Anda di halaman 1dari 18

BAB IV FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN Dari banyak literatur ilmu manajemen dijumpai adanya keanekaragaman pendapat mengenai fungsi-fungsi manajemen.

Masing-masing penulis mengemukakan pendapatnya disertai dengan argumentasinya. Namun keanekaragaman pendapat tersebut sebenarnya tidak prinsipil karena pada umumnya dilandasi oleh pola berpikir yang sama. Berikut adalah fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli : Henry Fayol : Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controlling. William Spriegel : Planning, Organizing, dan Controlling. Louis A. Allen : Leading, Planning, Organizing, dan Controlling. Lyndall F. Urwick : Forcasting, Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controlling. William H. Newman : Planning, Organizing, Assembling of Resources, Directing, dan Controlling. Harold Koontz dan Cyril ODonnel : Organizing, Staffing, Directing, Planning, dan Controlling. George R. Terry : Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Luther Gullick : Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, and Budgeting. John F. Mee : Planning, Organizing, Motivating, dan Controlling. Sondang P. Siagian : Planning, Organizing, Motivating, dan Controlling.

33

34

Winardi : Planning, Organizing, Coordinating, Actuating, Leading, Communicating, dan Controlling. The Liang Gie : Planning, Decision Marking, Directing, Coordinating, Controlling, dan Improving. Pendalaman Beberapa Fungsi Manajemen 1. Perencanaan (Planning) Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa fungsi manajemen yang pertama adalah perencanaan. Perencanaan merupakan fungsi dasar atau fungsi fundamental manajemen. Fungsi pengorganisasian, pengkoordinasian, pemberian perintah, dan pengawasan sebenarnya hanya melaksanakan keputusan perencanaan. Dalam organisasi modern masalah perencanaan makin mendapat perhatian karena manfaatnya bagi organisasi makin dirasakan. Perencanaan adalah proses dasar dimana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Handoko (1984) mendefinisikan perencaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Dalam perencanaan manajer memutuskan apa yang harus dilakukan, kapan melakukannya, bagaimana melakukannya, dan siapa yang melakukannya. Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir. Hasil dari proses perencanaan adalah berupa rencana. Hasibuan (1987) mendefinisikan rencana itu sendiri adalah sejumlah keputusan yang menjadi pedoman untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi setiap rencana mengandung dua unsur yaitu tujuan dan pedoman. Apabila rencana telah ditetapkan maka rencana tersebut harus diimplementasikan. Setiap saat selama proses implementasi dan pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan modifikasi agar tetap berguna. Perencanaan kembali kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci pencapaian sukses akhir.

35 Semua kegiatan perencanaan pada dasarnya melalui empat tahap atau langkah berikut ini. Empat langkah dalam perencanaan ini bias diadaptasi untuk semua kegiatan perencanaan dan pada semua tingkatan organisasi (Husnan, 1988; Handoko, 1984). Langkah 1 : Menentukan tujuan atau serangkaian tujuan. Perencanaan dimulai dengan keputusankeputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau unit organisasi. Tanpa tujuan yang jelas organisasi tidak dapat menggunakan sumber dayanya secara efisien. Langkah 2 : Merumuskan keadaan atau kedudukan saat ini. Pemahaman tentang posisi organisasi saat ini dari tujuan yang ingin dicapai dan mengetahui sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan adalah sangat penting, karena tujuan dan rencana menyangkut waktu yang akan datang. Hanya setelah keadaan organisasi saat inidianalisis, rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut. Langkah kedua ini memerlukan informasi yang lengkap yang terutama diperoleh melalui komunikasi dalam organisasi . Langkah 3 : Mengidentifikasi segala kemudahan (factor pendukung) dan hambatan (kendala) untuk mencapai tujuan. Faktor-faktor internal dan eksternal, baik yang mendukung maupun yang menghambat pencapaian tujuan perlu diidentifikasi untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Walaupun sulit dilakukan, antisipasi keadaan, masalah, dan kesempatan serta ancaman yang mungkin terjadi di waktu mendatang adalah bagian yang esensial dari proses perencanaan. Langkah 4 : Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan. Pada tahap ini manajer memilih tindakan apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan. Tahap terakhir dalam proses perencanaan ini meliputi pengembangan berbagai alternatif

