ekonomi rakyat merupakan strategi memampukan dan memberdayakan pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan dan setengah abad Indonesia Merdeka selalu dalam posisi tidak berdaya. Prasyarat sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. B. Paradigma Pembangunan

Moral Pembangunan yang mendasari paradigma pembangunan Indonesia yang berkeadilan sosial mencakup: 1. 2. 3. 4. 5. 6. C. peningkatan partisipasi dan emansipasi rakyat laki-laki dan perempuan serta otonomi daerah; penyegaran nasionalisme ekonomi melawan ketidakadilan; pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural; pencegahan kecenderungan disintegrasi nasional; pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu ekonomi dan ilmuilmu sosial di universitas. penghormatan HAM dan masyarakat.

Kebijakan dan Strategi: 1. Ketetapan Hati. Pemerintah dan wakil-wakil rakyat senantiasa berketetapan hati meningkatkan taraf kehidupan masyarakat terutama ekonomi rakyat di daerahdaerah terpencil yang menggunakan sumberdaya alam setempat, dengan kekuatan modal sendiri, teknologi tepat guna, dan pasar terbatas. 2. Kemiskinan. Kemiskinan mewarnai ekonomi rakyat sejak zaman penjajahan. Meskipun selama era Orde Baru kemiskinan absolut mulai berkurang, namun kemiskinan relatif meningkat karena perbedaan yang makin besar dalam peningkatan kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat. Kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan yang adil berpihak dan bersasaran pada kelompok yang paling miskin. Pengangguran. Penduduk miskin di Indonesia bukanlah penganggur penuh, tetapi bekerja namun dengan pendapatan rendah. Mereka itulah pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang memerlukan dukungan program-program pemberdayaan. Program-program pemberdayaan yang diprakarsai pemerintah dikembangkan menjadi program-program milik kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang mandiri, dengan bantuan dana bergulir dari pemerintah, LSM, atau sumbersumber dana lain. Perbankan. Industri perbankan sebagai lembaga keuangan intermediasi yang telah berkembang cepat melalui kebijakan deregulasi (198393), dibenahi sungguh-sungguh agar tidak memperdaya tetapi benar-benar memberdayakan ekonomi rakyat. Melalui pengembangan program-program keuangan mikro, perbankan dikaitkan dengan lembaga-lembaga keuangan asli masyarakat berdasarkan adat setempat yang sudah lama diterapkan kelompok-kelompok masyarakat kecil. Kebijakan pertanian yang memihak petani. Program pembangunan yang berhasil meningkatkan produksi pertanian terutama pangan, patut dipertimbangkan untuk kembali dilaksanakan, dengan reformasi Agraria, pengelolaan sumberdaya alam, dan perbaikan dasar tukar (term of trade) komoditi-komoditi pertanian, termasuk komoditi ekspor perkebunan yang dihasilkan daerah-daerah tertentu di luar Jawa. Hubungan Keuangan Pusat Daerah. Dalam era otonomi daerah diperlukan hubungan keuangan yang adil, imbang, dan harmonis, antara pusat dan daerah. Program-program pembangunan daerah mengembangkan potensi-potensi ekonomi dari daerah-daerah yang kaya sumbedaya alam, dengan sekaligus tidak

3.

4.

5.

6.

meninggalkan daerah-daerah yang miskin sumberdaya alam namun berpotensi besar dalam sumberdaya manusia. 7. Pengelolaan Perdagangan Bebas. Proses meningkatnya perdagangan bebas sebagai konsekuensi dan kaitan eratnya dengan globalisasi yang makin garang mengharuskan Indonesia mengelola secara hati-hati perdagangan luar negerinya dan meningkatkan kerjasama ekonomi-perdagangan dalam negeri. Perdagangan ekspor-impor penting sekali, tetapi yang tidak kalah penting adalah melancarkan hubungan dagang antardaerah di Indonesia sendiri dalam rangka negara kesatuan yang kuat dan utuh. Keterpaduan hubungan ekonomi-perdagangan antardaerah merupakan kunci kemampuan dan ketahanan ekonomi nasional.

