Anda di halaman 1dari 147

BADAK BADAK

Disadur dari RHICONEROS Karya: Eugene Ionesco


Drama 3 babak (4 adegan)

Penyadur: Jim Lim PARA PELAKU: ARIFIN SLAMET PELAYAN KEDAI PEMILIK TOKO PANGAN ISTRINYA TUAN TUA PENSIUNAN SARJANA MUDA NYONYA TUKANG BAKMI DEWI MAS ENTUNG DARMAWAN SH SURAHMAN NYONYA TIGOR PEMADAM KEBAKARAN KAKEK ISTRINYA

BABAK I SEBUAH PRAPATAN DI KOTA J. DI PENTAS BELAKANG SEBUAH BANGUNAN MODEL KOLONIAL YANG MENGALAMI PEROMBAKAN.

RUMAH INI TERBAGI DUA. SEBELAH KIRI DENGAN KACA ETALASE DIMANA TERTULIS DENGAN HURUF BESAR TOKO PANGAN, MENJUAL BERMACAM BAHAN MAKANAN DAN MINUMAN. DI TINGKAT ATAS ADA JENDELA, DAN DI BELAKANGNYA UNTUK TEMPAT TINGGAL PEMILIK TOKO. SEBELAH KANAN BESERTA HALAMAN DEPANNYA YANG CUKUP LUAS DIHUNI OLEH PENJUAL BAKMI BASO DENGAN MEJA-MEJANYA, BANGKU-BANGKU DAN KAIN PELINDUNG PANAS. DI SEBELAH KIRI NAMPAK JALAN YANG MENJAUH DALAM PERSPEKTIF. DI LUAR BATAS PEKARANGAN TOKO ADA SEBUAH POHON KERING BERDEBU. LANGIT BIRU, MATAHARI TERIK. HARI SUDAH JAM 12 SIANG PADA SUATU HARI MINGGU. SESAAT SEBELUM LAYAR DIBUKA TERDENGAR LONCENG JAUH

MENUNJUKKAN JAM 12. KETIKA LAYAR DIBUKA, SEORANG NYONYA RUMAH TANGGA MEMBAWA TAS BELANJA DAN SEEKOR KUCING DI TANGAN YANG LAIN, LEWAT DARI KANAN KE KIRI TANPA SEPATAH KATAPUN, SEKETIKA ITU JUGA ISTERI PEMILIK TOKOMUNCUL DI PINTU. ISTERI : Memuakkan setiap kali kulihat nyonya itu (KEPADA

SUAMINYA DI DALAM) Karena kesombongan dia tidak mau lagi datang belanja pada kita (ISTERI MASUK. PANGGUNG KOSONG BEBERAPA DETIK, ARIFIN MUNCUL DARI

KANAN

BERTEPATAN

DENGAN

SLAMET

YANG

MUNCUL DARI KIRI. ARIFIN BERPAKAIAN RAPIH, MEMAKAI DASI DAN TOPI, SEPATUNYA COKLAT MUDA DAN DISEMIR MENGKILAP. SLAMET SEPERTI YANG TIDAK MANDI, RAMBUT KUSUT, PAKAIAN KUMAL. KESELURUHANNYA MENUNJUKKAN

KETIDAKMAMPUANNYA MENGURUS DIRI. IA NAMPAK LESU, KURANG TIDUR, SEKALI-KALI IA MENGUAP) ARIFIN : (MAJU) Waduh, akhirnya kau berhasil juga untuk datang, Slamet! SLAMET ARIFIN : (MAJU) Selamat pagi, Arifin! : Lambat seperti biasa, tentu (MELIHAT ARLOJI

TANGANNYA) Kita janji jam 11.30. sekarang sudah jam 12 lebih. SLAMET ARIFIN : Maafkan. Apa kau sudah lama menunggu? : Tidak, seperti kau lihat sendiri. Aku juga baru saja datang. (MEREKA DUDUK DI SALAH SATU MEJA KEDAI BASO) SLAMET : Kalau begitu aku merasa lega, berhubung kau sendiripun baru. ARIFIN : Soalnya lain lagi. Aku tidak suka menunggu, waktuku terlalu berharga. Dan mengetahui kau selalu terlambat, maka sengaja aku datang lat-- aku perkirakan saat kau mungkin datang. SLAMET : Kau benar, memang begitu, tetapi..

ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Jangan pura-pura bahwa kau selalu datang tepat! : Tentu tidak. Apakah aku mengatakan begitu? : Sudah, jangan membantah! : Kita minum apa? : Pada jam begini yang kau ingat minum melulu. : Hari panas dan kering. : Makin banyak minum makin haus. Begitulah menurut ilmu pengetahuan

SLAMET

: Hari tidak akan sekering ini, dan kita tidak akan kehausan andai saja ilmu pengetahuan bisa menyediakan awan-awan buatan.

ARIFIN

: (MENGAMATI SLAMET DENGAN CERMAT) Percuma, aku tahu kau bukan haus akan air, Slamet.

SLAMET ARIFIN

: Aku tahu apa yang kau maksud. : Kau tahu betul? Apa yang kumaksud? Aku bicara tentang

tenggorokanmu itu yang gersang, sebuah wilayah yang tak kan pernah tercukupi! SLAMET : Mengapa tenggorokanku mesti kau bandingkan dengan sebidang tanah. ARIFIN SLAMET ARIFIN : (MEMOTONG) Kau sudah payah kawan. : Payah? Sungguh? : Aku tidak buta, setiap orang bisa melihat kau hampir ambruk karena capek. Kau sudah mulai kurang tidur lagi. Tiada hentinya kau menguap. Kau kehabisan tenaga. SLAMET : Rambutku memang lupa disisir.

ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Kau bau minuman keras. : Memang betul aku minum, tapi sedikit sekali. : Sudah berapa lama hari minggu kujumpai kau dalam keadaan ini, belum tentang hari-hari lainnya.

SLAMET

: Kurasa di hari-hari lain tidak terlalu sering, mengingat aku mesti ke kantor.

ARIFIN

: mengapa kau tidak pakai dasi? Aku heran kalau itu hilang dalam pesta gila-gilaan.

SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: (MMEGANG LEHERNYA) Betul juga. Aneh, kulupa di mana? : (MENGELUARKAN DASI DARI SAKUNYA) Nih, pakai dulu. : Terima kasih. Kau selalu baik (DIPAKAINYA DASI) : (SEMENTARA DENGAN SLAMET MEMBERESKAN Nih, RAMBUT aku bawa

JARI

TANGANNYA)

sisir.(DIKELUARKANNYA SISIR DARI SAKU BELAKANG) SLAMET : (MENERIMA SISIR ITU) ACUH TAK ACUH) ARIFIN : kau juga tidak cukur jenggotmu. Coba, pandanglah dirimu. (DIKELUARKANNYA CERMIN KECIL DARI SAKU, Terima kasih (IA MENYISIR

DIBERIKANNYA PADA SLAMET YANG LALU BERKACA. SEKALIGUS DIPERIKSA JUGA LIDAHNYA) SLAMET ARIFIN : Lidahku seperti berselaput. : (MENGAMBIL KEMBALI CERMIN DAN

MEMASUKKANNYA KE DALAM SAKU) Tidak heran!

(MENGAMBIL SISIR YANG DISODORKAN SLAMET DAN MEMASUKKAN KEDALAM SAKU) Kau sebentar lagi reyot, kawan! SLAMET ARIFIN : (KUATIR) Mungkinkah? : (KEPADA SLAMET YANG MAU MENGEMBALIKAN DASI) Tahan dasi itu. Aku masih punya banyak di rumah> SLAMET ARIFIN : (KAGUM) Kau selalu kelihatan begitu rapih. : (MASIH TERUS MENELITI SLAMET) Pakaianmu sama sekali kumal, memalukan! Bajumu dekil, sepatumu..(SLAMET MENCOBA MENYEMBUNYIKAN SEPATUNYA DI

BAWAH MEJA) Sepatumu tidak pernah disemir. Payah betul kau ini! Dan pundakmu itu, coba. SLAMET ARIFIN : Ada apa dengan pundakku? : Membalik! Ayo, membalik! Kau telah bersandar pada dinding mana. (SLAMET DENGAN PATUH MENYODORKAN TANGANNYA KE ARIFIN) Tidak, jangan pikir aku membawa sikat, saku bajukubisa menonjol (SLAMET DENGAN PATUH MENEPUK-NEPUK MEMBERSIHKAN PUNDAKNYA KAPUR TEMBOK, UNTUK ARIFIN

MEMALINGKAN WAJAHNYA JAUH-JAUH) Astaga ! Di mana kau memperoleh semua itu? SLAMET ARIFIN : Aku tidak ingat lagi. : Betul-betul memalukan! Aku malu berkawan dengan kau!

SLAMET ARIFIN SLAMET

: Kau begitu kera terhadapku. : Tetapi dengan alasan. : Dengarlah Arifin. Di kota ini hampir tidak ada hiburan, aku sering jemu. Aku sebetulnya merasa kurang cocok dengan pekerjaanku. Setiap hari ngantor, delapan jam sehari, dan setahun hanya dua minggu cuti. Pada setiap sabtu aku sudah begitu lelah. Sebab itulah kau kan ngerti sebagai hiburan

ARIFIN

: Bung setiap manusia mesti kerja. Aku juga ngantor 8 jam sehari seperti setiap orang. Dan cutiku setahun hanya dua minggu, tapi apakah aku juga seperti kau? Daya kemauanmu, bung!

SLAMET

: Tidak setiap orang punya daya kemauan seperti kau. Aku tidak dapat membiasakan diriku. Aku ini tidak bisa seirama dengan kehidupan.

ARIFIN

: Setiap orang harus bisa membiasakan diri. Kecuali kalau menganggap dirimu makhluk yang luar biaa.

SLAMET ARIFIN

: Bukan begitu : (MEMOTONG) aku pikir kau dan aku sama saja. Dengan segala kerendahan hati, aku mungkin lebih dari kau. Orang yang memenuhi kewajibannya, dialah orang yang luar biasa.

SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Kewajiban apa? : Kewajiban dia kewajiban dia sebagai pegawai, misalnya. : O itu, kewajiban sebagai pegawai : Kau berbinal di mana semalam? Sekiranya kau masih ingat.

SLAMET ARIFIN

: Kami merayakan ulang tahun Wgito, Wagito kawan kita. : Wagito kawan kita? Siapa yang mengundang kau ke ulang tahun kawan kita Wagito? (SAAT INILAH TERDENGAR SUATU BUNYI DI

KEJAUHAN, MENDEKAT DENGAN CEPAT. SEPERTI BINATANG YANG TERENGAH-ENGAH LARI DAN

SEMACAM BUNYI TEROMPET HEWAN) SLAMET ARIFIN SLAMET : AKU TAK DAPAT MENOLAK. Pula itu kurang sopan. : Apakah aku datang? : Soalnya mungkin karena kau tidak diundang (PELAYAN LAKILAKI MUNCUL DARI DALAM KEDAI) Mau pesan apa? (KINI TERDENGAR BUNYI KERAS SEKALI) ARIFIN : (BERTERIAK KEPADA SLAMET MENGATASI BUNYI KERAS YANG BELUM DIPERHATIKANNYA) Memang aku tidak diundang, aku tidakmendapat kehormatan itu. Apa boleh buat, sebab walaupun aku diundang, aku pasti tidak akan datang, oleh karena (BUNYI DI PUNCAK KEKERASANNYA) Ada apa? (BUNYI BINATANG YANG BERAT DAN BESAR LARI CEPAT, TERDENGAR DEKAT SEKALI, BUNYI

TERENGAH-ENGAH) Apa itu? PELAYAN : Apa itu? (SLAMET MASIH LESU DAN AGAKNYA TIDAK MENENGAR APA-APA. IA DENGAN SABAR MENJAWAB

ARIFIN

TENTANG

PERSOLAN

UNDANGAN

ITU.

BIBIRNYA BERGERAK,TAPI APA YANG DIUCAPKAN TIDAK TERDENGAR. ARIFIN BERDIRI MELOMPAT YANG MENYEBABKAN KURSINYA TERLEMPAR JATUH. IA MENUNJUK KE ARAH KIRI SEMENTARA SLAMET SEPERTI ORANG LINGLUNG TETAP DUDUK) ARIFIN : Hei, ada badak! (BUNYI MENJAUH DAN KATA-KATA MULAI TERDENGAR KEMBALI, BAGIAN II HARUS DIMAINKAN DENGAN IRAMA CEPAT, MASING-MASING MENGULANGI DENGAN CEPAT DALAM URUTAN

LANGSUNG: Hei, ada badak!) PELAYAN ISTERI : Hei , ada badak! : (KEPALANYA MUNCUL DI PINTU TOKO) Hei, ada badak! (KEPADA SUAMINYA YANG MASIH ADA DI DALAM) Cepat, mari lihat sana, ada badak! (MEREKA SEMUA MEMANDANG KE ARAH TIMUR MENGIKUTI BINATANG YANG TADI LEWAT) ARIFIN PEMILIK PELAYAN ISTERI : Ia lari dalam arah melurus, menyeremprt etalase-etalase toko. : (DARI DALAM) Di mana? : (MENGGARUK-GARUK KEPALA) Model : (KEPADA SUAMI YANG MASIH DI DALAM) Lihatlah ! (PEMILIK MUNCUL DI PINTU) PEMILIK : Hei, ada badak!

SARMUD

: (MUNCUL TERGESA-GESA DARI KIRI) Seekor badak kabur dengan kencangnya di pinggiran sebrang jalan! (SEMUA PENGUCAPAN SEJAK ARIFIN PERTAMA-TAMA MENGATAKAN:Hei ada badak! RATA-RATA MENJADI SEREMPAK. TERDENGAR SUARA WANITA BERTERIAK: aaaaa! NYONYA MUNCUL KE TENGAH PANGGUNG DENGAN TAS BELANJAANNYA. TAN BEGITU SAMPAI ISINYA

DIJATUHKANNYA

BELANJAANNYA.

TERCECER KE SEMUA ARAH, TETAPI KUCING TETAP DI GENGGAMNYA) NYONYA : Aaaaa ! Ooooo! (SEORANG TUAN TUA PENSIUANAN SOPAN SANTUN MUNCUL DARI KIRI. IA TERGESA MASUK KE TOKO, MENABRAK PEMILIK TOKO DAN ISTRINYA, SARJANA MUDA MENEMPATKAN DEKAT DINDING SEBELAH KIRI PINTU TOKO. ARIFIN DENGAN PELAYAN,

KEDUANYA BERDIRI DAN SLAMET YANG MASIH DUDUK TAK HIRAU MERUPAKAN KELOMPOK LAIN. DARI KIRI BANYAKTERIAKAN aaaaa ! DAN oooooo! JUGA SUARA ORANG SIMPANG SIUR DAN DEBU YANG MENGEPUL DISEBABKAN OLEH BINATANG TERSEBUT. DEBU ITU MENYEBAR KESELURUH PENTAS. TUKANG BAKMI : (MUNCUL DARI SUDUT TEMPAT MASAKNYA) Ada apa?

10

TUAN

: (MENGHILANG DI BELAKANG PEMILIK TOKO DAN ISTRINYA) Maafkan saya. (TUAN TUA BERPAKAIAN RAPIH, MEMAKAI TOPI KUNO MEMBAWA TONGKAT DENGAN PEGANGAN DARI GADING, SARJANA MUDA YANG BERDIRI MELEKAT PADA DINDING,

BERKACAMATA DENGAN PINGGIRANYANG LEBAR) ISTERI : (TERDORONG DAN MENDORONG SUAMINYA. KEPADA TUAN TUA) Hati-hati sedikit dengan tongkat itu! (KINI KEPALA TUAN NAMPAK DI BELAKANG PEMILIK TOKO DAN ISTERINYA) PELAYAN TUKANG BAKMI : (KEPADA MAJIKANNYA) Ada badak! : (SAMBIL MELETAKKAN HAL-HAL YANG DIKERJAKAN) Kau mimpi di siang hari bolong (IA MELIHAT BADAK YANG DIMAKSUD) Astaga! NYONYA : Aaaa ! (SEMUA SERUAN Oooo ! dan Aaaa ! YANG

TERDENGAR DI BELAKANG PENTAS MENJADI IRINGAN Aaaa ! SANG NYONYA. MESKIPUN TAS BELANJAANNYA TELAH JATUH. KUCING DIPEGANGNYA ERAT-ERAT DALAM LINDUNGAN LENGANNYA) Terlalu, kucingku yang tidak bersalah menjadi takut! TUKANG BAKMI : (MASIH TERCENGANG MEMANDANG KE ARAH KIRI MENGIKUTI DERAPNYA, BINATANG. TEROMPETNYA SEMENTARA SEMAKIN BUNYI MENJAUH.

11

SLAMET

AGAK

MENGNTUK,

MEMBUANG

MUKA

SEDIKIT UNTUK MENGHINDARI DEBU TAPI IA TIDAK BERKATA APA-APA. IA HANYA NYENGIR) Bayangkan! ARIFIN : (JUGA AGAKMEMBUANG MUKA MENGHINDARI DEBU, TAPI SADAR SEPENUHNYA) Bayangkan ! (IA BERSIN) NYONYA : (DI TENGAH PENTAS TETAPI MEMANDANG KE ARAH KIRI. BELANJAAN BERTEBARAN DI SEKELILINGNYA) Bayangkan ! (BERSIN, TUAN TUA, ISTERI PEMILIK TOKO DAN PEMILIK TOKO DI ATAS TANGGA DEPAN PINTU MEMBUKA KEMBALI DAUN PINTU YANG TADI TELAH DITUTUP OLEH TUAN TUA) KETIGANYA ARIFIN : Baayangkan.! : Bayangkan (KEPADA SLAMET) Kau lihat tadi? (SUARA BADAK DAN TEROMPETNYA TERDENGAR JAUH, SEMUA ORANG MASIH MEMANDANG KE ARAH TADI KECUALI SLAMET YANG TETAP DUDUK TAK HIRAU) SEMUA SLAMET : Bayangkan ! (KECUALI SLAMET) : (kepada arifin) Kelihatannya tadi itu seperti seekor badak. Semua jadi berdebu (IA MENGELUARKAN SAPU TANGAN UNTUK MENUTUP HIDUNGNYA) NYONYA PEMILIK : Bayangkan, aku sungguh ketakutan! : (KEPADA NYONYA) Tas nyonya belanjaannya

12

(TUAN TUA MULAI MEMUNGUT SATU PERSATU BARANG BELANJAAN YANG TERCECER. IA MANGGUT SEDIKIT PADA NYONYA, MENGANGKAT TOPINYA DENGAN HORMAT) TUKANG BAKMI PELAYAN TUAN ; Dasar jaman. : Heran ! : (KEPADA NYONYA) Perkenankan saya Bantu nyonya memungut barang-barang yang jatuh. NYONYA : Terima kasih. Tuan sangat baik hati. Silahkan topi tuan dipakai lagi. Ooo, saya tadi takut sekali. SARMUD : Rasa takut adalah sesuatu yang tak masuk akal. Akallah yang mesti menguasai kita. PELAYAN TUAN : Sudah tidak kelihatan lagi. : (KEPADA NYONYA DAN MENUJU SARMUD) Ini kenalan saya . ia sudah sarjana muda. ARIFIN PELAYAN NYONYA ISTERI : (KEPADA SLAMET) Bagaimana menurut pendapatmu? : Binatang begitu jauh-jauh datang dari mana? : (KEPADA SARMUD) Sudah Sarjana Muda! : (KEPADA SUAMINYA) Syukur.! Salah sendiri membeli belanjaan dari toko lain! ARIFIN : (KEPDA TUKANG MI BASO DAN PELAYAN) Pokoknya, bukan kejadian sehari-hari.

13

NYONYA

: (KEPADA

SARMUD

DAN

TUAN Saya

YANG minta

SEDANG tolong

MEMUNGUT

BELANJAAN)

untukmemegangnya sebentar. PELAYAN SARMUD TUKANG BAKMI NYONYA : (KEPADA ARIFIN) Saya baru melihat pertama kali! : (MENERIMA KUCING) Apa tidak akan mencakar? : (KEPADA ARIFIN) Lewat secepat kilat! : Tikuspun tidak pernah diganggunya. (KEPADA YANG LAIN) Sebotol kecap saya mana? PEMILIK ARIFIN PEMILIK TUKANG BAKMI : Di sini juga jual kecap! : (KEPADA SLAMET) Nah, bagaimana menurut kau? : Mereka paling istimewa! : (KEPADA PELAYAN) Jangandiam saja! Layani dulu tamutamu itu! (IA MENUNJUK PAD ARIFIN DAN SLAMET DAN KEMBALI KE SUDUT TEMPAT MASAKNYA) SLAMET ISTERI ARIFIN PEMILIK : Bagaimana tentang apa? : (KEPADA SUAMINYA) Ambil sebotol kecap untuknya. : Badak itu tentunya, pikirmu apa? : Kami menjual kecap nomor satu, botolnya tanggung kuat! (IA MASUK KE DALAM TOKO) SARMUD : (MENGUSAP-USAP KUCING YANG DIPEGANGNYA) Pusi, Pusi, Pusi. PELAYAN SLAMET : (KEPADA SLAMET DAN ARIFIN) Mau pesan apa? : Minum saja bir!

14

PELAYAN NYONYA

: Bir saja? (MENUJU KE DALAM) : (TELAH MENGUMPULKAN BARANGBELANJAANNYA BERSAMA TUAN) Terima kasih atas bantuan tuan.

PELAYAN TUAN

: (DI DALAM) Katanya bir saja. : Tak apa, saya suka menolong (ISTERI PEMILIK TOKO MASUK)

SARMUD

: (KEPADA

TUAN

DAN

NYONYA

YANG

SEDANG

MEMBERESKAN BELANJAAN) Aturlah kembali dengan beres. ARIFIN SLAMET PEMILIK : (KEPADA SLAMET) Nah, bagaimana menurut pendapatmu? : Bagaimana.? Biasa mengakibatkan banyak debu : (MUNCUL DENGAN SEBOTOL KECAP) Juga ada acar di peles, kalau nyonya perlu. SARMUD PEMILIK NYONYA : (TETAP MENGUSAP KUCING) Pusi, Pusi, Pusi. : Harganya lima ratus rupiah. : (MEMBAYAR, LALU KEPADA TUAN) O, Tuan sangat baik hati. Begitulah seharusnya lelaki kepada wanita. Anak muda jaman sekarang mana ingat. PEMILIK : (MENERIMA UANG) Mstinya nyonya berlangganan kepada saya. Nyonya tak usah jauh-jauh menyeberang jalan, dan nyonya mengurangi kemungkinan mendapat kecelakaan lalu lintas (MASUK)

15

ARIFIN

: (TELAH DUDUK) Harus aku akui bahwa peristiwa tadi sesuatu yang luar biasa.

TUAN

: (MANGGUT, MEMBUKA TOPINYA) Saya merasa senang telah bertemu dangan nyonya.

NYONYA

: (KEPADA SARMUD) Terima kasih atas bantuan tuan memegang kucing saya. (SARMUD MENGEMBALIKAN KUCING KEPADA NYONYA. PELAYAN DTANG DENGAN DUA GELAS BIR)

PELAYAN ARIFIN TUAN SLAMET

: Dua bir! : (KEPADA SLAMET) Manusia memang susah dirubah. : Apa saya barangkali perlu mengantar nyonya pulang? : (KEPADA ARIFIN) Aku pesan air Belanda. Ia barangkali salah dengar (ARIFIN MENARIK BAHUNYA TANDA TAK SENANG)

NYONYA TUAN NYONYA TUAN ARIFIN

: Suamiku sedang menunggu, lain kali saja. : Sampai bertemu lagi, nyonya. : Mari (IA BERSENYUM MANIS DAN BERLALU KE KIRI) : (KEPADA SARMUD) Dari mana nyonya itu? : (KEPADA SLAMET) Badak! Tak masuk akal (TUAN BERJALAN PERLAHAN KE KANAN SAMBIL BERCAKAPCAKAP DENGAN SARMUD)

TUAN SARMUD

: Orang yang menarik. : Aku akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan silogisme.

16

TUAN ARIFIN

: Oh ya, silogisme. : (KEPADA SLAMET) Tak masuk akal! Mustahi! (SLAMET MENUAP)

SARMUD

: Suatu silogisme terdiri dari sebuah rumusan utama, rumusan kedua dan sebuah kesimpulan.

TUAN ARIFIN SLAMET

: Kesimpulan apa? (TUAN DAN SARMUD KELUAR) : Tak masuk akal. : Aku mengerti bahwa akalmu belum memahami. Jadi, tadi itu seekor badak. Apa boleh buat kalau memang badak? Kini sudah berapa kilometer jauhnya dari sini. Sudah jauh

ARIFIN

: Tapi aku yakin bahwa olehmupun terasa keanehannya. Seekor badak berkeliaran di tengah-tengah kota, dan kau tidak sedikitpun mengejapkan mata. Tak boleh jadi! (SLAMET MENGUAP) Kalau menguap tutup mulutmu dengan tangan!

SLAMET

: Ya.. uuaa, ya uu aaTak boleh jadi. Memang berbahaya. Baru kusadari itu. Tapi kaujangan kuatir, kita di sini tidk akan diganggu binatang itu.

ARIFIN

: Kita mesti mengajukan proter kepada kotapraja. Untuk apa ada Walikota dan sebagainya?

SLAMET

: (MENGUAP, CEPAT MENUTUP MULUTNYA DENGAN TANGAN) Maaf, maaf. Siapa tahu badak itu terlepas dari kebun binatang.

ARIFIN

: Kau mengigau di siang bolong.

17

SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Aku bangun seratus persen. : Bangun atau tidur sama saja. : Kurasa ada beanya. : Maksudku lain. : Kau kata tadi bahwa bangun dan tidur itu sama? : Kau tidak mengerti aku. Tak ada bedanya, mimpi sambil tidur dan mimpi sambil bangun.

SLAMET ARIFIN

: Aku mimpi, sebab hidup adalah impian. : Kau ngigau ketika kau katakana bahwa badak itu lari dari kebun binatang.

SLAMET ARIFIN

: Aku kata, mungkin. : Kebun binatang kita sudah kosong sejak semua binatangbinatangnya dibunuh ketika ada wabah sampar. Sudah lama sekali.

SLAMET

: (TAK ACUH) Kalau begitu barangkali terlepas dari sebuah sirkus.

ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Apa, sirkus? : Entahlah rombongan sirkus dari luar negri. : Kau tahu betul bahwa pemerintah daerah telah melarang segala macam pertunjukan kesenian. Sejak kecil kita tidak pernah lagi menyaksikan sirkus.

18

SLAMET

: (MENCOBA MENGHENTIKAN KUAPNYA TANPA HASIL) Nah, kalau begitu mungkin binatang tersebut selama ini hidup tersembunyi di daerah rawa sekitar ini.

