Anda di halaman 1dari 16

Dua Sisi Kehidupan

Kesenanganmu adalah kesedihanmu yang tak bertopeng. Dan sumur yang itu-itu juga tempat sumber memancarnya tawamu Yang seringkali bercampur dengan air matamu. Semakin dalam penderitaan itu menggores kedalamanmu, Maka semakin berlipat kebahagiaan yang bisa kau terima. Bukankah mangkuk yang menampung anggurmu adalah mangkuk yang sama yang dibakar di dalam tungku ahli tembikar itu? Dan bukankan lute yang menyejukkan spiritmu berasal dari kayu yang sama dengan yang telah dilubangi dengan pisau? Ketika kau merasa bahagia, tengoklah ke dalam hatimu dan akan kautemukan bahwa yang telah memberimu kesedihan adalah sama dengan yang memberimu kegembiraan. Saat kau menderita, lihatlah lagi ke dalam hatimu, dan kau akan mengetahui bahwa sesungguhnya kau sedang menangisi sesuatu yang menjadi kegembiraanmu. Beberapa di antara kalian berkata, Kegembiraan lebih besar daripada penderitaan, dan yang lain berkata, Tidak, penderitaan yang lebih besar. Namun sebenarnya mereka tidak terpisahkan. Bersama mereka hadir, dan waktu salah satunya duduk sendirian denganmu di dalam rumahmu, ingatlah bahwa yang lainnya sedang tertidur pada ranjangmu. Sejatinya kau sedang digantungi timbangan antara penderitaan dan

kebahagiaanmu. Hanya ketika kau kosong maka kau akan diam dan setimbang. Ketika penjaga-harta mengangkatmu untuk menimbang emas dan peraknya,

Seharusnya kebahagiaan dan kesedihanmu tidak turut naik atau turun. Ketika Kesedihanku dilahirkan, aku merawatnya dengan penuh perhatian, dan mengawasinya dengan kelembutan cinta. Dan Kesedihanku tumbuh seperti makhluk hidup, kuat dan cantik dan penuh dengan kesukaan yang menakjubkan. Dan kami mencintai satu sama lain, Kesedihanku dan aku, dan kami mencintai dunia di sekitar kita; karena Kesedihan mempunyai hati yang wamah dan hatiku pun ramah kepada Kesedihan. Dan ketika kami berselisih, Kesedihanku dan aku, hari-hari kami bagai bersayap dan malam-malam kami dilingkupi dengan mimpi-mimpi; karena Kesedihan mempunyai lidah yang fasih, dan lidahku fasih pada Kesedihan. Dan ketika kami menyanyi bersama, Kesedihanku dan aku, tetangga-tetangga kami akan duduk di dekat jendela mereka dan mendengarkan; karena lagulagu kami sedalam samudra dan melodi kami penuh dengan kenangan asing. Dan ketika kami berjalan bersama, Kesedihanku dan aku, orang-orang menatap pada kami dengan mata mereka yang lembut dan membisikkan kata-kata dengan manis yang berlebihan. Dan di sana ada mereka yang melihat dengan kecemburuan pada kami, karena Kesedihan adalah sesuatu yang mulia dan aku bangga akan Kesedihanku. Namun Kesedihanku pun mati, seperti semua makhluk hidup lain, dan sendirian aku ditinggalkan merenung dan terpekur. Dan sekarang waktu aku berbicara, kata-kataku berjatuhan deras menimpa telingaku. Dan ketika aku menyanyikan lagu-laguku, tetangga-tetanggaku tidak ada yang menyimak. Dan saat aku berjalan-jalan, tak ada yang melihat padaku. Hanya di dalam tidur kudengarkan suara-suara berujar mengasihani,

Lihatlah, di sana terbaring manusia yang Kesedihannya telah mati. Dan ketika Kegembiraanku dilahirkan, aku memeganginya dalam tanganku dan berdiri di puncak rumah berteriak, Datanglah, tetangga-tetanggaku, datang dan lihatlah, karena kegembiraan hari ini dilahirkan padaku. Datang dan saksikan peristiwa membahagiakan ini yang tertawa di bawah cahaya mentari. Namun tak ada seorangpun tetangga yang datang untuk melihat

Kegembiraanku, dan aku sungguh keheranan. Dan setiap hari selama tujuh bulan berturut-turut aku mengumumkan Kegembiraanku dari puncak rumah namun tak seorang pun yang memperhatikanku. Dan Kegembiraanku dan aku hanya sendirian, tak ada yang mencari dan mengunjungi. Kemudian Kegembiraanku tumbuh pucat dan jemu karena tak ada hati lain selain hatiku yang mengagumi kecantikannya dan tak ada bibir lain yang mengecup bibirnya. Kemudian Kegembiraanku mati dalam kesendirian. Dan baru sekarang ketika teringat pada Kegembiraanku yang telah mati, baru aku teringat akan Kesedihanku yang telah mati. Namun kenangan adalah sehelai daun musim gugur yang berdesir kala angin bertiup dan selanjutnya tak terdengar lagi.

Sang Penyair
Empat penyair duduk di sekitar sebuah mangkuk minuman yang terletak pada sebuah meja. Salah seorang penyair berkata, Kupikir aku melihat dengan mata ketigaku aroma dari minuman anggur ini melayang di udara bagaikan awan burung

dalam hutan yang mempesona. Penyair kedua menengadahkan kepalanya dan berkata, Dengan

pendengaran-dalamku aku bisa mendengar burung-kabut itu bernyanyi. Dan melodinya menyentuh hatiku seperti mawar putih memerangkap lebah di dalam mahkotanya. Penyair ketiga menutup kedua matanya dan menjulurkan tangannya ke atas, Aku menyentuhnya dengan tanganku. Aku merasakan sayap-sayapnya, seperti nafas peri yang sedang tidur, membelai jari jemariku. Kemudian penyair keempat berdiri dan mengangkat mangkuk itu, lalu dia berkata, Ya ampun teman-teman! Aku terlalu tumpul dengan penglihatan dan pendengaran dan setuhan ini. Aku tidak bisa melihat aroma anggur ini, tidak juga mendengar lagunya, apalagi merasakan kepakan sayap-sayapnya. Aku tak merasakan apapun selain anggur itu sendiri. Oleh karena itu sekarang aku harus meminumnya, karena anggur ini bisa mempertajam inderaku dan membawaku ke puncak kebahagiaan. Sambil meletakkan mangkuk pada bibirnya, dia meminum anggur itu hingga tetes terakhir. Ketiga penyair lain, dengan mulut terbuka, terkejut melihatnya, dan tinggallah hanya rasa haus ditambah lagi kebencian yang tak berrima dalam mata mereka.

Sang Pertapa
Mereka mengatakan padaku dalam hutan di antara gunung-gunung tinggallah seorang lelaki muda sendirian. Dia dulu adalah seorang raja dari sebuah kerajaan besar di balik Dua Sungai. Dan mereka juga mengatakan bahwa dia, dengan keinginannya sendiri, telah meninggalkan singgasananya dan tanah kehormatannya dan datang berdiam di rimba belantara ini. Dan aku berkata, Aku akan mencari lelaki itu, dan mempelajari rahasia hatinya; mengingat dia telah meninggalkan sebuah kerajaan pastilah dia lebih agung daripada kerajaan.

Pada hari itu juga aku pergi ke hutan tempat dia tinggal. Dan aku menemukannya duduk di bahwa pohon cemara putih, dan dalam tangannya sebatang buluh seakan-akan tongkat kerajaan. Aku menyalaminya seolah-olah menyalami seorang raja. Dan dia berbalik padaku dan berbicara dengan lembut, Apa yang kau lakukan di dalam hutan tenteram ini? Apakah kau mencari diri yang hilang dalam bayangan hijau, ataukah kembali ke rumah pada masa senjamu? Dan aku menjwab, Aku tak mencari apapun selain dirimu karena aku senang untuk mengetahui yang telah membuatmu meninggalkan sebuah kerajaan demi sebuah hutan. Dan dia berkata, Ringkas saja kisahku, karena pecahnya gelembung udara pun terjadi dalam sekejap. Beginilah kejadiannya: suatu hari aku duduk di dekat sebuah jendela dalam istanaku, dan pejabat istanaku bersama seorang perwakilan dari negeri tetangga sedang berjalan-jalan di dalam tamanku. Dan ketika mendekati jendelaku, bangsawan pejabat itu sedang berbicara pada dirinya sendiri, Aku seperti seorang raja; aku merasakan haus akan anggur beraroma kuat dan rasa lapar akan permainan adu untung. Dan seperti tuanku raja aku juga punya watak sekeras badai. Dan pejabat istana itu bersama sang utusan menghilang di balik pepohonan. Namun beberapa menit kemudian mereka kembali, dan saat ini pejabat istana itu berbicara tentang diriku, dan dia berkata, Tuanku raja seperti diriku seorang ahli menembak yang mahir; dan seperti aku dia mencintai musik dan mandi tiga kali sehari. Tak lama dia menambahkan, Pada malam hari itu juga kutinggalkan istanaku tanpa membawa apapun selain pakaianku, karena aku tidak mau lagi menjadi penguasa atas mereka yang menganggap diri sebagai perwakilanku dan mengaitkan padaku segala kebaikan mereka. Dan aku berkata, Ini benar-benar menarik dan aneh. Dan dia berkata, Tidak, kawanku, kau mengetuk gerbang kesunyianku dan tidak mendapatkan apapun selain sesuatu yang remeh. Karena siapa yang tidak mau meninggalkan sebuah kerajaan demi hutan tempat musim-musim

silih berganti bernyanyian dan menari tanpa henti? Banyak mereka yang telah memberikan kerajaan mereka demi sesuatu yang kurang bernilai daripada kesunyian dan indahnya persahabatan dengan kesendirian. Tak terhitung sudah elang yang turun dari angkasa untuk hidup dengan tikus tanah sehingga mereka bisa mengetahui rahasia di dalam bumi. Ada mereka yang meninggalkan kerajaan mimpi sehingga mereka nampak tidak jauh dari kenyataan. Dan mereka yang meninggalkan kerajaan ketelanjangan dan menutupi jiwa mereka sehingga yang lain tidak perlu malu dalam melihat kebenaran yang tak tertutupi dan keindahan yang tersingkap. Dan yang paling besar di antara semuanya adalah dia yang meninggalkan Kemudian sambil berdiri bertumpu pada tongkatnya dia berkata, Pergilah sekarang ke kota besar dan duduk di gerbangnya dan awasilah mereka yang masuk ke dalamnya dan keluar dari kota itu. Dan kau akan menemukan dia yang, walaupun terlahir sebagai raja, namun tanpa kerajaan; dan dia yang walaupun berkuasa atas jiwa raganya walaupun dia atau rakyatnya tak mengetahui ini; dan juga dia yang nampaknya berkuasa tapi sesungguhnya adalah budak dari budaknya sendiri. Setelah dia mengatakan semua ini, dia tersenyum padaku, dan ada seribuan rekahan senyum pada bibirnya. Kemudian dia berbalik dan berjalan menjauh ke dalam jantung hutan. Dan aku kembali ke kota itu, dan aku duduk di gerbangnya untuk mengawasi para pelintas seperti yang dikatakannya padaku. Dan sejak saat itu sudah tak berhingga banyaknya raja yang bayangannya melewati diriku dan sebagian rakyat yang dilewati oleh bayanganku.

Kami dan Kalian


Kami adalah keturunan Penderitaan, dan kalian adalah Keturunan Kebahagiaan. Kami adalah putra-putra Penderitaan, Dan Penderitaan adalah bayang-bayang Tuhan yang Tinggal tidak dalam wilayah jantung iblis. Kami adalah spirit-spirit yang menderita, dan Penderitaan Terlalu besar untuk berada dalam hati sempit. Ketika kalian tertawa, kami menangis dan meratap; dan dia Yang dibakar dan disucikan sekaligus dengan Air matanya akan tetap murni selamanya. Kalian tidak memahami kami, namun kami menawarkan Simpati kami untuk kalian. Kalian bergegas-gegas dengan Arus Sungai Kehidupan, dan kalian Tidak melihat pada kami; namun kami duduk di dekat Pantai, mengawasi kalian dan mendengar Suara-suara asing kalian. Kalian tak memahami tangisan kami, karena Hingar bingar hari menyibukkan telinga kalian. Menutupi dengan substansi padat Ketidaktahuan kalian yang menahun pada kebenaran; Namun kami mendengar Lagu-lagu kalian, karena bisikan malam Telah membuka lubuk hati kami. Kami melihat jalian Berdiri di bawah telunjuk cahaya yang menuding, Namun kalian tak bisa melihat kami, karena kami berlambat-lambat Dalam kegelapan yang menerangi. Kami adalah anak-anak Penderitaan; kami adalah penyair Dan nabi dan pemusik. Kami menenun Pakaian untuk para dewi dari helaian Hati kami, dan kami mengisi tangan Bidadari Dengan benih dari dalam diri kami.

Kalian adalah anak-anak pengejaran kesenangan duniawi. Kalian menempatkan hati kalian dalam tangan Kehampaan, karena sentuhan tangan Kekosongan adalah lembut dan mengundang. Kalian bertempat dalam kediaman Ketidaktahuan, karena Dalam tumah ini tak ada cermin untuk Memandangi jiwamu. Kami mendesah, dan dari desahan kami muncul Bisikan bunga-bunga dan desiran daun-daun dan Gemericik anak sungai. Saat kalian mengolok kami, olokan kalian bercampur Dengan retakan tengkorak dan Gemerincing belenggu dan ratapan Jurang dalam laut. Ketika kami menangis, air mata kami jatuh ke dalam Hati Kehidupan, waktu butiran embun jatuh dari Kedua mata Malam ke dalam hati Fajar; dan Ketika kalian tertawa, tawa mengejek kalian tertumpah Bagaikan bisa upar menjadi sebuah luka. Kami menangis, dan bersimpati pada pengelana yang Menyedihkan dan janda yang merana; namun kalian bergembira Dan tersenyum pada kilauan emas yang gemerlap. Kami menangis karena kami mendengarkan pada keluhan Si miskin dan berduka untuk si lemah yang tertekan; Namun kalian tertawa karena tidak mendengar apapun selain Suara bahagia dari piala-piala anggur. Kami menangis karena spirit kami pada saat ini Dipisahkan dari Tuhan; namun kalian tertawa karena Tubuh kalian melekat dengan remah tanah yang tak risau. Kami adalah anak-anak Penderitaan, dan kalian adalah

Anak-anak Kebahagiaan . . . . Ijinkan kami mengukur hasil Penderitaan kami bertentangan dengan perilaku kegembiraan kalian Di depan wajah surya . . . . Kalian telah mendirikan Piramida di atas jantung Para budak, namun sekarnag Piramida itu berdiri di atas Pasir, mengenang Masa Keabadian kami dan Lenyapnya kalian. Kalian telah membangun Babilonia pada tulang belulang Yang lemah, dan mendirikan istana-istana Nineveh di atas Kuburan mereka yang merana. Sekarang Babilonia tidak lain adalah Jejak kaki unta di atas pasir bergerak di gurun, dan Sejarahnya berulang pada setiap negeri yang memberkahi Kami dan mengutuk kalian. Kami telah mendambakan Ishtar dari pualam yang keras, Dan membuatnya bergetar dalam kekerasannya dan Berbicara melalui kesunyiannya. Kami telah menggubah dan memainkan Lagu tenang Nahawand pada senar, dan menyebabkan Spirit Terkasih datang melayang dalam Cakrawala di dekat kami; kami telah memuja Yang Maha Kuasa dengan kata-kata dan perbuatan; kata-kata Yang menjadi kata-kata Illahi, dan perbuatan Yang menjadi berlimpahan cinta bidadari. Kalian mengikuti Kesenangan, yang memiliki cakar tajam Yang telah mencabik ribuan martir di arena Romawi dan Antioch . . . . Namun kami mengikuti Keheningan, yang memiliki jemari teliti yang telah memintal Illiad dan Kitab Ayub dan Ratapan Jeremiah. Kau berbaring dengan Nafsu, yang menyimpan badai Yang telah menyapu ribuan prosesi jiwa perempuan

Menjauh dan jatuh ke dalah lembah memalukan dan Kengerian . . . . Namun kami memeluk Kesendirian, yang Mempunyai bayangan keindahan Hamlet dan Dante. Kau membumbui sesuai kesenangan Keserakahan, dan mempertajam Pisau Keserakahan yang telah mencucurkan seribu sungai darah . . . . Namun kami mencari kawan Kebenaran, dan Tangan Kebenaran yang telah membawakan Pengetahuan dari Hati yang Besar dari Lingkaran Cahaya. Kami adalah keturunan Penderitaan, dan kalian adalah Keturunan Kebahagiaan; dan di antara derita kami dan Kebahagiaan kalian ada selajur jalan kasar dan sempit yang Tidak bisa dilewati oleh kuda spiritual kalian, dan yang Tak dapat dilalui oleh kereta kalian yang megah. Kami mengasihani kekerdilan kalian seperti kalian membenci Kebesaran kami; dan di antara belas kasih kami dan kebencian Kalian, Waktu terhenti kebingungan. Kami datang pada Kalian sebagai sahabat, namun kalian menyerang kami seperti musuh; Dan di antara persahabayan kami dan permusuhan kalian, Ada jurang dalam yang mengalirkan air mata dan darah. Kami membangun istana-istana untuk kalian, dan kalian menggali Kuburan untuk kami; dan di antara keindahan istana dan Kegelapan kuburan, Kemanusiaan Berjalan seperti seorang prajurit dengan senjata besi. Kami menaburi jalan kalian dengan mawar, dan kalian menutuoi Ranjang kami dengan onak duri; dan di antara mawar dan Duri, Kebenaran tertidur tertegun-tegun. Sejak permulaan dunia kalian telah Bertempur melawan kekuatan lembut kami dengan Kelemahan kalian yang kasar; dan ketika kalian memenangi Kami selama satu jam, kalian berkoar-koar dan ribut bergembira

Seperti katak di air. Dan ketika kami Menaklukkan kalian dan menundukkan kalian selama satu Abad, Kami tetap tenang laksana Raksasa. Kalian menyalib Yesus dan berdiri di bawahNya Menghina dan mengejekNya; namun akhirnya Dia turun dan mengatasi berbagai generasi, Dan berjalan di tengah kalian bagaikan pahlawan, mengisi Semesta dengan kemulianNya dan keindahanNya. Kalian meracuni Sokrates dan melempari Paul dan Menghancurkan Ali Talib dan membunuh Madhat Pasha, Namun mereka yang kekal selalu bersama kami Di depan wajah Keabadian. Namun kalian tinggal dalam kenangan manusia seperti Jasad pada wajah bumi; dan kalian Tak dapat menemukan seorang kawan yang akan menguburkan kalian Dalam kegelapan kematian dan yang terlupakan, Yang kalian cari di muka bumi. Kami adalah anak-anak Penderitaan, dan derita adalah Awan yang kaya, menyirami banyak orang dengan Pengetahuan dan Kebenaran. Kalian adalah anak-anak Kebahagiaan, dan setinggi apapun kebahagiaan yang bisa kalian raih, Oleh Hukum Tuhan itu akan dihancurkan Di depan angin surga dan dihamburkan Ke dalam kehampaan, karena itu bukan apapun selain Tonggak asap yang kurus dan bergerak ragu.

Dua Pemburu Mengintai Kegembiraan dan Kesedihan


Suatu ketika di bulan Mei, Kegembiraan dan Kesedihan berjumpa di tepi danau. Mereka saling manyapa satu sama lain, dan duduk di dekat air yang tenang dan bercakap-cakap. Kegembiraan menceritakan tentang kecantikan di muka bumi, dan keajaiban hidup sehari-hari di dalam hutan dan di antara bukit-bukit, dan lagu-lagu terdengar saat fajar dan bahkan saat pasang. Dan kesedihan berbicara, dan menyetujui semua yang dikatakan Kegembiraan; karena Kesedihan mengetahui kegaiban jam dan keindahan dari situ. Dan kesedihan fasih membicarakan dengan penuh perasaan tentang keindahan ladang dan perbukitan. Dan Kegembiraan dan Kesedihan berbicara bersama lama sekali, dan mereka saling menyepakati semua hal yang mereka tahu. Saat itu lewatklah di seberang tepi danau dua orang pemburu. Dan ketika mereka melihat melintasi permukaan air, salah satu dari mereka berkata, Aku heran siapa dua orang itu? Dan yang lainnya berkata, Kau bilang dua? Aku hanya melihat satu. Pemburj pertama berkata, Tapi mereka ada dua. Dan pemburu kedua berkata, Hanya ada satu yang bisa kulihat, dan pantulan di dalam air tenang pun hanya satu. Tidak, ada dua, kata pemburu pertama, dan pnatulan dalam air tenang ada dua orang. Namun orang kedua berkata lagi, Hanya satu yang benar-benar kulihat. Dan sekali lagi yang lain berkata, Tapi aku melihat dua dengan jelas, Dan bahkan hingga hari inipun satu pemburu mengatakan bahwa yang lain melihat dua; sementara yang lain berkata, Kawanku sepertinya buta.

Kebaikan Kejahatan
Seorang tetua kota meminta, Sampaikan pada kami mengenai Kebaikan dan Kejahatan. Dan yang terkasih menjawab: Tentang kebaikan di dalam diri kalian aku bisa katakan, tapi tidak tentang kejahatan. Karena apalah kejahatan itu kalau bukan kebaikan yang tersiksa kelaparan dan kehausannya sendiri? Tepat ketika kebaikan merasakan lapar maka ia mencari makanan bahkan hingga ke dalam gua-gua gelap dan ketika ia lapar maka akan minum bahkan air mematikan sekalipun.

KAU adalah kebaikan ketika kau bersatu dengan dirimu sendiri. Namun ketika kau tidak menyatu dengan dirimu sendiri, kau tetap bukanlah kejahatan. Karena sebuah rumah yang dibagi-bagi tidak serta merta menjadi sarang penjahat; ia sekedar rumah yang dibagi. Dan sebuah kapal tanpa kemudi masih bisa mengeluyur tanpa tujuan di antara pulau-pulau yang berbahaya namun tidak karam ke dasar laut.

KAU adalah kebaikan ketika kau berjuang dengan mengesampingkan dirimu sendiri. Tapi kau bukanlah kejahatan ketika kau mencari keuntungan untuk dirimu sendiri. Karena ketika kau berjuang untuk keuntungan kau tidak lain adalah akar yang menancap kuat pada bumi dan menyusu pada dadanya. Tentu saja buah tidak bisa berkata pada akarnya, Jadilah sepertiku, matang dan penuh dan selamanya memberikan kelimpahanmu. Karena bagi buah memberi adalah suatu menerima adalah kebutuhan bagi akar. kebutuhan, serupa dengan

KAU adalah kebaikan ketika kau sepenuhnya menyadari ucapanmu .

Namun kau bukan kejahatan ketika kau tertidur sementara lidahmu berbicara tanpa makna. Dan bahkan ucapan yang terpeleset bisa menguatkan lidah yang lemah.

KAU adalah kebaikan ketika kau berjalan menuju cita-citamu dengan pasti dan langkah tegap. Namun kau bukan kejahatan ketika kau berjalan pincang kesana kemari. Bahkan mereka yang pincang pun tidak berjalan mundur. Apalagi kau yang kuat dan tangkas, pandanglah dirimu yang tidak pincang di depan yang cacat, dan menerimanya sebagai kebaikan.

KAU adalah kebaikan dalam tak terhitung jalan, dan kau bukan kejahatan ketika kau juga bukan kebaikan, Kau sekedar senang berkelana dan malas. Sayangnya seekor rusa tak bisa mengajarkan ketangkasan pada kura-kura. Dalam kerinduanmu akan diri-raksasamu terletak kebaikanmu: bahwa yang kau rindukan itu ada di dalam dirimu sepenuhnya. Namun di dalam diri beberapa dari kalian kerinduan itu adalah aliran yang deras memancar mungkin menuju ke laur, membawa rahasia-rahasia sisi bukit dan lagu-lagu dari hutan. Dan di dalam diri yang lainnya berupa aliran datar yang tersesat dalam lekuk liku dan bertahan sebelum mencapai tepi laut. Namun jangan biarkan dia yang berkeinginan kuat berkata pada yang berkeinginan sederhana, Dari masa saja kau begitu lambat dan berhenti? Karena sesungguhnya baik untuk tidak menanyakan pada yang telanjang, Di mana pakaianmu? juga tidak pada yang tak berrumah, Apa yang telah meghancurkan rumahmu?

Anda mungkin juga menyukai