Anda di halaman 1dari 23

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.

174/MEN/VII/2011 TENTANG PEDOMAN PENGUKURAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional bertujuan untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja, pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja serta memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya; b. bahwa untuk mengetahui hasil pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan melalui indeks pembangunan ketenagakerjaan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu dibuat pedoman pengukuran pembangunan ketenagakerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri;

Mengingat

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4701); 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009; 9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.12/MEN/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2010 tentang Perencanaan Tenaga Kerja Makro (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 542); 11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.17/MEN/XI/2010 tentang Perencanaan Tenaga Kerja Mikro(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 543); MEMUTUSKAN: Menetapkan : KESATU : Pedoman pengukuran pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU digunakan sebagai acuan bagi Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dalam menyusun indeks pembangunan ketenagakerjaan dan Tim Penilai dalam menentukan hasil pembangunan ketenagakerjaan. Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA ditetapkan oleh Menteri. Keputusan Menteri ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Juli 2011 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, ttd Drs. H.A. MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si.
2

KEDUA

KETIGA KEEMPAT

: :

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 174/MEN/VII/2011 TENTANG PEDOMAN PENGUKURAN PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan di masing-masing provinsi hingga masingmasing kabupaten dan kota di seluruh Indonesia kondisi dan tingkat keberhasilannya sangat beragam dan berbeda-beda. Sebagian besar daerah menghadapi permasalahan Ketenagakerjaan yang relatif besar dan kompleks. Tingkat keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ketersediaan anggaran, baik dana pembantuan pusat maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), ketersediaan sumber daya manusia (SDM), baik dari sisi jumlah maupun kualitasnya, ketersediaan sarana dan prasarana serta kebijakan penyusunan prioritas pembangunan daerah. Hal ini berakibat langsung terhadap hasil-hasil pembangunan di daerah, dan pembangunan secara nasional. Dalam tahun 2011 ini, jumlah penganggur terbuka di Indonesia sebanyak 8,12 juta orang atau 6,80 persen, jumlah setengah penganggur mencapai 34,19 juta orang. Masih sedikit pencari kerja yang berkesempatan mengikuti pelatihan kerja. Masih banyak pencari kerja yang tidak dapat ditempatkan. Masih sedikit perusahaan yang melaporkan ketenagakerjaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981. Masih banyak perusahaan yang tidak memiliki Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Masih banyak pekerja yang tidak mendapatkan perlindungan yang memadai. Masih banyak pekerja memperoleh upah di bawah kebutuhan hidup layak dan lain sebagainya. Permasalahan ketenagakerjaan di atas adalah bersifat nasional. Namun harus dipahami bahwa setiap provinsi serta kabupaten dan kota memilki intensitas permasalahan yang berbeda-beda, baik mengenai jumlah maupun karakteristiknya. Pemerintah cq Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi selama ini belum memiliki peta keberhasilan atau peta permasalahan ketenagakerjaan secara spesifik di tiap-tiap daerah, baik di provinsi-provinsi maupun di masing-masing kabupaten/kota. Peta atau indeks pembangunan ketenagakerjaan masing-masing daerah sangat dibutuhkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat, sebagai dasar evaluasi pembangunan di masing-masing daerah dan sebagai dasar permulaan (starting point) pembangunan ketenagakerjaan. Bagi pemerintah pusat, peta atau indeks pembangunan ketenagakerjaan dapat dijadikan dasar evaluasi kebijakan dan penyusunan program nasional pembangunan ketenagakerjaan, serta untuk pemberian bantuan ke daerah. Keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan sangat dipengaruhi kualitas perencanaan dan pelaksanaan perencanaan tenaga kerja. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan perencanaan tenaga kerja perlu dilakukan pemantauan, sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007, tentang Tata Cara Memperoleh Informasi khususnya Pasal 39 Ayat (2).