ARIFIN

: Rawa sekitar ini! Rawa sekitar sini Kasihan kau, hidup dalam kegelapan mabuk arak.

SLAMET

: (JUJUR DAN SEDERHANA) Kau benar, terasa seolah-olah naik dari perutku.

ARIFIN

: Otakmusudah diselubungi kabut! Mana ada rawa di sekitar sini? Daerah kita terkenal banyak gunung kapurnya, dan oleh karena itu kering!

SLAMET

: (JEMU) Kalau begitu aku tidak tahu. Mungkin iatelah bersembunyi di balik batu. Atau mungkin ia telah bersarang di dahan-dahan kering.

ARIFIN

: Jangan berfikir bahwa kau lucu, sama sekali tidak! Kau malah membosankan, dengan jawaban-jawabanmu yang bodoh dan bertentangan itu, kau tidak mampu berbicara serius.

SLAMET

: Hari ini, Cuma hari ini, sebab sebab (MENUNJUK KEPALANYA SENDIRI)

ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Sama saja hari ini seperti hari-hari lain! : Kurasa tidak! : Kau sudah kehabisan bahan untuk melucu. : Aku sama sekali tidak. : (MEMOTONG) Kau fakir aku senang kau permainkan?

19

SLAMET

: (DENGAN TANGAN KE HATINYA) Arifin, sahabatku, betapa aku akan tega berbuat demikian

ARIFIN

: (MEMOTONG) Ya , Slamet sahabatku, ternyata kau tega berbuat demikian.

SLAMET

: Sungguh, aku tidak mau dan tidak akan berbuat begitu terhadap kau.

ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Buktinya, baru saja kau lakukan. : Kau betul-betul percaya bahwa. : (MEMOTONG) Aku percaya pada kenyataan. : Aku jamin : (MEMOTONG) Bahwa kau mempermainkan aku. : Ada kalanya kau ini kepala batu. : Sekarang tambah kau menganggap aku kerbau. Sadarkah kau bahwa kau sangat menghina aku?

SLAMET ARIFIN SLAMET

: Jika saja kau mengerti jalan fikiranku. : Kau tidak punya fikiran : Orang tidak punya fikiran tidak dapat mengutarakan hal-hal seperti kau tuduhkan tadi.

ARIFIN

: Ada hal-hal yang bisa timbul dalam pikiran orang-orang tanpa otak.

SLAMET ARIFIN SLAMET

: Tidak mungkin? : Siapa bilang tidak mungkin? : Aku bilang tidak mungkin.

20

ARIFIN

: Jelaskan dulu padaku mengapa tidak mungkin. Rupanya kau maha mampu menjelaskan segala sesuatu.

SLAMET ARIFIN

: Aku tidak pernah menganggap diriku maha mampu. : Tapi mengapa kau berlagak demikian? Dan aku ulangi pertanyaanku, mengapa kaumenghina aku?

SLAMET

: Aku tidak menghina kau. Kaumeleset. Kau tahu bahwa aku menaruh hormat padamu.

ARIFIN

: Lalu kenapa kau menentang aku, menganggap tidak berbahaya tanpa fakta bahwa seekor badak mengamuk di pusat kota terutama lagi ini hari minggu ketika banyak anak-anak sedang jalan-jalan, juga orang dewasa

SLAMET

: Orang-orang ada yang sedang di gereja, ada yang itirahat di rumah. Jadi tidak semuanya terancam bahaya.

ARIFIN

: (MEMOTONG) Aku belum selesai bicara ditambah sekarang orang-orang sedang belanja ke paar.

SLAMET

: Aku tidak pernah mengatakan bahwa badak yang berkeliaran di kota tidak berbahaya. Soalnya secara pribadi bahaya tersebut tak pernah terpikirkan olehku. Belum terlintas dalam pikiranku.

ARIFIN SLAMET

: Kapan kau pernah memikirkan sesuatu? : Aku memang setuju dengan kau. Tidak baik kalau seekor badak bisa berkeliaran seenaknya.

ARIFIN

: Harus dilarang!

21

SLAMET

: Akur, harus dilarang! Terlalu gila-gilaan memang! Meskipun begitu tidak ada alasannya bagi kau dan aku untuk bertengkar. Mengapa kau mesti menyerang aku hanya berhubung seekor binatang keparat yang berkulit tebal kebetulan lewat di sini. Binatang goblog berkaki empat yang tak perlu dihebohkan. Dan dengan sendirinya binatang yang bua, dan jelasnya sekarang sudah tak nampak, berarti sudah tidak ada. Apa gunanya mempersoalkan binatang yang tidak ada. Lebih baik kita bicara tentang hal-hal lain Arifin, aku mohon padamu (IA MENGUAP) masih banyak bahan yangbisa dijadikan

pembicaraan (IA MENGANGKAT GELASNYA) Mari minum dulu (SARMUD DAN TUAN TUA MUNCUL KEMBALI DARI KIRI. MEREKA DUDUK DI SALAH SATU MEJA SAMBIL TERUS BERCAKAP-CAKAP. DISEBELAH

BELAKANG KANAN SLAMET DAN ARIFIN) ARIFIN : Jangan sentuh gelas itu! Kau kularang minum (ARIFIN SENDIRI DALAM SATU LALU TEGUK MENGHABISKAN KEMABLI

MINUMANNYA,

MELETAKKAN

GELASNYA DI MEJA, SLAMET TETAP MEMEGANG GELASNYA, TIDAK MELETAKKANNYA , TAPI JUGA TIDAK BERANI MEMINUMNYA) SLAMET : (AGAK MALU-MALU) Sayang kalau membayar tanpa diminum (SIAP MINUM)

22

ARIFIN SLAMET

: Letakkan kembali gelasmu! : Baiklah. (IA MELETAKKAN KEMBALI GELANYA. SAAT ITU DEWI LEWAT. IA SEORANG SEKRETARIS MUDA. IA MELEWATI PENTAS DARI KANAN KE KIRI, KETIKA MELIHATNYA, SLAMET TIBA-TIBA BERDIRI DAN

DENGAN CANGGUNGNYA MENYENTUH MEJA. GELAS TERGULING DAN MEMBASAHI CELANA ARIFIN) Ooo itu Dewi! ARIFIN SLAMET : Matamu ke mana? Lihat apa yang kau lakukan! : Itu Dewi.. Maafkan aku (IA SEMBUNYI DARI DEWI) Aku tak mau ia melihat akau dalam keadaan seperti ini. ARIFIN : Tingkah lakumu tak dapat diampuni, tak dapat diampuni! (MEMANDANG KE ARAH DEWI YANGBARU SAJA MENGHILANG DARI PANGGUNG) Mengapa kau mesti takut pada gadis itu? SLAMET ARIFIN SLAMET : Aduh , jangan bikin rusuh, jangan bikin rusuh! : Ia tidak menakutkan untuk dilihat! : (KEMBALI DEKAT KE ARIFIN, SETELAH DEWI CUKUP JAUH) Aku sekali lagi mesti meminta maaf padamu karena.. ARIFIN : Lihat sendiri akibatnya kalau terlalu banyak minum, kau tidak kuasai lagi tingkah lakumu. Tanganmu sudah tidak bertenaga lai,

23

betul-betul pemabuk yang reyot. Kau menggali sendiri kuburmu kawan, kau menghancurkan dirimu. SLAMET : Sebetulnya aku tidak suka minuman keras. Tapi kalau sekali-kali aku tidak minum, aku tidak pua. Aku seakan-akan jadi takut, maka akuminum supaya tidak merasa takut. ARIFIN SLAMET : Takut apa? : Entahlah. Peraaan sengsara yang tak dapat kugambarkan padamu. Aku merasa tidak betah dalam kehidupan, di antara manuia sesama, dan begitulah, aku minum. Minuman

menenangkan aku dan menentramkan aku, sehingga akupun dapat melupakan ARIFIN SLAMET : Kau mau lari dari dirimu sendiri? : Aku begitu lelah, sudah bertahun-tahun aku lelah. Sungguh berat memikul tubuhku ini. ARIFIN : Itulah gangguan syaraf berkat alcohol, penyakit murung seorang pemabuk SLAMET : (MELANJUTKAN) Aku selalu sadar akan tubuhku yang terasa seolah-olah dari timah. Seperti aku mendukung-dukung orang lain di atas punggungku, aku seolah-olah tidak bisa

menyesuaikan diri dengan tubuhku ini. Aku bahkan tidak tahu apakah aku betul-betul aku. Baru setelah aku minum sedikit, timah itu terlepas dan aku kenali diriku. Aku menjadi aku kembali.

24

ARIFIN

: Ocehan melulu! PAndanglah aku Slamet. Berat badanku jauh lebih dari kau. Tapi aku merasa ringan, ringan seperti bulu burung. (IA MENGIBASKAN LENGANNYA SEPERTI

BURUNG TERBANG. PADA SAAT ITU TUAN SARMUD YANG ASYIK DALAM PERCAKAPAN MAJU LAGI KE DEPAN, LEWAT DEKAT ARIFIN. TANGAN ARIFIN TANPA SENGAJA DIA MEMUKUL TERHUYUNG TUAN KE YANG DALAM

MENYEBABKAN

PELUKAN SARMUD) SARMUD TUAN ARIFIN SARMUD TUAN : Sebuah contoh dari silogisme (IA TERHUYUNG) Ooohh! : (KEPADA ARIFIN) Awas ! (KEPADA SARMUD) Maafkan : (KEPADA TUAN) Maafkan : (KEPADA TUAN) Tak apa-apa. : (KEPADA ARIFIN) Tak apa-apa. (TUAN DANSARMUD DUDUK KEMBALI LEBIH DEKAT SEDIKIT DI BELAKANG KANAN ARIFIN DAN SLAMET) SLAMET ARIFIN : Kau orang kuat. : Ya, aku kuat. Aku kuat dengan berbagai alasan. Pertama-tama aku kuat karena badanku sehat. Kedua, aku kuat karena mentalku kuat. Aku juga kuat karena aku tidak digerogoti oleh minuman keras. Aku bukan bermaksud menyinggung peraaanmu, slamet, temanku Tak perlu rasanya aku mengabarkan padamu bahwa minuman keraslah yang membebani kau begitu berat.

25

SARMUD

: (KEPADA TUAN) Kuberi contoh dari silogisme. Kucing berkaki empat. Tompel dan cicak keduanya berkaki empat. Jadi tompel dan cicak kucing.

TUAN SARMUD SLAMET

: Anjingku berkaki empat. : Jadi kucing juga. : (KEPADA ARIFIN) Aku sudah hampir tidak sanggup lagi untuk meneruskan hidup. Mungkin aku tiak ingin hidup lagi.

TUAN

: (SETELAH MERENUNG) Kalau begitu secara logika anjingku itu kucing?

SARMUD SLAMET

: Secara logika, ya. Tapi sebaliknyapun benar. : Kesepian sangat menekan aku. Begitu pula kehadiran banyak orang menekan aku.

ARIFIN

: Ucapan-ucapanmu saling bertentangan. Apa yang menekan kau? Kesepian atau kehadiran banyak orang? Kau menganggap dirimu seorang pemikir, tapi buktinya kau bicara tidak logis.

TUAN SARMUD SLAMET ARIFIN

: (KEPADA SARMUD) Logika rupanya sesuatu yang indah. : Selama tidak disalah gunakan. : Kehidupan melulu urusan-urusan yang abnormal. : Sebaliknya. Tak ada yang lebih wajar daripada kehidupan. Dan buktinya manusia melanjutkan kehidupan.

SLAMET

: Jumalh orang mati lebih banyak dari yang hidup. Jumlah tersebut terus meningkat. Yang hidup makin lama makin berkurang.

26

ARIFIN

: Yang sudah mati termasuk tidak ada, dan itu tidak bisa kau sangkal. Ha ha ha ! Apakah kau juga merasa tertekan oleh yang mati? Betapa mungkin kau tertekan oleh sesuatu yang tidak ada?

SLAMET ARIFIN

: Kadang-kadang aku ini bertanya apakah aku ini ada? : Slamet, temanku yang baik, Kau tidak ada karena kau tidak mau berpikir. Pakailah pikiranmu dank au pasti ada.

SARMUD

: Sebuah silogisme lagi. Semua kucing mesti mati. Seorang filsuf mati. Jadi filsuf adalah kucing.

TUAN

: Dan memang kakinya empat. Aku punya kucing yang namanya filsup.

SARMUD ARIFIN

: Nah, terbukti. : Pada daarnya kau hanya menggertak. Pembohong besar. Katamu kehidupan sudah tidak menarik bagimu. Padahal ada seorang oleh siapa kau merasa tertarik.

SLAMET ARIFIN

: Siapa? : Teman wanita sekantor yang tadi baru saja lewat. Aku tahu kau senang padanya.

TUAN SARMUD ARIFIN

: Jadi seorang filsuf itu seekor kucing? : Logika telah membentangkan faktanya kepada kita. : Kau tidak mau dia melihat kau dalam keadaan seperti sekarang (SLAMET MENGGERAKKAN TANGANNYA) Itu

membuktikan bahwa kau bukan tidak peduli terhadap segala

27

sesuatu. Tapi bagaimana kau bisa mengharapkan Dewi akan jatuh cinta pada seorang pemabuk? SARMUD TUAN SLAMET : Mari kita kembali kepada kucing-kucing kita. : Kupasang telingaku. : Soalnya, aku menduga matanya sudah mengincar-incar orang lain. ARIFIN SLAMET : Masa, siapa? : Darmawan, rekanku sekantor. Ia sudah punya gelar SH, dan masa depannya terjamin dalam perusahaan kami dan dalam hati Dewi. Aku tidak mungkin berharap akan menyainginya. SARMUD TUAN SARMUD SLAMET : Kucing bernama tompel berkaki empat. : Tahu dari mana? : Itu atelah ditentukan oleh perumpamaan kita. : Majikan sangat mengharapkan dia. Sedangkan aku tidak mempunyai jaminan di hari depan. Tak punya kepandaian apaapa, kesempatan tertutup sama sekali bagiku. TUAN ARIFIN SLAMET SARMUD : Begitulah, dalam perumpamaan tadi. : Jadi kau mengalah begitu saja. : Habis mau apa? : Cicarpun berkaki empat. Jadi berapa kaki yang dimiliki cicar serta tompel? TUAN : Masing-masing atau bersama?

28

ARIFIN

: Penghidupan adalah pergulatan. Kau pengecut kalau tak berani berkelahi!

SARMUD

: Masing-masing atau bersama-sama tergantuing bagaimana melihatnya.

SLAMET

: Aku dapat berbuat apa? Aku tak punya apa-apa untuk pembelaan diri dalam pergulatan.

ARIFIN TUAN SARMUD TUAN SLAMET SARMUD ARIFIN SLAMET SARMUD ARIFIN

: Kau harus tempa senjata-senjatamu kawan. : (SETELAH BERFIKIR BERAT) Delapan. Delapan kaki. : Ternyata logika melibat ilmu hitung. : Yang sudah jelas segi-seginya banyak! : Dimana dapat kuperoleh senjata-senjataku ? : Logika tidak mengenal batas-batas. : Dalam dirimu sendiri. Dengan kemauan sendiri. : Senjata-senjata apa? : Akan kuuraikan. : Senjata kesabaran dan kebudayaan, senjata-senjata batin (SLAMET MENGUAP). Pupuklah dirimu menjadi seorang cendikia yangtajam dan gemilang. Penuhilah syarat-syarat yang tertinggi.

SARMUD

: Kalau kuambil dua kaki dari kucing-kucing ini, berapakah yang tinggal pada masing-masing?

TUAN SARMUD

: Itu tidak mudah. : Justru mudah sekali.

29

TUAN SLAMET

: Untuk kau mudah, tapi tidak mudah untukku. : (KEPADA ARIFIN) Untuk kau mudah, tapi tidak mudah untukku.

SARMUD ARIFIN

: Ayo pikirkan dulu, ini pengji otak. Pusatkan segala pikiran! : Ayo tunjukkan dulu, ini penguji kemauan. Pusatkan segala tekad!

TUAN SLAMET SARMUD ARIFIN SARMUD

: Serasa aku tidak tahu. : Sungguh-sungguh rasanya aku tidak yahu. : Mesti kujelaskan semuanya? : Mestikah kujelaskan semuanya? : Ambil secarik kertas dan hitunglah. Kalau enam kaki diambil dari dua kucing itu

TUAN

: Sebentar (IA MENGHITUNG PADA SECARIK KERTAS YANG DIKELUARKAN DARI AKUNYA)

ARIFIN

: Camkanlah petunjuk-petunjukku. Berpakaianlah yang rapih, cukurlah janggutmu setiap hari,pakailah selalu baju yangbersih.

SLAMET ARIFIN

: Harga cuci pakaian mahal sekali. : Batailah minuman keras. Kalau kau hadir di depan umum, sepatumu semir yang mengkilat. Cari tukang jahit yang baik untuk potongan bajumu. Seing-seringlah berdasi seperti aku. Belilah topi.

30

(SETIAP

DISEBUTKAN DENGAN

BENDA-BENDA KEPUASAN

ITU,

IA

MENUNJUK

PADA

YANG

DIPAKAINYA SENDIRI) TUAN SARMUD SLAMET SARMUD SLAMET ARIFIN : Dapat dijawab dengan beberapa kemungkinan. : Coba. : Sesudah itu apa? Coba : Aku mau dengar. : Aku mau dengar. : Segala sesuatunya padamu memang serba tidak berani, tapi itu bukan berarti kau tidak punya bakat. SLAMET ARIFIN : Bakat? Aku? : Gunakanlah. Tempatkanlah dirimu di tengah-tengah perhatian umum. Ikutilah selalu perkembangan kebudayaan dan

kesusasteraan jaman kita. TUAN : Kemungkinan yang satu: satu kucing kakinya empat, sehingga yang lain berkaki dua. SLAMET SARMUD ARIFIN : Aku hampir tak punya waktu bebas. : Bakat ada pada tuan. Tinggal perlu latihan. : Ambil keuntungan yang dapat diambil dari waktu bebas yang seadanya. Jangan biarkan dirimu terombang ambing tanpa tujuan. TUAN : Sayang akudulu tak pernah mendapat kesempatan. Aku hanya bekas ambtenar.

31

SARMUD ARIFIN SLAMET TUAN ARIFIN SARMUD ARIFIN

: Setiap waktu bisa digunakan untuk belajar. : Waktu bisa kita ciptakan. : Sudah terlanjur. : Agaknya aku sudah terlalu tua. : Menganggap terlambat adalah salah. : Menganggap terlambat adalah salah. : Kau bekerja 8 jam setiap hari, seperti aku dan setiap orang. Tapi kau bebas pada hari minggu, di waktu malam dan selama 2 kali t hari cuti tahunan. Itu lebih dari cukup, asal pakai sistim tertentu.

SARMUD

: Lalu bagaimana tentang jawaban-jawaban yang lainnya? Coba sistimatis sedikit, sistimatis!

ARIFIN

: Begini, daripada kau minum dan meraa sakit-sakit. Tidakkah lebih baik kau merasa segar dan bersemangat, juga di waktu kerja? Dan kau bisa manfaatkan waktumu yang bebas secara konstruktif.

SLAMET ARIFIN

: Umpamanya? : Kunjungilah bermutu, museum, pameran. Bacalah majalah-majalah kejengkelan-

hadirilah

ceramah-ceramah.

Pasti

kejengkelan akan lenyap, budimu akan ditingkatkan. Dalam empat minggu kau bisa jadi budaywan. SLAMET TUAN ARIFIN : Memang. : Kucing yang satu bisa berkaki lima : Nah kau mudah mulai berfikir sendiri!

32

TUAN

: Dengan kucing yang lain berkaki tunggal. Tapi apakah maih bisa dinamakan kucing?

SARMUD ARIFIN

: Kenapa tidak? : Daripada kau hambur-hamburkan uang jajan pada bir, bukankah lebih bermanfaat kalau kau belikan karcis untuk pertunjukan drama yang baik? Apakah kau sudah tahu tentang mereka yang merintis seni teater? Pernahkah kau menyaksikan drama-drama karya Ionesco?

SLAMET TUAN

: Sayang sekali tidak, aku hanya dengar dari omongan orang. : Dengan mengambil dua dari delapan kaki yang dimiliki oleh dua kucing

ARIFIN

: Saat ini salah satu karyanya sedang dipanggungkan. Jangan lalui kesempatan baik.

TUAN SLAMET

: Kucing yang satu bia berkaki enam. : Mudah-mudahan suatu perkenalan yang berkesn dengan aliranaliran kesenian jaman kita.

TUAN SLAMET

: Maka kucing yang lain sama sekali tidak berkaki. : Kuakui kau yang benar. Aku akan berusaha sekeras-kerasnya agar mendapat perhatian umum, seperti kau anjurkan tadi.

SARMUD

: Dengan demikian ada satu kucing yang mempunyai kedudukan istimewa.

SLAMET ARIFIN

: Pastilah aku berjanji. : Yang penting, kau berjanjilah pada dirimu sendiri.

33

TUAN

: Dan satu kucing lagi yang malang nasibnya sebab tidak dikaruniai kaki barang satupun.

SLAMET

: Dengan hikmat aku berjanji pada diriku, dan aku tidak boleh melanggar kata-kata sendiri.

SARMUD SLAMET

: Begitu tidaklah adil, maka juga tidak logis. : Aku takkan minum-minum lagi, melainkan aku kembangkan budiku. Aku sudah meraa lebih baik. Kepalaku sudah terasa bening.

ARIFIN TUAN SLAMET

: Nah, itu! : Tidak logis? : Sore ini aku ke pameran. Dan aku akan membeli dua karcis untuk pertunjukan drama malam ini. Kau bersedia ikut dengan aku?

SARMUD ARIFIN TUAN SLAMET

: Sebab logika berarti keadilan. : Kau harus bertahan. Junjunglah tekadmu dengan baik. : Aku mengerti. Keadilan : Aku berjanji padamu, aku berjanji pada diri sendiri. Kau ikut dengan aku ke pameran sore ini?

ARIFIN TUAN SLAMET ARIFIN SARMUD

: Sore ini aku mau itirahat. Sudah kutetapkan dalam acara hari ini. : Keadilan adalah sebuah aspek pula dari logika. : Tapi kau bersedia ikut nonton drama dengan aku malam ini? : Malam ini aku berhalangan. : Caramu berfikir sudah tambah bening.

34

ARIFIN

: Dengan sepenuh hati aku berharap kau menjunjung tekadmu yang baik. Sayang malam ini aku ada janji dengan beberapa teman untuk minum-minum sedikit.

SLAMET TUAN ARIFIN TUAN SLAMET

: Minum-minum? : Jelasnya, kucing tanpa kaki barang satupun : Aku sudah berjanji. Aku tiodak pernah melanggar janji. : Tidak akan mampu lari cepat untuk menangkap tikus. : Ha, sekarang kau membari contoh jelek padaku! Kau mau pergi minum-minum.

SARMUD

: Kau sudah memperlihatkan kemajuan dalam logika. (MULAI TERDENGAR LAGI SUARA BINATANG LARI, TEROMPETNYA, DERAP KAKI, BUNYI ITU DATANG BERLAWANAN DENGAN ARAH YANG TADI, DARI BELAKANG PENTA KE ARAH DEPAN DI SEBELAH KIRI)

ARIFIN

: (MARAH) Pokoknya aku bukan pecandu minuman keras. Tidak sama dengan kau, Pada kau kau pendek kata, sama sekali tidak sama!

SLAMET ARIFIN

: Mengapa tidak sama? : (BERTERIAK MENGATASI BUNYI BINATANG DARI BELAKANG) Aku bulan pemabuk, bukan!

SARMUD

: (KERAS) Walaupun tidak berkaki, kucing tetap menangkap tikus. Itulah tabiatnya.

35

SLAMET

: (BERSERU SEKERAS-KERANYA) Aku tidak mengatakan bahwa kau pemabuk. Tapi dalam hal ini, jika aku bisa pemabuk, mengapa kau tidak akan hadapi bahaya yang sama?

TUAN ARIFIN

: (KERAS) Apakah tabiat kucing? : Karena dalam segala sesuatu ada keseimbangan. Aku orang yang seimbang, tidak seperti kau!

SARMUD

: (MEMASANG TANGANNYA KE TELINGA) Apa kata kau? (BUNYI YANG MENDERU MEMBENAMKAN UCAPAN KEEMPAT PERAN)

SLAMET

: (MEMASANG TANGANNYA KE TELINGA) Apa tentang aku, apa? Kau mengatakan apa?

ARIFIN TUAN ARIFIN

: (BERTERIAK) Aku mengatakan. : (BERTERIAK) Aku mengatakan. : (TIBA-TIBA MENYADARI BUNYI YANG SAMNGAT DEKAT ITU) Ada apa?

SARMUD ARIFIN TUAN SLAMET

: Terjadi apa? : (BERDIRI, KURSINYA TERLEMPAR) Hei, ada badak! : (SAMA) Hei, ada badak! : (TETAP DUDUK , TAPI SEKARANG MEMPERHATIKAN) Badak! Arah sebaliknya.

PELAYAN

: (MEMBAWA BAKI DENGAN GELAS-GELAS) Apa itu? Hei ada badak! (BAKI JATUH DAN GELAS-GELAS PECAH)

TUKANG BAKMI

: (KELUAR) Apa yang terjadi?

36

PELAYAN SARMUD PEMILIK ARIFIN ISTERI

: Badak! : Badak! Kabur dengan kencangnya di pinggir sebrang jalan. : (KELUAR) Hei, ada badak! : Hei, ada badak! : (MENAMPAKKAN KEPALA DARI JENDELA ATAS

TOKO) Hei, ada badak! TUKANG BAKMI ARIFIN DEWI SLAMET : Bukan alasan untu memecahkan gelas-gelas. : Ia lari melurus dalam arahnya, menyerempet etalase-etalase toko. : (MUNCUL DARI KIRI) Oooo, ada badak! : Ooo Dewi (HURU-HARA, ORANG-ORANG SIMPANG SIUR, DIIRINGI Oooo DAN Aaaaa SEPERTI TADI) PELAYAN : Bayangkan!

ARIFIN & SLAMET : Bayangkan! (TERDENGAR MEONG KUCING YANG MENYAYAT, LALU TERIAKAN WANITA YANG MENYAYAT) SEMUA : Aduh! (PADA SAAT ITU BUNYI SUDAH MENJAUH LAGI. NYONYA MUNCUL TANPA TAS BELANJA, TAPI

MEMEGANG BANGKAI KUCING YANG BERLUMURAN DARAH) NYONYA : (MERATAP) Kucingku tergilas badak, kucingku tergilas badak PELAYAN : Kucingnya tergilas badak.