PENUTUP (1). Krisis moneter (Krismon) dan krisis multidimensi yang mencakup berbagai bidang kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat, tidak seharusnya dijadikan alasan ekonomi Indonesia menjadi makin tergantung pada utang dan kepentingan-kepentingan ekonomi luar negeri. Sebaliknya, daya tahan ekonomi Indonesia semakin dikukuhkan di perdesaan dan daerah-daerah luar Jawa. Dalam masa dekat hubungan ekonomi pusat-daerah dan antardaerah dalam rangka otonomi daerah ditingkatkan, diserasikan, dan diselaraskan. Peningkatan daya tahan ekonomi nasional yang berlandaskan ekonomi rakyat lebih mendesak ketimbang peningkatan daya saing yang liberal-kapitalistik. Gerakan koperasi sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat makin digalakkan agar berperan makin besar dalam memajukan perekonomian nasional yang tangguh. Manifesto Politik Ekonomi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat merupakan manifestasi kesadaran akan kekeliruan eksperimen sistem ekonomi yang tidak mempercayai rakyat. Penelitian demi penelitian ke daerah-daerah dan desa-desa di seluruh Indonesia menunjukkan betapa krisis moneter yang berkepanjangan tidak menghancurkan ekonomi Indonesia, dan betapa ramalan akan terjadinya kiamat dalam perekonomian Indonesia benar-benar keliru. Pesimisme berlebihan tentang masa depan perekonomian Indonesia sebaiknya tidak dibiarkan. Sebaliknya optimisme yang penuh kewaspadaan akan menjamin tercapainya sasaran pembangunan nasional menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasar Pancasila. Melalui pengkajian ulang model pembangunan ekonomi Neoklasik ala Amerika yang kapitalistik, neoliberal, dan non-kultural, Indonesia dapat menghindari proses imperialisme intelektual yang tanpa disadari telah mempertukarkan tiga setengah abad penjajahan fisik dengan tiga setengah dasawarsa penjajahan Neoliberal. Sungguh sulit membayangkan masa depan bangsa jika cendekiawan muda Indonesia tidak menyadarinya dan tidak mampu menyiasatinya.

(2).

(3).

ETIKA BISNIS DALAM ISLAM 1. Perbincangan tentang etika bisnis di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron ; mana mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) bertangan kotor. Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul

berkaitan dengan hidup matinya bisnis tertentu, yang apabila beretika maka bisnisnya terancam pailit. Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik materialistk, pandangan ini tampkanya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis dengan berbagai lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu sendiri. Begitu kuatnya oxymoron itu, muncul istilah business ethics atau ethics in busness. Sekitar dasawarsa 1960-an, istilah itu di Amerika Serikat menjadi bahan controversial. Orang boleh saja berbeda pendapat mengenai kondisi moral lingkungan bisnis tertentu dari waktu ke waktu. Tetapi agaknya kontroversi ini bukanya berkembang ke arah yang produktif, tapi malah semakin menjurus ke suasana debat kusir. Wacana tentang nilai-nilai moral (keagamaan) tertentu ikut berperan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat tertentu, telah banyak digulirkan dalam masyarakat ekonomi sejak memasauki abad modern, sebut saja Misalnya, Max weber dalam karyanya yang terkenal, The Religion Ethic and the Spirit Capitaism, meneliti tentang bagaimana nilai-nilai protestan telah menjadi kekuatan pendorong bagi tumbuhnya kapitalisme di dunia Eropa barat dan kemudian Amerika. Walaupun di kawasan Asia (terutama Cina) justru terjadi sebaliknya sebagaimana yang ditulis Weber. Dalam karyanya The Religion Of China: Confucianism and Taoism, Weber mengatakan bahwa etika konfusius adalah salah satu faktor yang menghambat tumbuhnya kapitalisme nasional yang tumbuh di China. Atau yang lebih menarik barangkali adalah Studi Wang Gung Wu, dalam bukunya China and The Chinese Overseas, yang merupakan revisi terbaik bagi tesisnya weber yang terakhir. Di sisi lain dalam tingkatan praktis tertentu, studi empiris tentang etika usaha (bisnis) itu akan banyak membawa manfaat: yang bisa dijadikan faktor pendorong bagi tumbuhnya ekonomi, taruhlah dalam hal ini di masyarakat Islam. Tetapi studi empiris ini bukannya sama sekali tak bermasalah, terkadang, karena etika dalam ilmu ini mengambil posisi netral (bertolak dalam pijakan metodologi positivistis), maka temuan hasil setudi netral itu sepertinya kebal terhadap penilaian-penilaian etis. Menarik untuk di soroti adalah bagaimana dan adakah konsep Islam menawarkan etika bisnis bagi pendorong bangkitnya roda ekonomi. Filosofi dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis Islami adalah bahwa, dalam setiap gerak langkah kehidupan manusia adalah konsepi hubungan manusia dengan mansuia, lingkungannya serta manusai dengan Tuhan (Hablum minallah dan hablum minannas). Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata mata merupakan manifestasi hubungan sesama manusia yang bersifat pragmatis, akan tetapi lebih jauh adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang Pencipta. Etika Islam Tentang Bisnis Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum

minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran pihak ketiga (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tisak semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang dibisniskan (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara tegas di sebut dalam salah satu ayat Al-Quran. Wahai Orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan pada suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab pedih ? yaitu beriman kepada allah & Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui Disebagian masyarakat kita, seringkali terjadi interpretasi yang keluru terhadap teks al-Quran tersebut, sekilas nilai Islam ini seolah menundukkan urusan duniawi kepada akhirat sehingga mendorong komunitas muslim untuk berorientasi akhirat dan mengabaikan jatah dunianya, pandangan ini tentu saja keliru. Dalam konsep Islam, sebenarnya Allah telah menjamin bahwa orang yang bekerja keras mencari jatah dunianya dengan tetap mengindahkan kaidah-kaidah akhirat untuk memperoleh kemenangan duniawi, maka ia tercatat sebagai hamba Tuhan dengan memiliki keseimbangan tinggi. Sinyalemen ini pernah menjadi kajian serius dari salah seorang tokoh Islam seperti Ibnu Arabi, dalam sebuah pernyataannya. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan Al-Quran yang diterapkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makna dari atas mereka (akhirat) dan dari bawah kaki mereka (dunia). Logika Ibn Arabi itu, setidaknya mendapatkan penguatan baik dari hadits maupun duinia ekonomi, sebagaimana Nabi SAW bersabda : Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya maka hendaknya dia berilmu. Pernyataan Nabi tersebut mengisaratkan dan mengafirmasikan bahwa dismping persoalan etika yang menjadi tumpuan kesuksesan dalam bisnis juga ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu skill dan pengetahuantentang etika itu sendiri. Gagal mengetahui pengetahuan tentang etika maupun prosedur bisnis