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, maka perlu dilakukan pengukuran pembangunan ketenagakerjaan. Untuk itu, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dirasa sangat perlu melakukan pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (Manpower Development Index). B. Tujuan Penyusunan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan bertujuan untuk: 1. Mengetahui hasil pembangunan ketenagakerjaan, secara keseluruhan maupun program di setiap daerah; 2. Menyusun Peta Pembangunan Ketenagakerjaan; 3. Bahan evaluasi dan penyusunan kebijakan dan program pembangunan ketenagakerjaan; 4. Dasar pembinaan pembangunan ketenagakerjaan di daerah; 5. Dasar koordinasi antar unit; 6. Dasar pengusulan program pembangunan ketenagakerjaan. C. Ruang Lingkup dan Sumber Data Penyusunan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan dilakukan berdasarkan umpan balik (feedback) dari keberhasilan perencanaan tenaga kerja yang telah dilakukan daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota), sebagaimana yang diamanatkan Pasal 7 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi bahwa dalam penyusunan kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja. Hal ini dilanjutkan dalam Pasal 8, bahwa Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara lain meliputi : a. Penduduk dan tenaga kerja; b. Kesempatan kerja; c. Pelatihan kerja; d. Produktivitas tenaga kerja; e. Hubungan industrial; f. Kondisi lingkungan kerja; g. Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan h. Jaminan sosial tenaga kerja. Komponen ketenagakerjaan yang termaktub dalam Pasal 8 tersebut dijadikan indikator utama dalam pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan, dan setiap indikator utama diuraikan kedalam sub indikator yang dapat mewakili keberhasilan setiap indikator utama. Sehubungan dengan uraian pada pendahuluan, maka nama kegiatan yang akan dilakukan adalah Mengukur Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sumber data untuk pengukuran indeks pembangunan ketenagakerjaan adalah : 1. Dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di seluruh Indonesia; 2. Badan Pusat Statistik di pusat dan di daerah; 3. Unit Teknis Ketenagakerjaan di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 4. PT. Jamsostek pusat dan daerah. D. Konsep dan Definisi 1. Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Indeks pembangunan ketenagakerjaan adalah suatu nilai yang bisa menggambarkan kondisi keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan dan dinyatakan dalam bentuk suatu indeks komposit yang mencakup 9 (sembilan) bidang pembangunan ketenagakerjaan yang dianggap sangat mendasar yaitu perencanaan tenaga kerja, penduduk dan tenaga kerja, penciptaan kesempatan kerja, pelatihan dan kompetensi kerja, produktivitas kerja, hubungan industrial, kondisi lingkungan kerja, pengupahan dan kesejahteraan pekerja, serta jaminan sosial tenaga kerja.

2. Ketenagakerjaan
4

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. 3. Perencanaan Tenaga Kerja Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan. 4. Penduduk Usia Kerja Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun dan lebih. 5. Angkatan Kerja Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (berumur 15 tahun ke atas) yang selama seminggu sebelum pencacahan, bekerja atau punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja; dan mereka yang tidak bekerja tetapi mencari pekerjaan. 6. Bekerja Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. 7. Penganggur Terbuka Penganggur Terbuka terdiri dari : a. Mereka yang mencari pekerjaan b. Mereka yang mempersiapkan usaha c. Mereka yang tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin dapat pekerjaan d. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. 8. Tingkat Penganggur Terbuka Tingkat penganggur terbuka adalah rasio jumlah penganggur terbuka terhadap jumlah angkatan kerja. 9. Setengah Penganggur Setengah penganggur adalah kegiatan seseorang yang bekerja dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). 10. Tingkat Setengah Penganggur Tingkat setengah penganggur adalah rasion jumlah setengah penganggur terhadap jumlah penduduk yang bekerja. 11. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 12. Pekerja/Buruh Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

13. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. 14. Pelatihan Kerja Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. 15. Kompetensi Kerja Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. 16. Hubungan Industrial Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 17. Serikat Pekerja/Serikat Buruh Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. 18. Lembaga Kerjasama Bipartit Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. 19. Peraturan Perusahaan Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. 20. Perjanjian Kerja Bersama Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 21. Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
6

22. Upah Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 23. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Pekerja (SMK3) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Pekerja (SMK3) adalah bagian dari system manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. 24. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. 25. Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

BAB II METODE PENGUKURAN A. Pengumpulan Data


7

Untuk penyusunan Pembangunan Ketenagakerjaan diperlukan data dan informasi sebagai komponen utama dan pendukung. Untuk memudahkan pengumpulan data di daerah disiapkan alat (tools) berupa daftar pertanyaan yang harus diisi (Lihat lampiran 1). Unit kerja yang dijadikan obyek pengumpulan data adalah : 1. Dinas yang bertanggungjawab di bidang Ketenagakerjaan di provinsi, sebagai obyek sasaran pengumpulan data. Adapun data yang dikumpulkan adalah : a. Tugas dan fungsi penyusun perencanaan tenaga kerja. b. Tim penyusun perencanaan tenaga kerja. c. Perencanaan tenaga kerja. d. Rencana kegiatan berbagai bidang. e. Kegiatan berbagai bidang ketenagakerjaan yang dianggarkan. f. Data penduduk dan tenaga kerja. g. Data kesempatan kerja. h. Data pelatihan dan kompetensi kerja. i. Data produktivitas tenaga kerja. j. Data hubungan industrial. k. Data kondisi lingkungan kerja. l. Data pengupahan dan kesejahteraan pekerja. m. Data jaminan sosial tenaga kerja. 2. Badan Pusat Statistik, adapun data yang dikumpulkan adalah : a. Angkatan kerja. b. Penduduk yang bekerja. c. Penganggur terbuka. d. Setengah penganggur. e. Penduduk yang bekerja di sektor formal. f. Penduduk yang bekerja di sektor informal. g. Tingkat penganggur terbuka. h. Tingkat setengah penganggur. i. Produk Domestik Regional Bruto 3. Dari PT. Jamsostek, dapat dikumpulkan data mengenai : a. Jumlah perusahaan yang menjadi peserta Jamsostek. b. Jumlah tenaga kerja yang menjadi peserta Jamsostek. c. Jumlah tenaga kerja yang menderita kecelakaan kerja dan mengajukan claim. 4. Dari Unit Teknis Ketenagakerjaan di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Balitfo, adapun data yang dikumpulkan adalah : Seluruh data dan informasi yang bersifat ketenagakerjaan umum maupun yang bersifat teknis. B. Penentuan Indikator, Bobot dan Penghitungan 1. Penentuan Indikator Indikator yang digunakan dalam penyusunan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan ini terdiri dari indikator utama dan sub indikator. Indikator utama merupakan gambaran aktivitas utama dalam bidang ketenagakerjaan, sebagaimana tercermin dalam pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu : a. Perencanaan tenaga kerja; b. Penduduk dan tenaga kerja; c. Kesempatan kerja; d. Pelatihan dan kompetensi kerja; e. Produktivitas tenaga kerja; f. Hubungan industrial;
8