37

(PEMILIK TOKO, ISTERINYA DI JENDELA, TUAN TUA, DEWI DAN SARJANA MUDA MENGELILINGI NYONYA, LALU BERKATA) SEMUA TUAN : Alangkah menyedihkan, kasihan, sungguh kasihan : Kasihan, sungguh kasihan

DEWI & PELAYAN : Kasihan, sungguh kasihan. ISTERI, TUAN DAN SARMUD : Kasihan, sungguh kasihan TUKANG BAKMI : (KEPADA PELAYAN, MENUNJUK GELAS PECAH DAN KURSI YANG TERGULING) Jangan berdiri dan diam saja. Bereskan dan bersihkan! (ARIFIN DAN SLAMET MENDEKATI NYONYA YANG MERATAP SAMBIL MEMEGANG KUCINGNYA) PELAYAN : (MULAI MEMBERESKAN KURSI DAN GELAS-GELAS YANG PECAH SAMBIL MENOLEH PADA NYONYA) Aduh, kasihan TUKANG BAKMI : (MENUNJUK PECAHAN GELAS YANG TAK TERLIHAT OLEH PELAYAN) Sebelah sana, sebelah sana! TUAN : (KEPADA PEMILIK TOKO) Nah, bagaimana pendapat saudara? SLAMET : (KEPADA NYONYA) Jangan menangis begitu. Aku tak tahan mendengarnya. DEWI : (KEPADA SLAMET) Apa kak Slamet juga menyaksikan? Melihat yang terjadi tadi?

38

SLAMET TUKANG BAKMI

: Selamat pagi dik Dewi, maafkan, aku belum cukur jenggot : (MENGAWASI PEMBERSIHAN, LALU MENOLEH PADA NYONYA) Kasihan, benar-benar kasihan.

PELAYAN

: (TERUS

MEMBERSIHKAN

PECAHAN

GELAS,

MEMBELAKANGI NYONYA) Kasihan, benar-benar kasihan (SEMUA PERNYATAAN INI DIUCAPKAN DALAM

URUTAN CEPAT DAN HAMPIR BERSAMAAN) ISTERI ARIFIN NYONYA : (DI JENDELA) Ini sudah keterlaluan! : Ini sudah keterlaluan! : (MERATAP, MEMBUAI KUCINGNYA) Pusiku mungil, kucingku mungil TUAN SARMUD : Apa daya , nyonya. Kucingpun kelak mesti mati. : Jangan diterima terlalu berat, nyonya. Semua kucing bisa mati. Itu nasib yang mesti kita terima. NYONYA TUKANG BAKMI : Kucingku, kucingku mungil : (KEPADA PELAYAN YANG TELAH MENGUMPULKAN BELING KE DALAM LAPNYA) Buang saja dalam tempat sampah (IA MEMBERESKAN KURSI) Kau berutang enam ratus rupiah. PELAYAN ISTERI : (MASUK) Uang saja yang dipikirkan! : (DARI JENDELA, KEPADA NYONYA) Nyonya tak usah terlalu sedih! TUAN : Nyonya tak usah terlalu sedih.

39

TUKANG BAKMI

: Kerugian kupotong dari gajimu. SLAMET BERUSAHA MENYEMBUNYIKAN DIRI DARI DEWI. YANG LAIN BERGERAK KE TENGAH PANGGUNG DAN BERKELOMPOK DI SITU)

SEMUA ISTERI NYONYA DEWI

: Bayangkan! : Setidak-tidaknya pengalaman seperti ini sangat memukul kita! : Kucingku mungil, kucingku mungil! : Setidaknya pengalaman seperti ini memang sangat memukul kita.

TUAN

: (MEMBIMBING NYONYA KESEBUAH MEJA DIIKUTI OLEH YANG LAIN) Duduk dulu di sini, nyonya.

ARIFIN PEMILIK

: (KEPADA TUAN) Nah, bagaimana menurut pendapat tuan? : (KEPADA SARMUD) Nah, bagaimana menurut pendapat saudara?

ISTERI

: (DARI JENDELA, KEPADA DEWI)Nah, bagaimana menurut pendapat nona?

TUKANG BAKMI

: (KEPADA

PELAYAN

YANG

TELAH

KEMBALI

KE

PANGGUNG) Ambilkan air segela untuk nyonya ini! TUAN ARIFIN ISTERI SLAMET : Duduklah dulu, nyonya! : Kasihan Nyonya ini. : Kasihan kucing itu. : (KEPADA PELAYAN) Lebih baik memberi nyonya ini segelas arak.

40

TUKANG BAKMI PELAYAN NYONYA PEMILIK ARIFIN PEMILIK DEWI TUKANG BAKMI ARIFIN

: Arak! Saudara ini yang membayar! (MENUNJUK SLAMET) : (MASUK) Baik, segelas arak! : (TERSEDU) Saya tak uka arak, tak suka arak! : Tadi binatang itu sudah satu kali lewat tokoku. : (KEPADA PEMILIK TOKO) Ini bukan binatang yang sama. : Mungkin saja sama. : Apa sudah lewat dua kali? : Kupikir juga binatang yang sama. : Tidak, bukan badak yang sama. Yang pertama-tama lewat tadi bercula dua di atas sungutnya, ialah badak jenis asia; yang baru lewat bercula tunggal, ialah badak jenis Afrika. (PELAYAN MUNCUL DENGAN SEGELA ARAK DAN MEMBAANYA KE NYONYA)

TUAN NYONYA SLAMET

: Ini arak sedikit untuk menguatkan nyonya. : (MENANGIS) Tidak aaa : (MENDONGKOL, KEPADA ARIFIN) Omong kosong Dari mana kau tahu tentang cula-cula itu? Begitu cepat binatang itu lewat sehingga kita tak dapat melihatnya dengan jelas.

DEWI TUAN TUKANG BAKMI SLAMET ISTERI

: (KEPADA NYONYA) Percayalah, arak ini baik untuk nyonya. : (KEPADA SLAMET) Betul sekali. lewat dengan kencangnya. : Cicip dulu sedikit, enak : Dari mana waktumu untuk menghitung culanya. : (KEPADA PELAYAN) Pakakan saja untuk minum.

41

SLAMET DEWI TUAN

: Ditambah awan debu yang meliputi binatang itu : Minumlah : Seteguk saja, nyonya. Beranikanlah (PELAYAN NYONYA MENYORONGKAN YANG MULA-MULA GELAS KE MULUT TETAPI

MENOLAK,

KEMUDIAN MEMINUMNYA SAMPAI HABIS) PELAYAN ISTERI & DEWI ARIFIN : Nah, beres! : Nah, begitu. : Aku tidak perlu meraba-raba jalanku dalam kabut. Aku mampu menghitung cepat. Otakku terang benderang! TUAN SLAMET TUKANG BAKMI ARIFIN NYONYA SLAMET ISTERI ARIFIN NYONYA : Sekarang merasa lebih baik? : Tetapi kepalanya merunduk ke bawah. : Enak rasanya, betul tidak.? : Justru itu, jadi lebih nampak. : Kucingku mungil. : Omong kosong melulu! : Saya punya kucing lain. Kalu nyonya mau, boleh ambil. : Apa katamu? Kau menuduh aku berbicara omong kosong? : Tak bisa ada gantinya (IA MENANGIS MEMBUAI

KUCINGNYA) SLAMET TUKANG BAKMI ARIFIN : Ya, omong kosong! Bohong tanpa tedeng aling-aling! : Kita harus sabar menerima. : Seumur hidupku tak pernah berbicara kosong!

42

TUAN

: (KEPADA NYONYA) Cobalah kita melihatnya dari falafah kehidupan.

SLAMET TUKANG BAKMI SLAMET

: Kau hanya pembual yang pura-pura. Sok segala rupa! : (KEPADA SLAMET DAN ARIFIN) Saudara-saudara, sudahlah. : Sok! Padahal ia tidak tahu betul faktanya, bahwa sebenarnya badak asia yang bercula tunggal di atas sungutnya, dan jenis Afrika yang dua culanya NYONYA (PERAN-PERAN DAN LAIN

MENINGGALKAN

MENGERUMUNI

ARIFIN DAN SLAMET YANG SEDANG BERTENGKAR HABI-HABISAN) ARIFIN NYONYA SLAMET PELAYAN DEWI ARIFIN : Kau yang salah. Justru sebaliknya! : (TERSENDIRI) Ia begitu lucu : Berani bertaruh? : Mereka mau taruhan! : Jangan meluap, kak Slamet! : Aku tidak sudi bertaruh dengan kau. Paling-paling kau sendiri yang bercula dua di atas kepalamu. Dasar mongol aia lu! PELAYAN ISTERI PEMILIK TUKANG BAKMI : Ramai. : (PADA SUAMI) Mereka berkelahi betulan! : Tidak, mereka Cuma bertaruh. : (KEPADA ARIFIN DAN SLAMET) Mohon jangan bikin rebut di sini! TUAN : Nanti dulu! Badak mana yangbercula tunggal?

43

(KEPADA

PEMILIK

TOKO)

Bung

sebagai

pedagang

barangkali tahu. SLAMET : (KEPADA ARIFIN) Di atas kepala namanya tanduk. Dan aku tidak bercula atau bertanduk. PEMILIK ARIFIN SLAMET : (KEPADA TUAN) Mana aku tahu, aku bukan pedagang badak. : Kau bercula di atas kepala.! : Lagi pula kau sendiri orang Asia. Dan bagaimanapun juga orang Mongol adalah manusia seperti setiap manusia yang lain. PELAYAN TUAN TUKANG BAKMI DEWI : Ya , kita semua berbangsa Asia. : (KEPADA TUKANG BAKMI) Bagus! : (KEPADA PELAYAN) Jangan turut campur urusan orang! : (KEPADA TUKANG BAKMI) Apa salahnya? Kita adalah sesama manusia (SELAMA ITU, NYONYA TERUS SAJA MERATAP) NYONYA ARIFIN : Ia begitu baik, tak beda dari kita. : (LUPA DIRI) Kulit mereka kuning, tahu! (SARMUD BERADA DI ANTARA KELOMPOK YANG BERSELISIH DAN NYONYA, MENGIKUTI PERSELISIHAN DENGAN CERMAT TANPA MENCAMPURI) Selamat siang tuan-tuan (KEPADA SLAMET) Kau jelas tidak termasuk. NYONYA DEWI TUAN : Ia begitu setia kepada kita (TERSEDU) : Dengar dulu sebentar kak Slamet , bung Arifin. : Beberapa di antara teman-temanku dapat dikata berkulit kuning.

44

TUKANG BAKMI PELAYAN NYONYA ARIFIN

: Aku berkulit kuning. : (KEPADA ISTERI) Aku pernah punya pacar berkulit kuning. : Saya mendapatkannya ketika ia masih kecil : (MASIH MELUAP) Kulit mereka kuning, kataku. Kuning kunyit!

SLAMET ISTERI TUKANG BAKMI NYONYA ARIFIN

: Yang nyata kau sendiri merah cabe! : Ramai. : Kok jadi betulan! : Ia tidak jorok, kalau makan piringnya bersih. : Kalau kau sudah mempermalukan aku begitu, aku tidak mau melihat mukamu lagi. Aku membuang waktu dengan percuma meladeni orang sinting seperti kau.

NYONYA

: Kalau dipanggil ia selalu datang. (ARIFIN PERGI KE KANAN DENGAN CEPAT DAN MARAH, TAPI MEMBALIK SESAAT SEBELUM

MENGHILANG) TUAN : (KEPADA PEMILIK) Orang Asia ada yang berkulit putih, ada yang hitam, kebiru-biruan dan coklat seperti kita. ARIFIN : Dasar pemabuk! (SEMUA ORANG MELIHAT KEPADA SLAMET DENGAN KAWATIR) SLAMET SEMUA : Kau pikir aku terima itu, ha? : (MELIHAT DENGAN KAWATIR KE ARAH ARIFIN MENGHILANG) Aih, aih!

45

NYONYA DEWI SLAMET TUKANG BAKMI TUAN

: Kadang-kadang ia seperti bisa bicara Ia bisa bicara. : Sebetulnya kak Slamet tak usah membuat dia marah. : Apa salahku? : Carikan peti untuk korban bintang itu. : (KEPADA SLAMET) Menurut pendapatku, kau yang benar. Badak Asia bercula dua dan jenis Afrika bercula satu.

PEMILIK DEWI TUAN PELAYAN NYONYA PEMILIK

: Saudara ini justru mengatakan sebaliknya. : Kalian dua-duanya bersalah! : Meski begitu kau masih benar. : Nyonya, mari ikut ke dalam. Kita carikan kotak kosong. : (CEMAS TERSEDU-SEDU) Jangan, tidak boleh! : Kalau aku boleh mengemukakan pendapat, menurut aku tuan Arifin tadi yang benar.

DEWI

: (MEMBALIK PADA NYONYA) Nyonya, jangan begitu! (DEWI DAN PELAYAN MENUNTUN NYONYA MENUJU PINTU)

TUAN PEMILIK

: (KEPADA DEWI) Barangkali saya perlu ikut? : Badak Asia bercula satu dan badak Afrika bercula dua. Tapi sebaliknyapun benar.

DEWI

: (KEPADA TUAN) Tidak, biarlah kami saja (DEWI, PELAYAN DAN NYONYA YANG TAK TERHIBURKAN MASUK RUMAH)

46

ISTERI

: (KEPADA SUAMINYA) Ah, kau mengang selalu lain dari pada yang lain.

SLAMET

: (KESAMPING) Dewi benar. Aku tak usah membantah dengan Arifin.

TUKANG BAKMI

: (KEPADA ISTERI PEMILIK TOKO) Suamimu benar. Badak Asia bercula dua dan yang satu lagi, dari jenis Afrika, bercula dua, dan sebaliknya.

SLAMET

: (KESAMPING) Ia tidak tahan dibantah. Perbedaan paham yang kecilpun sudah membuat dia marah.

TUAN TUKANG BAKMI SLAMET ISTERI

: (KEPADA TUKANG BAKMI) Kau keliru, kawan. : Maaf, aku rasa, akulah yang benar. : Adat pemarah itulah kelemahannya. : (KEPADA TUAN, TUKANG BAKMI DAN SUAMINYA) Siapa tahu dua-duanya sama saja.

SLAMET

: Dalam dasar jiwanya aku tahu ia berhati emas. Ia sering berbuat baik untukku.

TUKANG BAKMI

: (KEPADA ISTERI) Kalau yang satu bercula dua, maka yang satu lagi Cuma bercula satu.

SLAMET

: Menyesal aku tadi kurang prihatin. Siapa suruh dia berkepala batu begitu? Tak ada maksudku mendesak dia. (KEPADA YANG LAIN) Ia memang yang paling senang melontarkan Selalu ingin

keterangan-keterangan

dikarangnya.

47

menggemparkan orang dengan kepintarannya. Ia tak pernah mau mengaku dirinya salah. TUAN SLAMET TUAN : Apa kau punya bukti-buktinya? : Bukti dari apa? : Dari keterangan seperti yang tadi kau berikan, yang telah menyebabkan selisih tidak nyaman itu dengan temanmu. PEMILIK TUAN : Ya, buktinya ada? : Dari mana kau tahu bahwa dari dua jenis badak, satu bercula satu dan yang lainnya bercula dua? Manakah yang satunya, manakah yang lainnya? ISTERI SLAMET : Sama saja seperti kita. Ia tidak tahu! : Terlebih dahulu, kita belum tahu apakah ada dua badak. Aku sendiri percaya bahwa hanya ada satu. TUKANG BAKMI : Sekiranya tadi ada dua, apakah yang culanya tunggal datang dari Asia? TUAN : Tidak. Dari Afrika saja tadi yang bercula dua. Menurut pikiranku begitu. TUKANG BAKMI PEMILIK ISTERI TUAN : Yang mana bercula dua? : Bukan yang jenis Afrika. : Susah mencapai persetujuan. : Tapi persoalan ini mesti kita pecahkan bersama.

48

SARMUD

: (MAJU) Maafkan aku menggangu, saudara-saydara. Bukankah itu persoalan yang kita hadapi? Perkenankanlah aku

memperkenalkan diri. TUAN : (MEMPERKENALKAN SARMUD PADA SLAMET) Kenalan saya, Sarjana Muda. SLAMET SARMUD : Senang bertemu dengan tuan. : Jabatanku Sarjana Muda, ini kartu saya (IA MENGELUARKAN KARTU) SLAMET PEMILIK TUKANG BAKMI : Saya merasa terhormat. : Suatu kehormatan besar untuk kami di sini. : Pastilah tuan bisa menjelaskan kepada kami. Jika sekiranya badak Afrika bercula tunggal. TUAN ISTERI PEMILIK SARMUD PEMILIK SARMUD TUAN ISTERI : Atau dwi cula : Dan sekiranya badak Asia itu dwi cula. : Atau eka cula : Tepat. Bukan itulah persoalannya. Baik saya terangkan dulu. : Tapi kami ingin menyelesaikan persoalan itu. : Bolehkah saya bicara dulu, saudara-saudara.? : Perkenankan dulu ia berbicara. : (KEPADA SLAMET) Terutama akan ditujukan kepadamu. Tapi juga kepada semua hadirin di sini. PEMILIK : Juga kami.

49

SARMUD

: Begini, kau telah menyimpang dari pokok persoalan yang menimbulkan pembantahan. Pertama, kau sedang

memperbincangkan, betulkah atau tidak badak yang belum lama lewat di sini itu sama dengan yang lewat terdahulu, ataukah badak yang berlainan. Itulah perkara yang akan diselesaikan. SLAMET SARMUD : Ya, tetapi secara bagaimana? : Mudah saja. Boleh jadi pada dua kesempatan tadi kau melihat badak tunggal bercula tunggal PEMILIK : (MENGULANGI KALIMAT SEOLAH LEBIH MEMAHAMI) Pada dua kesempatan badak tunggal. TUKLANG BAKMI : (SAMA) Bercula tunggal SARMUD : Atau boleh jadi kau saksikan pada dua kesempatan badak tunggal bercula dua. TUAN : (MENGULANG) Badak tunggal bercula dua pada dua kesempatan SARMUD : Tepat. Atau bisa juga begini, kau saksikan satu badak bercula satu, lalu badak lain yang bercula satu. ISTERI SARMUD : (GELI) Hi hi hi.. : Atau bisa juga, semula badak bercula dua, disusul oleh badak kedua bercula dua. TUKANG BAKMI SARMUD PEMILIK : Betul juga. : Nah jadi, sekiranya : Jadi sekiranya

50

TUAN SARMUD

: Ya, jadi sekiranya : Jika pada kesempatan yang pertama kau saksikan badak bercula dua

TUKANG BAKMI SARMUD PEMILIK SARMUD TUAN TUKANG BAKMI ISTERI PEMILIK

: Bercula dua. : Pada kesempatan ke dua, badak bercula satu. : Bercula satu. : Itupun belum menentukan. : Belum dapat menentukan. : Mengapa tidak? : Ah, aku sama sekali tidak mengerti. : (PADA ISTERINYA) Masuk, masuk! (ISTERI MENARIK BAHUNYA LALU MENGHILANG DARI JENDELA)

SARMUD

: Sebab besar kemungkinan sejak permunculannya yang pertama sang badak telah patah salah atu culanya, sehingga perlawatan yang pertama dan yang kedua itu dilakukan oleh satu binatang yang sama.

SLAMET TUAN SARMUD

: Bisa jadi, tapi. : Jangan memotong! : Bisa juga dua ekor badak kedua-duanya bercula dua, masingmasing patah satu cula kemudian.

TUAN TUKANG BAKMI PEMILIK

: Masuk akal. : Ya, masuk akal. : Ya, siapa tahu.

51

SLAMET TUAN SARMUD

: Memang, pokoknya. : Jangan memotong! : Andaikata kau dapat membuktikan bahwa pada kesempatan pertama kau melihat badak bercula satu, terserah Asia atau Afrika.

TUAN SARMUD PEMILIK SARMUD TUAN SARMUD

: Asia atau Afrika, terserah. : Lalu pada kesempatan kedua, badak bercula dua. : Satu dengan dua : Terserah Afrika atau Asia : Asia atau Afrika, terserah. : Barulah kita bisa menentukan bahwa kita berhadapan dengan dua ekor badak berlainan, karena sangat tidak mungkin bahwa akan tumbuh cula kedua dalam jangka waktu beberapa menit, lalu sudah cukup besar sampai bisa terlihat di atas hidung badak.

TUAN SARMUD

: Sangat tidak mungkin. : (KAGUM ATAS KEPUASANNYA SENDIRI) Jadi menurut dugaan kita ialah seekor badak Asia atau Afrika

TUAN SARMUD TUKANG BAKMI PEMILIK

: Jenis Asia atau Afrika : Dan seekor badak Afrika atau Asia. : Afrika atau Asia. : Eeehh. Yaaahhh

52

SARMUD

: Soalnya logika yang baik tidak bisa membenarkan kemungkinan bahwa seekor hewan yang itu juga dilahirkan di dua tempat pada waktu yang sama

TUAN SARMUD SLAMET SARMUD

: Berturut-turut tidak bisa. : (KEPADA TUAN) Yang hendak kita buktikan : Semua cukup jelas, tapi pertanyaannya belum terjawab. : (DENGAN SENYUM MEMAKLUMI) Terang, saudara, tapi sekarang masalahnya dikemukakan sebagaimana mestinya.

TUAN SARMUD

: Sangat logis, logis sekali. : (MANGGUT) Selamat siang saudara-saudara (IA PERGI KE KIRI DISUSUL TUAN)

TUAN

: Selamat

siang

saudara-saudara.

(IA

MENGANGKAT

TOPINYA, LALU MENYUSUL KE LUAR) PEMILIK : Logis biar logis (NYONYA MUNCUL KEMBALI DENGAN SIKAP BERKABUNG DAN MEMBAWA KOTAK BEKA. IA DIIKUTI DEWI DAN PELAYAN SEPERTI MENUJU

PEMAKAMAN. ARAKAN KHIDMAT INI MENUJU KE KANAN) PEMILIK : Logis biar logis, tapi apakah kita mesti tinggal diam apabila kucing-kucing kita digilas di hadapan mata kita oleh badakbadak (IA MENUNJUK KE ARAH DENGAN ARAKAN GERAK TANGAN YANG

TEATERAL

HIKMAT

MENGHILANG KE KANAN)

53

TUKANG BAKMI

: Setuju! Kita tidak boleh membiarkan kucing-kucing kita digilas badak atau apapun!

PEMILIK ISTERI

: Kita tidak sudi membiarkannya! : (KEPALANYA MUNCUL DI PINTU) Ayo masuk! Nanti langganan-langganan pada datang.

PEMILIK

: (MENUJU TOKONYA) Tidak, kita pasti tidak membiarkan saja!

SLAMET

: Mengapa aku mesti bertengkar dengan Arifin? (KEPADA TUKANG BAKMI)Aku minta arak seperti untuk nyonya itu tadi. Tidak, wiski saja!

TUKANG BAKMI & PEMILIK TOKO

: Ada! (MEREKA MASUK, MASING-

MASING MENGAMBIL PESANAN ITU) SLAMET : (TERSENDIRI) Mengapa aku mesti bertengkar dengan Arifin. Mengapa aku mesti naik darah (TUKANG BAKMI

MEMBAWA SEGELAS ARAK, SEDANG PEMILIK TOKO MEMBAWA SEBOTOL WISKI YANG BELUM DIBUKA) Aku terlalu gugup untuk mengunjungi pameran. Aku memupuk rahaniku lain kali saja. (DALAM SATU TEGUKAN DIMINUMNYA ARAK DAN DIGENGGAMNYA BOTOL WISKI) ------

54

BABAK II
ADEGAN 1 KANTOR SEBUAH PERCETAKAN SWASTA. DI TENGAH-TENGAH PENTAS BELAKANG PINTU BERGANDA, DAN AGAK TINGGI DENGAN PAPAN PLASTIK DAPAT KITA BACA DIREKTUR DI BAGIAN KIRI BELAKANG TAK JAUH DARI PINTU TADI SEBUAH MEJA KECIL DENGAN MESIN TIK TEMPAT DEWI BEKERJA. DI ATAS MEJA ITU TERDAPAT ABSENSI PEGAWAI. DI KIRI DEPAN ADA PINTU KELUAR MELAUI SEBUAH TANGGA YANG BAGIAN ATASNYA KALAU BISA MASIH TERLIHAT SEDIKIT. KANTOR INI TERLETAK DI TINGKAT ATAS. DI BAGIAN DEPAN SEBUAH MEJA DENGAN DUA KURSI TEMPAT SURAHMAN DAN SLAMET BEKERJA. SLAMET DI KIRI, KANAN SURAHMAN. DI SEBELAH KANAN ADA MEJA BIRO DENGAN KURSI

TEMPAT TIGOR. DI KANAN BELAKANG DEKAT JENDELA ADA BIRO YANG LEBIH BAGUS DENGAN KURSI LAPIS BANTAL TEMPAT DARMAWAN SH. PADA BAGIAN KIRI ADA PAPAN UNTUK BUKU BESAR DAN KECIL, BERDEBU. SEBAGIAN HASIL PERCETAKAN SENDIRI SEBAGIAN BUKU PERPUSTAKAAN, NAMANYA BUKU ITU DIBAGI DI MENURUT GOLONGAN, POLITIK, YANG DAN

TERTULIS

BAWAHNYA,

SILAT/KOMIK/KOBOI. DI ATAS PINTU DIREKTUR JAM MENUNJUKKAN JAM 9.30 PAGI. KETIKA LAYAR DIBUKA PARA PEMAIN DIAM MEMBEKU BEBERAPA SAAT SEBELUM KALIMAT PERTAMA DIUCAPKAN SEPERTI TABLO

55

USIA DIREKTUR ANTARA 40-50 TAHUN, PAKAIANNYA RAPIHM RESMI. TYPE VETERAN YANG BERUNTUNG NASIBNYA. NAMANYA MAS ENTUNG. DARMAWAN SH BARU SAJA MENCAPAI USIA 30 TAHUN. IAPUN

BERPAKAIAN RESMI, BERDASI, TYPE PEMUDA BERGELAR YANG TERJAMIN HARI DEPANNYA. SURAHMAN, SEORANG BEKAS AKTIVIS PARTAI POLITIK, USIANYA KIRAKIRA 40 TAHUN, SEPERTI KELAPARAN TAPI SEHAT, BERKACA MATA. DI TELINGANYA DISELIPKAN PENSIL. DEWI, SEORANG SEKRETARIS MUDA MUNCUL KEMUDIAN NY. TIGOR, 40 TAHUN LEBIH, SELALU TERENGAHENGAH DAN MERINTIH KETIKA LAYAR DIBUKA, PARA PEMAIN BERDIRI SEPERTI PATUNG SEKITAR MEJA TIGOR. DIREKTUR MENUNJUK DENGAN JARINYA PADA SEBUAH ARTIKEL DALAM SURAT KABAR. DARMAWAN MENGACUNGKAN TANGANNYA KE ARAH SURAHMAN SEOLAH MENGATAKAN: Sudah kukatakan!. SURAHMAN DNGAN TANGANNYA DALAM SAKU CELANA SENYUM MENYINDIR SEPERTI TIDAK PERCAYA, SEAKAN MENGATAKAN: Kau tidak bisa menipu aku! DEWI YANG MEMEGANG BEBERAPA LEMBAR KERTAS KETIKAN, DARI AIR MUKANNYA MENDUKUNG DARMAWAN. SETELAH BEBERAPA DETIK SERANGAN DIMULAI OLEH SURAHMAN. SURAHMAN DEWI : Semua agitasi belaka. : Tapi aku sendiri menyakikan badak itu!