yang benar secara Islam maka akan gagal memperoleh tujuan. Jika ilmu yang dibangun untuk mendapat kebehagiaan akhirat juga harus berbasis etika, maka dengan sendirinya ilmu yang dibangun untuk duniapun harus berbasis etika. Ilmu dan etika yang dimiliki oleh sipapun dalam melakukakan aktifitas apapun ( termasuk bisnis) maka ia akan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat sekaligus. Dari sudut pandang dunia bisnis kasus Jepang setidaknya telah membuktikan keyakinan ini, bahwa motivasi prilaku ekonomi yang memiliki tujuan lebih besar dan tinggi (kesetiaan pada norma dan nilai etika yang baik) ketimbang bisnis semata, ternyata telah mampu mengungguli pencapaian ekonomi Barat (seperti Amerika) yang hampir semata-mata didasarkan pada kepentingan diri dan materialisme serta menafikan aspek spiritulualisme. Jika fakta empiris ini masih bisa diperdebatkan dalam penafsirannya, kita bisa mendapatkan bukti lain dari logika ekonomi lain di negara China, dalam sebuah penelitian yang dilakukan pengamat Islam, bahwa tidak semua pengusaha China perantauan mempunyai hubungan pribadi dengan pejabat pemerintah yang berpeluang KKN, pada kenyataannya ini malah mendorong mereka untuk bekerja lebih keras lagi untuk menjalankan bisnisnya secara professional dan etis, sebab tak ada yang bisa diharapkan kecuali dengan itu, itulah sebabnya barangkali kenapa perusahaanperusahaan besar yang dahulunya tidak punya skil khusus, kini memiliki kekuatan manajemen dan prospek yang lebih tangguh dengan dasar komitmen pada akar etika yang dibangunnya Demikianlah, satu ilustrasi komperatif tentang prinsip moral Islam yang didasarkan pada keimanan kepada akhirat, yang diharapkan dapat mendorong prilaku positif di dunia, anggaplah ini sebagai prinsip atau filsafah moral Islam yang bersifat eskatologis, lalu pertanyaan lebih lanjut apakah ada falsafah moral Islam yang diharapkan dapat mencegah prilaku curang muslim, jelas ada, AlQuran sebagaimana Adam Smith mengkaitkan system ekonomi pasar bebas dengan hukum Kodrat tentang tatanan kosmis yang harmonis. Mengaitkan kecurangan mengurangi timbangan dengan kerusakan tatanan kosmis, FirmanNya : Kami telah menciptakan langit dan bumi dengan keseimbangan, maka janganlah mengurangi timbangan tadi. Jadi bagi Al-Quran curang dalam hal timbangan saja sudah dianggap sama dengan merusak keseimbangan tatanan kosmis, Apalagi dengan mendzhalimi atau membunuh orang lain merampas hak kemanusiaan orang lain dalam sektor ekonomi) Firman Allah : janganlah kamu membunuh jiwa, barangsiapa membunuh satu jiwa maka seolah dia membunuh semua manusia (kemanusiaan) Sekali lagi anggaplah ini sebagai falsafah moral Islam jenis kedua yang didasarkan pada tatanan kosmis alam. Mungkin kata hukum kodrat atau tatanan kosmis itu terkesan bersifat metafisik, suatu yang sifatnya debatable, tapi bukankah logika ilmu ekonomi tentang teori keseimbanganpun sebenarnya mengimplikasikan akan niscayanya sebuah keseimbangan (apapun bentuknya bagi kehidupan ini), Seringkali ada anggapan bahwa jika sekedar berlaku curang dipasar tidak turut merusak keseimbangan alam, karena hal itu dianggap sepele, tetapi jika itu telah berlaku umum dan

lumrah dimana-mana dan lama kelamaan berubah menjadi semacam norma juga, maka jelas kelumrahan perilaku orang itu akan merusak alam, apalagi jika yang terlibat adalah orang-orang yang punya peran tanggung jawab yang amat luas menyangkut nasib hidup banyak orang dan juga alam keseluruhan. Akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa dalam kehidupan ini setiap manusia memang seringkali mengalami ketegangan atau dilema etis antara harus memilih keputusan etis dan keputusan bisnis sempit semata sesuai dengan lingkup dan peran tanggung jawabnya, tetapi jika kita percaya Sabda Nabi SAW, atau logika ekonomi diatas, maka percayalah, jika kita memilih keputusan etis maka pada hakikatnya kita juga sedang meraih bisnis. Wallahu Alam. PEMBANGUNAN INDONESIA YANG BERKEADILAN SOSIAL

I.

Duabelas seri Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat (SPER) selama 6 bulan (Januari Juni 2002) telah memperdalam pemahaman tentang pengertian ekonomi rakyat dan peranannya dalam pembangunan Indonesia. Duabelas sesi SPER membahas topik-topik sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Pembukaan: Pengertian Dasar Ekonomi Rakyat, Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan, Sistem Ekonomi Indonesia, Ekonomi Moral dan Etika Bisnis, Sejarah dan Politik Pertanian Indonesia, Krisis Moneter Indonesia, Utang Luar Negeri dan Pembangunan, Otonomi Daerah, Koperasi, LKM (Lembaga Keuangan Mikro), Keswadayaan.