g. Kondisi lingkungan kerja; h. Pengupahan dan kesejahteraan pekerja; i. Jaminan sosial tenaga kerja. Sub indikator merupakan kegiatan pokok dari indikator utama, yang dianggap dapat mewakili indikator utama, sub indikator dari tiap-tiap indikator utama adalah : a. Perencanaan tenaga kerja terdiri dari 7 sub indikator : - PTK provinsi, kabupaten/kota; - Perencanaan Pendidikan dan Latihan; - Perencanaan Perluasan Kesempatan Kerja; - Perencanaan Produktivitas Tenaga Kerja; - Perencanaan Hubungan Industrial; - Perencanaan Pengawasan Tenaga Kerja; - Perencanaan Pengupahan dan Jamsos. b. Penduduk dan tenaga kerja terdiri dari 4 sub indikator : - TPAK usia muda; - Pekerja anak; - Tingkat penganggur terbuka (TPT); - Tingkat setengah penganggur. c. Kesempatan Kerja sub indikatornya adalah; - Kesempatan kerja sektor formal; - Kesempatan kerja sektor informal (kecuali pekerja keluarga); - Jumlah tenaga kerja yang ditempatkan. d. Pelatihan dan Kompetensi Kerja terdiri dari 3 sub indikator : - Kapasitas lembaga latihan; - Jumlah lulusan pelatihan; - Jumlah lulusan pelatihan yang ditempatkan. e. Produktivitas tenaga kerja terdiri dari hanya satu sub indikator : - Tingkat produktivitas tenaga kerja. f. Hubungan Industrial terdiri dari 5 sub indikator : - Peraturan Perusahaan yang disahkan; - Perjanjian Kerja Bersama yang didaftarkan; - Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit; - Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan; - Jumlah perselisian hubungan industrial. g. Kondisi lingkungan kerja terdiri dari 2 sub indikator : - Penerapan SMK3 di perusahaan; - Jumlah kecelakaan kerja. h. Pengupahan dan kesejahteraan pekerja terdiri dari satu sub indikator yaitu : - Besarnya upah minimum terhadap kebutuhan hidup layak Jaminan sosial tenaga kerja terdiri dari 2 sub indikator : - Jumlah perusahaan yang menjadi peserta Jamsostek; - Jumlah Pekerja/Buruh yang menjadi peserta Jamsostek. 2. Bobot Angka Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan
Tabel 2.1 Daftar Indikator Utama dan Sub Indikator Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan
INDIKATOR UTAMA (U) BOBOT

i.

SUB INDIKATOR (s)

INDIKATOR UTAMA (Wu)

SUB INDIKATOR (Ws)

1. Perencanaan Tenaga Kerja a. b. c. d. e. f. g. PTK Provinsi dan Kab./Kota Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Perluasan Kesempatan Kerja Perencanaan Produktivitas Tenaga Kerja Perencanaan Hubungan Industrial Perencanaan Pengawasan Tenaga Kerja Perencanaan Pengupahan dan Jamsos

15 40 10 10 10 10 10 10 10 25 25 25 25 15 35 25 40 10 35 25 40 10 100 10 20 20 20 20 20 10 50 50 10 100 10 50 50

2. Penduduk dan Tenaga Kerja a. b. c. d. TPAK Usia Muda Pekerja Anak Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Tingkat Setengah Penganggur

3. Kesempatan Kerja a. b. c. Kesempatan Kerja Sektor Formal Kesempatan Kerja Sektor Informal Jumlah Tenaga Kerja yang ditempatkan

4. Pelatihan dan Kompetensi Kerja a. b. c. Kapasitas Pelatihan Jumlah Lulusan Pelatihan Jumlah Lulusan Pelatihan yang ditempatkan

5. Produktivitas Tenaga Kerja Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja 6. Hubungan Industrial a. b. c. d. 5. Peraturan Perusahaan yang dDisahkan Perjanjian Kerja Bersama didaftarkan Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit Di Perusahaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Tingkat Perusahaan Jumlah Perselisihan Hubungan Industrial