36 kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) diantara berbagai alternatif yang ada. Perencanaan yang mantap dana menyeluruh adalah yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan 5 W + 1 H sebagai berikut : apa yang akan dikerjakan (what will be done) mengapa harus dikerjakan (why will it be done) dimana harus dikerjakan (where will it be done) kapan akan dikerjakan (when will it be done) siapa yang akan mengerjakannya (who will do it) bagaimana mengerjakannya (how will it be done) Hasibuan (1987) mengemukakan syarat-syarat rencana yang baik sebagai berikut : a. Tujuannya harus jelas, rasional, obyektif, dan cukup menantang untuk diperjuangkan. b. Rencana harus mudah dipahami dan penafsirannya hanya satu. c. Rencana harus dapat dipakai sebagai pedoman untuk bertindak dan ekonomis. d. Rencana harus menjadi dasar dan alat untuk pengendalian semua tindakan. e. Rencana harus dapat dikerjakan oleh sekelompok orang. f. Rencana harus menunjukkan urutan dan waktu perngerjaan. g. Rencana harus fleksibel. h. Rencana harus berkesinambungan. i. Rencana harus meliputi semua tindakan yang akan dilakukan. j. Rencana harus berimbang artinya pemberian tugas harus seimbang dengan penyediaan fasilitas. k. Dalam rencana tidak boleh ada pertentangan antar departemen, hendaknya saling mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi. l. Rencana harus sensitive terhadap situasi sehingga terbuka kemungkinan untuk mengubah teknik pelaksanaannya tanpa mengalami perubahan pada tujuannya. Didalam organisasi rencana-rencana disusun sesuai dengan hirarki yang sejajar dengan susunan organisasi. Pada setiap tingkatan, rencana punya dua fungsi yaitu sebagai tujuan yang harus dicapai oleh rencana pada tingkatan yang lebih rendah dan sebagai

37 adat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan pada level yang lebih tinggi (Husnan, 1988: 31). Terdapat bermacam-macam perencanaan dalam organisasi yang dapat dibedakan berdasarkan segi darimana kita melihatnya. Dari segi jangka waktunya akan menghasilkan macam perencanaan yang berbeda apabila dilihat dari segi substansinya, ruang lingkupnya, tingkat prosesnya, dan sebagainya. Macam-macam perencanaan dilihat: a. Dari segi jangka waktunya : 1) Perencanaan jangka panjang (long range planning),jangka waktunya lebih dari lima tahun . Perencanaan jangka panjang ini pada umumnya diasosiasikan sebagai perencanaan strategikal yaitu terdiri dari garis-garis besar dari pencapaian tujuan organisasi. 2) Perencanaan jangka menengah (intermediate planning), jangka waktunya 2-3 tahun. Perencanaan jangka menengah pada umumnya merupakan penjabaran dari perencanaan jangka panjang yang akan menjembatani perencanaan jangka panjang dengan perencanaan jangka pendek dari organisasi yang sama. 3) Perencanaan jangka pendek (short range planning), jangka waktunya kurang dari 2 tahun. Perencanaan jangka pendek dalam organisasi dapat dibedakan antara perencanaan periodikal dan perencanaan kontinyual. b. Dari segi substansi (bidang kerja)-nya : 1) Perencanaan bidang kepegawaian (personnel planning) 2) Perencanaan bidang keuangan (financial planning) 3) Perencanaan bidang industri (industrial planning) 4) Perencanaan bidang pemasaran, dan sebagainya. c. Dari segi ruang lingkupnya: 1) Perencanaan makro yaitu merupakan suatu perencanaan yang mempunyai ruang lingkup penggunaan nasional. 2) Perencanaan meso yaitu merupakan perencanaan yang mempunyai lingkup yang lebih kecil bila dibandingkan dengan perencanaan makro. 3) Perencanaan mikro yaitu merupakan perencanaan yang mempunyai lingkup institusional.