II.

Sejarah ekonomi bangsa selama masa penjajahan 3,5 abad menggambarkan eksploitasi sistem kapitalisme liberal atas ekonomi rakyat yang berakibat pada pemiskinan dan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat yang sangat pincang. Struktur sosial ekonomi yang tak berkeadilan sosial ini, melalui tekad luhur proklamasi kemerdekaan, hendak diubah menjadi masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dengan warisan sistem ekonomi dualistik dan sistem sosial-budaya pluralistik, bangsa Indonesia membangun melalui eksperimen sistem sosialis dan sistem kapitalis dalam suasana sistem ekonomi global yang bernaluri pemangsa (predator). Eksperimen pertama berupa sistem ekonomi sosialis (1959-66) gagal karena tidak sesuai dengan moral Pancasila dan pluralisme bangsa, sedangkan eksperimen kedua yang demokratis berdasar sistem kapitalisme pasar bebas (1966 1998) kebablasan karena paham internasional liberalisme cum neoliberalisme makin agresif menguasai ekonomi Indonesia dalam semangat globalisasi yang garang. Krisis moneter yang menyerang ekonomi Indonesia tahun 1997 merontokkan sektor perbankan-modern yang keropos karena sektor

III.

yang kapitalistik ini terlalu mengandalkan pada modal asing. Utang-utang luar negeri yang makin besar, baik utang pemerintah maupun swasta, makin menyulitkan ekonomi Indonesia karena resep-resep penyehatan ekonomi dari ajaran ekonomi Neoklasik seperti Dana Moneter Internasional (IMF) tidak saja tidak menguatkan, tetapi justru melemahkan daya tahan ekonomi rakyat. Sektor ekonomi rakyat sendiri khususnya di luar Jawa menunjukkan daya tahan sangat tinggi menghadapi krisis moneter yang berkepanjangan. Ekonomi Rakyat yang tahan banting telah menyelamatkan ekonomi nasional dari ancaman kebangkrutan. IV. Krisis sosial dan krisis politik yang mengancam keutuhan bangsa karena meledak bersamaan dengan krisis moneter 1997 bertambah parah karena selama lebih dari 3 dekade sistem pemerintahan yang sentralistik telah mematikan daya kreasi daerah dan masyarakat di daerah-daerah. Desentralisasi dan Otonomi Daerah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan ekonomi, sosial-budaya, dan politik daerah, menghadapi hambatan dari kepentingan-kepentingan ekonomi angkuh dan mapan baik di pusat maupun di daerah. Ekonomi Rakyat di daerah-daerah dalam pengembangannya memerlukan dukungan modal, yang selama bertahun-tahun mengarus ke pusat karena sistem perbankan sentralistik. Modal dari daerah makin deras mengalir ke pusat selama krisis moneter. Undang-undang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dikembangkan melalui kelembagaan ekonomi dan keuangan mikro, dan peningkatan kepastian usaha di daerah-daerah. Kepastian usaha-usaha di daerah ditingkatkan melalui pengembangan sistem keuangan Syariah dan sistem jaminan sosial untuk penanggulangan kemiskinan, dan pengembangan program-program santunan sosial, kesehatan, dan pendidikan. Krisis Moneter juga menciptakan suasana ketergantungan ekonomi Indonesia pada kekuatan kapitalis luar negeri, lebih-lebih melalui cara-cara pengobatan Dana Moneter Internasional (IMF) yang tidak mempercayai serta mempertimbangkan kekuatan ekonomi rakyat dalam negeri khususnya di daerah-daerah. Kebijakan, program, dan teori-teori ekonomi yang menjadi dasar penyusunannya didasarkan pada model-model pembangunan Neoklasik Amerika yang agresif tanpa mempertimbangkan kondisi nyata masyarakat plural di Indonesia. Pakar-pakar ekonomi yang angkuh, yang terlalu percaya pada model-model teoritik-abstrak, berpikir dan bekerja secara eksklusif tanpa merasa memerlukan bantuan pakar-pakar non-ekonomi seperti sosiologi, ilmu-ilmu budaya, dan etika. Strategi pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan makro dengan mengabaikan pemerataan dan keadilan telah secara rata-rata menaikkan peringkat ekonomi Indonesia dari negara miskin ke peringkat negara berpendapatan menengah, namun disertai distribusi pendapatan dan kekayaan yang timpang, dan kemiskinan yang luas. Reformasi ekonomi, politik, sosial-budaya, dan moral, membuka jalan pada reformasi total mengatasi berbagai kesenjangan sosial-ekonomi yang makin merisaukan antara mereka yang kaya dan mereka yang miskin, antara daerah-daerah yang maju seperti Jawa dan daerah-daerah luar Jawa yang tertinggal. Kemerosotan Etika Pembangunan khususnya di bidang hukum dan bisnis modern berkaitan erat dengan pemaksaan dipatuhinya aturan main global yang masih asing dan sulit dipenuhi perusahaan-perusahaan nasional. Aturan main globalisasi dengan paham Neoliberal yang garang terutama berasal dari ajaran Konsensus Washington telah menyudutkan peranan negara-negara berkembang termasuk Indonesia. KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) merupakan jalan pintas para pelaku bisnis untuk memenangkan persaingan secara tidak bermoral yang merasuk pada birokrasi yang berciri semi-feodal. Etika Ekonomi Rakyat yang jujur, demokratis, dan terbuka, yang menekankan pada tindakan bersama (collective action) dan kerjasama (cooperation), merupakan kunci penyehatan dan pemulihan ekonomi nasional dari kondisi krisis yang berkepanjangan. Inilah moral pembangunan nasional yang percaya pada kekuatan dan ketahanan ekonomi bangsa sendiri.