7. Kondisi Lingkungan Kerja a. b. Penerapan SMK3 di Perusahaan Jumlah Kecelakaan Kerja

8. Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja Besaran Upah Minimum 9. Jaminan Sosial Tenaga Kerja a. b. Perusahaan yang Menjadi Anggota Jamsostek Pekerja/Buruh yang Menjadi Anggota Jamsostek

3. Penghitungan Angka Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Angka Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan untuk suatu daerah dihitung berdasarkan Indikator Utama dan Sub Indikator yang telah diberikan pembobotan. Bobot dari masing-masing Indikator Utama dan Sub Indikator dimaksud dapat dilihat pada Tabel 2.1. Proses penghitungan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan sendiri terdiri dari 4 tahapan/langkah, yaitu : 1) Menghitung koefisien masing-masing indikator utama; 2) Menghitung indeks masing-masing sub indikator; 3) Menghitung indeks indikator utama; dan 4) Menghitung indeks komposit untuk Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan.

10

Keempat tahapan/langkah penghitungan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan tersebut akan diuraikan lebih lanjut di bawah ini. 1. Menghitung Koefisien Masing-masing Indikator Utama Koefisien indikator utama dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot indikator utama dengan jumlah bobot setiap sub indikatornya dengan menggunakan formula sebagai berikut :

Dimana : : :

: Koefisien Indikator Utama ke-n Bobot Indikator Utama ke-n Bobot Sub Indikator dari Indikator Utama ke-n

2. Menghitung Indeks Masing-Masing Sub Indikator Proses penghitungan indeks masing-masing sub indikator terdiri dari 3 langkah, yakni (1) menentukan nilai aktual sub indikator; (2) menentukan indeks sub indikator sebelum pembobotan; dan (3) menentukan indeks sub indikator setelah pembobotan. Proses penghitungan Indeks masing-masing sub indikator ini akan dijelaskan sebagai berikut : a. Menghitung nilai aktual sub indikator Nilai aktual sub indikator dihitung secara individual menggunakan berbagai formula. Berikut akan dijelaskan secara rinci proses penghitungan nilai aktual setiap sub indikator dimaksud. 1) Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi//Kabupaten/Kota Nilai aktual sub indikator Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi/Kabupaten/Kota dihitung menggunakan kriteria sebagai berikut : Keberadaan Unit atau tugas dan fungsi di bidang perencanaan tenaga kerja diberikan nilai : 15 persen; Terbentuknya Tim Perencanaan Tenaga Kerja diberikan nilai : 15 persen; dan Ketersediaan buku Rencana Tenaga Kerja yang masih berlaku diberikan nilai : 70 persen, dengan kelengkapan informasi tentang: - Persediaan tenaga kerja - Kebutuhan tenaga kerja - Keseimbangan tenaga kerja - Produktivitas tenaga kerja - Kebijakan dan Program: Umum (penciptaan kesempatan kerja, investasi, pengurangan pengangguran dll); Kebijakan sektoral; Kebijakan pelatihan; Kebijakan penempatan; Kebijakan pengawasan; Kebijakan HI dan Jamsos; Atau kebijakan ketenagakerjaan lainnya. Nilai dari ketiga komponen tersebut kemudian dijumlah guna mendapatkan nilai aktual dari sub indikator Perencanaan Tenaga Kerja Provinsi/Kabupaten/Kota. Secara matematis, penghitungan nilai aktual untuk sub indikator ini dinotasikan sebagai berikut :

11

Dimana : : Nilai aktual sub indikator PTK Provinsi/ Kab/Kota di Daerah j : Unit atau Tugas Pokok dan Fungsi : Tim Perencanaan Tenaga Kerja : Buku Rencana Tenaga Kerja yang masih berlaku

Tupoksi Tim PTK Buku RTK

2) Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan Nilai aktual sub indikator Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan dihitung menggunakan kriteria sebagai berikut : Ketersediaan Rencana Pendidikan dan Pelatihan diberikan nilai : 50 persen; dan Ketersediaan anggaran untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan diberikan nilai : 50 persen.

Dimana : : Nilai aktual sub indikator rencana Diklat dari daerah j 3) Perencanaan Perluasan Kesempatan Kerja Nilai aktual sub indikator Perencanaan Perluasan Kesempatan Kerja dihitung menggunakan kriteria sebagai berikut : Ketersediaan Rencana Perluasan Kesempatan Kerja diberikan nilai : 50 persen; dan Ketersediaan anggaran untuk kegiatan Perluasan Kesempatan Kerja diberikan nilai : 50 persen.

Dimana : Nilai aktual sub indikator perluasan kesempatan Kerja dan Penta dari Daerah j : Penempatan Tenaga Kerja
:

PENTA

4) Perencanaan Produktivitas Tenaga Kerja Nilai aktual sub indikator Perencanaan Produktivitas Tenaga Kerja dihitung menggunakan kriteria sebagai berikut : Ketersediaan Rencana peningkatan produktivitas tenaga kerja diberikan nilai : 50 persen; dan Ketersediaan anggaran untuk kegiatan peningkatan produktivitas tenaga kerja diberikan nilai : 50 persen.