38 d. Dari segi tingkatan prosesnya : 1) 2) 3) Perencanaan kebijaksanaan (polici planning) yaitu perencanaan yang Perencanaan program (program planning) yaitu perencanaan yang Perencanaan operasional (operational planning) yaitu perencanaan yang memuat tentang garis-garis besar kebijakan saja. merupakan penjelasan dan penjabaran dari perencanaan kebijakasanaan. memuat rencana mengenai cara-cara melakukan pekerjaan tertentu agar lebih efektif dan efisien. Manfaat perencanaan yang baik bagi organisasi adalah untuk menjamin penggunaan sumberdaya yang tersedia bagi organisasi secara efektif dan efisien, membantu manajer untuk menyesuaikan diri dengan perusahaan-perusahaan lingkungan, memudahkan pengkoordinasian antar berbagai satuan organisasi, merupakan penunjuk arah (guide) bagi anggota organisasi dalam bekerja, merupakan alat pengendali (means of control) kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam organisasi, dan meminimalkan pekerjaan yang tak pasti. Meskipun manfaat perncanaan bagi organisasi sangat besar tetapi perencanaan juga memiliki keleemahan. Kelemahan perencanaan yaitu perencanaan cenderung menunda kegiatan, perencanaan mungkin terlalu membatasi manajer untuk berinisiatif dan berinovasi, dan kadang-kadang hasil yang terbaik didapat dari penyelesaian secara individual dan penanganan setiap masalah pada saat masalah itu terjadi. 2. Pengorganisasian (organizing) Supaya ada pengertian yang mendalam, sebelum menguraikan arti pengorganisasian (organizing) terlebih dahulu perlu menyelidiki asal kata organizing itu sendiri. Organizing berasal dari kata to organize dimana kata ini berasal pula dari kata organ. Sedangkan kata organ berasal dari istilah Yunani organon dan istilah Latin organum yang dapat berarti alat, bagian, anggota dan badan. Organ adalah suatu alat yang digunakan untuk tindakan penting atau pencapaian tujuan. Organizing dalam manajemen merupakan fungsi kedua dimana apabila planning telah selesai dibuat diperlukan adanya orang-orang yang melaksanakannya mengingat walaupun telah ada

39 planning, tetapi apabila tidak ada orang yang melaksanakannya, maka planning itu tidak ada artinya (Sukarna, 1972). Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi. T. Hani Hnadoko (1990) mengemukakan bahwa struktur organisasi disusun adalah untuk membantu pencapaian tujuan organisasi dengan lebih efektif. Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang menunjukkan seluruh kegiatan-kegiatan untuk pencapaian tujuan organisasi dan pola tetap hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Dengan demikian struktur organisasi menggambarkan mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi, meskipun hanya menyajikan kerangka, merupakan subsistem penting dalam sistem organisasi formal. Untuk menyusun struktur organisasi, tujuan atau sasaran organisasi harus dirumuskan dengan jelas. Tujuan adalah hal-hal yang ingin dicapai baik berupa materi atau non materi dengan melakukan suatu aktifitas. Bagi organisasi, tujuan akan berperan sebagai pedoman kearah mana organisasi akan dibawa, landasan bagi organisasi yang bersangkutan, menentukan macam akrivitas yang akan dilakukan, dan menentukan struktur organisasi. Beberapa variabel utama lainnya yang menentukan desain struktur organisasi yaitu : a. Strategi organisasi untuk mencapai tujuannya. Berdasarkan studi yang dilakukannya Chandler menyimpulkan bahwa struktur mengikuti strategi. Strategi akan menjelaskan bagaimana aliran wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun diantara para atasan dan bawahan. Aliran kerja sangat dipengaruhi strategi, sehingga bila strategi berubah maka struktur organisasi juga berubah. b. Teknologi yang digunakan. Untuk setiap tipe teknologi ada aspek-aspek struktur organisasional spesifik yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja yang lebih berhasil. Perbedaan teknologi yang digunakan, misalnya, teknologi untuk melayani klien, akan membedakan bentuk struktur organisasi. Organisasi-organisasi yang ingin sukses harus memiliki struktur yang sesuai dengan tipe dan tingkat teknologinya. c. Anggota dan orang-orang yang berkepentingan dengan organisasi. Sikap, pengalaman, kemampuan dan cara berpikir para anggota (manajer dan karyawan),