56

DARMAWAN

: Terpapar di surat kabar, hitam atas putih, yang tak mungkin kau sangkal lagi!

SURAHMAN DARMAWAN SURAHMAN

: (NADA MENGEJEK) Huh! : Cukup jelas untuk dimengerti : Ini hasil tipuan wartawan-wartawan gadungan. Kami tidak membutuhkan mereka untuk menyuapi apa yang harus kami percaya. Yang dipercaya mesti dilihat dengan mata kepala sendiri. Aku sendiri cukup berpengalaman dalam bidang ini. Harus tahu metodiknya yang jitu dan ilmiah.

DARMAWAN DEWI SURAHMAN

: Berita ini tidak ada sangkut pautnya dengan metodik. : (KEPADA SURAHMAN) Berita itu cukup jelas, pak Surajman. : Kau anggap itu jelas? Sekarang aku Tanya kau, apakah yang dimaksud dengan Hewan jenis kulit tebal? Apakah

hubungannya antara berita kecelakaan lalu lintas dengan hewan jenis kulit tebal? Tidak ada penjelasan. Dan apakah yang dimaksud oleh sang wartawan dengan kucing? DARMAWAN SURAHMAN : Kalau kau tidak tahu kucing, kau memang bodoh. : Kucing jantan atau betina? Apa keturunannya? Dan apa warnanya? Aku sangat anti rasialisme. ENTUNG : Apa hubungannya dengan rasialisme, saudara Surahman? Kau menyimpang dari persoalan.

57

SURAHMAN

: Maafkan saya, pak Entung. Tuanpun tidak bisa mengabaikan masalah rasialisme yang merupakan salah satu rintangan terbesar di jaman modern ini.

DARMAWAN

: Kita tahu, kita semua mengerti. Tapi tidak ada hubungan apa-apa dengan

SURAHMAN

: saudara darmawan, saudara keliru kalau menganggapnya enteng. Jalan sejarah telah membuktikan bahwa rasialisme.

DARMAWAN SURAHMAN ENTUNG SURAHMAN DEWI

: Tak ada sangkut pautnya dengan berita ini. : Saudara mengelak terus. : Kita tidak sedang memperbincangkan diskriminasi rasial. : Setiap kesempatan untuk mengutuknya harus digunakan. : Tap kami sudah menyatakan bahwa tak seorangpun di sini membenarkan rasialisme. Bapak menyesatkan pokok

pembicaraan. Singkatnya, seekor kucing tergilas oleh hewan berkulit tebal, dalam hal ini badak. SURAHMAN ENTUNG : Siapa tahu Cuma seekor cecunguk tergilas mati oleh tikus. : (KEPADA DARMAWAN) Coba kita mulai dengan jelas dari permulaannya. Apa kau saksikan dengan mata kepala sendiri badak berjalan hilir mudik di jalan-jalan kota kita? DEWI DARMAWAN : Lari, buklan jalan biasa. : Tidak, aku tidak melihat sendiri. Tapi aku menerima laporan dari orang-orang yang dapat dipercaya.

58

SURAHMAN

: (MEMOTONG) Jelas mereka hanya mereka-rekanya. Kau mendukung wartawan-wartawan gadungan itu. Orang macam mereka tidak perduli isapan jempol bagaimana yang masuk Koran, asal memenuhi kehendak majikan mereka. Kau dengan SH mu jangan pikir bisa mengelabuhi aku. Seperti kau sendiri sudah kena bujuk. Maaf, aku ketawa ha ha .

DEWI SURAHMAN DEWI

: Tapi aku lihat sendiri badak itu, sumpah. : Jangan ikut-ikutan, aku anggap kau gadis yang waras.! : Pak Surahman, mataku bisa melihat tajam! Aku tidak menyaksikannya seorang diri. Banyak orang lain, bersama-sama!

SURAMAN

:Huh agaknya mereka menyaksikan entah apa. Luntang lantung tak tahu tujuan, penganggur-penganggur yang segan bekerja.

DARMAWAN SURAHMAN

: Terjadi kemarin, hari minggu bung. : Aku kerja terus pada hari Minggu. Aku tak punya waktu untuk khotbah-khotbah setiap jumat atau minggu yang hanya mengurangi daya kerjamu, dan mengecilkan piring nasi yang kita peroleh dengan keringat

ENTUNG SURAHMAN

: (TERSINGGUNG) Oh! : Maaf, bukan maksudku menghina bapak direktur kita. Meskipun aku tidak menyukai agama, kita bisa saling menghormati. (KEPADA DEWI) Kembali pada pembicaraan kita, dapatkah kau gambarkan seperti apa badak itu.?

DEWI

: Binatang itu ya, sangat besar dan jelek.

59

SURAHMAN

: Dan kau amat terpuji dengan ketelitianmu, nona manis. Seekor badak adalah

ENTUNG

: Tak usah berceramah tentang badak di kantor ini, kita bukan sekolah.

SURAHMAN

: Sayang sekali. (PADA UCAPAN YANG TEAKHIR, SLAMET SAMPAI DI MUKA PINTU. DI BAGIAN LUAR PINTU DAPAT KITA BACA PENCETAK DAN PENERBIT, P.T.BAMBU

ENTUNG

: Sudah jam sembilan lewat Dewi, tutuplah dulu absensi. Yang terlambat mesti mempertanggung jawabkan. (DEWI MENGAMBIL BUKU ABSENSI YANG TERBUKA DI ATAS MEJANYA, SAAT YANG SAMA SLAMET MUNCUL RUANGAN)

SLAMET

: (MASUK, SEMENTARA YANG LAIN TERUS BERDEBAT) Selamat pagi, Dewi, Terlambatkah aku.

SURAHMAN

: (KEPADA DARMAWAN DAN ENTUNG) Aku kecam setiap kelalaian yang kulihat.

DEWI SURAHMAN DEWI SLAMET DEWI

: Lekas, kalk Slamet. : Dikota maupun di desa.! : Buru-buru! Paraf dulu abensinya! : Terma kasih, bapak sudah datang? : Ssssttt ! Ya , itu dia.

60

SLAMET

: Sudah datang? (CEPAT MEMBUBUHKAN PARAF KE BUKU ABSENSI)

SURAHMAN

: Kalau perlu juga dalam perusahaan pencetak dan penerbit, aku tak segan-segan mengecam.

ENTUNG SLAMET ENTUNG DARMAWAN ENTUNG

: Pak Surahman, sekarang kau : Belum lewat sepuluh menit. : Sudah melewati batas-batasmu. : Setuju , pak direktur. : (KEPADA SURAHMAN) Apa kau menuduh mas Darmawan, rekanku dan juga rekanmu, lulusan fakultas hokum, yang tercatat sebagai pegawai golongan tertinggi, bahwa ia seorang yang lalai?

SURAHMAN

: Itu boleh diuji sendiri. Dan apendidikan yang diperoleh pada universitas belumtentu membuat seorang lebih ulung dari lulusan SMA.

ENTUNG DEWI SURAHMAN

: (KEPADA DEWI) Mana daftar absensi? : Ini pak (MENYERAHKAN) : (KEPADA DARMAWAN) Universitas hanya menumpuk kutukutu buku, tak ada usaha untuk mengamalkan ilmunya kepada rakyat kecil.

DARMAWAN SLAMET

: Kau mau tahu apa? : Selamat pagi, pak Entung (IAMENDEKATI MEJA TIGOR UNTUK MENGAMBIL PEKERJAAN YANG HARUS KETIGA

DISELESAIKAN

MELEWATI

PUNGGUNG

61

ORANG TADI YANG MASIH MENGELOMPOK, LALU KEMBALI KE TEMPAT KERJANYA SENDIRI. MEMBUKA LACI MENGAMBIL ALAT ALAT TULIS. IA

MENGGULUNG LENGAN BAJUNYASAMPAI KE SIKU) Selamat pagi, pak Entung, maafkan saya terlambat sedikit. Selamat pagu mas Darmawan, Pak Surahman! ENTUNG : Nah barangkali saja saudara Slamet melihat badak yang menghebohkan itu? SURAHMAN : Universitas hanya menghasilkan kaum intelek mandul yang tidak pernah menyelami kenyataan hidup. DARMAWAN SLAMET : Fitnak! : (MELANJUTKAN PEKERJAANNYA, DENGAN NADA

BIASA MENJAWAB) O ya, saya lihat. SURAHMAN DEWI SURAHMAN : (MENOLEH Huh! : Sudah kukatakan bahwa aku belum berotak miring. : (MENYINDIR) Ah Slamet berkata begitu hanya demi

kesopanan. Dalam hatinya ia orang sopan santun walaupun dari luar kelihatan tidak. DARMAWAN SURAHMAN : Mengapa seorang yang melihat badak mesti sopan? : Keuntungan besar Apalagi untuk mengangkat sebuah pernyataan yang dikarang oleh neng Dewi, terang! ENTUNG : Jangan memutar balikkan fakta, pak Surahman. Saudara Slamet tidak tahu apa-apa tentang percakapan kita. Ia baru saja datang.

62

SLAMET

: (KEPADA DEWI) Kau menyaksikan bukan? Kami berdua telah menyaksikannya.

SURAHMAN

: Huh! Mungkin saudara Slamaet hanya membayangkan dirinya melihat badak ( IA MEMBERI ISYARAT DI BALIK PUNGGUNG SLAMET UNTUK MENGINGATKAN BAHWA SLAMET SUKA MINUM) Daya kayalnya terkenal. Segala apapun bisa terjadi dalam kayalnya.

SLAMET

: Aku tidak seorang diri ketika menyaksikan badak itu! Beum lagi dapat dipastikan kemungkinan bahwa ada dua ekor badak.

SURAHMAN SLAMET

: Ia sampai tidak tahu berapa jumlahnya! : Aku bersama temanku Arifin. Dan banyak lagi yang hadir pada waktu itu.

SURAHMAN

: Aku yakin sekali bahwa kau tidak tahu apa yang sedang dipersoalkan.

DEWI SURAHMAN DARMAWAN

: Badak eka cula! : Huh, Mereka berdua satu komplotan untuk mempermainkan kita. : (KEPADA DEWI) Aku mendengar kabar bahwa culanya bahkan dua!

SURAHMAN

: Bagus!

Cepat-cepatlah

sesuaikan

antara

kalian

sebelum

kecuranganmu digulung. ENTUNG SURAHMAN SLAMET : Cukup sampai disini, tuan-tuan Pekerjaan menunggu. : Saudara Slamet melihat satu ekor badak atau dua ekor badak? : Itu tidak bisa langsung kujawab!

63

SURAHMAN

: Tak tahu? Neng Dewi telah menyaksikan seekor badak eka cula. Badakmu bagaimana, saudara Slamet? Kalau memang ada, culanya satu atau dua?

SLAMET SURAHMAN DEWI SURAHMAN

: Justru itulah masalah yang sedang kita hadapi. : Dan yang amat mencurigakan. : Ya, Tuhan. : Barangkali terlalu kasar? Pokoknya aku tidak percaya sepatah katapun tentang itu. Agar kalian tahu bahwa badak hanya ada di Ujung Kulon.

DEWI

: Mungkin jumlah mereka telah berkembang biak secara berlipatlipat.

SURAHMAN

: Mustahil! Periksa baik-baik buku ilmu hewanmu. Sukur kalau ada gambarnya pula. Badak-badak berbunga dari kabar bohong!

SLAMET DARMAWAN SURAHMAN DEWI ENTUNG

: Menggunakan istilah berbunga untuk badak, terlalu dicari-cari! : Memang dicari-cari. : Badakmu suatu dongeng. : Dongeng? : Tuan-tuan, aku rasa waktunya udah lebih dari tepat untuk mulai bekerja.

SURAHMAN DARMAWAN

: (KEPADA DEWI) Dongeng seperti piring terbang. : Meskipun begitu, seekor kucing tergilas mati. Itu tak bisa kau sangkal.

SLAMET

: Aku saksinya.

64

DARMAWAN SURAHMAN ENTUNG SURAHMAN

: (KEPADA SURAHMAN) Di hadapan saksi-saksi. : Saksi macam apa? : Tuan-tuan : (KEPADA DARMAWAN) Contoh yang nyata bahwa

masyarakat sedang dinina bobokkan oleh golongan tertentu untuk menutup kepincangan. Sama dengan agama candu masyarakat! DEWI SURAHMAN ENTUNG : Aku percaya bahwa piring terbang betul-betul ada. : Huh! : (TEGAS) Cukup! Sudah telalu banyak kabar angin! Badak atau bukan, piring terbang atau bukan, pekerjaan jalan terus! Kalian dibayar bukan untuk membuang waktu membicarakan binatangbinatang, kayal atau betulan! SURAHMAN DARMAWAN DEWI ENTUNG : Kayal ! : Betulan ! : Bisa disentuh dengan tangan! : Untuk terakhir kali aku peringatkan, kita sedang dalam kerja. Dengan resmi aku hentikan perbantahan percuma ini. SURAHMAN : Baiklah, pak Entung. Tuanlah kepala di sini. Kehendak tuan menjadi kewajiban kami. ENTUNG : Dipersilahkan kerja, tuan-tuan. Aku tidak senang kalau gaji kalian harus dipotong. Slamet dan surahman, sudah diperiksa

65

cetakan percobaan dari risalah Undang-Undang Pelarangan Import minuman keras itu? SLAMET ENTUNG : Belum selesai, pak. Kami sedang mengerjakannya. : Segera selesaikan, bagian percetakan sudah menunggu. Dan Dewi, bawalah urat-surat yang harus ditanda tangani itu ke kamarku. Cepat ditik dan selesaikan. DEWI : Baik , pak. (DEWI DUDUK DI MEJANYA DAN MULAI MENGETIK. SLAMET DAN SURAHMAN DUDUK DI TEMPAT

MASING-MASING. SURAHMAN AGAKNYA SANGAT MENDONGKOL. SLAMET TAK ACUH DAN LESU.

DIBEBERKANNYA CETAKAN PERCOBAAN DI MEJA LALU NASKAH ALINYA DISERAHKAN DUDUK KEPADA

SURAHMAN.

SURAHMAN

MENGGERUTU

SETELAH ENTUNG MASUK KAMARNYA, MEMBANTING PINTU KERAS-KERAS) ENTUNG SLAMET : Aku akan panggil kalian sebentar lagi (PERGI) : (MEMBACA MENGIKUTI DAN DALAM MEMPERBAIKI, NASKAH SURAHMAN DENGAN

ASLINYA

PENSIL) Peraturan-peraturan yang berlaku untuk pelarangan import minuman keras(MENGOREKSI) Pelarangan , satu g minuman keras tanpa huruf besar penggolongan yang terkena adalah sebagai berikut

66

SURAHMAN SLAMET

: Nanti dulu! Kau terlewat satu pasal. : Kuulangi dari permulaan. Undang-undang Pelarangan Import Minuman keras.

DARMAWAN

: Jangan terlalu kera! Aku tidak bisa konsentrasi kalau kalian berlomba pekik.

SURAHMAN

: (MENYAMBUNG PERBANTAHAN TADI, SEMENTARA SLAMET TERUS BEKERJA MENGEJA TANPA

BERSUARA) Aku tahu ini penjegalan. DARMAWAN SURAHMAN : Apa penjegalan? : Urusan budakmu itu tentu, kau telah melancarkan propagandamu untuk mengacaukan suaana. DARMAWAN DEWI : Apa propaganda? : (BERHENTI MENGETIK) APA HARUS KUULANGI LAGI BAHWA AKU SENDIRI TELAH MENYAKSIKAN? Aku lihat dengan mata kepala sendiri, dan banyak orang lain

jugamelihatnya. DARMAWAN SURAHMAN DARMAWAN : Menggelikan ! Propaganda! Propaganda untuk apa? : Bukankah kau lebih tahu tentang itu? Kau jangan pura-pura alin! : (MULAI MARAH) Pokoknya, saudara Surahman, aku tidak di tunggangi oleh golongan apapun! SURAHMAN SLAMET DEWI : Penghinaan, aku tidak terima (BERDIRI) : (MEMOHON) Sudahlah pak Surahman : Sudahlah kak Darmawan

67

SURAHMAN

: Tapi ia menghina aku (TIBA-TIBA PINTU ENTUNG TERBUKA, SURAHMAN DAN DARMAWAN CEPATCEPAT DUDUK KEMBALI. SANG DIREKTUR

MEMEGANG DAFTAR ABSENSI DI TANGANNYA. SUNYI SENYAP SETELAH IA MUNCUL) ENTUNG SLAMET ENTUNG : Apa saudara Tigor tidak masuk? : (MELIHAT SEKITAR) Tidak kelihatan, pak. Agaknya ia absent. : Aku perlu dia saat ini (KEPADA DEWI) Apa ia mengabarkan bahwa ia sakit atau berhalangan? DEWI ENTUNG : Ia tidak memesan apa-apa kepada saya. : (MEMBUKA PINTUNYA LEBAR-LEBAR, MASUK KE DALAM RUANGAN) Kalau terlalu sering begini, terpaksa dia kupecat. Bukan pertama kali ia mencari alasan, dan sampai sekarang aku diamkan saja. Tapi tidak bisa terus. Siapa yang tahu di mana ia menyimpan kunci lacinya? (PADA SAAT ITU MUNCUL NYONYA TIGOR.

SEBELUMNYA IA SUDAH KELIHATAN DI TANGGA. IA MASUK TERGESA-GESA, TEGANG DAN TERENGAHENGAH) SLAMET DEWI NY. TIGOR : Ooooo ini Ny. Tigor : Selamat pagi. : Selamat pagi, tuan Entung. Selamat pagi semua.

68

ENTUNG

: Ha, mana suami nyonya? Ada apa dengan dia? Sulitkah baginya untuk datang seperti biasa?

NY. TIGOR

: (TERENGAH-ENGAH) Maafkan dia, suamiku, maksud saya Ia pergi mengunjungi keluarganya di luar kota sejak sabtu siang. Lalu ia kena influenza.

ENTUNG NY. TIGOR

: Jadi ia kena influenza? : (MENYERAHKAN SECARIK KERTAS KEPADA ENTUNG) Begitu menurut telegram yang dikirimnya. Ia berharap akan bisa kembali hari rabo nanti (HAMPIR TERKULAI) Bolehkah saya minta egelas air mau duduk sebentar (SLAMET MENYORONGKAN KURSI KE TENGAH DAN NY. TIGOR MENJATUHKAN DIRI DI ATASNYA)

ENTUNG DEWI

: (KEPADA DEWI) Tolong ambilkan air the segelas. : Segera. (IA PERGI MENGAMBIL SEMENTARA AIR DAN

MENYERAHKANNYA TERUS BERLANGSUNG) DARMAWAN ENTUNG

PERCAKAPAN

: (KEPADA ENTUNG) Mungkin ia berpenyakit jantung. : Bahwa Tigor tidak datang memang menyulitkan kami, namun nyonya sendiri tak perlu gelisah.

NY. TIGOR

: (BERBICARA DENGAN AGAK SULIT) Bukan karena karena saya dikejar sepanjangjalan darirumah sampai ke sini oleh seekor badak.

SLAMET

: Berapa culanya?

69

SURAHMAN DARMAWAN NY. TIGOR

: (TERTAWA DISENGAJA) Jangan bikin aku tertawa. : (MARAH) Biarkan dulu dia bicara! : (BERUSAHA BERCERITA DENGAN SEBAIK-BAIKNYA, MENUNJUK TANGGA DI LUAR) Binatang itu masih ada di bawah, dekat pintu masuk. Seperti ingin ikut naik tangga. (SAAT ITU TERDENGAR GEMURUH. BAGIAN ATAS TANGGA NAMPAK RUNTUH SEPERTI DITIMPA BENDA BERAT. DARI BAAH TERDENGAR TEROMPET BADAK SEPERTI PENASARAN, SETELAH DEBU AGAK MEREDA KARENA TANGGA YANG HANCUR, YANG TERLIHAT HANYA SEPOTONG KAYU PEGANGAN, TANGGA TERKATUNG DI UDARA)

DEWI NY. TIGOR

: Masya Allah : (DUDK, MEMEGANG DADANYA) ooo, aaa (SLAMET DISAMPING NY. TIGOR MENEPUK-NEPUK PIPINYA DAN MEMBERINYAMINUM)

SLAMET

: Tenang saja! (SEMENTARA ITU ENTUNG, DARMAWAN DAN SURAHMAN LARI KE KIRI, SALINGDORONG UNTUK MEMBUKA PINTU. MEREKA DI DEPAN TANGGA YANG HILANG TERTUTUP DEBU DARI KEPALA SAMPAI KAKI. BUNYI TEROMPET TERDENGAR TERUS)

DEWI

: (KEPADA NY. TIGOR) Merasa lebih baik, nyonya?

70

ENTUNG

: (DI DEPAN PINTU YANG TERBUKA) Itu! Di bawah ! da seekor!

SURAHMAN DARMAWAN ENTUNG SURAHMAN DARMAWAN

: Aku tidak bisa melihat apa-apa. Suatu kiasan belaka. : Kenyataan, di bawah sana. Seekor, sedang berputar-putar! : Ia tidak bisa naik ke atas. Tangga sudah tak ada lagi! : aneh Apa ada makud tertentu? : (MENOLEH PADA SLAMET) Mari lihat sini. Lihatlah dulu badakmu.

SLAMET

: Sebentar (SLAMET LARI KE DEPAN PINTU DISUSUL OLEH DEWI. NY. TIGOR DITINGGAL SENDIRI)

ENTUNG SLAMET DEWI

: (KEPADA SLAMET) Kau ahli badak. Perhatikan baik-baik. : Aku bukan ahli badak. : Lihat, ia berputar-putar terus. Nampaknya seprti yang kesakitan. Apa maunya?

DARMAWAN

: Seperti mencari seseorang (KEPADA SURAHMAN) Kau bisa lihat sekarang?

SURAHMAN DEWI

: (TERPUKAU) Ya, ya, aku lihat. : (KEPADA ENTUNG) Tahu-tahu mata kita menipu kita. Bapakpun Cuma berkhayal

SURAHMAN

: Mata tak pernah menipu. Dapat di pastikan bahwa memang ada sesuatu di bawah sana.

DARMAWAN

: Masa sesuatu.

71

SURAHMAN

: (KEPADA LAMET) Jelas itu seekor badak. Itu yang telah lebih dahulu kau saksikan, bukan? (KEPADA DEWI) Dan kau juga?

DEWI SLAMET

: Pasti. : Yang ini bercula dua, jenis Afrika atau Asia agaknya. Ah, aku sungguh kurang tahu apakah badak Afrika bercula satu atau dua.

ENTUNG

: Ia telah meruntuhkan tangga, Syukurlah Pikir saja, sudah berkali-kali aku mengusulkan kepada Dewan Pengurus supaya tangga kayu yang terlalu tua itu diganti dengan yang baru dari semen.

DARMAWAN

: Laporannya malah baru satu minggu yang lalu saya kirimkan, pak Entung.

ENTUNG

: Aku sudah duga akan terjadi sesuatu. Telah kuramalkan, dan akhirnya aku benar.

DEWI SLAMET

: (IRONIS) Seperti biasa. : (KEPADA DARMAWAN DAN ENTUNG) Saya ingin Tanya, apakah dua cula khas untu badak Asia atau Afrika? Dan satu cula khas Afrika atau Asia?

DEWI

: Kasihan ia terus berbunyi dan berputar-putar. Mau apa dia? Idih, ia melihat pada kita (KE BAWAH) Pusi, pusi, pusi.

DARMAWAN ENTUNG

: Sebaiknya jangan kau usap, sebab ia belum tentu jinak. : Ia terlalu jauh untuk dipegang. (TERDENGAR TEROMPET SERU)

DEWI

: Kasihan!

72

SLAMET

: (MENDESAK KEPADA SUHERMAN) Kau tahu banyak tentang keadaan, bukankah jenis yang bercula dua

ENTUNG

: Kau mengoceh tentang apa Slamet? Kau rupanya masih dipengaruhi minuman keras. Benar Surahman tadi.

SURAHMAN DEWI SUHERMAN

: Betapa mungkin dalam Negara yang beradab? : Bertele-tele! Pastikan saja, kenyataan atau khayal? : Itu permainan yang kotor! (DENGAN GAYA ALA POLITIKUS BERPIDATO MEMANDANG DENGAN SENGIT DAN MENUNJUK PADA DARMAWAN) Salahmu semua ini!

DARMAWAN SURAHMAN

: Mengapa salahku? Mengapa tidak salhmu? : (MARAH) Salahku? Selalu aku yang dipersalahkan, kalau saja aku diberi kesempatan

ENTUNG DEWI

: Kita terdampar tanpa tangga! : (KEPADA SURAHMAN DAN DARMAWAN) Jangan terburu nafsu, saat ini bukan waktu untuk bertengkar.

ENTUNG DEWI ENTUNG

: Semua salah Dewan Pengurus. : Salah tinggal salah. Bagaimana kita akan turun? : (GENIT) Aku dekap kau dalam pelukanku, lalu kita terjun melayang bersama-sama.

DEWI ENTUNG

: Lancang, tangan badak pegang pipi orang. Dasar tua-tua keladi! : Aku cuma bergurau! (SMENTARA ITU SUARA BADAK TERUS TERDENGAR. NY. TIGOR BANGUN DAN BERGABUNG DENGAN YANG

73

LAIN. BEBERAPA SAAT LAMANYA IA TERTEGUN MEMANDANGI BADAK YANG BERPUTAR-PUTAR DI BAWAH, LALU TIBA-TIBA BERTERIAK NGERI) NY. TIGOR SLAMET NY. TIGOR : Ya, Tuhan tak boleh jadi! : Ada apa? : Itu suami saya! Oooo Tigor. Tigorku sayang Apa yang terjadi pada dirimu? DEWI NY. TIGOR : Nyonya yakin betul? : Aku mengenalinya, aku mengenalinya! (BADAK MENJAWAB DENGAN TEROMPETNYA YANG DAHSYAT. TAPI PENUH KASIH SAYANG) ENTUNG : Astaga, ini melampaui batas. Aku pecat dia untuk selamalamanya! DARMAWAN SURAHMAN DEWI NY. TIGOR SLAMET DEWI : Apakah dia sudah di asuransikan? : (KESAMPING) Aku mengerti sekarang : Dalam kasus ini mana mungkin diperoleh uang asuransi jiwa! : Tuhan Oooo (PINGSAN DALAM PELUKAN SLAMET) : Waduh! : Bawa dia ke sini (SLAMET DI BANTU DARMAWAN DAN DEWI MENDUDUKKAN NY. TIGOR DI KURSI) DARMAWAN NY. TIGOR DEWI : Jangan panic Ny. Tigor : Aaaa oooo! : Mungkkin semua ini masih dapat dibereskan.