Dimana : : Nilai aktual sub indikator produktivitas tenaga kerja dari Daerah j 5) Perencanaan Hubungan Industrial Nilai aktual sub indikator Perencanaan Hubungan Industrial dihitung menggunakan kriteria sebagai berikut : Ketersediaan Rencana Hubungan Industrial diberikan nilai : 50 persen; dan Ketersediaan anggaran untuk kegiatan pembinaan hubungan industrial diberikan nilai : 50 persen.

Dimana :
12

HI

: Nilai aktual sub indikator hubungan industrial dari daerah j : Hubungan industrial

6) Rencana Pengawasan Tenaga Kerja Nilai aktual sub indikator Perencanaan Pengawasan Tenaga Kerja dihitung menggunakan kriteria sebagai berikut : Ketersediaan Rencana Pengawasan Ketenagakerjaan diberikan nilai : 50 persen; dan Ketersediaan anggaran untuk kegiatan pengawasan ketenagakerjaan diberikan nilai : 50 persen.

Dimana : : Nilai aktual sub indikator pengawasan tenaga kerja dari daerah j : Pengawasan tenaga kerja

Wasnaker

7) Rencana Pengupahan dan Jaminan Sosial Nilai aktual sub indikator Perencanaan Pengupahan dan Jaminan Sosial dihitung menggunakan kriteria sebagai berikut : Ketersediaan Rencana Pengupahan dan Jaminan Sosial diberikan nilai : 50 persen; dan Ketersediaan anggaran untuk kegiatan pengupahan dan jaminan sosial diberikan nilai : 50 persen.

Dimana : : Nilai aktual sub indikator pengupahan dan jamsos dari Daerah j 8) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Nilai aktual Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda merupakan rasio antara angkatan kerja muda (15-19 tahun) dengan seluruh angkatan kerja, yang formulanya adalah sebagai berikut :

Dimana : : Nilai aktual TPAK Muda dari daerah j : Jumlah angkatan kerja muda : Jumlah angkatan kerja 9) Pekerja Anak Nilai aktual tingkat pekerja anak merupakan rasio antara penduduk yang bekerja di bawah 18 tahun dengan jumlah penduduk yang bekerja, yang formulanya adalah sebagai berikut :

Dimana : : Nilai aktual tingkat pekerja anak dari Daerah j : Jumlah pekerja anak : Jumlah penduduk yang bekerja 10) Tingkat Penganggur Terbuka (TPT)
13

Nilai aktual Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) dihitung dengan membandingkan antara jumlah penganggur terbuka (angkatan kerja dikurangi penduduk yang bekerja) dengan total angkatan kerja menggunakan formula sebagai berikut :

Dimana : : Nilai aktual tingkat penganggur terbuka dari Daerah j : Jumlah penduduk yang bekerja : Jumlah angkatan kerja 11) Tingkat Setengah Penganggur Nilai aktual setengah penganggur dihitung dengan cara membandingkan jumlah setengah penganggur (PYB < 35 jam dalam seminggu dan tidak termasuk tidak bekerja/0 jam) dengan total penduduk yang bekerja dengan menggunakn formula sebagai berikut :

Dimana : : Nilai aktual tingkat setengah penganggur Daerah j : Jumlah penduduk yang bekerja : Jumlah setengah penganggur 12) Penciptaan Kesempatan Kerja Sektor Formal Penciptaan kesempatan kerja sektor formal merupakan rasio antara jumlah penduduk yang bekerja sektor formal (berusaha dengan buruh dan pekerja/buruh/karyawan) dengan jumlah penduduk yang bekerja.

Dimana : : Nilai aktual tingkat penciptaan KK sektor formal Dari daerah j : Jumlah penduduk yang bekerja sektor formal : Jumlah penduduk yang bekerja 13) Penciptaan Kesempatan Kerja Sektor Informal Penciptaan kesempatan kerja sektor informal merupakan selisih antara total penduduk yang bekerja (kecuali pekerja keluarga) dengan penduduk yang bekerja di sektor formal.

Dimana : : Nilai aktual tingkat penciptaan KK sektor Informal dari daerah j : Jumlah penduduk yang bekerja sektor formal : Jumlah penduduk yang bekerja : Pekerja Keluarga

Pek.Kel

14) Tenaga kerja yang ditempatkan

14

Nilai aktual tenaga kerja yang ditempatkan merupakan perbandingan antara pencari kerja yang ditempatkan dengan jumlah pencari kerja yang terdaftar setiap tahun.

Dimana : : Nilai aktual tingkat tenaga kerja yang ditempatkan dari Daerah j : Pencari kerja yang ditempatkan : Pencari kerja yang terdaftar

PKT PKD

15) Kapasitas Pelatihan Nilai aktual kapasitas pelatihan merupakan perbandingan antara daya tampung BLK dengan penganggur terbuka yang berpendidikan SD sampai dengan SMTA.

