Anda di halaman 1dari 10

III.

PROFIL INSTANSI

A. Sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian Republik Indonesia yang dikoordinasikan oleh

Kementerian Negara Riset dan Teknologi.

Kegiatan ilmiah di Indonesia dimulai pada abad ke-16 oleh Jacob Bontius, yang mempelajari flora Indonesia dan Rompiusdengan karyanya yang terkenal berjudul Herbarium Amboinese. Pada akhir abad ke-18 dibentuk Bataviaasch Genotschap van Wetenschappen. Dalam tahun 1817, C.G.L. Reinwardt mendirikan Kebun Raya Indonesia (S'land Plantentuin) di Bogor. Pada tahun 1928 Pemerintah Hindia Belanda membentuk

Natuurwetenschappelijk Raad voor Nederlandsch Indie. Kemudian tahun 1948 diubah menjadi Organisatie voor Natuurwetenschappelijk onderzoek (Organisasi untuk Penyelidikan dalam Ilmu Pengetahuan Alam, yang dikenal dengan OPIPA). Badan ini menjalankan tugasnya hingga tahun 1956.

Pada tahun 1956, melalui UU no.6 tahun 1956 pemerintah Indonesia membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) dengan tugas pokok: 1. Membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

15

2. Memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam hal kebijaksanaan ilmu pengetahuan.

Kemudian pada tahun 1962 pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset Nasional (DURENAS) dan menempatkan MIPI didalamnya dengan tugas tambahan: membangun dan mengasuh beberapa Lembaga Riset Nasional. Dan tahun 1966 pemerintah mengubah status DURENAS menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS).

Pada bulan Agustus 1967 pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI dengan SK Presiden RI no.128 tahun 1967, kemudian berdasarkan Keputusan MPRS no.18/B/1967 pemerintah membentuk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI, dengan tugas pokok sebagai berikut: 1. Membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya. 2. Mencari kebenaran ilmiah di mana kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian serta kebebasan mimbar diakui dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. 3. Mempersiapkan pembentukan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (sejak 1991 tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keppres no.179 tahun 1991).

16

Sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, organisasi lembaga-lembaga ilmiah di Indonesia telah pula mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk mengadakan peninjauan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi serta susunan organisasi LIPI sesuai dengan tahap dan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka Keppres no. 128 tahun 1967, tanggal 23 Agustus 1967 diubah dengan Keppres no.43 tahun 1985, dan dalam rangka penyempurnaan lebih lanjut, tanggal 13 Januari 1986 ditetpkan Keppres no. 1 tahun 1986 tentang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan terakhir dengan Keppres no.103 tahun 2001.

B. Kewenangan LIPI Dalam hubungannya dengan konservasi lingkungan hidup, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berwenang untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah RI tentang penetapan daftar klasifikasi, kuota penangkapan dan perdagangan termasuk ekspor, re-ekspor, impor, introduksi dari laut, semua spesimen tumbuhan dan satwa liar; memonitor izin perdagangan dan realisasi perdagangan, serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah tentang pembatasan pemberian izin perdagangan tumbuhan dan satwa liar berdasarkan evaluasi secara biologis; dan bertindak sebagai pihak yang independen memberikan rekomendasi terhadap konvensi internasional di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar.

17

C. Pusat Penelitian Geoteknologi Sejarah Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI (GEOTEK LIPI) yang semula bernama Lembaga Geologi Pertambangan Nasional (LGPN) ini dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1963 dan berada di bawah naungan Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) dan Dewan Urusan Riset Nasional (DURENAS). Pada awal kelahirannya lembaga ini didirikan untuk mengorganisir dan menyediakan laboratorium modern dimana akan dilakukan Basic dan Applied Research dalam bidang-bidang Geologi, Pertambangan, dan Teknik Perminyakan.

Pada tahun tujuhpuluhan, tidak lama setelah lahirnya teori tektonik lempeng, hingar-bingar penelitian geologi melanda seluruh dunia. Penelitian yang terutama untuk mencari bukti-bukti geologi baru yang terkait dengan teori baru tektonik lempeng. LGPN ketika itu, bersama Direktorat Geologi (sebelum terbagi menjadi beberapa lembaga), aktif dalam penelitian geologigeofisika baik di darat maupun di lautan. Pada tahun tujuhpuluhan ini ditandai dengan kerjasama riset internasional antara lain dengan partisipasi aktif dalam SEATAR (South East Asia Tectonic Regional). Sejumlah institusi luar negeri yang terlibat di antaranya adalah Scripp Institution of Oceanography (USA), Kyoto University, dan BGR (Jerman). Di bidang teknologi remote sensing LGPN merupakan institusi pertama yang membawa ke Indonesia khususnya untuk pemanfaat citra Landsat untuk geologi.