74

SURAHMAN

: Gila-gilaan!

(MEREKA

MENGERUMUNI

NY.

TIGOR,

MENEPUK-NEPUK PIPINYA. NY. TIGOR MEMBUKA MATA, MEMEKIK aaa! LALU PINGSAN LAGI,

SEMENTARA SURAHMAN TERUS MENGOCEH) Satu hal jangan kalian ragukan lagi, Aku akan melaporkan hal ini. Aku takkan membiarkan seorang kawan dalam kesusahan. Aku akan melaporkan untuk diketahui secara meluas. NY. TIGOR : (SIUMAN) Suamiku sayang Aku tak bisa meninggalkan dia begitu saja. Suamiku sayang (BUNYI TEROMPET) Ia memanggil aku (PENUH KASIH SAYANG) Ia memanggil aku DEWI DARMAWAN SURAHMAN ENTUNG : Sudah lebih baik rasanya, Ny. Tigor? : Sedikit demi sedikit! : Jangan kuatir, rasa setia kawan teguh berdiri di belakang ibu. : Pekerjaan akan mengalami hambatan lagi. Siapa yng kira-kira bisa menggantikan dia, Dewi? DEWI ENTUNG : Saya ingin tahu dulu bagaimana kita dapat keluar dari sini. : Juga persoalan. Melalui jendela! (MEREKA SEMUA

MENDEKATI JENELA KECUALI NYONYA TIGOR YANG DUDUK LOYO DI ATAS KURSINYA, DAN SURAHMAN YANG TINGGAL DI TENGAH PANGGUNG) DEWI : Terlalu tinggi!

75

SLAMET

: Bagaimana kalau memanggil regu pemadam kebakaran agar mereka membawa tanggganya yang panjang?

ENTUNG

: Dewi, segera kau tilpun regu pemadam kebakaran! (DEWI MASUK KAMAR ENTUNG DAN TERDENGAR SUARA MENILPUN: Hallo, hallo, Pemadam Kebakaran di situ? LALU PERCAKAPAN TILPUN YANG KURANG JELAS)

NY. TIGOR

: (TIBA-TIBA BERDIRI) Aku ak boleh meninggalkannya, tak boleh meninggalkannya sekarang!

ENTUNG

: Sekiranya

nyonya

ingin

bercerai,

setiap

orang

akan

membenarkan nyonya. DARMAWAN NY. TIGOR : Karena nyonyalah pihak yang dirugkan : Tidak, bukan saat untuk berbuat demikian. Aku tidk akan meninggalkan suamiku dalam keadaan seperti sekarang. SURAHMAN DARMAWAN : Nyonya wanita yang perkasa. : Lalu apa rencana nyonya? (NY. TIGOR KELUAR PINTU YANG TAK BERTANGA LAGI) SLAMET NY. TIGOR DARMAWAN NY. TIGOR SLAMET SURAHMAN : Awas! : Aku tidak tega, aku tak sampai hati meninggalkan dia sekarang! : Tahan dia! : (BERSIAP MELONCAT) Aku datang sayang. Aku datang! : Ia mau meloncat! : Ia memenuhi kewajibannya.

76

DARMAWAN

: Jangan biarkan dia berbuat begitu (SEMUA KECUALI DEWI YANG MASIH MENELPON, MENDEKATI NY. TIGOR. DIA MELONCAT DAN SLAMET YANG MENCOBA

MENAHANNYAHANYA SEMPAT MEMEGANG ROKNYA YANG TERTINGGAL DI TANGAN SLAMET) SLAMET : Aku tidak berhasil menhannya (TERDENGAR TEROMPET BADAK DENGAN PENUH KASIH SAYANG) NY.TIGOR DARMAWAN SURAHMAN NY. TIGOR DARMAWAN : (DI BAWAH) Inilah aku Tigor, aku sudah di sini : Ia mendarat di punggung suaminya seperti menunggangi pelana. : Ia pandai mengendarai : Mari kita pulang, sayang, mari pulang. : Mereka pergi berderap. (MEREKA SEMUA MELINTASI PANGGUNG KE DEPAN JENDELA UNTUK MELIHAT) SLAMET DARMAWAN ENTUNG : Mereka pergi cepat. : (KEPADA ENTUNG) Bapak pandai naik kuda? : Pernah dulu, sudah lama sekali, di perkebunan (MENOLEH KE PINTU TENGAH, KEPADA DARMAWAN) Ia belum selesai menilpun? SLAMET DEWI : Mereka sudah sangat jauh. Sudah tidak kelihatan. : (MUNCUL KEMBALI) Agak susah mendapatkan pemadam kebakaran. ENTUNG : Apa ada parade kebakaran di kota ini?

77

SLAMET

: Aku sependapat dengan pak Surahman tentang sikap nyonya Tigor yang sangat mengharukan. Seorang wanita yang simpatik.

ENTUNG SLAMET

: Kita kekurangan satu tenaga. Mesti ada gantinya. : Apa menurut bapak ia sama sekali tidak bisa kita manfaatkan lagi?

DEWI

: Tidak, bukan karena kebakaran. Regu Pemadam Kebakaran telah menerima panggilan karena badak-badak lain.

SLAMET DEWI

: Badak-badak lain. : Ya, badak-badak lain. Rupanya mereka bermunculan di seluruh kota. Pagi ini katanya sudah ada tujuh, meningkat sampai tujuh belas.

SURAHMAN DEWI

: Sudah aku duga. : Malah laporan yang masuk sudah berjumlah 32. itu belum resmi, tapi mereka menunggu pengumuman resmi.

SURAHMAN ENTUNG SLAMET DEWI ENTUNG DARMAWAN ENTUNG DARMAWAN

: Orang selalu melebih-lebihkan. : Apakah mereka akan menolong kita keluar dari ini? : Aku lapar! : Ya, mereka akan datang. Sedang di jalan. : Bagaimana tentang pekerjaan kita? : Agaknya di luar kesalahan kita. : Waktu yang terbuang harus dikejar. : Nah, saudara Surahman masih menyangkal bukti-bukti tentang perbadakan?

78

SURAHMAN

: Organisasi akan menentang pemecatan sdr. Tigor yang tanpa alasan.

ENTUNG

: Keputusan tidak dari aku. Tunggu saja hasil pemeriksaan Dewan Pengurus.

SURAHMAN

: Tidak, sdr. Darmawan, aku tidak menyangkal bukti-bukti perbadakan. Tak pernah aku sangkal.

DARMAWAN DEWI SURAHMAN

: Kau berdusta. : Terang-terangan berdusta. : Aku ulangi bahwa aku tak pernah menyangkalnya. Aku mesti mengetahui dulu diarahkan kemana semua ini sebenarnya. Aku tahu betul militansi jiwaku. Aku tidak mudah puas menerima begitu saja bahwa suatu gejala itu ada. Aku selalu menuntut dari diriku syarat bahwa aku mengerti dan harus mengerti dan harus menjelaskan. Kina aku sungguh sudah bisa menjelaskan, sekiranya.

DARMAWAN DEWI ENTUNG SURAHMAN DARMAWAN DEWI SURAHMAN DARMAWAN

: Jelaskan kepada kami. : Ya jelaskan , pak Surahman. : Jelaskan kalau rekan-rekanmu memintanya. : Akan kujelaskan. : Ayo, kita menunggu. : Aku sudah tak sabar. : Akan kujelaskan pada waktunya yang tepat. : Mengapa tidak sekarang?

79

SURAHMAN

: (SEPERTI MENGANCAM, KEPADA ENTUNG) Penjelasan akan kuberikan nanti, di bawah empat mata. (KEPADA SEMUA) Aku tahu sebab musababnya, segala seluk beluknya, mengenai peristiwa ini.

DEWI SLAMET DARMAWAN

: Sebab musabab apa? : Seluk beluk mana? : Kau boleh minta apa saja, jika bisa menjelaskan sebab musabab dan seluk beluk itu.

SURAHMAN

: (MELANJUTKAN,

SEOLAH-OLAH

MENGUTUK

MEREKA0 Dan akupun tahu nama-nama mereka yang bertanggung jawab atas ini. Jangan kira kau bisa menipu aku. Akan kutelanjangi tujuan dan maksud semua ini. SLAMET DARMAWAN ENTUNG SURAHMAN DEWI SURAHMAN DARMAWAN SURAHMAN : Mungkinkah ada : Kau mengelakkan pertanyaan kami, sdr. Surahman. : Jangan berputar-putar! : Mengelak? Siapa, aku? : Tadi kau menuduh kami mengigau. : Tadi, ya. Tapi igauan tadi ekarang sudah jadi provokasi. : Apa yang merubahnya? : Itu sudah rahasia umum, tuan-tuan, orang tahu! Hanya kau yang munafik dan pura-pura tak tahu! (BUNYI SIRINE PEMADAM KEBAKARAN MENDEKAT, TERDENGAR DIREM TIBA-TIBA DI BAWAH JENDELA)

80

DEWI

: Regu Pemadam Kebakaran! (TERDENGAR RIBUT, KESIBUKAN, ALAT-ALAT DI PERSIAPKAN)

PEM. KEBAK SURAHMAN

: Pasang tangganya! : Kunci semua kejadian ini di tanganku. Aku tak pernah gagal menafsirkan.

ENTUNG

: Aku minta kalian semua kembali ke sini setelah jam 2 siang (TANGGA TERPASANG DI BAGIAN LUAR JENDELA)

SURAHMAN ENTUNG DARMAWAN SURAHMAN

: Kantor terpaksa libur, pak entung. : Entah apa kata Dewan Pengurus nanti. : Situasinya sangat luar biasa. : Kita tidak bisa dipaksa pergi bekerja melalui jendela. Kita akan tunggu sampai tangga selesai dibangun kembali.

DARMAWAN

: Apabila salah seorang dari kita patah kakinya, itu menjadi tanggung jawab Dewan Pengurus.

ENTUNG

: Benar. (NAMPAK TOPI PEMADAM KEBAKARAN MENEMBUL, DISUSUL PEMAKAINYA)

SLAMET

: (KEPADA

DEWI,

MENUNJUK

KE

JENDELA)

Kami

belakangan setelah dewi. PEM. KEBAK : Ayo

81

(PEMADAM KEBAKARAN MEMEGANG TANGAN DEWI, DEWI MELANGKAH KE JENDELA, MEREKA

MENGHILANG BERSAMA-SAMA) DARMAWAN ENTUNG : Salam Dewi, sampai nanti salam..! : (DI JENDELA) Tipon aku besok pagi, Dewi. Mungkin kau harus mengetik surat-surat di rumahku. (KEPADA SLAMET) Slamet, aku tekankan supaya kau perhatikan betul bahwa kita bukan sedang berlibur, dan pekerjaan kita mulai lagi dalam waktu sesingkat-singkatnya. (KEPADA YANG LAIN) Saudara-saudara dengar apa yang ku katakana? DARMAWAN SURAHMAN PEM. KEBAK ENTUNG DARMAWAN SLAMET SURAHMAN ENTUNG : Saya mengerti pak Entung : Kita bisa dieksploatir sampai tinggal tulang. : (MUNCUL DI JENDELA) Siapa menyusul? : (KEPADA YANG BERTIGA) Ayolah : Pak entung dulu : Bapak dulu. : Tentu, direktur dulu. : (KEPADA SLAMET) Tolong ambilkan dulu surat-surat Dewi, di meja sana. (SLAMET MENGAMBIL DAN

MENYERAHKANNYA KEPADA ENTUNG) PEM. KEBAK : Ayo cepat, waktu kami terbatas. Masih banyak panggilan yang mesti dipenuhi.

82

SURAHMAN

: Benar tidak kataku? (ENTUNG MELANGKAH SAMBIL MENGEPIT SURAT SURAT)

JENDELA

ENTUNG

: (KEPADA PEMADAM KEBAKARAN) Hati-hati dokumen ini (KEPADA YANG LAIN) Selamat siang saudara-saudara.

DARMAWAN SLAMET ENTUNG

: Selamat siang pak, Entung. : Selamat siang pak, Entung. : (SUARA DARI BAWAH) Hati-hati dengan kertasku.

Darmawan, kunci semua lemari an pintu! DARMAWAN : (BERSERU) Jangan kuatir, pak Entung! (KEPADA

SURAHMAN) Silahkan duluan, sdr. Surahman. SURAHMAN : Aku sekarang turun ke bawah. Dan aku akan segera mengajukan persoalan ini kepada instansi yang berwajib. Akan kubongkar sampai keakarnya tentang keanehan yang tidak aneh ini (IA KE JENDELA) DARMAWAN SURAHMAN : Aku kira kau sudah tahu semua penjelaannya. : (MELANGKAH JENDELA) Sindiranmu tidak mempan! Akan kuperoleh bukti-bukti beserta dokumen-dokumennya. DARMAWAN SURAHMAN : Gertak sambal! Kau yang menghina aku! : (SAMBIL MENGHILANG) Aku bukan menghina. Aku Cuma membuktikan. SUARA PEM. KEBAK : Cepat, yang di atas itu! DARMAWAN : Ada rencana apa? Bagaimana kalau ita bikin acara bersama?

83

SLAMET

: Maaf aku tak bisa. Sore ini kebetulan bebas. Akan kugunakan untuk temanku Arifin. Aku sungguh mau berdamai lagi dengan dia. Amarah membuat kami lupa diri. Sebertulnya akulah yang bersalah. (KEPALA PEMADAM KEBAKARAN MUNCUL LAGI KEMBALI DI JENDELA)

PEM. KEBAK SLAMET DARMAWAN SLAMET DARMAWAN PEM.KEBAK DARMAWAN SLAMET

: Mau ikut atau tidak? : (MENUNJUK KE JENDELA) Kau dulu. : Kau sajalah. : Aku minta kau dulu. : Tidak, aku mohon kau dulu. : Cepat! : Ayolah, kau dulu! : Jangan, kau saja dulu. (MEREKA KELUAR BERSAMA SAMA DARI JENDELA. PEMADAM KEBAKARAN MEMBANTU MEREKA TURUN, SEMENTARA LAYAR TURUN)

-----

ADEGAN2 KAMAR ARIFIN, PENTAS TERBAGI DUA, BAGIAN KANAN TIGA PEREMPAT ATAU EMPAT PERLIMA BAGIAN MERUPAKAN KAMAR ARIFIN. DI LATAR

84

BELAKANG TAMPAK TEMPAT TIDUR ARIFIN, DI MANA TAMPAK IA SEDANG TIDUR, TERDAPAT SEBUAH KURSI TEMPAT NANTI SLAMET DUDUK. DI SEBELAH KANAN TERDAPAT PINTU YANG TERBUKA MENUJU KAMAR MANDI. KALAU ARIFIN SEDANG DI KAMAR MANDI PENONTON DAPAT MENDENGAR BUNYI AIR. DI SEBELAH KIRI TERDAPAT PINTU YANG TERBUKA KE TANGGA YANG TERLIHAT UJUNGNYA YAITU PEGANGAN TANGGA DAN ANJUNGAN AKHIR. DI LATAR BELAKANG SAMA TINGGI DENGAN ANJUNGAN ITU TAMPAK APARTEMEN SEORANG TETANGGA DAN LEBIH RENDAH DARI ITU TAMPAK SEBUAH PINTU YANG BERTIRAI DENGAN TULISAN DI ATANYA KEAMANAN. KETIKA LAYAR DI BUKA, ARIFIN BERSADA DI TEMPAT TIDURNYA DI BAWAH SELIMUT DENGAN PUNGGUNG MEMBELAKANGI PENONTON. TERDENGAR DENGKURAN. TAK LAMA KEMUDIAN TAMPAK SLAMET MELANGKAH DI IUJUNG TANGGA. IA MENGETUK PINTU. ARIFIN TAK MENJAWAB, IA MENGETUK LAGI. SLAMET : Fin, Arifin! (MENGETUK. PINTU DI SEBELAH BELAKANG TERBUKA, MUNCUL SEORANG KAKEK) KAKEK SLAMET KAKEK NENEK KAKEK SLAMET KAKEK : Siapa itu? : Saya ingin bertemu Arifin. : Oh, kukira kau mencari aku. Namaku juga Arifin. : Tamu untuk kita? : Bukan, untuk tetangga sebelah. : (MENGETUK) Arifin! : Aku tak melihat dia keluar. Kemarin memang kulihat dia.

85

SLAMET KAKEK SLAMET KAKEK

: Saya tahu sebabnya. Memang salah saya. : Mungkin ia tak mau membuka pintu. Cobalah ketuk lagi. : (MENGETUK) Arifin! : Sebentar ah. Aduh-aduh (MENUTUP PINTU DAN

MENGHILANG) ARIFIN : (MASIH TERUS TIDUR, DNGAN PARAU MENJAWAB) Siapa? SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN : Aku datang untuk menjengukmu, Fin. : Siapa? : Aku, Slamet. Apa aku mengganggumu? : Ah, kau rupanya, masuk. : (BERUSAHA MEMBUKA PINTU) Dikunci! : Sebentar.(ARIFIN KESAL.IA BANGKIT DAN DUDUK DENGAN

MENGENAKAN

PIYAMA.

RAMBUTNYA

KUSUT) Sebentar (IA MEMUTAR KUNCI) Sebentar (IA BERJALAN KEMBALI KE TEMPAT TIDURNYA DAN BERSELIMUT LAGI SEPERTI SEBELUMNYA) Masuk. SLAMET ARIFIN : (MASUK) Selamat pagi, Arifin! : (DI TEMPAT TIDURNYA) Jam berapa ini? Kau tidak pergi kerja? SLAMET : Kau sendiri masih tidur, kau tidak pergi kerja? Maaf, barangkali aku mengganggumu. ARIFIN : (TETAP MEMBELAKANGI) Duduklah.

86

SLAMET

: Kau sakit? (ARIFIN MENJAWAB DENGN GERUTUAN) Arifin, aku sungguh bodoh bertengkar dengan kau tentang ceritera itu.

ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET

: Ceritera apa? : Kemarin. : Kemarin apa, kemarin mana? : Kau sudah lupa? Tentang badak-badak itu. Tentang badak yang malang itu.

ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Badak mana? : Badak- badak itu. Dua ekor yang pernah kita lihat itu. : Oh, ya, aku ingat. Bagaimana kau bisa beranggapan bahwa badak-badak itu malang?

SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET

: Kukira begitu. : Baiknya kita hentikan saja pembicaraan tentang badak itu. : Kau memang sangat baik. : Lalu? : Aku ingin mengatakan padamu bahwa aku menyesal telah berbantahan, aku memang keras kepala, marah pendeknya aku bodoh ketika itu.

ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Itu tak mengherankan aku. : Maafkan saya. : Aku tak enak badan (BATUK)

87

SLAMET

: Mungkin itu sebabnya kau masih di tempat tidur. (MENGUBAH NADA BICARA) Arifin, kita memang punya alasan masingmasing. Sekarang telah terbukti. Di kota telah muncul badakbadak, baik yang bercula satu maupun yang bercula dua.

ARIFIN SLAMET

: Jadi itu yang mau kau katakana. Itulah sialnya. : Ya, itulah sialnya. Barangkali kau masuk angin. Apa kau merasa demam?

ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Aku tak tahu. Memang sedikit demam. Aku merasa sakit kepala. : Kalau begitu sebaiknya aku pergi saja. : Tinggallah. Kau tidak mengganggu aku. : Kau juga serak. : Serak? : Sedikit serak. Itu sebabnya aku tadi tak mengenali suaramu. : MEngapa aku harus serak? Suaraku tak berubah, justru suaramu yang berubah.

SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Suaraku? : Mengapa tidak? : Mungkin saja. Aku tak menyadarinya. : Tentang apa kau bisa sadar? (IA MELETAKKAN TANGAN DI PELIPISNYA) Pelipisku sakit, pasti terbentur sesuatu.

SLAMET

: Kalau

terbentur

sesuatu

pasti

ada

benjolannya

(MEMPERHATIKAN ARIFIN) Hai, ada benjolan. Nyata ada satu benjolan!

88

ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Benjolan? : Sangat kecil. : Dimana? : (MENUNJUK) Tepat di atas hidungmu. : Tentu tidak. Dalam keluargaku, tak pernah ada yang mendapat benjolan.

SLAMET ARIFIN

: Apa kau punya cermin? : Ah, ya (MERABA PELIPISNYA) Aku akan melihatnya di kamar mandi. (IA BERJALAN CEPAT KE KAMAR MANDI LALU BERSERU DARI DALAM) Memang betul ada benjolan (IA MUNGKIN KEMBALI, BENJOLANNYA TAMPAK LEBIH HIJAU DI ATAS PELIPIS) Mungkin betul aku terbentur.

SLAMET ARIFIN SLAMET

: Benjolan itu berwarna hijau. : Kau selalu menyebutkan hal-hal yang tak menyenagkan. : Maaf. Aku tak bermaksud menyakitimu. Apa kau sudah ke dokter?

ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Aku tak memerlukan dokter. : Kita harus memanggil dokter. : Jangan! Aku tak akan memanggilnay. Aku akan merawat diriku sendiri.

SLAMET ARIFIN

: Siapa tahu penyakit itu berbahaya. : Para dokter selalu mengatakan penyakit yang sebenarnya tak ada.

89

SLAMET

: Mungkin benar begitu, tetapi mereka menemukan juga obetnya bukan?

ARIFIN SLAMET

: Aku hanya percaya pada dokter hewan. : (MEMPERHATIKAN KEMBALI ARIFIN) Urat-uratmu tampak membengkak, semua menonjol.

ARIFIN SLAMET

: Itu tandanya aku kuat. : Meski begitu(IA MEMPERHATIKAN ARIFIN LALU

TANPA TANPA SADAR MENJAUHI DENGAN CEPAT) ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET : Mengapa kau memandang aku seakan-akan aku binatang aneh? : Kulitmu : Apa yang kau lakukan dengan kulitku? : Kulitmu kulitmu berubah warna. Jadi hijau (IA

MEMEGANG TANGAN ARIFIN) Juga mengeras. ARIFIN : (MENARIK TANGANNYA) Jangan menyentuh akuseperti itu. Kau membuatku kesal. SLAMET : Kita harus memanggil dokter.(IA BERGERAK KE ARAH TILPON) ARIFIN : Jangan ganggu benda itu. Kau suka ikut campur (BERGEGAS MENDEKATI SLAMET YANG HENDAK MENILPON) SLAMET ARIFIN : Tapi itu semua demi kebaikanmu. : (BERGERAK DAN MENGENDUS-ENDUS) Aku lebih tahu apa yang baik bagiku. SLAMET : Kau tampaknya sesak nafas!

90

ARIFIN

: Aku bernafas seperti biasa! Aku tak uka dengan caramu bernafas, terlalu lemah, seakan-akan sebentar lagi kau akan mampu!

SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Jangan marah Arifin, bagaimanapun aku sahabatmu bukan? : Persahabatan sudah tidak ada! : Kau merisaukan. : Kau tak perlu risau. : Kau tidak manusiawi belakngan ini. : Aku justru senang bahwa aku tak manusiawi. (SEMENTARA ITU ARIFIN MULAI BERLARI LARI DALAM RUANGAN SEPERTI BINATANG DALAM

KANDANG DARI DINDING SATU KE DINDING LAIN, SLAMET MELIHATNYA PINDAH TEMPAT DARI SAAT KE SAAT, DENGAN TANGKAS MENGHINDAR) SLAMET ARIFIN : Jangan gugup, jangan gugup. : Aku tak betah dalam pakaian ini. Piyama ini menyiksaku (IA MEMBUKA PIYAMA) SLAMET ARIFIN : Ah, apa yang terjadi dengan kulitmu? : Lagi-lagi kulitku he? Ini kulitku, aku tak dapat menukarnya dengan kulitmu, bukan? SLAMET ARIFIN : Seperti perisai. : Tentu, aku akan tahan dengan segala cuaca. DAN MENUTUP KEMBALI KANCING

91

SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET

: Makin lama kau makin hijau. : Aku tak peduli. Bbbrrr.! : Apa katamu? : Aku tak berkata apa-apa. Aku. Bbbrrr.. menyenangkan! : Tahukah kau apa yang terjadi dengan Tigor? Ia jadi seekor badak!

ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Apa yang terjadi dengan Tigor? : Ia jadi badak. : (MEMBUKA BAJUNYA) Bbbrrrrr : Jangan bercanda begitu. : Biarkan aku bernafas, aku punya hak untuk itu. Aku berada di rumahku.

SLAMET ARIFIN

: Aku tak menyangkal. : Memang kau tak usah menyangkal aku. Aku merasa panas, gerah.... bbbrrr. Sebentar aku akan menyegarkan diri.

SLAMET

: (SEMENTARA ARIFIN SIBUK DI KAMAR MANDI) Ini akibat demam (TERDENGAR NAFAS MENDENGUS, JUGA GELEGAK AIR)

ARIFIN SLAMET

: (DARI DALAM) bbbrrrr.. : Ia menggigil. Aku akan menelepon ke dokter. (IA BERGERAK KE ARAH TILPON LALU TIBA-TIBA BERHENTI

MENDENGARKAN SUARA ARIFIN)

92

ARIFIN

: Jadi Tigor telah jadi badak. Ah, ia menyamar (IA MENJENGUKKAN MANDI. TAMPAK KEPALANYA IA SANGAT DI PINTU KAMAR

HIJAU,

CULANYA

MEMBESAR) SLAMET : (BERJALAN TANPA MEMPERHATIKAN ARIFIN) Aku berkata sungguh-sungguh. (KELUAR MASUK RUANGAN, KE KAMAR MANDI, KE LUAR LAGI) Seharusnya aku tak mengajakmu bebicara. Makin menambah parah sakitmu saja. ARIFIN SLAMET ARIFIN : Tidak, percakapan membuatku santai. : Boleh kupanggil dokter? : Aku larang dengan tegas. (SEMENTARA ARIFIN SEMAKIN HIJAU) Kau jangan melihat sesuatu dari segi buruknya saja. Barangkali ia memang senang menjadi badak.apa kau kira bentuk kita ini lebih disukai? SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN : Bagaimanapun juga kita punya moral, tidak seperti binatang. : Moral, moral! Aku sudah kenyang dengan moral! : Kalau bukan moral, apa yang akan menggantikannya? : Alam! : Apa kau mau mengganti hukum moral dengan hukum rimba? : Di sana aku akan hidup, di sana aku akan hidup! Kita harus kembali kepada keutuhan purba! SLAMET ARIFIN : Aku tak sependapat. : (MENDENGUS-DENGUS) Aku ingin bernafas!