40 serta kebutuhan mereka untuk bekerjasama harus diperhatikan dalam men-desain struktur organisasi. Faktor-faktor yang ada pada manajer seperti nilai-nilai menejerial merupakan factor penting dalam penentuan strategi oeganisasi. Para manajer organisasi, terutama manajer puncak, mempengaruhi pemilihan strategi secara langsung melalui preferensi mereka. Selanjutnya pemilihan strategi ini akan mempengaruhi tipe struktur yang digunakan dalam organisasi. Struktur organisasi juga dipengaruhi secara langsung oleh perferensi pribadi manajer terhadap berbagai tipe organisasi tertentu, terhadap cara-cara berhubungan dengan bawahan, klien, dan manajer lainnya, dan terhadap cara-cara pemecahan masalah. Preferensi-preferensi ini diterjemahkan menjadi berbagai macam tipe struktur organisasi. Sikap pribadi manajer terhadap wewenang, perhatian atau ketidakperhatiannya terhadap formalitas, dan pengalaman-pengalaman masa lalu dengan tipe-tipe desain organisasi juga berpengaruh terhadap perancangan struktur organisasi. Kebutuhan pimpinan dalam pembuatan keputusan juga akan mempengaruhi saluran komunikasi, wewenang dan hubungan diantara satuan-satuan kerja pada desain struktur organisasi. Faktor-faktor yang terdapat pada karyawan seperti tingkat pendidikan, latar belakang, minatnya terhadap jenis pekerjaan tertentu juga merupakan penentu-penentu penting struktur organisasi. Disamping itu orang-orang atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi (the stake holders), seperti klien, konsumen, supplier, dan sebagainya perlu dipertimbangkan dalam penyusunan struktur organisasi. d. Ukuran organisasi. Besarnya organisasi secara keseluruhan maupun satuan-satuan organisasinya akan mempengaruhi struktur organisasi. Semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasi akan semakin kompleks, dan harus dipilih bentuk struktur organisasi yang tepat. e. Lingkungan eksternal organisasi. Kita bisa membedakan tiga tipe lingkungan yang melingkupi organisasi sebagai berikut : (1). Lingkungan stabil, yaitu lingkungan dengan sedikit atau tanpa perubahan yang tidak diperkirakan atau tiba-tiba. Beberapa ciri lingkungan ini antara lain, perubahan produk tidak sering terjadi, modifikasi-modifikasi dapat direncanakan dengan baik, perubahan hukum, politik, dan sosial yang

mempengaruhi organisasi atau produk tidak sering terjadi, dan perkembangan

41 teknologi atau inovasi baru dapat diramalkan. Dalam kenyataannya, lingkungan semacam ini jarang ditemui. (2). Lingkungan berubah (shanging environment), yaitu lingkungan dimana informasi mungkin terjadi dalam setiap atau semua bidang yang telah disebut diatas, misalnya produk, hukum, politik, dan teknologi. (3). Lingkungan bergejolak (turbulent environment). Bila para pesaing melempar produk baru dan tak terduga ke pasaran, hukum sering diganti, kemajuan teknologi merubah sedara drastic desain produk dan metoda produksi, berarti organisasi berada dalam lingkungan yang bergejolak. Burn dan Stalker mengemukakan bahwa sistem mekanistik adalah paling sesuai untuk lingkungan stabil, sedangkan sistem organis paling sesuai untuk lingkungan bergejolak. Organisasi dalam lingkungan berubah mungkin dapat menggunakan kombinasi dua sistem tersebut. Sistem mekanistik berarti bahwa kegiatan-kegiatan organisasi dirinci menjadi tugas-tugas yang terpisah dan terspesialisasi. Berbagai sasaran dan wewenang untuk setiap individu dan sub unit ditentukan sepenuhnya oleh para manajer atas. Kekuasaan dalam organisasi mengikuti rantai perintah birokratik. Dalam sistem organik, individu-individu lebih cenderung bekerja dalam suatu kelompok daripada bekerja sendiri. Para anggota berkomunikasi dengan semua tingkatan organisasi untuk mendapatkan informasi dan saran. Pemberian perintah kepada bawahan kurang ditekankan. Struktur organisasi yang akan dibentuk tentunya struktur organisasi yang baik. Agar diperoleh struktur organisasi yang baik, pada waktu meembentuknya harus memperhatikan berbagai prinsip-prinsip organiasai. Mengenai prinsip-prinsip organisasi juga terdapat variasi pendapat. Seperti telah diuraikan pada Bab II, Henry Fayol mengemukakan 14 asas atau prinsip manajemen. Meskipun Henry Fayol menamakan keempat belas prinsip tersebut dengan principles of management tetapi dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Henry Fayol adalah merupakan prinsip-prinsip organisasi (principles of organization). Sutarto (1987) mengemukakan beberapa prinsip organisasi yaitu : (1) Perumusan tujuan dengan jelas (2) Departemenisasi