Dimana : DTP : Nilai aktual tingkat kapasitas pelatihan dari Daerah j : Daya tampung lembaga pelatihan BLK : Penganggur terbuka (SD-SMTA)

16) Lulusan Pelatihan Lulusan pelatihan dihitung dengan cara membandingkan total lulusan peserta pelatihan dengan penganggur terbuka yang berpendidikan SD sampai dengan SMTA.

Dimana : : Nilai aktual tingkat lulusan pelatihan dari Daerah j LPP : Lulusan peserta pelatihan : Penganggur terbuka (SD-SMTA) 17) Lulusan pelatihan yang ditempatkan Lulusan pelatihan yang ditempatkan dihitung dengan membandingkan total lulusan peserta pelatihan yang ditempatkan dengan total lulusan peserta pelatihan.

Dimana : : Nilai aktual tingkat lulusan yang ditempatkan dari Daerah j : Lulusan peserta pelatihan yang ditempatkan : Lulusan peserta pelatihan

LPPYD LPP

18) Produktivitas Tenaga Kerja Nilai produktivitas tenaga kerja dihitung dengan membandingkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan total penduduk yang bekerja menggunakan formula sebagai berikut :
15

Dimana : PDRB PYB : Nilai produktivitas tenaga kerja Daerah j : Produk Domestik Regional Bruto : Penduduk yang bekerja

19) Peraturan Perusahaan (PP) yang Disahkan Nilai aktual jumlah peraturan perusahaan (PP) yang disahkan dihitung dengan cara membandingkan jumlah perusahaan wajib lapor yang telah memiliki PP dengan total perusahaan wajib lapor menggunakan formula :

Dimana : : Nilai aktual tingkat perusahaan wajib lapor yang mempunyai PP dari daerah j : Jumlah perusahaan wajib lapor yang mempunyai PP yang disahkan : Jumlah perusahaan wajib lapor 20) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang didaftarkan Untuk menghitung perjanjian kerja bersama (PKB) yang didaftarkan adalah dengan membandingkan jumlah perusahaan wajib lapor yang telah memiliki PKB dengan total perusahaan wajib lapor menggunakan formula sebagai berikut :

Dimana : : Nilai aktual tingkat perusahaan wajib lapor yang mempunyai PKB dari Daerah j : Jumlah perusahaan wajib lapor yang mempunyai PKB : Jumlah perusahaan wajib lapor 21) Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit di Perusahaan Nilai aktual LKS Bipartit dihitung dengan membandingkan antara jumlah perusahaan menengah dan besar yang wajib lapor dan memiliki LKS Bipartit dengan total perusahaan wajib lapor menggunakan formula:

Dimana : : Nilai aktual tingkat perusahaan wajib lapor yang mempunyai lembaga bipartit dari Daerah j : Jumlah perusahaan wajib lapor yang mempunyai LKS Bipartit : Jumlah perusahaan wajib lapor 22) Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Tingkat Perusahaan
16

Untuk menghitung serikat pekerja di tingkat perusahaan dilakukan dengan membandingkan jumlah perusahaan menengah dan besar yang wajib lapor dan memiliki serikat pekerja dengan total perusahaan wajib lapor menggunakan formula :

Dimana : : Nilai aktual tingkat perusahaan wajib lapor yang mempunyai SP dari Daerah j : Jumlah perusahaan wajib lapor yang mempunyai SP/SB : Jumlah perusahaan wajib lapor 23) Jumlah Perselisihan Hubungan Industrial Untuk menghitung jumlah perselisihan hubungan industrial dilakukan dengan membandingkan total perselisihan hubungan industrial dengan total perusahaan wajib lapor menggunakan formula :

Dimana : : Nilai aktual tingkat perselisihan HI dari daerah j : Jumlah perselisihan HI yang masuk PPHI : Jumlah perusahaan wajib lapor

24) Penerapan SMK3 di Perusahaan Dihitung dengan membandingkan jumlah perusahaan yang diaudit penerapan SMK3 dengan total perusahaan wajib lapor menggunakan:

Dimana : : Nilai aktual tingkat perusahaan wajib lapor yang menerapkan SMK3 dari Daerah j : Jumlah perusahaan yang diaudit menerapkan SMK3 : Jumlah perusahaan wajib lapor 25) Jumlah Kecelakaan Kerja Penghitungan kecelakaan kerja dilakukan dengan membandingkan jumlah tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja di perusahaan wajib lapor dengan total tenaga kerja.

Dimana : : Nilai aktual tingkat kecelakaan kerja pada perusahaan wajib lapor dari Daerah j
17

: Jumlah tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja pada perusahaan wajib lapor : Jumlah tenaga kerja pada perusahaan wajib lapor 26) Besaran UMP/UMK terhadap KHL Besaran UMP/UMK terhadap KHL dihitung dengan cara membandingkan besaran UMP/UMK dengan kebutuhan hidup layak (KHL) menggunakan formula :

Dimana : : Nilai aktual tingkat besaran UMP/UMK dari Daerah j : Upah minimum Provinsi/Kab/Kota : Kebutuhan hidup layak 27) Perusahaan yang Menjadi Peserta Jamsostek Aktif Untuk menghitung perusahaan yang menjadi peserta jamsostek dilakukan dengan cara membandingkan total perusahaan yang menjadi peserta jamsostek aktif dengan total perusahaan wajib jamsostek menggunakan formula sebagai berikut :

Dimana : : Nilai aktual tingkat perusahaan yang menjadi peserta jamsostek dari Daerah j : Jumlah perusahaan yang menjadi peserta jamsostek aktif : Jumlah perusahaan wajib jamsostek 28) Pekerja/Buruh yang Menjadi Peserta Jamsostek Untuk menghitung pekerja/buruh yang menjadi peserta jamsostek adalah dengan membandingkan total pekerja/buruh yang menjadi anggota jamsostek aktif dengan total pekerja/buruh di perusahaan wajib lapor.