93

SLAMET

: Pikirkan baik-baik. Kita memiliki nilai-nilai yang tak ada pada binatang. Paradaban yang berabad-abad telah kita bangun

ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET

: Bongkar semua itu. Kita akan membangun peradaban baru. : Ku bercanda kau sedang bersajak. : bbbbrrr.. : Aku tidak tahu bahwa kau penyair. Arifin, kau tahu bahwa manusia.

ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Manusia. jangan ucapkan lagi kata itu! : Aku ingin mengatakan tentang kemanusiaan. : Ketinggalan jaman. Kau berpikiran lapuk dan menggelikan! (MASUK KAMAR MANDI DAN BERKATA DARI DALAM) Kuno! Kau bicara tenatang hal yang tak ada artinya!

SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN SLAMET ARIFIN

: Tak ada artinya? : (DARI DALAM DENGAN SUARA SERAK) Jelas! : Kau linglung! Apakah kau menyukai badak? : Mengapa tidak? : Bicaramu tak jelas. : (DI KAMAR MANDI) Buka telingamu! : Bagaimana? : Buka telingamu, kubilang! Kenapa kau tidak jadi badak saja? Aku menyukai perubahan itu.

SLAMET

: Hal seperti itu (SLAMET BERHENTI BICARA KARENA ARIFIN MUNCUL DENGAN RUPA YANG

94

MENGEJUTKAN.

BENJOLANNYA

SUDAH

LENGKAP

JADI CULA) Rupanya kau sudah kehilangan pikiranmu (ARIFIN LARI KE TEMPAT TIDURNYA MELEMPARKAN SELIMUT KE LANTAI, BICARA YANG KACAU TAK BALAU, PERNAH

MENGELUARKAN

SUARA

TERDENGAR SEBELUMNYA) Jangan amuk-amukan begitu, tenanglah ARIFIN : Panas, sangat pans. Hancurkan semua. Pakaian, hancurkan, hancurkan! (MENJATUHKAN CELANA PIYAMA) SLAMET : Apa yang kau lakukan. Aku tak mengenalmu lagi! Kau biasanya pemalu! ARIFIN SLAMET : Rawa-rawa! Rawa-rawa! : Lihatlah aku. Sepertinya kau tak mengenalku lagi! Kau tak mendengar kata-kataku lagi! ARIFIN : Aku mendengarmu dengan jelas. Aku melihatmu dengan terang (MENYERUDUK SLAMET YANG MENGHINDAR) SLAMET ARIFIN : Hati-hati! : (MENDENGUS-DENGUS) Maaf! (LALU DENGAN CEPAT KE KAMAR MANDI) SLAMET : (KE KIRI LALU MENGIKUTI ARIFIN KE KAMAR MANDI SAMBIL BERKATA) Betapapun aku tak dapat membiarkannya seperti itu. Dia kawanku (BERSERU KE KAMAR MANDI) Aku akan memanggil dokter. Ini mutlak perlu, percayalah!

95

ARIFIN SLAMET

: (DARI DALAM) Tidak! : (DARI DALAM KAMAR MANDI) Tenanglah Arifin, kau menggelikan! Oh, culamu. Kau jadi badak!

ARIFIN

: (MASIH DI DALAM) Aku akan menginjak-injakmu (TERJADI KEGADUHAN DI KAMAR MANDI, BUNYI BENDA JATUH, GELAS PECAH. SLAMET MUNCUL DENGAN PANIK, MENUTUP PINTU KAMAR MANDI DENGAN SUSAH PAYAH MELAWAN DORONGAN DARI DALAM)

SLAMET

: (MENDORONG PINTU) Badak-badak! (SLAMET BERHASIL MENUTUP PINTU. PADA SAAT PINTU DITEMBUS CULA DAN KERIBUTAN BERLANJUT DI KAMAR MANDI) Aku tak percaya lagi padanya (IA LARI KELUAR MENGETUK PINTU TETANGGA) Ada badak di dalam kamar!

KAKEK SLAMET NENEK KAKEK SLAMET KAKEK

: (MELONGOKKAN KEPALA) Ada apa? : Panggil keamanan! Ada badak dalam rumah! : Siapa itu Arifin? Kenapa ribut-ribut? : Aku tak tahu apa yang dikatakannya. Ia melihat seekor badak. : Ya, di dalam rumah. Panggil polisi! : Ah, kau jangan ganggu dia. Berlaku sopanlah (MENUTUP PINTU DI DEPAN SLAMET)

SLAMET

: (LARI KE TANGGA) Polisi, polisi! Ada badak dalam rumah! (SLAMET KEMBALI MASUK KAMAR ARIFIN,

SEMENTARA PINTU KAMAR MANDI TERUS DIHANTAM

96

DARI DALAM) Ya Tuhan (IA LARI KELUAR SAMBIL BERTERIAK) Badak, badak.!

BABAK III
PEMBAGIAN PANGGUNG HAMPIR SAMA DENGAN ADEGAN SEBELUMNYA. MENGGAMBARKAN KAMAR SLAMET YANG MENYERUPAI KAMAR ARIFIN. HANYA ADA PERUBAHAN KECIL DARI BEBERAPA ALAT RUMAH TANGGA YANG MENUNJUKKAN BAHWA INI KAMAR LAIN. DI BAGIAN BELAKANG NAMPAK SEBUAH DIPAN DAN JENDELA YANG TERBUKA. DI SEBELAH KIRI TERDAPAT UJUNG TANGGA DAN PINTU MASUK KE KAMAR SLAMET. SEBUAH KURSI DAN MEJA DENGAN RADIO KECIL DI ATASNYA. SEBUAH KAMAR DARI SEBUAH FLAT UNTUK PEGAWAI SEDERHANA. SLAMET TERBARING DI ATAS DIPAN, MEMBELAKANGI PENONTON. IA BERPAKAIAN LENGKAP, KEPALANYA DIBALUT PERBAN. AGAKNYA IA SEDANG BERMIMPI BURUK DAN MENGGELEPAR DALAM TIDURNYA. SLAMET : Jangan! (HENING) Hati-hati culanya! (HENING) (DERU SEJUMLAH BADAK TERDENGAR LEWAT DI BAWAH JENDELA) Jangan! (IA JATUH KE LANTAI MASIH BERGULAT DENGAN APA YANG DILIHAT DALAM IMPIAN BURUKNYA, LALU TERBANGUN. DENGAN HATI-HATI MELETAKKAN TANGAN DI ATAS DAHINYA. DIDEKATINYA CERMIN DI DINDING DAN

MENGANGKAT SEDIKIT PEMBALUTNYA. IA BERNAFAS

97

LEGA SETELAH DILIHATNYA BAHWA TAK ADA BENJOLAN. IA RAGU-RAGU MENUJU KE DIPAN,

BERBARING, TAPI SEGERA BANGUN KEMBALI DAN BERDIRI. IA MENDEKATI MEJA, DARI BAWAH

DIKELUARKANNYA SEBOTOL MINUMAN DAN SEBUAH GELAS. IA HENDAK MENUANGKAN MINUMAN, TETAPI SETELAH PERJUANGAN BATINYANG SINGKAT,

DIKEMBALIKANNYA BOTOL SERTA GELAS ITU) Ayo, ayo, mana daya tekadmu! (IA KEMBALI KE DIPAN, TAPI KINI TERDENGAR LAGI BADAK-BADAK DI BAWAH JENDELA. IA MENDEKATI MEJA, SESAAT RAGU-RAGU LALU DENGAN GERAK Peduli setan! DITUANGNYA MINUMAN DAN DITEGUKNYA SEKALIGUS.

DIKEMBALIKANNYA BOTOL, IA BATUK. BATUK ITU MEMBUATNYA CEMAS. IA BATUK LAGI DAN

MENDENGARKAN BUNYINYA MEMANDANG DIRINYA DI CERMIN, BATUK LAGI. DIBUKANYA JENDELA, BUNYI TERENGAH-ENGAH MENJADI LEBIH JELAS. IA BATUK LAGI) Tidak sama, tidak! (IA TENANG KEMBALI, DITUTUPNYA JENDELA, DIPEGANG-PEGANGNYA

BALUT KEPALA, KEMBALI KE DIPAN DAN MULAI TERTIDUR) DARMAWAN MUNCUL DI TANGGA,

98

DIDEKATINYA PINTU DAN IA MENGETUK. (SLAMET TERBANGUN) Mau apa? DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET DARMAWAN : Aku datang menengok kau, Slamet. : Siapa itu? : Aku. : Aku siapa? : Aku, Darmawan. : Ooo kau, masuklah. : Aku harap tidak mengganggu (MENCOBA MEMBUKA PINTU) Pintunya terkunci. SLAMET : Sebentar. Aduh, aduh! (MEMBUKA PINTU, MASUK

DARMAWAN) DARMAWAN SLAMET DARMAWAN : Apa kabar, Slamet. : Apa kabar, Darmawan. Jam berapa? : Jadi kau tetap berkurung di kandangmu? Merasa lebih baik, kawan? SLAMET : Maafkan suaramu tidak kukenali (MEMBUKA JENDELA LEBAR-LEBAR) Ya, ya rasanya sedikit lebih baik. DARMAWAN SLAMET : Tak ada perubahan pada suaraku. : Maafkan saja, aku tadinya mengira. Kau benar, suaramu masih seperti biasa. Suaraku tidak berubah, kan? DARMAWAN SLAMET : Mengapa harus berubah? : Tidakkah sedikit, sedikit parau?

99

DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET

: Setahuku tidak. : Terima kasih, aku lega. : Mengapa, ada apa dengan kau? : Kurang tahusiapa tahu? Suara bisa tiba-tiba berubahdan celakanya memang berubah!

DARMAWAN SLAMET

: Apakah kau diserang selesma? : Mudah-mudahan tidakkuharap tidak. Duduklah Darmawan, ini kursi.

DARMAWAN

: (DUDUK) Kau masih saja merasa kurang sehat? Kepala terusterusan sakit? (MENUNJUK PADA BALUT SLAMET)

SLAMET

: Ya, sakit kepala terus. Tapi tak ada benjol, aku tidak terbentur betulkah? (DIANGKATNYA BALUT SEDIKIT,

DIPERLIHATKANNYA PADA DARMAWAN) DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET : Menurut penglihatanku tidak ada. : Aku harap tidak pernah ada. Jangan ada. : Kalau kepalamu tidak terbentur sesuatu, mengapa harus benjol? : Kalau betul-betul terhindar dari benturan, dengan sendirinya tidak. DARMAWAN : Jelas, asal saja kita berhati-hati. Tetapi mengapa kau sebenarnya? Begitu gugup dan gelisah. Agaknya karena sakit kepalamu itu. Jangan banyak bergerak, tentu kau akan segera sembuh. SLAMET : Sakit kepala sudah, jangan sebut-sebut sakit kepala! Aku tak mau mendengarnya!

100

DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET

: Mengapa kau sakit kepala setelah peristiwa yang kau alami itu? : Aku belum mengatasinya! : Tidak heran kau sakit kepala. : (CEPAT KE CERMIN, MENGANGKAT BALUTNYA) Tidak ada kau tahu bahwa bisa terjadi sesuatu?

DARMAWAN SLAMET DARMAWAN

: Apa yang terjadi? : Aku takut jadi orang lain. : Tenangkan dirimu. Mari duduklah. Mondar-mandir ke sana kemari hanya membuat kau lebih gelisah.

SLAMET

: Kau benar. Aku perlu menenangkan diri (DUDUK) Aku tak dapat melupakannya.

DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET DARMAWAN

: Maksudmu tentang Arifin? Aku tahu : Ya, tentang Arifin tentunya, juga tentang yang lain-lain. : Aku mengerti betapa terkejutnya kau. : Dan itu tidak mengherankan. Kau akui itu. : Memang, tapi kau jangan memperbesar persoalan. Tidak ada alasan bagimu untuk

SLAMET

: Aku ingin tahu bagaimana seandainya kau adalah aku. Arifin temanku yang terdekat. Bayangkan dia kusaksikan berubah di depan mataku. Lagipula ia mengamuk!

DARMAWAN

: Aku turut merasakannya. Kau merasa ditinggalkan. Cobalah, jangan fikirkan dia lagi.

101

SLAMET

: Bagaimana tidak kufikirkan? Biasanya ia orang yang ramah, berperikemanusiaan. Siapa kira ia akan begitu? Kami berkenalan ketika kami masih bercelana monyet. Tak kusangka sedikitpun ia akan berubah sedemikian rupa. Aku lebih percaya kepadanya daripada kepada diriku sendiri, tetapi ia tega berbuat begitu kepadaku.

DARMAWAN SLAMET

: Aku yakin ia tak bermaksud mengecewakan kau. : Justru ia seperti sengaja. Andaikata kau melihat bagaimana dia saat itupancaran wajahnya.

DARMAWAN

: Kebetulan saja kau di sana waktu itu. Tetapi meski dengan siapapun, akan tetap saja terjadi begitu.

SLAMET

: Setelah bertahun-tahun bersama-sama, sekurang-kurangnya dia bisa mengendalikan diri di depanku.

DARMAWAN

: Kau pikir segala sesuatu yang terjadi hanya menyangkut pribadimu? Kau bukanlah orang yang paling penting, kau mesti ingat itu.

SLAMET

: Mungkin kau benar, aku harus belajar menyesuaikan diri. Tetapi kejadian itu amat menggemparkan. Terus terang aku sangat terpukul. Apa penjelasan dari semua ini, apa?

DARMAWAN

: Sementara ini aku belum dapat menemukan penjelasan yang memuaskan. Aku perhatikan fakta-faktanya. Kemelesetan alam barangkali, kenakalan yang ganjil, lelucon yang kelewatan, suatu permainansiapa yang tahu?

102

SLAMET

: Arifin memang suka membanggakan diri, tetapi aku tidak berambisi apa-apa. Aku puas dengan diriku sebagaimana adanya.

DARMAWAN

: Mungkin ia membutuhkan udara segar, alam terbuka, dataran luas mungkin ia mencari ketentraman

SLAMET

: Aku paham maksudmu. Meskipun begitu, jika orang menuduh aku sebagai penghalang, atau dianggap memisahkan diri dari masyarakat, aku ingin tetap tinggal sebagaimana aku sekarang.

DARMAWAN

: Kita tetap sebagaimana kita adanya, jangan kuatiruntuk apa kau terganggu oleh beberapa penderita penyakit badak? Mungkin itu hanya jenis penyakit baru!

SLAMET DARMAWAN

: Justru itu! Aku takut ketularan! : Sudah, jangan kau pikirkan. Kau menganggap masalah ini begitu penting. Apa yang terjadi pada Arifin tidak jelas gejalanya, persoalannya bukan persoalan umum. Temanmu itu memang terlalu cepat meluap, tabiatnya agak kasar. Kau tak perlu menilai berdasarkan kekecualian.

SLAMET

: Agaknya hari mulai cerah bagiku. Kau sebenarnya belum bisa menjelaskan padaku, tapi kau telah melengkapi aku dengan penjelasan yang waras. Ya, tentu saja, ia pasti telah menempuh keadaan yang gawat sehingga sampai terjerumus dalam taraf sekarang. Batinnya mengalami ketidakseimbangan. Lalu apa yang terjadi dengan Tigor, begitu juga yang lainnya?

103

DARMAWAN

: Aku masih percaya pada teori wabah, seperti influenza misalnya. Bukan pertama kalinya kita diserang wabah.

SLAMET

: Jenis serupa ini belum pernah tercatat. Apakah berasal dari negara maju atau negara berkembang?

DARMAWAN

: Bagaimanapun juga yakinlah dirimu bahwa Tigor ataupun yang lainnya melakukan itu bukan untuk merongrongmu. Masak mereka mempertaruhkan segalanya hanya untuk itu.

SLAMET

: Benar juga, masuk diakal, fikiran yang membantu atau dari segi lain justru menghancurkan segala harapan? (TERDENGAR BADAK-BADAK BERDERAP DI BAWAH JENDELA) Nah, kau dengar itu? (MELOMPAT KE JENDELA)

DARMAWAN

: Tak usah kau hiraukan mereka (SLAMET MENUTUP KEMBALI JENDELA) Mereka toh tidak menyusahkanmu. Sungguh pikiranmu dipenuhi hanya oleh mereka. Itu tak baik untukmu, kau hanya membuat dirimu lebih payah. Kau sudah mengalami kejutan besar, mengapa kau seperti mau minta tambah? Pusat pikiranmu pada hal-hal yang waras!

SLAMET DARMAWAN

: Aku ingin tahu apakah aku betul-betul tidak akan kejangkitan? : Pokoknya penyakit itu tidak membunuh. Ada penyakit tertentu yang justru menguji manusia, aku yakin jenis ini bisa disembuhkan asal kita mau merekapun kelak pasti sembuh, lihat saja.

104

SLAMET

: Tapi pasti ada kelanjutannya. Suatu perobakan jasmaniah seperti itu mau tidak mau mesti.

DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET

: Hanya sementara waktu saja, jangan kuatir. : Apa kau betul-betul yakin? : Aku pikir begitu ya, aku kira begitu. : Tapi kalau seseorang sungguh-sungguh tidak menghendakinya, betul-betul tak mau ketularanpastilah kita tidak ketularan, tak mungkin ketularan! Kau mau sedikit minum?

DARMAWAN

: Tidak, terima kasih, aku tidak pernah minum. Silahkan kau minum sendiri kalau kau ingin. Asal saja akit kepalamu tidak bertambah karenanya.

SLAMET

: Katanya alcohol baik untuk penahan wabah. Membuat seseorang lebih tahan terhadap penularan. Kuman influenza mudah terbasmi olehnya.

DARMAWAN

: Tapi belum tentu semua kuman bisa terbunuh olehnya. Terhadap penyakit badak ini misalnya, belum diketahui kekuatannya.

SLAMET

: Arifin tak suka minuman keras, tapi ia Cuma berpura-pura. Mungkin itulah sebabnya maka barangkali itu menjelaskan sikapnya ( DISODORKAN SEGELAS MINUMAN PADA DARMAWAN) Kau betul-betul tidak minum?

DARMAWAN

: Tidak, tidak, apa lagi dengan perut kosong, Terima kasih, (SLAMET MINUM SAMPAI HABIS, IA BATUK) Nah ternyata tidak kuat minum, sampai batuk-batuk.

105

SLAMET DARMAWAN SLAMET

: (CEMAS) Ya, membuat aku batuk. Seperti apa batukku itu? : Seperti setiap orang yang terlalu banyak minum. : Tak ada nada yang terdengar aneh bukan? Batuk seperti batuk manusia?

DARMAWAN

: MAksudmu bagaimana? Batukmu seperti biasa kalau orang batuk. Lantas batuk itu bis bagaimana lagi?

SLAMET

: Entahlah barangkali batuk binatang Papakah badak bisa batuk?

DARMAWAN

: Ah Slamet, kau mempermainkan dirimu. Kau menciptakan sendiri kesulitan-kesulitanmu, kau bertanya yang aneh-aneh. Aku masih ingat kau mengatakan bahwa perlindungan yang terbaik terhadap ini adalah daya tekad.

SLAMET DARMAWAN SLAMET DARMAWAN

: Memang. : Nah buktikanlah bahwa kau memiliki tekad itu. : Tekad itu ada, percayalah. : Buktikanlah pada dirimu misalnya, jangan minum lagi. Pasti kau akan merasa lebih yakin akan dirimu.

SLAMET

: Kau salah mengerti. Sudah kukatakan bahwa aku minum untuk menjauhkan kemungkinan terburuk. Aku minum dengan penuh kesadaran. Kalau wabah ini sudah berlalu, aku akan berhenti minum. Itu sudah menjadi keputusanku.

DARMAWAN

: Kau mencari-cari alasan!

106

SLAMET

: Kau kira begitu? Bagaimanapun juga atak ada sangkut pautnya dengan apa yang sedang terjadi sekarang di luar.

DARMAWAN SLAMET

: Darimana kita tahu? : (CEMAS) Maksudmu memang ada hubungannya? Begituka malapetaka itu terjadi menurut kau? Aku bukan pemabuk (IA MENDEKATI CERMIN UNTUK MEMERIKSA DIRI) Kau pikir, akan mungkinkah (IA MERABA RABA WAJAHNYA, MENEPUK NEPUK BALUT KEPALANYA) Tak ada

perubahan, tak ada kerusakan, jadi itu berarti baik, sekurangkurangnya tak ada pengaruh apa-apa. DARMAWAN : Aku hanya bergurau, aku Cuma main-main. Kau melihat segala sesuatu dari segi yang gelap hati-hatilah, jangan sampai kau kena penyakit syaraf. Kalau kau sudah mengatasi kejutanmu sepenuhnya dank au sudah merasa sanggup untuk keluar menghirup udara segar, kau akan merasa lebih baik. Coba saja! Semua pikiran buruk itu akan lenyap. SLAMET : Keluar? Suatu saat memang harus. Aku ngeri kalau saat itu tiba. Mau tak mau aku pasti berjumpa dengan beberapa dari mereka. DARMAWAN : Apa salahnya? Mudah saja kau menyingkir untuk

memperkenankan mereka lewat. Dan jumlah mereka tidak sebanyak yang kau bayangkan. SLAMET : Dimana-mana aku melihat mereka.

107

DARMAWAN

: Mereka tidak menyerang kau. Kalau kau tidak ganggu mereka, merekapun akan menghindari kau. Kau tak usah menganggap rendah mereka. Bahkan mereka memiliki kemurnian tertentu yang wajar, semacam keterusterangan. Aku berjalan kaki untuk mengunjungi kau. Aku sampai di sini dengan aman dan sehat walafiat bukan? Tanpa mengalami kesulitan apa-apa.

SLAMET

: Hanya melihat mereka saja aku sudah gugup. Katakanlah aku senewen. Aku bukan marah, tidak, tidak ada untungnya kalau aku marah, akibatnya tidak bisa dijamin, itu kujaga. Tapi aku terpengaruh di sini (MENUNJUK HATINYA) Perasaanku tercekam dari dalam.

DARMAWAN

: Reaksi sampai batas tertentu memang bisa dibenarkan. Tapi kau berlebihan. Tak ada bakat humor padamu, itulah yang menyulitkan, sedikitpun tak ada. Kau perlu belajar supaya lebih santai sedikit, dan melihat segala sesuatu dari segi lucunya.

SLAMET DARMAWAN

: Akumerasa terlibat, aku tak bisa bersikap tak peduli. : Jangan mengadili kalau kau tak ingin diadili. Kalau kau begitu cemas kau tak akan mampu meneruskan hidup.

SLAMET

: Kalau aja ini terjadi ditempat lain, di negara lain dan kita hanya membacanya di surat kabar, kita bisa memperbincangkannya dengan tenang dan mencapai kesimpulan yang obyektif. Kita bisa menyelenggarakan diskusi dengan para professor, penulis dan sarjana hokum, tokoh-tokoh seniman dan semua orang. Tapi

108

kalau kita sendiri terlibat, kalau tiba-tiba kau dihadapkan pada fakta yang kejam kejutan begitu dahsyat, kita tidak bisa tinggal diam. Terus terang aku tercengang, aku sangat, sangat tercengang. Aku tak bisa mengatasinya. DARMAWAN SLAMET DARMAWAN : Akupun tercengang mulanya, mulanya. Kini aku mulai biasa. : Jaringan syarafmu lebih kompak daripada aku. Kau beruntung. : Aku tidak mengatakan bahwa ini baik. Jangan kau kira aku memihak pada badak-badak (BUNTI SEKELOMPOK

BADAK LEWAT DI BAWAH JENDELA). SLAMET : Itumereka, lagi-lagi mereka! Aku tidak bisa membiasakan diri dengan mereka. Mereka terlalu menjajah pikiranku sampai aku tak bisa tidur. Mataku membeliak tak bisa pejam. Di siang hari aku ngantuk karena kelelahan yang sangat. DARMAWAN SLAMET : Minumlah obat tidur. : Bukan itu penyelesaiannya. Kalau aku tertidur lebih buruk lagi. Aku mimpi tentang mereka, mimpi buruk! DARMAWAN : Sudah kukatakan jangan melihat segala sesuatu terlalu serius. Rupanya kau senang memyiksa dirimu. Akuilah! SLAMET DARMAWAN : Aku bukan seorang Maschosis! : Jadi, hadapilah faktanya, dan atasilah. Memang sudah begini keadaannya. Kau tak bisa berbuat apa-apa untuk merubahnya. SLAMET : Itu fatalisme.

109

DARMAWAN

: Ah tidak, akal waras. Kalau ada kejadian seperti ini, yakinlah bahwa ada sebabnya. Itu yang harus kita selidiki.

SLAMET DARMAWAN SLAMET

: Aku tak mau menerima keadaan ini. : Apa yang bisa kau perbuat? Kau punya rencana? : Saat ini aku belum tahu. Aku harus memikirkan dulu masakmasak aku akan menulis surat ke Koran-koran, aku minta bertemu walikota atau wakilnya kalau pak walikota terlalu sibuk.

DARMAWAN

: Aku sangsi apakah secara moril kau berhak turut campur. Bagaimanapun juga kukira tidak perlu begitu gawat. Kuanggap bodoh kalau kau mesti merusuhkan diri untuk orang yang telah memutuskan diri untuk berganti kulit.

SLAMET DARMAWAN

: Iblis harus kita serang dari akar-akarnya! : Iblis! Itu Cuma perkataan! Siapa yang tahu apa kejahatan dan apa kebaikan? Kepastian tergantung pada penentuan pribadi. Kau bimbang tentang keselamatan kulitmu sendiri, itulah hakikatnya. Tapi kau tak akan menjadi badak, dijamin tidak kau tak punya potongan untuk menjadi badak.

SLAMET

: Jika saja setiap orang berpikir seperti kau Maafkan aku, aku terlalu tegang. Tapi aku akan memperbaiki diri. Mungkin kau punya pekerjaan

DARMAWAN SLAMET

: Jangan kuatir, beres. Pokoknya kantor belum bisa buka lagi. : Tangga itu belum diperbaiki? Sungguh lalai.

110

DARMAWAN

: Mereka sedang memperbaikinya. Tapi pekerjaan itu lamban. Sulit mencari tukang-tukangnya.

SLAMET

: Katanya banyak penganggur. Aku kira kita mendapat tangga semen.

DARMAWAN SLAMET

: Tidak, kayu lagi. : Terlalu. Tentu pak Entung akan kecewa. Apa katanya tentang ini?

DARMAWAN

: Kita tak punya direktur lagi. Pak Entung telah mengundurkan diri.