42 (3) Pembagian kerja (4) Koordinasi (5) Pelimpahan wewenang (6) Rentangan kontrol (7) Jenjang organisasi (8) Kesatuan perintah (9) Fleksibilitas (10) Berkelangsungan (11) Keseimbangan Struktur organisasi adalah terlalu kompleks untuk disajikan secara verbal. Struktur organisasi akan lebih jelas dan tegas kalau dituangkan atau digambar dalam bagan organisasi (organization chart). Sebutan lain bagan organisasi yaitu ranji organisasi atau skema organisasi. Bagan organisasi memperlihatkan susunan fungsifungsi, departemen-departemen, atau posisi-posisi organisasi dan menunjukkan bagaimana hubungan-hubungan diantaranya. Satuan-satuan organisasi yang terpisah biasanya digambarkan dalam kotak-kotak, dimana satuan organisasi yang satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan garis yang menunjukkan saluran wewenang dan jalur komunikasi formal. Sutarto (1987) mendefinisikan bagan organisasi adalah gambar struktur organisasi yang ditunjukkan dengan kotak-kotak atau garis-garis yang disusun menurut kedudukannya yang masing-masing memuat fungsi tertentu dan satu sama lain dihubungkan garis-garis saluran wewenang. Dari bagan organisasi dapat diketahui hal-hal sebagai berikut : besar kecilnya organisasi, kedudukan setiap pejabat, garis-garis saluran wewenang, macam-macam satuan organisasi yang ada, perincian aktivitas masing-masing satuan organisasi, perincian tugas para pejabat, dan apakah sesuatu organisasi telah menerapkan asas-asas organisasi dengan baik. Kegunaan tersebut dapat diperoleh secara sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Keuntungan dan kelemahan bagan organisasi telah menjadi subyek perdebatan cukup lama diantara penulis manajemen. Salah satu keuntungannya adalah bahwa karyawan dan lain-lain diberi gambaran bagaimana organisasi disusun. Manajer, bawahan dan tanggung jawabnya digambarkan secara jelas. Bila seseorang

43 dibutuhkan untuk menangani masalah khusus, bagan menunjukkan tempat dimana orang itu dapat ditemukan. Memungkinkan manajer mengetahui dengan tepat kelemahan-kelemahan organisasi, seperti sumber-sumber potensial terjadinya konflik atau bidang-bidang dimana duplikasi yang tidak diperlukan terjadi. Kelemahan atau kekurangan utama bagan organisasi adalah masih banyak halhal yang tidak jelas atau tidak ditunjukkan. Bagan organisasi tidak menunjukkan seberapa besar wewenang dan tanggung jawab setiap tingkatan manajerial, tidak menunjukkan hubungan-hubungan informal dan saluran komunikasi dimana organisasi tidak dapat berfungsi secara efisien tanpa hal-hal itu. Dimuka telah dikemukakan pentingnya bagan organisasi guna memperjelas dan mempertegas struktur organisasi. Namun tidak berarti bahwa bagan organisasi merupakan tujuan akhir dari organisasi. Dengan dibuatkan bagan organisasi tidaklah berarti segala macam hubungan, lebih-lebih hubungan informal dapat dilihat, aktivitas lalu berjalan lancar, semua masalah dapat terpecahkan, asas-asas organisasi dapat berjalan dengan sendirinya, tujuan pasti tercapai, itu sama sekali tidak. Keberhasilan organisasi tidak hanya ditentukan oleh struktur organisasi yang telah dituangkan dalam bagan organisasi. Dalam sebuah organisasi, faktor yang penting dalam masalah pengorganisasian ini adalah bagaimana kerjasama yang baik diantara para anggotanya dapat diciptakan di lingkungan organisasi tersebut. Kerjasama yang baik ini akan mempengaruhi motivasi kerja para pegawai dalam organisasi tersebut, serta akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja para pegawai tersebut. Apabila produktivitas kerja pegawai ini dapat dipertahankan dalam tingkat yang tinggi, maka diharapkan bahwa organisasi tersebut akan mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi pula. 3. Pengkoordinasian (coordinating) Pengkoordinasian adalah aktivitas menghubung-hubungkan, menyatupadukan, dan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya sehingga semua berlangsung secara tertib dan seirama menuju tercapainya tujuan tanpa terjadi kekacauan, percekcokan, kekembaran atau kekosongan kerja. Tugas pengkoordinasian ini adalah tugas manajer. Karena adanya pembagian kerja dan spesialisasi didalam mencapai tujuan, maka