18

Tahun delapan-puluhan, penjelajahan geologi terus berjalan. Pada tahun ini ditandai dengan Ekspedisi Snellius II yang merupakan kerjasama Indonesia dengan Belanda. Pada tahun ini pula kerjasama dengan Indonesia dengan Perancis dimulai dan BPPT lembaga riset baru bertindak sebagai koordinator. Patut dicatat pada bulan Januari 1981 tercatat lembaran hitam dalam sejarah pelayaran Indonesia dengan tenggelamnya Kapal Tampomas II di perairan Masalembo. K/R Sonne (Jerman) yang sedang berada di Selat Makassar untuk penelitian geologi dan membawa sejumlah peneliti BGR-Jerman, Direktorat Geologi dan LGPN ikut berperan dalam upaya penyelamatan penumpang. Tim ini menemukan jenasah Kapten Tampomas Rivai. Kegiatan riset LGPN pada dekade ini ditandai dengan penelitian pertambangan secara intensif di Jampang Kulon, Sukabumi. Selain itu untuk pertama kalinya pemanfaatan citra Landsat untuk pengembangan wilayah dilakukan. Terumbu karang pun mulai masuk dalam agenda riset. Sedangkan dari sisi pembinaan sumberdaya manusia, maka tahun ini ditandai dengan pengiriman sejumlah peneliti LGPN ke berbagai negara antara lain Belanda, Jepang, Jerman, New Zealand, Perancis, dan USA. Pada tahun 1986 LGPN berubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geoteknologi.

Dekade sembilan-puluhan, Indonesia khususnya di bidang kebumian ditandai dengan datangnya kapal-kapal riset K/R Baruna Jaya I-IV yang dikelola oleh BPPT. Geoteknologi untuk pertamakalinya membawa K/R Baruna Jaya III dan memimpin Ekspedisi Mentawai bersama peneliti Perancis. Ekspedisi Mentawai yang membawa sejumlah peneliti Indonesia dari BPPT, Geotek-

19

LIPI, Lemigas dan PPGL ini menemukan struktur baru yang kemudian di sebut Zona Sesar Mentawai (Geology, vol.20, 1992). Pada masa ini penelitian keikliman purba dengan mempelajari terumbu karang dimulai. Selain itu kerjasama dengan Caltech (California Institute of Technology) yang semula mempelajari Sesar Sumatera bergeser ke pemahaman gempa-gempa yang berasosiasi dengan zona subduksi di perairan Mentawai dengan mempelajari terumbu karang. Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan

pengembangan wilayah semakin intens dilakukan yang ditandai dengan partisipasi aktif Geotek LIPI di Lembah Baliem, Wamena, dan Bengkulu. Perannya dalam kelahiran Coremap, Brantas River Watch, bahkan RUT juga cukup signifikan. Pada masa ini pembinaan sumberdaya manusia berjalan cukup intens baik melalui pendidikan di dalam negeri maupun pengirim ke luar negeri.

Milinium baru ditandai dengan berubahnya nama, sejalan dengan reorganisasi LIPI. Kini menjadi Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI dan bernaung di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK). Pada abad baru ini Indonesia ditandai dengan bencana besar yakni Gempa Aceh 26 Desember 2004. Gempa yang menyebabkan gelombang tsunami ini menelan korban lebih dari 200 ribu jiwa. Penelitan Geotek LIPI bersama Caltech di Kepulauan Mentawai merupakan landmark bahwa peran basic sciences begitu nyata dalam kehidupan manusia. LIPI mendapat peran sentral dalam penyiapan Tsunami Early Warning System (TEWS). Selain itu penemuan aktivitas hidrothermal bawah laut di perairan Sulawesi yang bekerjasama