SLAMET DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET

: Betapa mungkin! : Sungguh mati. : Apakah karena persoalan tangga? : Rasanya tidak. : Lalu mengapa? Ada apa dengan dia? : Ia mau pulang ke kampungnya. : Pulang kampung? Ia masih kuat menjabat direktur sampai bertahun-tahun lagi.

DARMAWAN

: Ia tak bersedia lagi. Katanya ia perlu istirahat. Mungkin sebaiknya aku cerita padamu lucu juga sebetulnya jelasnya ia telah menjadi badak (BUNYI BADAK DI KEJAUHAN)

SLAMET

: Badak! Pak Entung badak? Aku tak percaya! Sama seklali tak lucu! Mengapa baru kau ceritakan sekarang?

DARMAWAN

: Aku tak mau menceritakan karena tahu kau akan terganggu.

111

SLAMET

: Celaka dua belas, Pak Entung. Padahal kedudukannya begitu baik. Mustahil ia berbuat dengan sengaja. Aku tak yakin bahwa ia melakukannya dengan suka rela.

DARMAWAN

: Siapa yang dapat mengatakan? Sukar untuk mengetahui alasan sebenarnya.

SLAMET

: Mungkin

ia

membuat

kekeliruan.

Seharusnya

ia

minta

pertolongan dokter jiwa. DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET : Itulah cara yang daipilihnya untuk mencapai sublimasi diri. : Pasti ada yang maembujuk dia. : Itu terjadi padasetiap orang. : Setiap orang? Ooo jangan! Tidak pada dirimu bukan? Pada diriku juga tidak. DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET : Kita harapkan saja tidak. : Kita tak ingin bukan? Jawablah! : Ya, ya, tentu! : (LEBIH TENANG) Aku mengira bahwa pak Entung memiliki kekuatan untuk menentangnya. Dalam pandanganku ia cukup berwatak. Terutama karena aku tidak tahu apakah yang memikatnya -- jaminan material atau moral manakah DARMAWAN : Lebih masuk akal kalau menganggapnya karena suatu sikap kekecewaan dalam dirinya. SLAMET : Boleh jadi. Memang sangat kabur, atau lebih memberatkan

112

Memberatkan

kukira,

sebab

kalau

betul-betul

atas

kehendaknya Aku rasa pak Surahman akan mengecam dia apa yang dikatakan tentang kelakuan Direktur kita? DARMAWAN : O Surahman lebih dari marah. Ia ngamuk tak terkendalikan. Aku jarang melihat orang begitu marah. SLAMET : Sebtulnya ia orang baik. Ia memiliki pendirian yang waras. Dan selama ini aku salahmngerti tentang sikapnya. DARMAWAN SLAMET : Ia juga tak mengerti tentang kau. : Terbukti bahwa saat ini aku cukup obyektif. Jangan lupa, kaupun menganggap rendah orang itu. DARMAWAN : Aku tidak merendahkan dia. Kuakui aku jarang sefaham dengan dia, aku tidak suka pada caranya mengecam sesuatu, sikapnya selalu curiga. Sampai sekarangpun aku tidak dapat menghargai dia sepenuhnya. SLAMET DARMAWAN : Sekarang untuk alasan yang sebaliknya. : Bukan, bukan itu. Caraku meninjau dan menarik kesimulan tidak semudah yang kau kira. Soalnya karena tidak ada hal-hal yang ilmiah atau obyektif tentang pernyataan yang dikemukakan oleh Surahman. Secara pribadi aku tidak membenarkan perbadakan ini, kaupun tahu sama sekali tidak membenarkan, jangan salah sangka! Tetapi sikap Surahman terlalu ekstrim, seperti biasa. Dan justru karena itu terlalu gampang. Pendiriannya melulu didiktekan oleh kebencian terhadap atasannya. Dari situlah

113

timbul rasa rendah dirinya dan ketidak puasannya. Lagipula semua omongannya berupa kutipan-kutipan indoktrinasi, dan perdebatan macam demikian tidak cocok buatku. SLAMET : Maafkan aku kalau sekali ini aku menyetujui Surahman sepenuhnya. Ia orang yang patut dihargai. DARMAWAN SLAMET : Aku tidak menyangkal tapi aku tidak membenarkan. : Ia orang yang wajib dihargai, karena orang seperti dia sudah menjadi jarang dewasa ini. Ia realistis, kakinya kukuh memijak bumi. Aku setuju sepenuhnya dengan dia, dan aku tak malu mengatakannya. Aku ingin memberi selamat kepadanya kalau berjumpa dengannya. Aku menyesali perbuatan pak Entung, justru seharusnya dialah yang pantang menyerah. DARMAWAN : Betapa tidak tolerannya kau! Barangkali pak Entung

membutuhkan ketentraman setelah bertahun-tahun kerja kantor. SLAMET DARMAWAN : (IRONIS) Dan kau terlalu toleran, terlalu liberal! : Slamet, kawan Seseorang harus berusaha untuk mengerti. Untuk dapat mengerti suatu kejadian serta akibat-akibatnya, kau harus meneliti kembali alasan-alasan yang menyebabkannya melalui proses intelek yang jujur. Kita mesti berbuat demikian karena lebih dari apapun kita mahluk yang mampu berfikir. Aku belumlah berhasil, seperti sudah kukatakan padamu. Dan aku tidak tahu apakah aku akan berhasil. Bagaimanapun juga, kita mesti memulai dengan kebulatan yang sebaik-baiknya atau

114

setidak-tidaknya dengan sikap tidak memihak, akal kita harus senantiasa terbuka, segala apapun bisa logis. Mengerti berarti membenarkan. SLAMET DARMAWAN : Aku ramalkan bahwa kau kelak memihak pada badak-badak. : Tidak, tidak, sama sekali tidak. Aku tak akan sejauh itu. Aku Cuma mencoba menghadapi faktanya langsung tanpa sentiment. Aku berusaha berskap realistis. Aku dapat menerima bahwa tidak ada kejahatan mutlak dalam sesuatu yang terjadi sewajarnya. Aku bukanlah orang yang memandang segala sesuatu sebagai sumber kejahatan. Serahkanlah penilaian pada yang berwenang. SLAMET DARMAWAN SLAMET : Kau menganggap kejadian ini wajar? : Adakah yang tidak wajar pada seekor badak? : Ya, tapi manusia yang berubah jadi badak tak dapat disangsikan lagi ketidak wajarannya. DARMAWAN SLAMET DARMAWAN : Itu soal pendirian saja. : Tak boleh jadi, mutlak tak boleh jadi. : Kau begitu yakin. Siapa yang dapat mengatakan sampai mana batas wajar dan tidak wajar? Bisakah kau menguraikannya. Belu ada yang menemukan jawaban masalah ini, tidak dri segi kedoteran, tidak dari falsafah. Kau seharusnya sadar. SLAMET : Boleh jadi masalah initak dapat diselesaikan secara falsafah tapi dalam praktejnya mudah saja. Orang bisa saja membuktikan bahwa apa yang disebut gerak itu tidak ada tapi kau mulai

115

berjalan (MUNDAR MANDIR) Dan terus berjalan, dank au katakana pada dirimu seperti kata Galileo Dan untuk dapat bergerak DARMAWAN : Kau mencampur adukkan yang satu dengan yang lainnya. Jangan memperumit persoalan. Dengan Gelileo justru sebaliknya; hasil pemikiran dan teori yang membuktikan keulungnnya di atas pendapat umum dan dogmatisme. SLAMET : (PUSING SENDIRI) Apakah arti semua ini? Pendapat umum, dogmatisme melulu kata-kata! Boleh jadi di dalam kepalaku sudah terputar balik semuanya. Tapi kau kehilangan otakmu. Kau sudah tak bisa membedakan lagi antara wajar dan tak wajar. Aku tak perduli dengan Galileo, persetan Galileo! DARMAWAN : Kau yang menyebut dan membawanya ke dalam persoalan. Kau yang mengemukakan bahwa prakteklah yang akhirnya

menentukan. Mungkin kau benar asal titik tolaknya dari teori. Seluruhsejarah pemikiran manusia dan ilmu pengetahuan membuktikannya. SLAMET : (MAKIN MARAH) Tak satupun dibuktikan dengan terliti, apa itu gila. DARMAWAN SLAMET : Sama saja. Kita harus menguraikan dengan teliti, apa itu gila. : Gila adalah gila, tanpa arti yang lebih dari itu. Setiap orang tahu apa arti gila. Lalu tentang badak-badak itu Praktek atau teori? DARMAWAN : Keduanya.

116

SLAMET DARMAWAN

: Keduanya bagaimana? : Yang satu maupun yang lain, atau yang satu atau yang lain. Bahan perdebatan!

SLAMET DARMAWAN

: Kalau begitu aku tak sudi memikirkannya.! : Kau sudah tak menguasai diri lagi. Pendiirian kita mungkin tak sepenuhnya sesuai, namun kita masih dapat

memperbincangkannya secara damai. Persoalan seperti ini sebaiknya dirundingkan. SLAMET : (BINGUNG) Kau kira aku tak menguasai diri lagi? Aku bisa menjadi seperti Arifin. Ooo jangan, jangan, aku tak mau seperti dia (IA MENENANGKAN DIRI) Aku tak begitu pandai dalam falsafah. Pendidikanku tidak tinggi, lain dengan kau yang punya gelar dan macam-macam diploma. Kau dengan mudah melancarkan dikusi aku orang kepalang (HURU HARA BADAK DI BAWAH JENDELA) Tapi perasaanku mengatakan bahwa kau salah kurasakan dengan naluriku kurasakan dengan firasatku. Ya itulah istilahnya, firasat. DARMAWAN SLAMET : Apakah yang kau artikan dengan firasat? : Firasat dalam arti ya, arti yang itu! Aku dapat merasakannya, dengan wajar. Aku pikir toleransimu yang keterlaluan itu, kesabaranmu yang murah hati itu percayalah, sesungguhnya Cuma merupakan kelemahan, kebutuhan jiwa DARMAWAN : Tuduhanmu timbul dari ketidak tahuan.

117

SLAMET

: Kau selalu mampu untuk berputar-putar mengelilingi aku. Tapi jangan kira, aku akan berusaha menemui Sarjana Muda itu

DARMAWAN SLAMET

: Sarjana Muda mana? : Sarjana Muda itu, ahli falsafah, ahli ilmu logika. Aku pernah bertemu dengan dia. Sarjana Muda itu yang akan bisa menjelaskan padaku.

DARMAWAN SLAMET

: Menjelaskan mngenai apa? : Ia menjelaskan bahwa badak-badak Asia itu jenis Afrika, dan yang Afrika jenis Asia.

DARMAWAN SLAMET

: Aku kurang mengerti. : Bukan, bukan ia membuktikan yang sebaliknya bahwa yang Afrika itu jenis Asia dan yang Asia .. aku tahu betul apa yang kumaksud. Bukan itu yang hendak kujelaskan. Tapi kau pasti akan sesuai bergaul dengannya. Ia setaraf dengan kau, orang yang baik hati, pemikir yang pandai, gemilang. (HURU HARA BADAK MEMUNCAK. PERCAKPAN TERBENAM OLEH SUARA BINATANG) Itu mereka lagi. Kapan mereka akan berhenti (IA LARI KE JENDELA) Hentikan, hentikan, setan ! (BADAK MENJAUH, SLAMET MENANTANG MEREKA DENGAN TINJUNYA)

DARMAWAN

: (DUDUK) Aku akan senang bertemu dengan sarjana logika yang kau maksudkan, kalau ia bisa membuat aku mengerti tentang

118

masalah yang gelap dan genting ini. Aku akan sangat berterima kasih. SLAMET : (MELOMPAT KE ARAH LAIN DI JENDELA) Ya, akan kuperkenalkan dia kepadamu, ia pasti bersedia berbicara denganmu. Orangnya berwibawa, lihatlah nanti (KEPADA BADAK DI BAWAH) Setan! (MENGACUNGKAN TINJU) DARMAWAN : Biarkan mereka, bersikaplah sopan. Tak pantas kau bicara demikian pada orang-orang SLAMET : (TETAP DI JENDELA) Itu mereka lewat lagi. Ada kacamata dengan pinggiran tebal tersangkut di cula badak. Astaga, itu kacamata Sarjana Muda. Punya sang Sarjana Muda! Ini melewati batas! Sarjana Muda itu telah menjadi Badak! Ya Tuhan kepada siapa lagi kita bisa minta nasihat. DARMAWAN SLAMET DARMAWAN : (KE JENDELA) Mana dia? : (MENUNJUK) Itu yang satu itu. Kau lihat? : Satu-atunya badak yang berkacamata. Kau pasti betul itu Sarjana Logikamu? SLAMET DARMAWAN : Sarjana Muda itu. badak! : Ia masih mempertahankan benda kenangan dari kediriannya dulu. SLAMET : (MENGAYUNKAN TINJUNYA KE ARAH BADAK) Aku tak akan bergabung dengan kau! Jangan harap!

119

DARMAWAN

: Kalau ia betul-betul pemikir seperti yang kau gambarkan, mustahil ia akan terseret. Ia pasti akan mempertimbangkan dulu untung ruginya.

SLAMET DARMAWAN

: (BERSERU) Jangan berharap aku bergabung dengan kalian! : (DUDUK KEMBALI) Ya, kita terpaksa memikirkannya (SLAMAET AKAN MENUTUP JENDELA, TETAPI DARI ARAH LAIN MUNCUL LAGI BADAK-BADAK

MENGELILINGI BANGUNAN ITU. DIBUKANYA LAGI JENDELA DAN BERSERU) SLAMET DARMAWAN : Tidak, aku tak akan bergabung dengan kalian! : (SENDIRI) Mereka berkeliling mengitari gedung ini. Mereka bermain-main! Seperti bayi-bayi raksaa! (NAMPAK DEWI MENGETUK PINTU SLAMET. IA MEMBAWA

KERANJANG) Ada orang di luar Slamet! SLAMET DARMAWAN SLAMET : (MEMAKI MAKI) Memalukan ! menyamar begitu, memalukan! : Ada yang mengetuk pintu, Slamet. Dengar tidak? : Kaulah! Bukakan saja. (IAMENGAWASI BADAK-BADAK YANG MENJAUH) (DARMAWAN MEMBUKA PINTU) DEWI DARMAWAN DEWI : Selamat pagi kak Darmawan. : Ooo kau, Dewi. : Kak Slamet ada? Sudah sembuhkah?

120

DARMAWAN

: Aku gembira bisa bertemu dengan kau. Sering mengunjungi Salmet?

DEWI DARMAWAN DEWI

: Mana dia? : Tuh. : Ia sendiri saja? Kasihan. Dan kesehatannya akhir-akhir ini kurang baik. Ia memerlukan bantuan seseorang.

DARMAWAN DEWI DARMAWAN DEWI SLAMET

: Kau benar-benar seorang sahabat, Dewi. : Aku tak lebih dari seorang sahabat yang ingin setia. : Hatimu pengasih. : Aku hanya sahabat yang setia saja. : (MEMBALIK) Ooo Dewi Kau terlalu baik datang ke sini, terlalu baik.

DARMAWAN SLAMET DEWI

: Lebih dari baik. : Kau sudah tahu, Dewi, Sarjana Muda itu kini seekor badak? : Sudah tahu. Aku melihat dia tadi di jalan ketika aku mau masuk. Ia bisa lari cepat sekali! Kau sudah agak sembuh kak Slamaet?

SLAMET

: Kepalaku masih sakit, berdenyut-denyut ! kadang-kadang aku takut Bagaimana menurut kau?

DEWI

: Aku anjurkan kau banyak berbaring. Istirahatlah dengan tenang untuk beberapa hari.

DARMAWAN SLAMET

: Kuharap aku tidak mengganggu kalian. : (KEPADA DEWI) Maksudku tentang Sarjana Muda itu

121

DEWI

: Menggangu apa? (KEPADA SLAMET) Ooo tentang sarjana muda itu? Aku tak punya komentar apa-apa.

DARMAWAN DEWI

: Mungkin aku menyusahkan. : (KEPADA SLAMET) Habis apa yang mesti kupikirkan? (KEPADA KEDUANYA) Aku punya kabar untuk kalian. Surahman sudah menjadi badak!

DARMAWAN SLAMET

: Begitukah? : Aku tak percaya. Ia tidak menyetujuinya. Kau pasti keliru. Ia jutru protes terhadap itu. Darmawan baru saja ceritera tentang dia. Begitu bukan Darmawan?

DARMAWAN DEWI

: Memang. : Aku tahu ia menentangnya. Meskipun begitu tak dapat dicegah ia merubah diri, 24 jam setelah pak Entung.

DARMAWAN SLAMET DARMAWAN

: Rupanya ia berubah pikiran. Setiap orang berhak atas itu. : Dengan begitu apapun bisa terjadi? : (KEPADA SLAMET) Baru saja kau berkata, ia seorang yang patut dihargai.

SLAMET

: (KEPADA

DEWI) Aku

tak

percaya. Mungkin

mereka

membohongi aku. DEWI SLAMET : Aku menyaksikan sendiri. : Kalau begitu ia mengelabuhi kau. Ia Cuma pura-pura di depanmu. DEWI : Agaknya ia berubah dengan rela.

122

SLAMET DEWI

: Apa ia mengemukakan alasan? : Ia mengatakan, kita harus memenuhi tuntutan jaman! Itulah katakatanya yang terakhir sebagai manusia.

DARMAWAN SLAMET DARMAWAN

: Aku sudah menduga akan menjumpai kau di sini, Dewi. : Memenuhi tuntutan jaman! Mental Bejat! : (KEPADA DEWI) Di mana lagi bisa kujumpai, sebab kantor sudah tutup.

SLAMET DEWI DARMAWAN SLAMET

: (KEPADA IRINYA SENDIRI) Seperti anak kecil! : Kalau kau ingin bertemu dengan aku, kau udah tahu alamatku. : Kau kan tahu Dewi, itu kurang pantas. : Tapi kalau kufikir kembali, perbuatan Surahman tidak

mengherankan. Tekadnya itu Cuma lagaknya di luar saja yang tidak menutup kemungkinan bahwa ia orang baik. Orang baikbaik jadi badak baik-baik. Sayang sekali DEWI SLAMET DARMAWAN : Bolehkah keranjang ini aku simpan di meja? : Tapi ia orang baik yang penuh kedengkian. : (MENUJU DEWI, MEMBANTU MENARUH KERANJANG DI MEJA) Maafkan aku, maafkan kami berdua. Seharusnya dari tadi kami membantu kau. SLAMET : Ia dikuasai oleh kebencian terhadap atasan-atasannya. Dan ia punya perasan rendah diri. DARMAWAN : (KEPADA SLAMET) Argumentasimu tidak berlaku, sebb kini iameniru majikannya. Ia justru alat dari orang-orang yang

123

menghisapnya. Agaknya persoalan dengan dia merupakan kemenangan jiwa gotong royong atas dorongan-dorongan anarki. SLAMET DARMAWAN DEWI : BAdaklah yang anarkis karena merekamerupakan minoritas. : Memang benar untuksementara ini. : Yang kau katakana minorotas itu cukup besar jumlahnya, dan terus bertambah besar. Keponakanku sudah jadi badak, juga isterinya. Belum lagi para pemimpin kita. SLAMET DEWI : Orang-orang yang kita percaya. : Dan banyak lagi yang lainnya. Banyak sekali. di kota ini sudah sepertiga penduduk SLAMET : Kita masih merupakan mayoritas. Kita harus menggunakan kesempatan sebelum kita terdesak. DARMAWAN DEWI SLAMET DARMAWAN SLAMET DEWI DARMAWAN DEWI : Mereka sangat berpengaruh. : Oh, mari kita makan dulu. Aku bawa makanan. : Kau terlalu baik dik Dewi. : (KESAMPING) Terlalu baik, memang. : Aku berhutang budi. : (KEPADA DARMAWAN) Kau makan bersama kami? : Aku tak mau menyusahkan kalian. : Apa maksudmu kak Darmawan? Kau tahu bahwa kami ingin kau tinggal di sini. DARMAWAN : Aku tak mau merusak suasana.

124

SLAMET

: Tentu kau akan tinggal di sini Darmawan. Kita bisa ngobrol terus.

DARMAWAN SLAMET DEWI

: Sebetulnya waktuku terbatas. Masih ada urusan lagi. : Tadi kau bilang, kau tak punya acara. : (MENGELUARKAN ISI KERANJANG) Saat ini susah sekali mendapatkan makanan. Toko-toko sebagian besar tutup, pasarpasar kosong. Di luar pintu mereka memasang tulisan Tutup, berhubung ganti rupa

SLAMET

: Mereka perlu digiring ke suatu padang yang trepagar, dan diawasi secara kusus.

DARMAWAN

: Bicara memang mudah. Kau akan diprotes oleh panitia pelindung hewan.

DEWI

: Dan jangan lupa bahwa setiap orang mempunyai keluarga dekat atau teman baik. Jadi akan lebih sukar lagi.

SLAMET DARMAWAN SLAMET

: Jadi semua orang tersangkut. : Semua senasib sepenanggungan! : Tapi betapa mungkin manusia itu badak? Ini diluar akal waras! (KEPADA DEWI) Kubantu kau membereskan meja.

DEWI

: Biarlah,

aku

sudah

tahu

dimana

tempat

piring-piring

(MENGELUARKAN ALAT MAKAN DARI LEMARI KECIL) DARMAWAN DEWI SLAMET : (KESAMPING) Ia sudah mengenal baik tempat ini. : Aku sediakan tiga piring kau tinggal dengan kami di sini? : Tentu saja.

125

DEWI

: (KEPADA SLAMET) Lambat laun kita akan binasa. Tak akan ada orang yang heran melihat sekelompok badak berkejaran di jalan. Orang akan menyingkir memberi tempat, lalu melanjutklan perjalanan seperti tak ada apa-apa.

DARMAWAN SLAMET DARMAWAN

: Cara menghadapi yang paling bijak. : Tapi aku tidak bisa membiasakan diri. : (MERENUNG) Apa salahnya kalau kita maemberi kesempatan sebagai percobaan?

DEWI SLAMET

: Sekarang, mari kita makan dulu. : Aku tak bisa mengerti mengapa seorang ahli hukum seperti kau bisa (HURU HARA BADAK YANG BERLARI CEPAT DI LUAR, TERDENGAR BUNYI TEROMPET DAN

GENDERANG) Ada apa? (MEREKA LARI KE JENDELA) Apa itu? (TERDENGAR DINDING AMBRUK DI LUAR, DEBU MEMENUHI JENDELA MENUTUPI KETIGA

ORANG TADI) Aku tak dapat melihat. Apa yang terjadi? DARMAWAN SLAMET DEWI SLAMET DEWI : Melihat memang tidak bisa, tapi mendengar bisa, kan? : Apa gunanya? : Piring dan makan tertutup debu. : Tidak sehat! : Kita segera makan saja dulu. Tak usah hiraukan mereka! (DEBU MULAI BERKURANG) SLAMET : Mereka mendobrak dinding Pemadam Kebakaran!

126

DARMAWAN DEWI SLAMET

: Betul juga, mereka telah mendobraknya. : Mereka keluar dari puing! : Regu Pemadam Kebakaran, sekompi badak-badak, dengan drumband di depan mereka!

DEWI SLAMET DEWI SLAMET DARMAWAN DEWI DARMAWAN SLAMET DARMAWAN SLAMET

: Mereka berpawai di jalanan! : Ini sudah keterlaluan, lebih dari keterlaluan! : Banyak lagi badak-badak keluar dari gedung-gedung! : Dari rumah-rumah..... : Bahkan dari jendela juga. : Mereka bergabung satu sama lain. : Dari jenis kita sudah sedikit sekali yang tersisa. : Berapa jumlah yang bercula satu dan berapa yang bercula dua? : Mungkin ahli statistic sedang menyusunnya saat ini. : Mereka hannya dapat memperkirakan jumlahnya. Begitu cepat perkembangannya, mereka akan kekurangan waktu untuk menghitung!

DEWI

: Ayo makan dulu. Demi ketenanganmu. Setelah perut terisi tenaga bertambah. (KEPADA DARMAWAN) Kau juga. (MEREKA MENJAUH DARI JENDELA, DEWI MEMEGANG LENGAN SLAMET. TIBA-TIBA DARMAWAN TERHENTI)

DARMAWAN

: Aku tidak lapar atau terus terang, aku tidak suka makanan yang di masak. Aku ingin makan di luar, di atas rumput.

SLAMET

: Jangan, terlalu sembrono.

127

DARMAWAN SLAMET DARMAWAN DEWI DARMAWAN SLAMET DEWI

: Tapi sungguh aku ingin makan di luar. : Sudah kukatakan bahwa : (MEMOTONG) Percayalah. : Kalau kau sungguh-sungguh, kami tak bisa menahan kau di sini. : Aku tak bermaksud menyinggung perasaanmu. : Jangan ijinkan dia pergi. : Aku ingin dia tinggal di sini, tapi dia bebas berbuat sesuka hatinya.

SLAMET DARMAWAN

: Manusia lebih luhur dari pada badak.! : Aku tak pernah menyangkal, tapi bukan berarti aku setuju dengan kau.

SLAMET

: Kau mulai goyah Darmawan. Ini hanya sementara, jangan sampai kau menyesal nanti.

DEWI DARMAWAN

: Kalau ini hanya sementara, maka bahayanya tidak besar. : Aku punya prinsip. Adalah tugasku untuk setia pada majikan dan teman-temanku, dalam suka maupun duka. Selamat tinggal perkawinan. Aku memenuhi tugas.

SLAMET

: Tidak, kau keliru. Kau tak insaf di mana tugasmu sebenarnya. Tugas mu ialah menentang mereka dengan tegas dan waras.

DARMAWAN

: Akalku akn kupertahankan warasnya (IA MULAI BERPUTAR PUTAR MENGELILINGI PANGGUNG) Waras seperti

sediakala. Tapi aku takkan meninggalkan mereka. DEWI : Ia sangat berbudi.

128

SLAMET

: Terlalu berbudi (MELOMPAT KE ARAH PINTU, BERKATA PADA DARMAWAN) Kau keliru (PADA DEWI) Jangan bolehkan dia pergi. Ia akan membuiat kesalahan.

DEWI

: Dapatkah aku menahannya? (DARMAWAN LARI KE PINTU DAN KELUAR DENGAN CEPAT, DISUSUL OLEH SLAMET SAMPAI PINTU)

SLAMET

: Kembali , Darmawan, jangan pergi! Terlambat (MASUK KEMBALI) Terlambat .

DEWI

: Ini di luar kemampuan kita (MENUTUP PINTU, SLAMAET TELAH LARI KE JENDELA)

SLAMET DEWI SLAMET DEWI SLAMET

: Ia telah bergabung dengan mereka, mana dia? : (MENDEKATI JENDELA) Bersama mereka. : Yang mana dia? : Tak dapat di kenal, tak dapat di bedakan dari yang lain. : Mereka mirip satu sama lain, mirip semua. Kau seharusnya menahan dia, sekalipun dengan kekerasan.