V.

VI.

VII. Mengingat berbagai konstatasi di atas, kami yang mewakili:

1. Pusat P3R-YAE (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Perekonomian


Rakyat Yayasan Agro Ekonomika) 2. Komisi Ilmu-ilmu Sosial AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) 3. Bina Swadaya 4. Perhepi (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia) 5. ISI (Ikatan Sosiologi Indonesia) 6. Gema PKM (Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia),

Yang telah bahu-membahu melaksanakan Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat di Jakarta selama 6 bulan sejak 22 Januari hingga 2 Juli 2002 menyampaikan :

MANIFESTO POLITIK EKONOMI PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT, berikut: A. Sistem Ekonomi Nasional

sebagai

Sistem Ekonomi Nasional Indonesia adalah Sistem Ekonomi Kerakyatan yaitu ekonomi berasas kekeluargaan yang demokratis dan bermoral dengan pemihakan pada sektor ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan pada ekonomi rakyat merupakan strategi memampukan dan memberdayakan pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan dan setengah abad Indonesia Merdeka selalu dalam posisi tidak berdaya. Prasyarat sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. B. Paradigma Pembangunan Moral Pembangunan yang mendasari paradigma pembangunan Indonesia yang berkeadilan sosial mencakup: 1. 2. 3. 4. 5. 6. C. peningkatan partisipasi dan emansipasi rakyat laki-laki dan perempuan serta otonomi daerah; penyegaran nasionalisme ekonomi melawan ketidakadilan; pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural; pencegahan kecenderungan disintegrasi nasional; pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu ekonomi dan ilmuilmu sosial di universitas. penghormatan HAM dan masyarakat.

Kebijakan dan Strategi: 1. Ketetapan Hati. Pemerintah dan wakil-wakil rakyat senantiasa berketetapan hati meningkatkan taraf kehidupan masyarakat terutama ekonomi rakyat di daerahdaerah terpencil yang menggunakan sumberdaya alam setempat, dengan kekuatan modal sendiri, teknologi tepat guna, dan pasar terbatas.

2.