Dimana : : Nilai aktual tingkat pekerja/buruh yang menjadi peserta jamsostek dari Daerah j : Jumlah pekerja/buruh yang menjadi peserta jamsostek aktif : Jumlah pekerja/buruh di perusahaan wajib lapor b. Menghitung Indeks masing-masing sub indikator sebelum pembobotan Indeks sub indikator sebelum pembobotan dihitung berdasarkan perbandingan antara selisih nilai aktual suatu sub indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum sub indikator yang bersangkutan menggunakan formula sebagai berikut :

18

Dimana : : Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari daerah j sebelum pembobotan; dimana n = Indikator Utama; j = Daerah (Provinsi/Kab/Kota); i = Sub Indikator Nilai aktual sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari daerah-j Nilai minimum sub indikator ke-i Nilai maksimum sub indikator ke-i

: : :

Nilai maksimum dan minimum dari setiap Sub Indikator Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Sub Indikator Pengukuran Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan
Nilai Maksimum Nilai Minimum
*)

No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Sub Indikator
Perencanaan Tenaga Kerja Prov/Kab/Kota Perencanaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan Perluasan Kesempatan Kerja Perencanaan Produktivitas Tenaga Kerja Perencanaan Hubungan Industrial Perencanaan Pengawasan Tenaga Kerja Perencanaan Pengupahan dan Jamsos Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Muda Pekerja Anak dan/atau Usia Muda Tingkat Penganggur Terbuka Tingkat Setengah Penganggur Kesempatan Kerja Sektor Formal Kesempatan Kerja Sektor Informal Tenaga Kerja yang ditempatkan Kapasitas Pelatihan Jumlah Lulusan Pelatihan Jml Lulusan Pelatihan yang ditempatkan Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Peraturan Perusahaan yang disahkan Peraturan Kerja Bersama yang disahkan LKS Bipartit di Perusahaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Tingkat Perusahaan Jumlah Perselisihan Hubungan Industrial

Ket.
% % % % % % % % % % % % % % % % %

(xmax)
100 100 100 100 100 100 100 40 40 15 50 75 90 100 20 20 100 100 100 100 100 100 10

(xmin)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 10 10 25 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0

juta/TK % % % % %

19

No
24 25 26 27 28

Sub Indikator
Penerapan SMK3 di Perusahaan Jumlah Kecelakaan Kerja Besaran Upah Minimum Perusahaan yang Menjadi Anggota Jamsostek Pekerja/Buruh yang Menjadi Anggota Jamsostek Aktif

Nilai Maksimum

Nilai Minimum

Ket.
% % % % %

*)

(xmax)
5 5 100 100 100

(xmin)
0 0 0 0 0

c. Menghitung indeks sub indikator setelah pembobotan Indeks sub indikator setelah pembobotan dihitung berdasarkan karakteristik dari masing-masing sub indikator. Jadi, formula yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing sub indikator, yakni sebagai berikut : 1) Jika, nilai aktual sub indikator atau tingkat capaian sub indikator diharapkan tinggi digunakan formula sebagai berikut :

Dimana : :

Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Daerah j setelah pembobotan dimana n = Indikator utama j = Daerah (Provinsi/Kab/Kota) i = Sub indikator Bobot sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Daerah j Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Daerah j sebelum pembobotan

: :

2) Jika, nilai aktual sub indikator atau tingkat capaian sub indikator diharapkan rendah digunakan formula sebagai berikut :

Dimana : :

: :

Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Daerah j setelah pembobotan dimana n = Indikator utama j = Daerah (Provinsi/Kab/Kota) i = Sub indikator Bobot sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Daerah j Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Daerah j sebelum pembobotan

3. Menghitung Indeks Indikator Utama Indeks indikator utama merupakan perkalian dari koefisien indikator utama dengan total indeks sub indikator. Formulanya adalah sebagai berikut :

20

Dimana : : :

: Indeks indikator utama ke-n dari daerah j Koefisien indikator utama ke-n dari daerah j Indeks sub indikator ke-i untuk indikator utama ke-n dari Daerah j setelah pembobotan; dimana n = Indikator utama i = Sub indikator j = Daerah (Provinsi/Kab/Kota)

4. Menghitung Indeks Komposit untuk Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Indeks komposit Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan merupakan total dari indeks indikator utama. Formulanya adalah sebagai berikut :