DEWI SLAMET

: Aku tak berani. : Kau mestinya lebih tega kepadanya. Ia menaruh hati padamu bukan?

DEWI SLAMET

: Ia tak pernah mengatakan terus terang. : Setiap orang tahu. Kini ia berbuat nekad karena cintanya ditolak. Ia ingin berbuat sesuatu agar dikagumi olehmu. Apa kau tak berhasrat untuk mengejarnya?

129

DEWI SLAMET

: Sama sekali tidak. : (MELIHAT KELUAR JENDELA) Mereka melulu yang kelihatan di jalanan, dari ujung ke ujung. Sejauh mataku dapat melihat tak satupun manusia yang tampak. Mereka memenuhi jalan-jalan, sebagian bercula satu sebagian lagi bercula dua. Hanya itu perbedaan yang ada. (HURU HARA MAHA DAHSYAT DARI BADAK YANG BERGERAK

TERDENGAR, NAMUN TERASA SEPERTI MUSIK. PADA DINDING BELAKANG MUNCUL KEPALA-KEPALA

BADAK LALU MENGHILANG KEMBALI. KEPALA INI BERTAMBAH BANYAK AMPAI BAGIAN BELAKANG PANGGUNG PENUH) Kau kan tidak merasa ditinggalkan Dewi, aku kira kau tak akan pernah lagi bisa jatuh cinta. (IA MEMBELAI TANGAN DEWI DAN MEMEGANGNYA) DEWI SLAMET : Tak ada yang mustahil bukan? : Aku inginmembuat kau bahagia. Apakah kau bahagia

bersamaku? DEWI : Mengapa tidak? Kalau kau bahagia, akupun bahagia. Katamu kau tak takut apa-apa, tapi apakah yang akan terjadi pada kita? SLAMET : (GUGUP) Cintaku bolehkah kau kucium? Tak pernah kuimpikan perasaan semegah ini. DEWI SLAMET : Kau harus lebih tenang, lebih yakin akan dirimu di saat ini. : Aku tenang dan yakin, bolehkah kau kucium?

130

DEWI

: Aku lelah sekali. tenang dan istirahatlah. Duduk di kursi. (SLAMET DIBIMBING DEWI, DUDUK DI KURSI)

SLAMET

: Dengan penyelesaian terakhir apakah faedahnya Darmawan bertengkar dengan Surahman.

DEWI

: Tak usah memikirkan lagi Darmawan. Aku di sini bersamamu. Kita tak berhak mencampuri kehidupan orang lain.

SLAMET

: Tapi kau turut campur dalam hidupku. Kau bisa tegas terhadapku.

DEWI SLAMET

: Tentu saja berbeda, aku tak pernah mencintai Darmawan. : Ya, aku mengerti. Sekiranya ia tinggal bersama kita, ia akan merupakan rintangan bagi kita. Ah, kebahagiaan begitu egoistis

DEWI SLAMET DEWI SLAMET

: Bukankah kebahagiaan mesti diperebutkan? : Aku mengagumi kau Dewi, aku juga memujamu. : Mungkin akan lain setelah kau mengenal aku lebih baik. : Semakin kukenal kau, semakin sempurna kau. Kau begitu cantik, begitu cantik (TERDENGAR BADAK LEWAT) Apalagi kalau dibandingkan dengan mereka. Barangkali ucapanku tidak seperti pujian, tapi sungguh, mereka membuat kau jauh lebih cantik.

DEWI SLAMET DEWI SLAMET

: Kau tidak minum hari ini bukan? : Aku berkelakuan baik. : Tidak bohong? : Sungguh, aku tidak bohong.

131

DEWI SLAMET DEWI

: Dapat dipercaya? : (AGAK GUGUP) Kau harus percaya padaku. : Baiklah, kau boleh minum segelas kecil. Untuk memberi semangat. (SLAMET BERDIRI TIBA-TIBA)Diamlah

ditempatmu. Mana botol itu? SLAMET DEWI SLAMET DEWI : Di atas meja kecil itu. : (MENUJU MEJA) Kau menyimpannya di tempat tersembunyi. : Supaya aku tidak tergoda. : (MENUANG DALAM GELAS KECIL) Kau telah mencapai kemajuan. SLAMET DEWI SLAMET : Dengan adanya kau di sini aku bertambah maju. : (MENYERAHKAN GELAS) Ini untukmu. Sebagai hadiah. : (MENGUK HABIS) Terima kasih (IA MENGACUNGKAN GELAS KOSONGNYA KEPADA DEWI) DEWI : Tidak sayang, sudah cukup untuk pagi ini, aku tak mau kau sakit lagi karenanya (MENYIMPAN GELAS DAN MENDEKATI SLAMET) Bagaimana kepalamu sekarang? SLAMET DEWI SLAMET DEWI SLAMET : Jauh lebih baik. : Kita buka saja balutnya. Tidak pantas kelihatannya. : Oooo jangan, jangan sentuh! : Percuma, buka saja : Aku takut ada sesuatu di bawahnya.

132

DEWI

: (MEMAKSA MEMBUKA BALUT ITU) Kau ini selalu ketakutan, membayangkan hal buruk akan terjadi. Tak ada apaapa di kepalamu, lihat sendiri. Dahimu licin seperti bayi.

SLAMET

: (MERABA-RABA DAHINYA) Kau benar,kau membebakan aku dari ketakutan. Apa yang bisa kuperbuat tanpa kau?

DEWI SLAMET DEWI SLAMET

: Kau tak boleh tinggal sendirian lagi. : Aku tak kan takut lagi kalau kau bersamaku. : Akan kujauhkan mereka semua dari kau. : Kita akan bersama-sama membaca buku-buku. Aku akan jadi pintar.

DEWI SLAMET DEWI SLAMET

: Dan kalau di luar sedang sepi, kita akan berjalan-jalan jauh. : Ya, ke pinggir sungai, taman taman umum. : Ke kebun binatang. : Aku akan menjadi pemberani, aku akan melindungi kau dari segala bahaya.

DEWI

: Kau tak perlu membela aku, kita tak akan menyakiti siapapun. Dan tak akan seorangpun yang berniat jahat kepada kita.

SLAMET

: Mungkin suatu saat kita menyakiti orang tanpa sadar, maksudku kita sering berbuat sesuatu tanpa berfikir jauh. Aku tahu kau kurang senang pada pak Entung tapi ada baiknya kau tidak terlalu keras dalam kata-katamu ketika Tigor menjadi badak itu. Kau tak usah mencaci dia berlaku lancang.

DEWI

: Tapi betul, ia bertangan lancang.

133

SLAMET

: Aku tahu bahwa betul, sayang. Tapi kau bisa mengatakannya dengan lebih lunak, tanpa menyinggung perasaannya. Mungkin kau sebenarnya mampu menyelamatkan dia.

DEWI

: Mana aku tahu apa yang kemudian menimpa dia. Kelakuannya memang lancing.

SLAMET

: Akupun tak dapat memafkan diriku karena tak sabar pada Arifin. Aku tak pernah berhasil membuktikan rasa persahabatanku dengannya, kami tidak pernah saling mengerti.

DEWI

: Tak usah dipikirkan. Kau sudah berusaha semampumu, apa gunanya kau menyesal sekarang. Lupakan saja, kau harus menghapus kenangan buruk itu.

SLAMET DEWI

: Tapi ingatan itu selalu kembali lagi. : Kau seorang realis, ku kira kau berjia penyair. Mana daya ciptamu? Kenyataan mempunyai banyak segi, pilihlah segi yang terbaik untukmu.

SLAMET DEWI SLAMET DEWI

: Mudah saja kau berkata begitu. : Apa aku belum cukup untukmu? : Oh ya, lebih dari cukup. : Kau akan merusak segalanya kalau kau selalu menyiksa dirimu begitu. Setiap orang punya kesalahan, tapi bagi kita belumlah sebanyak orang lain.

SLAMET DEWI

: Betulkah begitu? : Kita lebih baik dari kebanyakan orang, kita berdua

134

SLAMET DEWI

: Benar, kita berdua baik, benar. : Kita berhak hidup, kita bahkan belum menunaikan tugas untuk bahagia.

SLAMET

: Kau benar,kaulah seluruh kebahagiaanku, cahaya hidupku. Tak seorangpun bisa memisahkan kita , sungguh, tak seorangpun bukan? (ADA TILPUN DARI TINGKAT BAWAH) Ada yang menilpon di bawah.

DEWI SLAMET DEWI SLAMET

: (TAKUT) Jangan jawab. : Mengapa jangan? : Entahlah, aku rasa lebih baik jangan. : Mungkin dari pak Entung, Arifin, Surahman atau Darmawan, untuk mengatakan bahwa mereka sudah berubah pikiran. Kau sendiri bilang bahwa ini hanya sementara.

DEWI

: Aku kira tidak. Mereka tak akan merubah pikiran begitu cepat, mereka belum lagi sempat merenungkannya, mereka

membutuhkan masa percobaan. SLAMET : Mungkin ada panggilan darurat lewat tilpun yang menyerukan bantuan kita dengan petunjuk mereka (IA MEMBUKA PINTU) Pastilah panggilan darurat, deringnya terus menerus (IA KE BAWAH, JAWABAN TERDENGAR TEROMPET SUARANYA: BINATANG Hallo DARI LALU TILPON.

SLAMET LARI MASUK KEMBALI, DEWI TERTEGUN) Kau dengar tadi? Bunyi hewan di tilpon.

135

DEWI SLAMET DEWI SLAMET DEWI SLAMET DEWI

: (TAKUT) Apa maksudnya? : Mereka mulai mempermainkan kita. : Sama sekali tak lucu. : Seperti telah kuramalkan. : Kau tak pernah meramalkan. : Sudah kuduga akan begini jadinya. : Kau tak pernah meramalkan. Kau hanya meramalkan hal yang sudah terjadi.

SLAMET DEWI SLAMET

: Aku cukup pandai meramalkan apa yang akan terjadi. : Sama sekali tak lucu. Aku tak sudi dipermainkan. : Mereka tak kan berani mempermainkan kau. Akulah yang mereka permainkan.

DEWI

: Termasuk aku juga, karena aku bersama kau. Mereka mau balas dendam. Apa salah kita terhadap mereka? (DERING TILPON LAGI) Putuskan saja kabelnya.

SLAMET DEWI

: Itu dilarang oleh postel. : Kau selalu takut untuk bertindak. Katanya kau sanggup membela aku mati-matian.

SLAMET

: (MELOMPAT KE RADIO) Kita pasang radio untuk siaran warta berita dari puat.

DEWI

: Ya, kita perlu mengetahui perkembangan terakhir (SLAMET MENYETEL RADIO, TAPI YANG TERDENGAR SUARA

136

HEWAN, IA SEGERA MEMATIKANNYA LAGI) Mereka sekarang sudah tidak main-main lagi. Terus terang, aku cemas. SLAMET DEWI SLAMET : (GELISAH) Tenangkan dirimu. Tenangkan dirimu! : Studio penyiaran radio sudaj mereka ambil alih. : (GEMETAR) Tenag, tenang! (DEWI LARI KE PINTU LALU KE JENDELA MELIHAT KE LUAR, SLAMAET BERBUAT YANG SEBALIKNYA, AKHIRNYA MEREKA BERTEMU DI TENGAH RUANGAN, BERHADAPAN) DEWI SLAMET : Bukan lelucon lagi. Mereka sudah berkuasa. : Hanya mereka yang ada sekarang, tak ada siapa-siapa selain mereka. DEWI SLAMET DEWI SLAMET DEWI SLAMET : Tak ada manusia lagi di dunia. : Kita sendiri, kita ditinggalkan sebatang kara. : Seprti yang kau idam-idamkan.! : Kaulah yang mengidamkan! : Kaulah! : Kau !(HURU HARA DARI LUAR. KEPALA BADAK MEMENUHI DINDING BELAKANG. BUNYI YANG BISING SEMACAM MUSIK BERIRAMA. SUARA PALING KERAS DATANG DARI ATASCSEPERTI KAKI KAI

BERJINGKRAK, RUMAH SEPERTI DILANDA GEMPA BUMI) DEWI : Bumi bergetar! (IA TAK TAHU HARUS LARI KEMANA)

137

SLAMET

: Bukan, tetangga-tetangga kita, para bapak dan ibu badak (IA MENGANCAM LAGI DENGAN TINJUNYA KE

KIRI,KANAN, ATAS) Hentikan ! kalian membuat kami tak dapat bekerja. Dilarang membuat huru hara di sini! Dilarang bearisik. DEWI : Mana mau mereka mendengar suaramu (NAMUN HURU HARA BERKURANG IRINGAN JUGA SAMPAI DI HANYA LATAR

MERUPAKAN BELAKANG) SLAMET

BERIRAMA

: (KETAKUTAN) Jangan takut, sayang, kita bersama-sama. Kau bahagia dengan aku bukan? Aku berada di sini dengan kau, bukan? Akan kuusir segala ketakutanmu lintang pukang.

DEWI SLAMET

: Mungkin juga kita bersalah. : Jangan pikirkan lagi. Jangan kita mulai dengan penyesalan. Akan berbahaya. Kita mesti menunaikan hidup kita, dan berbahagia. Kita berhak ata kebahagiaan. Mereka tidak keji, dan kita tidak mengganggu mereka. Mereka akan membiarkan kita dalam kedamaian. Tenangkan dirimu dan beristirahatlah. Duduk di kursi (IA MEMBIMBING KE KURSI) Tenangkan saja (DEWI DUDUK DI KURSI) Kau mau minum seteguk untuk menguatkan?

DEWI

: Aku sakit kepala.

138

SLAMET

: (MENGAMBIL

BALUTNYA

DAN

DIBALUTKAN

KE

KEPALA DEWI) Tak usah kuatir sayang, ini hanya babak sementara. Mereka akan menggulanginya. DEWI : Mereka tak kan mampu menanggulanginya. Mereka badak selama-lamanya. SLAMET DEWI : aku cinta padamu, sayang. Aku edan karena cinta. : (MEMBUKA BALUTNYA) Biarlah nasib menetukan jalannya. Kita tak bisa berbuat apa-apa. SLAMET DEWI SLAMET DEWI : Mereka sudah jadi gila. Dunia udah sakit. Mereka semua sakit. : Bukan kita yang bisa menyembuhkan mereka. : Bagaimana kita tahan hidup serumah dengan mereka? : (MENENANGKAN DIRI) Kita harus tetap waras. Kita harus menyesuaikan diri dan belajar hidup di tengah-tengah mereka. SLAMET DEWI SLAMET DEWI : Mereka tidak mengerti kita. : Mereka harus. Tak ada jalan lain. : Apa kau mengerti mereka? : Belum, tapi kita coba memahami mereka, dan mempelajari bahasa mereka. SLAMET : Mereka tak punya bahasa! Dengarkan saja kau namakan itu bahasa DEWI SLAMET : Mana kau tahu. Kau bukan ahli bahasa. : Kita lanjutkan nanti saja. Kita perlu makan siang dulu.

139

DEWI

: Aku tidak lapar lagi. Bebanku terlalu banyak. Aku takkan tahan lama.

SLAMET

: Tapi kaulah yang kuat iman. Kau takkan membiarkan dirimu dikalahkan begitu saja. Justru keberanianmu yang begitu kukagumi.

DEWI SLAMET DEWI SLAMET DEWI SLAMET

: Sudah kudengar tadi. : Apa kau yakin akan cintaku? : Ya, tentu. : Aku begitu cinta padamu. : Dari tadi kau berkata itu itu juga. : Dengarlah Dewi, ada sesuatu yang bisa kita lakukan. Kita akan punya anak banyak dan anak-anak kita akan punya anak-anak juga. Memang memakan waktu, tapi kita turun temurunkan kembali bangsa manusia.

DEWI SLAMET DEWI

: Turun temurunkan lagi bangsa manusia? : Itu sudah pernah terjadi. : Di masa silam, Adam dan Hawa. Keberanian mereka sungguh luar biasa.

SLAMET

: Maka kitapun harus berani. Takusah dengan syarat luar biasa. Melalui waktu dan kesabaran yang cukup akan terlaksana dengan sendirinya.

DEWI

: Apa gunanya? Aku tak mau punya anak, menjemukan!

140

SLAMET

: Bagaimana bisa kita selamatkan dunia, kalau kau tak mau punya anak?

DEWI SLAMET

: Mengapa dunia mesti di selamatkan? : Jangan bicara begitu.lakukanlah untukku, Dewi. Mari kita selamatkan dunia.

DEWI

: Mungkin justru kita yang perlu di selamatkan. Barangkali kitalah yang tidak pada tempatnya di dunia ini.

SLAMET DEWI SLAMET DEWI

: Kau bukan dirimu, Dewi. Agaknya kau kena demam sedikit. : Tak ada lagi dari jenis kita dimana-mana, bukan? : Dewi, kau kularang bicara begitu! : (MELIHAT KEPALA-KEPALA BADAK DI SEKITARNYA) Itulah manusia yang sebenarnya. Lihat betapa mereka

berbahagia. Mereka puas dengan keadaan mereka, mereka tidak seperti gila. Mereka kelihatan wajar sekali. SLAMET : (MENGATUPKAN KEDUA TANGANNYA,MEMOHON

KEPADA DEWI) Kitalah yang benar dalam perbuatan kita, Dewi. Aku jamin kau. DEWI SLAMET DEWI : Aku tak mengira kau sombong. : Kau tahu aku benar. : Kebenaran tidak mutlak. Dunialah yang benar, bukan kau dan aku. SLAMET : Tapi aku benar, Dewi, dan sebagai buktinya, kau mengerti kalau aku bicara padamu.

141

DEWI SLAMET

: Apa yang dibuktikan? : Bukti bahwa aku cinta padamu, dengan segala kemampuan seorang laki-laki untuk mencintai seorang wanita.

DEWI SLAMET

: Bicaramu tak karuan. : Aku tak dapat memahami kau lagi, Dewi. Kau tak mengerti apa yang kau lontarkan. Ingatlah akan cinta kita, cinta kita

DEWI

: Aku malu oleh apa yang kanamakan cinta. Perasaan sera mini kelemahan laki-laki.. Dan sama saja kelemahan wanita. Kalah dalam perbandingan dengan kobaran tenaga raksaa yang terpancar dari makhluk-makhluk di sekitar kita.

SLAMET

: Tenaga! Kau menginginkan tenaga? Akan kuberi kau tenaga! (DITAMPARNYA DEWI)

DEWI

: Oooo, aku tidak percaya bahwa ini mungkin (IA DUDUK LESU DI KURSI)

SLAMET

: O, Ampuni aku Dewi, ampunilah aku ( IA HENDAK MEMELUK, TAPI DEWI MENGELAK) Ampuni aku, bukan maksudku begitu. Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku, mengapa aku tak menguasai lagi diriku?

DEWI SLAMET

: Karena kau sudah kehabisan bahan, karena itu. : O, celaka, dalam waktu beberapa menit saja kita telah mengalami kehidupan suami isteri sepanjang 25 tahun.

DEWI

: Aku merasa kasihan kepadamu. Aku mengerti kau

142

SLAMET

: (SEMENTARA DEWI MENANGIS) Mungkin benar aku sudah kehabisan bahan. Kau anggap mereka lebih kuat dari aku, lebih kuat dari kita. Boleh jadi mereka lebih kuat.

DEWI SLAMET

: Mereka lebih kuat. : Tapi bagaimanapun juga, aku sumpah padamu bahwa aku tidak mau mengalah, tidak!

DEWI

: (BERDIRI MELETAKKAN TANGAN DI BAHU SLAMET) Kekasihku yang malang, akan kubantu kau dalam pertahananmu -- sampai saat terakhir.

SLAMET DEWI

: Apakah kau betul-betul siap untuk itu. : Aku janji padamu. Percayalah (HURU HARA BADAK BERLAGU) Dengarlah mereka menyanyi.

SLAMET DEWI SLAMET DEWI SLAMET DEWI

: Mereka bukan menyanyi, mereka mengaum : Mereka menyanyi. : Mereka mengaum. Dengarlah baik baik. : Kau gila, mereka menyanyi. : Kalau begitu kau kurang tahu seni musik. : Kau sama sekali tidak tahu tentang muik, kasihan Dan perhatikanlah, mereka juga baermain, dan menari-nari.

SLAMET DEWI SLAMET

: Kau anggap itu menari? : Itu tarian mereka. Mereka cantik! : Mereka memuakkan!

143

DEWI

: Jangan mengatakan hal-hal yang uruk tentang mereka. Aku jadi tidak enak.

SLAMET DEWI SLAMET DEWI

: Maaf. Kita tak usah bertengkar karena mereka. : Mereka seperti dewa-dewi. : Kau sudah keterlaluan Dewi. Perhatikanlah mereka dengan teliti. : Jangan iri hati sayang (IA MENDEKATI SLAMAET HENDAK MEMELUK, KINI SLAMAET YANG MENGELAK)

SLAMET

: Jelaslah bahwapendirian kita berlawanan. Lebih baik kita tak memperbincangkan soal ini.

DEWI SLAMET

: Marah tanpa alasan. : Jangan berlaku bodoh, Dewi. (MEMBELAKANGI DEWI, MENGHADAP CERMIN)

DEWI

: Sudah tak mungkin lagi kita hidup bersama-sama (DIAM DIAM MENDEKATI PINTU) Ia tidak terlalu menarik,

sesungguhnyalah. Apa yang menarik padanya? (KELUAR DAN PERLAHAN TURUN) SLAMET : (MASIH MENGHADAP CERMIN) Manusia tidak terlalu jelek sebetulnya. Padahal aku bukanlah tokoh yang ganteng. Percayalah, Dewi. (MEMBALIK) Dewi, Dewi, Kembali! Jangan berbuat begitu padaku. (LARI KE PINTU) Dewi, Dewi, kembali! Jangan tinggalkan aku sendiri ingatlah janjimu , Dewi (IA BERHENTI MEMANGGIL, DENGAN PUTUS ASA KEMBALI MASUK KE KAMAR) Tak bisa di sangkal

144

lagi bahwa kita tak cocok satu sam lain. Rumah tangga telah berantakan, tidak bisa berlangsung. Tapi ia tak perlu pergi dengan cara begitu, tanpa penjelasan apa-apa (MELIHAT KE SEKITAR) Suratpun tak ia tinggalkan, seperti tak pernah kenal pendidikan. Sekarang aku sendirin (IA MENGUNCI PINTU DENGAN MARAH, MENUTUP JENDELA DENGAN HATIHATI) Mereka tak akan mudah mendapatkan aku, jangan kira kalian akan memperoleh diriku. Aku takkan bergabung dengan kalian. Aku akan tetap aku. Aku manusia. seorang manusia. (DUDUK DI KURSI) Keadaan ini tak tertanggungkan. Salahku mengapa Dewi sampai pergi. Bagaimana nasibnya sekarang? Makhluk mungil dalam dunia iblis! Tak seorangpun akan membantu aku untuk mencarinya, tak eorangpun,karena tak ada lagi orang. (GELOMBANG BARU, TEROMPET BADAK, DEBU) Aku tak tahan mendengar huru hara yang mereka timbulkan, aku musti menutup lubang telingaku dengan kapas (MENYUMPAL TELINGANYA DENGAN KAPAS, LALU MENGHADAP CERMIN) Satu-satunya jalan ialah meyakinkan mereka meyakinkan apa? Dapatkah mereka berubah kembali ke asal mereka? Itulah yang perlu akuketahui. Mungkinkah badak menjadi manusia kembali? Setidaknya untuk meyakinkan mereka, aku perlu bicara dengan mereka, untuk itu aku harus mempelajari bahasa mereka, atau mereka belajar bahasaku. (KE

145

TENGAH RUANGAN) Bagaimana kalau benar apa yang dikatakan Dewi bahwa merekalah yang benar (KEMBALI KE DEPAN CERMIN) Manusia tidak jelek untuk di pandang, sama sekali tidak jelek (MENGUSAP WAJAHNYA) Lucu benar bayangan dalam cermin itu, seperti apa rupaku, seperti apa? (IA MEMBUKA LACI MENGELUARKAN POTERT, DI

PANDANGNYA SATU SATU) Potret siapa ini? Pak Entung atu Dewi? Apakah ini Surahman, Darmawan. Arifin atau aku sendiri. Ah, inilah aku, inilah aku (DIGANTUNGNYA POTRET ITU, LALU DIPANDANGNYA) Itulah aku aku tidak tampan, jelek (DICABUTNYA LAGI POTRET ITU DILEMPARKANNYA KE LANTAI DENGAN MARAH LALU MENGHADAP KEMBALI KE CERMIN) Aku keliru, Oooo betapa aku menginginkan bentuk itu, aku sama sekali tak punya cula, lebih dari celaka dahi licin yang begitu jelek untuk dilihat. Aku membutuhkan satu atau dua cula supaya kulitku yang sudah kendor kembali kencang. Kalau tumbuh cula satu, aku tak usah malu lagi bergabung dengan mereka. Tapi padaku takkan tumbuh cula (IA MEMANDANG TELAPAK TANGANNYA)

Tanganku halu oo mengapa tak bisa kasar?!! (DIBUKANYA KANCING BAJUNYA DIPANDANGNYA KULIT

DADANYA I CERMIN) Kulitku begitu loyo, mengapa tidak menjadi tebal, keras dengan warna ungu yang sedap kulit

146

telanjang yang sopan untuk dilihat. (IA MENDENGARKAN TEROMPET BADAK) Nyanyian mereka merdu, sedikit binal, tapi menggiurkan. Akupun ingin bisa ! (MENCOBA

MENIRUKAN) Ah, bbrrr tidak, bukan begitu, terlalu lemah, tanpa semangat ! sekali lagi,lebih keras, akhhh, bbrrrr, tidak, bukan begitu! Aku belum seperti mereka, aku baru meraung. Nyata benar bedanya. ,meraung dengan suara terompet mereka. Aku menyesal, aku menyesal sejak semula tidak bergabung dengan mereka selagi ada kesempatan. Sekarang sudah terlambat, sekarang aku tak mungkin lagi jadi badak, tak

mungkin lagi! Sudah kadaluwarsa. Aku ingin dengan sepenuh hati, tapi aku tak bisa, oh, aku tak tahan memandang diriku lagi, aku malu melihatnya (MEMBELAKANGI CERMIN) Orang yang mempertahankan kepribadiannya selalu celaka pada akhirnya (TIBA-TIBA IA MENGATASI DIRINYA) Apa boleh buat, aku harus berani menghadapi mereka semua, akulah manusia terakhir yang tinggal, dan aku akan tetap begini selamanya. Aku tidak akan mengalah.

-----------------

147

Anda mungkin juga menyukai