44 koordinasi itu mutlak perlu, sebab tanpa koordinasi maka masing-masing karyawan atau satuan-satuan dalam suatu organisasi akan berjalan sendiri yang mungkin menuju kepelbagai arah atau tidak pernah bertemu pada tujuan yang sama. Tanpa koordinasi, individu-individu dan satuan-satuan organisasi akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi. Mereka akan mulai mengejar kepentingan sendiri, yang sering merugikan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajad saling ketergantungan bermacam-macam satuan pelaksanaannya. Bila tugas-tugas tersebut memerlukan aliran informasi antar satuan, derajad koordinasi yang tinggi adalah yang paling baik. koordinasi yang tinggi sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin. James D. Thompson (1967) mengemukakan ada tiga macam saling ketergantungan diantara satuan-satuan organisasi, yaitu : 1. Saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila satuansatuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain dalam melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir. 2. Saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependence), dimana suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaan terlebih dahulu sebelum satuan lain dapat bekerja. 3. Saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), merupakan hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi. Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi karena spesialisasi menimbulkan saling ketergantungan. Tetapi semakin besar derajad spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda. The Liang Gie (1983) mengemukakan kurangnya koordinasi dalam suatu organisasi akan terlihat dari adanya gejala-gejala sebagai berikut : a. Petugas atau satuan-satuan organisasi bertengkar menuntut suatu bidang kerja atau wewenang yang masing-masing menganggap termasuk dalam lingkungan

45 tugasnya. Dalam hal ini sering lalu terjadi kekembaran dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang memboroskan tenaga, waktu, dan material. b. Petugas-petugas atau satuan-satuan organisasi saling melemparkan sesuatu tanggung jawab kepada pihak lain karena masing-masing merasa bahwa sesuatu pekerjaan tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya. Pengingkaran tanggung jawab biasanya mengakibatkan adanya kekosongan tindakan yang semestinya dijalankan. c. Pencapaian tujuan organisasi terasa serba kacau, para petugas nampak serba ragu dan dalam pelaksanaan pekerjaan, ternyata serba salah, saling berbenturan atau bahkan hasil pekerjaan yang satu sering dihapuskan oleh pekerjaan yang lain tanpa disadari. Untuk berhasilnya pengkoordinasian hendaknya dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Pembagian kerja yang jelas dalam organisasi. b. Semangat kerjasama yang besar diantara para karyawan (organisasi informal yang sehat dalam organisasi yang bersangkutan). c. Fasilitas komunikasi yang cukup bagi semua pihak dalam organisasi yang bersangkutan. d. Diciptakan ada tahapan-tahapan dari suatu kegiatan dan dipertahankan sebagai proses yang kontinyu. Cara-cara untuk mewujudkan koordinasi ialah dengan jalan : a. Konperensi lengkap. b. Pertemuan berkala untuk pejabat-pejabat tertentu. c. Pembentukan panitia gabungan. d. Pembentukan badan koordinasi staff. e. Wawancara dengan bawahan. f. Memorandum berantai. g. Buku pedoman organisasi dan tata kerja; dan sebagainya.