Dimana : : Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan dari daerah j : Indeks indikator utama ke-n dari daerah j, dimana n = Indikator utama j = Daerah (Provinsi/Kab/Kota) Seluruh tahapan penghitungan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan tersebut diatas dapat dilihat pada Gambar.1 dibawah ini. Gambar 2.1 Kerangka Pengukuran Pembangunan Ketenagakerjaan (MDI Measurement Framework)
PROPINSI X INDIKATOR UTAMA SUB INDIKATOR
BOBOT INDIKATOR UTAMA (Wu)

BOBOT SUB INDIKATOR (Ws)


HITUNG KOEFISIEN

kn

Ws

Wu n

KOEFISIEN INDIKATOR UTAMA (kn)


NILAI MAKS & MIN SUB INDIKATOR (Xmax & Xmin)

HITUNG INDEKS SUB INDIKATOR SEBELUM BOBOT

Ixu n,i , j

xu n,i , j xmin xmax xmin

INDEKS SUB INDIKATOR SEBELUM BOBOT (Ixu)


HITUNG INDEKS SUB INDIKATOR SETELAH BOBOT

Isun,i , j Wsun,i , j Ixun,i , j Isun,i , j Wsun,i , j (Wsun,i , j Ixun,i , j )


INDEKS SUB INDIKATOR SETELAH BOBOT (Isu) HITUNG INDEKS INDIKATOR UTAMA
ATAU

Iun, j kn, j Isun,i , j


INDEKS INDIKATOR UTAMA (Iu) HITUNG INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN PROPINSI X

IPK j Iun, j

21

INDEKS PEMBANGUNAN KETENAGAKERJAAN PROPINSI X (IPKj)

C. Penetapan Status Pembangunan Ketenagakerjaan Sebagai tahap akhir pengukuran Pembangunan Ketenagakerjaan adalah menentukan status daerah yang menjadi objek pengukuran. Untuk tingkat Provinsi statusnya dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu rendah (kurang dari 50), sedang atau menengah (antara 50 dan 80), dan tinggi (80 keatas). Untuk keperluan pembandingan antara daerah, status menengah dipecah menjadi dua, yaitu menengah bawah dan menengah atas dengan kriteria sebagai berikut :

Tabel 2.3 Tingkatan Status Pembangunan Ketenagakerjaan

Tingkatan Status Rendah Menengah bawah Menengah atas Tinggi

Kriteria 49,99 50,00 - 65,99 66,00 79,99 80,00

D. Analisis Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Dalam menganalisis hasil pengukuran pembangunan ketenagakerjaan hanya menggunakan analisis deskriptif, yaitu mengurai beberapa hal diantaranya adalah : 1. Besarnya indeks pembangunan ketenagakerjaan; 2. Posisi indeks pembangunan ketenagakerjaan secara nasional; 3. Indikator utama yang indeksnya menyumbang lebih dari 50 persen dari bobot yang targetkan; 4. Sub indikator yang menyumbang indikator utama lebih dari 50 persen dari bobot yang targetkan; 5. Indikator utama yang indeksnya menyumbang kurang dari 50 persen dari bobot yang targetkan, serta sub indikator penyebabnya; 6. Data dan kelengkapan administrasi yang mempengaruhi kekurang berhasilan pada setiap sub indikator. E. Analisis Tingkat Pertumbuhan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan Sebagai ukuran kemajuan pembangunan ketenagakerjaan di daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan ini bisa digunakan untuk mengkaji kemajuan pembangunan ketenagakerjaan dalam dua aspek :
22

1. Perbandingan antar Provinsi, Kabupaten/Kota yang memperlihatkan posisi suatu Provinsi, Kabupaten/Kota terhadap Provinsi, Kabupaten/Kota lainnya berdasarkan Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan. 2. Mengkaji kemajuan dan pencapaian setelah penerapan berbagai kebijakan, strategi dan program ketenagakerjaan, diimplementasikan dalam suatu periode. Dalam hal ini, kemajuan dan pencapaian pembangunan ketenagakerjaan dikaitkan terhadap sasaran yang ideal (nilai 100). Pengukuran tingkat kemajuan pencapaian sasaran ideal dihitung setiap periode/tahun, misalnya setiap tahun disebut reduksi shortfall per tahun merupakan gambaran yang berbanding dari kemajuan pencapaian atau kinerja pembangunan ketenagakerjaan di suatu daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota). Semakin besar reduksi shortfall di suatu Provinsi, Kabupaten/Kota maka semakin besar kemajuan yang dicapai.

BAB III PENUTUP

Pedoman Pengukuran Pembangunan Ketenagakerjaan digunakan sebagai acuan bagi Instansi yang Bertanggung Jawab di Bidang Ketenagakerjaan dalam menyusun indeks pembangunan ketenagakerjaan dan Tim Penilai dalam menentukan hasil pembangunan ketenagakerjaan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Juli 2011 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

ttd

Drs. H.A. MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si.

23

Anda mungkin juga menyukai