20

dengan CSIRO, Indian Ocean Dipole Mode di masa lalu yang dilakukan bersama ANU, riset iklim mikro kaitannya dengan perubahan lahan, pemodelan gerakan tanah maupun kegiatannya yang terkait dengan industri migas yang oleh aplikasi pertama MT di Indonesia untuk eksplorasi migas adalah merupakan susunan batu-batu yang menjadi dasar Landmark Geotek LIPI 2000-2010. Para Nakhoda: 1963 1972: Prof. J.A. Katili 1972 1982: Dr. Ir. Fred Hehuwat 1982 1986: Ir. Sismaryanto Sadarjoen 1986 1996: Prof. Dr. Ir. Suparka S. 1996 2001: Prof. Dr. Ir. Jan Sopaheluwakan M.Sc 2001 2006 : Dr. Ir. Hery Harjono 2006 : Dr. Ir. Iskandar Zulkarnain

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, sering disingkat Geotek LIPI, merupakan salah satu unit riset di lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Geotek LIPI bersama 3 (tiga) pusat riset lainnya, Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Pusat Penelitian Metalurgi LIPI, dan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI berada di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK).

Geotek LIPI didukung oleh 52 Peneliti, 33 Teknisi, dan 53 Tenaga Administratif. Dari 52 peneliti, 23 berklasifikasi S-3 dan 16 berkualifikasi S-

21

2. Beberapa penelitinya memenangkan Research Award dari Riset Unggulan Terpadu Internasional (RUTI), Riset Unggulan Terpadu (RUT), maupun dari Toray Fundation.

Kerjasama riset dilakukan baik dengan Lembaga riset dalam negeri maupun luar negeri. Dengan Lembaga riset luar negeri di antaranya adalah dengan California Institute of Technology (Caltech), Australian National University (ANU), CSIRO, Hokkaido University, Institute Physique du Globe de Paris, University of Bremen dan Universitas-universitas dalam dan luar negeri lainnya. Sedang di dalam negeri aktif menggalang kersama dengan berbagai universitas, Lembaga riset di lingkungan ESDM, DKP, BPPT dan lembaga penelitian lain.

Struktur Organisasi Berikut adalah pejabat struktural di lingkungan Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. 1. 2. 3. Ka. Puslit: Dr. Ir. Haryadi Permana Ka. Bagian Tata Usaha: Dr. Sukendar Ka. Bidang Sistem Informasi Kebumian dan Tata Ruang: Dr. Heru Santoso M.App.Sc. 4. 5. Ka. Bidang Dinamika Bumi dan Bencana Geologi: Dr. Eko Yulianto Ka. Bidang Sumberdaya Bumi dan Rekayasa Mineral: Dr. Anggoro Tri Mursito, ST., M.Sc. 6. Ka. Bidang Geologi Teknik dan Konservasi Kebumian: Dr. Ir. Adrin Tohari, M.Eng.

22

7. 8.

Ka. Bidang Sarana Penelitian: Yayat Sudrajat, S.Si. Ka. Sub Bid. Sistem Informasi Kebumian dan Tata Ruang: Hilda Lestiana, S.Si.

9.

Ka. Sub Bid. Sarana Dinamika Bumi dan Bencana Geologi: Dadan Dani Wardana, ST.

10. Ka. Sub Bid. Sumberdaya Bumi dan Rekayasa Mineral: Iwan Setiawan, ST., MT. 11. Ka. Sub Bid. Sarana Geologi Teknik & Konservasi Kebumian: Hendra Bakti, ST.. 12. Ka. Sub Bag. Kepegawaian: Mimin Kartika, A.Md. 13. Ka. Sub Bag. Keuangan: Asep Setiadi, S.E. 14. Ka. Sub Bag. Umum: Dede Suherman 15. Ka. Sub Bag. Jasa dan Informasi: Nugraha Sastra, Dipl. A.Md.

Visi

Menjadi pusat acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis sumberdaya alam nirhayati dan konservasi lingkungan.

Misi

Mengembangkan penelitian ilmu kebumian yang bermanfaat dalam rangka pencarian kebenaran ilmiah dan inovasi teknologi.

Meningkatkan kesadaran publik tentang posisi sentral dari ilmu kebumian dalam pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya alam nirhayati dan upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup.

23

Berperan aktif dalam penegakan kebenaran ilmiah bagi permasalahan nasional dan internasional dalam pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya alam yang berpotensi menimbulkan perbedaan kepentingan dan konflik.

Mengembangkan jejaring kerjasama nasional dan internasional dalam rangka membangun kemitraan profesional yang saling menguntungkan.

Anda mungkin juga menyukai