Kemiskinan. Kemiskinan mewarnai ekonomi rakyat sejak zaman penjajahan. Meskipun selama era Orde Baru kemiskinan absolut mulai berkurang, namun kemiskinan relatif meningkat karena perbedaan yang makin besar dalam peningkatan kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat. Kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan yang adil berpihak dan bersasaran pada kelompok yang paling miskin. Pengangguran. Penduduk miskin di Indonesia bukanlah penganggur penuh, tetapi bekerja namun dengan pendapatan rendah. Mereka itulah pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang memerlukan dukungan program-program pemberdayaan. Program-program pemberdayaan yang diprakarsai pemerintah dikembangkan menjadi program-program milik kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang mandiri, dengan bantuan dana bergulir dari pemerintah, LSM, atau sumbersumber dana lain. Perbankan. Industri perbankan sebagai lembaga keuangan intermediasi yang telah berkembang cepat melalui kebijakan deregulasi (198393), dibenahi sungguh-sungguh agar tidak memperdaya tetapi benar-benar memberdayakan ekonomi rakyat. Melalui pengembangan program-program keuangan mikro, perbankan dikaitkan dengan lembaga-lembaga keuangan asli masyarakat berdasarkan adat setempat yang sudah lama diterapkan kelompok-kelompok masyarakat kecil. Kebijakan pertanian yang memihak petani. Program pembangunan yang berhasil meningkatkan produksi pertanian terutama pangan, patut dipertimbangkan untuk kembali dilaksanakan, dengan reformasi Agraria, pengelolaan sumberdaya alam, dan perbaikan dasar tukar (term of trade) komoditi-komoditi pertanian, termasuk komoditi ekspor perkebunan yang dihasilkan daerah-daerah tertentu di luar Jawa. Hubungan Keuangan Pusat Daerah. Dalam era otonomi daerah diperlukan hubungan keuangan yang adil, imbang, dan harmonis, antara pusat dan daerah. Program-program pembangunan daerah mengembangkan potensi-potensi ekonomi dari daerah-daerah yang kaya sumbedaya alam, dengan sekaligus tidak meninggalkan daerah-daerah yang miskin sumberdaya alam namun berpotensi besar dalam sumberdaya manusia. Pengelolaan Perdagangan Bebas. Proses meningkatnya perdagangan bebas sebagai konsekuensi dan kaitan eratnya dengan globalisasi yang makin garang mengharuskan Indonesia mengelola secara hati-hati perdagangan luar negerinya dan meningkatkan kerjasama ekonomi-perdagangan dalam negeri. Perdagangan ekspor-impor penting sekali, tetapi yang tidak kalah penting adalah melancarkan hubungan dagang antardaerah di Indonesia sendiri dalam rangka negara kesatuan yang kuat dan utuh. Keterpaduan hubungan ekonomi-perdagangan antardaerah merupakan kunci kemampuan dan ketahanan ekonomi nasional.

3.

4.

5.

6.

7.

VIII. PENUTUP (1). Krisis moneter (Krismon) dan krisis multidimensi yang mencakup berbagai bidang kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat, tidak seharusnya dijadikan alasan ekonomi Indonesia menjadi makin tergantung pada utang dan kepentingan-kepentingan ekonomi luar negeri. Sebaliknya, daya tahan ekonomi Indonesia semakin dikukuhkan di perdesaan dan daerah-daerah luar Jawa. Dalam masa dekat hubungan ekonomi pusat-daerah dan antardaerah dalam rangka otonomi daerah ditingkatkan,

diserasikan, dan diselaraskan. Peningkatan daya tahan ekonomi nasional yang berlandaskan ekonomi rakyat lebih mendesak ketimbang peningkatan daya saing yang liberal-kapitalistik. Gerakan koperasi sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat makin digalakkan agar berperan makin besar dalam memajukan perekonomian nasional yang tangguh. (2). Manifesto Politik Ekonomi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat merupakan manifestasi kesadaran akan kekeliruan eksperimen sistem ekonomi yang tidak mempercayai rakyat. Penelitian demi penelitian ke daerah-daerah dan desa-desa di seluruh Indonesia menunjukkan betapa krisis moneter yang berkepanjangan tidak menghancurkan ekonomi Indonesia, dan betapa ramalan akan terjadinya kiamat dalam perekonomian Indonesia benar-benar keliru. Pesimisme berlebihan tentang masa depan perekonomian Indonesia sebaiknya tidak dibiarkan. Sebaliknya optimisme yang penuh kewaspadaan akan menjamin tercapainya sasaran pembangunan nasional menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasar Pancasila. Melalui pengkajian ulang model pembangunan ekonomi Neoklasik ala Amerika yang kapitalistik, neoliberal, dan non-kultural, Indonesia dapat menghindari proses imperialisme intelektual yang tanpa disadari telah mempertukarkan tiga setengah abad penjajahan fisik dengan tiga setengah dasawarsa penjajahan Neoliberal. Sungguh sulit membayangkan masa depan bangsa jika cendekiawan muda Indonesia tidak menyadarinya dan tidak mampu menyiasatinya.