46 4. Penggerakan (actuating) Actuating adalah menggerakkan orang (bawahan) agar supaya mau bekerja dengan sendirinya atau dengan penuh kesadaran untuk secara bersama-sama mencapai tujuan yang dikehendaki. Actuating berarti pendorongan semangat kerja dan penjurusana aktivitas bawahan agar menuju kepada maksud yang dikehendaki dan rencana yang tekah ditetapkan. Jika manajer melakukan aktifitas ini, berarti ia harus membangkitkan semangat kerja bawahan, memelihara semangat tersebut, mendorong dan menjuruskan kea rah timbulnya aktivitas yang positif dengan melakukan pembibingan yang aktif, memberi perintah-perintah kerja, penugasan-penugasan, sehingga semua aktivitas bawahan benar-benar menjurus kearah maksud yang dikehendaki serta rencana yang telah ditetapkan dalam organisasi yang bersangkutan. Dalam penggerakan ini memerlukan kepemimpinan atau leadership yaitu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar supaya mau bekerja dengan tulus hati, sehingga pekerjaan berjalan dengan lancar dan tujuan dapat tercapai. Seorang manajer yang mempunyai kemampuan untuk memimpin akan dengan mudah menggerakkan bawahannya, sehingga seluruh pegawai yang ada pada pimpinannya akan merasakan kesenangan bekerja. Seorang manajer yang tidak memiliki kemampuan untuk memimpin akan mengalami kegagalan, oleh karena itulah Harold Koontz dan Cyril ODonnell menyatakan leadership is managerial key. Dalam rangka actuating, karyawan harus mendapat penjelasan sebaik-baiknya tentang rencana yang akan dikerjakan, sehingga mereka mengerti betul apa yang menjadi tugasnya dan pada akhirnya akan bertangung jawab. Pegawai yang melakukan pekerjaan, tetapi tidak mengetahui untuk apa pekerjaannya itu akan bekerja dengan ragu-ragu sehingga tidak bertanggung jawab. Disamping itu actuating bukan dengan jalan paksaan tetapi dengan ajakan (persuasi) dan dorongan (motivasi). Menggerakkan bawahan harus pula kontinyu atau terus-menerus, karena proses kerja itu pun dalam manajemen adalah terus-menerus. Penggerakan karyawan yang sifatnya sewaktu-waktu atau temporer akan menimbulkan gairah dan semangat kerja yang sifatnya temporer pula. Hal ini berbahaya, sebab gairah kerja akan berpengaruh terhadap kelancaran jalannya pekerjaan. Banyak pekerjaan yang tidak selesai pada waktunya disebabkan karyawan tidak mempunyai gairah kerja. Timbulnya gairah kerja dari karyawan tergantung kepada kepemimpinan

47 manajer. Menggerakkan karyawan harus pula ditujukan kepada hal-hal yang pragmatis atau hal-hal yang berguna bagi kepentingan usaha dan kepentingan bersama. Oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang dapat dimengerti mengapa karyawan harus bekerja dengan kapasitas penuh (full capacity), yaitu menggunakan seluruh waktu kerja dengan sebaik-baiknya, mengingat setiap waktu jam kerja yang terbuang berarti pembuangan keuntungan yang diharapkan. Penggunaan waktu, daya kerja, dan materi harus betulbetul pragmatis ditinjau dari sudut kepentingan bersama organisasi, bukan ditinjau dari kepentingan pribadi. Oleh karena itulah untuk menggerakkan karyawan agar supaya bekerja efektif dan efisien harus ditanamkan pengertian yang sebaik-baiknya sehingga timbul kesadaran bahwa kelancaran jalannya usaha tergantung kepada penggunaan daya kerja mereka. Apabila kesadaran telah tertanam pada seluruh karyawan secara merata maka mereka akan mudah digerakkan dan diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam menggerakkan karyawan harus pula bersifat ideal yaitu bersifat mengajak kepada yang diharapkan dan dicita-citakan, mengingat secara psikologis setiap karyawan itu ingin maju dan mendapatkan apa yang dicita-citakannya. Oleh karena itulah manajer harus mengenal psikologi sosial. Dengan menanamkan keyakinan kepada karyawan bahwa apa yang dicipa-citakannya akan tercapai, apabila mereka bekerja keras. Tidak ada keberhasilan yang dicapai dengan kemalasan. Kemalasan pada hakekatnya membawa kehancuran pada masa yang akan datang. Cita-cita akan tetap merupakan citacita tanpa terwujud dalam kenyataan apabila tidak ada kegiatan dan ketekunan untuk mencapainya. Penggerakan tidak terlepas dari tools of management. Dalam menggerakkan karyawan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh memerlukan manusia yang menggerakkannya serta sarana lainnya seperti uang, peralatan, dan lain-lain. Tools of management dalam penggerakan adalah sangat penting. Mengingat apabila semangat kerja telah timbul sedangkan sarana yang dibutuhkan untuk pelaksaan kerja itu tidak ada, maka akan menimbulkan frustasi (ketidakpuasan/kekecewaan). Oleh karena itulah sebelum manajer menggerakkan karyawan ia harus menyediakan terlebih dahulu saranasarana yang diperlukan agar supaya mempermudah jalannya kerja. Disamping itu perlu diingat bahwa penggerakan itu tidak akan ada apabila tools of management itu sendiri

48 tidak ada. Dengan demikian penggerakan itu sebenarnya tergantung pada tools of management, mengingat unsur pertamanya adalah manusia juga. 5. Pengawasan (controlling) Pengawasan (controlling) adalah aktifitas manajemen yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terkendali pelaksanaannya sedemikian rupa sehingga sesuai dengan rencana yang ditetepkan dan atau hasil yang dikehendaki. Rencana yang bagaimanapun baiknya dapat saja tidak terealisasikan sepenuhnya atau bahkan gagal sama sekali bila manajer tidak melakukan pengawasan. Dengan demikian pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. G.R. Terry (dalam Westra, 1981:73-74) memberi batasan tentang pengawasan atau controlling sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai, yaitu standard; apa yang sedang dicapai, yaitu pelaksanaan; evaluasi terhadap pelaksanaan; dan kalau perlu menerapkan ukuran-ukuran untuk koreksi sehingga pelaksanaan menjadi sesuai dengan rencana, yaitu persesuiannya dengan standard. Proses pengawasan (the control process) itu berlangsung sebagai berikut: Proses Pengawasan 1 2 S P remidial action

3 S P

4 S P

Langkah-langkah pengawasan di atas adalah sebagai berikut : (1) (2) menentukan standard atau dasar untuk kontrol (determining the standard mengukur hasil pekerjaan (measuring the performance); or basis for control);

49 (3) membandingkan hasil pekerjaan dengan standard, dan mengukur

perbedaannya, bila ada (comparing performance with the standard, and ascertaining the difference, if any); dan (4) action). A. Prasyarat Pengawasan a. Pengawasan membutuhkan perencanaan Pengawasan harus didasarkan kepada perencanaan dan bahwa perencanaan yang jelas, lengkap, dan terpadu akan meningkatkan efektivitas pengawasan. Secara sederhana dapat dikatakan : Tidak ada kemungkinan bagi manajer untuk memastikan bahwa unit organisasinya sedang melaksanakan apa yang diinginkan dan diharapkan, kecuali apabila ia mengetahui lebih dahulu apa yang diharapkan. b. Pengawasan membutuhkan struktur organisasi yang jelas Pengawasan bertujuan untuk mengukur aktivitas dan mengambil tindakan guna menjamin bahwa rencana sedang dilaksanakan. Untuk itu harus diketahui orang yang bertanggung jawab atas terjadinya penyimpangan rencana dan yang harus mengambil tindakan untuk membetulkannya. Pengawasan aktivitas dilaksanakan melalui orang-orang, akan tetapi tidak dapat diketahui siapakah yang harus bertanggung jawab atas terjadinya penyimpangan dan tindakan koreksi yang perlu diambil, kecuali apabila tanggung jawab dalam organisasi dinyatakan dengan jelas dan rinci. Oleh karena itu prasyarat yang penting dalam efektivitas pengawasan ialah struktur organisasi yang jelas, lengkap, dan terpadu. B. Macam-macam pengawasan Mengenai macam-macam pengawasan dapat dibedakan dalam beberapa klasifikasi sesuai dengan segi yang dijadikan pangkal tolaknya, misalnya : a. Dilihat dari bidang kerja atau obyek yang diawasi, dapat dibedakan : pengawasan penjualan pengawasan produksi pengawasan pembiayaan memperbaiki penyimpangan (correcting deviation by means of remidial

50 pengawasan kualitas, dan lain-lain. pengawasan internal dan pengawasan eksternal pengawasan formal dan pengawasan informal (atau kontrol sosial), dan

b. Dilihat dari segi subyek yang mengawasi, dapat dibedakan :

sebagainya. c. Dilihat dari waktu pelaksanaannya, dapat dibedakan : pengawasan preventif dan pengawasan represif inprocess control (kontrol tengah berproses), dan sebagainya. pengawasan umum dan pengawasan khusus pengawasan langsung dan pengawasan tak langsung pengawasan mendadak dan pengawasan teratur (rutin) pengawasan terus-menerus dan pengawasan berdasarkan atas kekecualian,

d. Dari segi lainnya, dapat dibedakan misalnya :

dan sebagainya. C. Instrumen Pengawasan Agar pengawasan terselenggara dengan efektif, dalam arti berhasil menemukan secara faktual hal-hal yang terjadi dalam penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional, baik yang sifatnya positif maupun yang berupa penyimpangan, penyelewengan atau kesalahan, diperlukan berbagai instrumen, seperti : (a) Standard hasil yang direncanakan untuk dicapai; (b) Anggaran; (c) Data-data statistik; (d) Laporan; (e) Auditing; dan (f) Observasi langsung.

Anda mungkin juga menyukai