(3).

APA DAN MENGAPA PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BANK INDONESIA
" .dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama.setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut " Demikian ungkapan Dr. David C. korten penulis Buku laris berjudul When Corporations Rule the World. Apa yang ditandaskan Korten itu melukiskan betapa nyata tindakan yang diambil korporasi membawa dampak terhadap kualitas kehidupan manusia, terhadap individu, masyarakat dan seluruh kehidupan di Bumi ini. Fenomena ini kemudian bisa menjadikan wacana dan warna tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Renspobility (CSR). Mengikuti langkah serupa, bertambah hari kian terasa tanggung jawab sosial yang harus diemban BI yang tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomi moneter dan legal. Di luar itu ada tanggung jawab etis, sosial dan tanggung jawab discretionary yaitu tanggung jawab yang semestinya tidak harus dilakukan tapi dilakukan atas kemauan sendiri. Sesuai Undang-Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undangundang No. 3 Tahun 2004, sebagai bank sentral BI diwajibkan untuk dapat mencapai dan memelihara kestabilan nilai tukar rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga pilar utama yang menjadi tugas BI yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan mengatur dan mengawasai bank. Selain dituntut untuk dapat melaksanakan tugas-tugas utamanya tersebut, BI juga diminta untuk tetap memiliki kepedulian terhadap lingkungan (komunitas) sebagai wujud corporate social responsibility-nya.

Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. Kesadaran tentang pentingnya mempraktikan CSR ini menjadi trend global seiring dengan semakin maraknya kepedulian mengutamakan stakeholders. CSR BI ini selain wujud penerapan prinsip Good Corporate Governance juga terkait untuk mendukung pencapaian tujuan Millenium Goals Development, salah satu diantaranya pengurangan angka kemiskinan menjadi setengah pada tahun 2015 dari sekitar 1,3 miliar sekarang ini melalui CSR dengan konsentrasi UMKM, peningkatan taraf pendidikan masyarakat melaui CSR dengan konsentrasi edukasi dan pelestarian kuantitas dan kualitas lingkungan melalui CSR dengan konsentrasi lingkungan. CSR BI merupakan tanggung jawab Bank Indonesia untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial, pendidikan dan lingkungan disamping ekonomi. Tema Program CSR BI Dengan dasar pemikiran bahwa komunikasi merupakan hal pokok bagi BI untuk membina relationship dan menunjukkan kepedulian terhadap komunitasnya, BI melalui program CSR berusaha untuk mengedepankan kegiatan yang bermanfaat bagi kedua belah pihak dengan tujuan untuk: 1. 2. 3. meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat ekonomi menengah dan kecil; membantu program Pemerintah dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas serta mampu berkompetisi dengan SDM asing; dan meningkatkan dan memelihara ekosistem melalui kerjasama dengan segenap masyarakat

Atas dasar itu, tema program CSR Bank Indonesia direfleksikan dalam slogan : BI COMMUNICATE - eCOsystem, sMall MediUm eNterprIse, and eduCATion for peoplE Program Kunjungan Studi BI Program Kunjungan Studi ke BI merupakan bagian dari upaya BI untuk memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya atas materi yang terkait dengan pelaksanaan tugas BI di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran. BI membuka kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kunjungan ke BI setiap hari Selasa dan Kamis sesuai prosedur yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai