Anda di halaman 1dari 22

1.

MM Anatomi Organ Limfoid


1.1. Makroskopik
Sistem limfatikus adalah sistem sirkulasi sekunder pada tubuh yang berfungsi
mengalirkan cairan limfa atau disebut juga sebagai getah bening yang ada di dalam
tubuh. Cairan limfe berasal dari plasma darah yang keluar dari pembuluh darah
kapiler arteriole sistem kardivaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan limfoid
terdiri dari 4 buah, yaitu :
Limfonodus

Terletak disekitar pembuluh darah yang berfungsi untuk memproduksi limfosit
dan anti bodi untuk mencegah penyebaran infeksi lanjutan, menyaring aliran
limfatik sekurang-kurangnya oleh satu nodus sebelum dikembalikan kedalam
aliran darah melalui duktus torasikus, sehingga dapat mencegah penyebaran
infeksi lebih luas. Terdapat permukaan cembung dan bagian hillus (cekung) yang
merupakan tempat masuknya pembuluh darah dan saluran limfe eferen yang
membawa aliran limfe keluar dari limfonodus. Saluran afferen memasuki
limfonodus pada daerah sepanjang permukaan cembung.
Bentuk: Oval seperti kacang tanah atau kacang merah dengan pinggiran
cekung (hillus)
Ukuran: Sebesar kepala peniti atau buah kenari, dapat diraba pada daerah
leher, axilla, dan inguinal dalam keadaan infeksi.
Daerah tubuh yang terdapat limfonodus :
I. Dilihat dari letaknya pada tubuh
a. Limfonodus superfisial
i. Limfonodus servikal
ii. Limfonodus axilla
iii. Limfonodus inguinal
b. Limfonodus profundus
i. Limfonodus iliaka (berkenaan dengan ilium)
ii. Limfonodus lumbal (sepanjang vertebra lumbalis)
iii. Limfonodus torasikus (pada pangkal paru)
iv. Limfonodus mesenterikus (melekat pada mesenterium usus
halus)
v. Limfonodus portal (pada fissura portal hepar/ celah porta hati)
II. Menurut Snells letak limfonodus terbagi atas :
a. Kepala dan leher
i. Kepala dan leher belakang
ii. Sekitar musculo sternocleidomastoideus: Pada belakang lidah,
faring, cavum nasi, langit-langit mulut, dan wajah
iii. Ramus mandibula: Dasar mulut
b. Extremitas superior: Aliran limfe masuk ke limfonodus axilla
i. Regio cubiti
ii. Regio axillaris
c. Kelenjar mammae (dibawah musculo pectoralis meliputi kulit dan
otot): Aliran limfe masuk ke limfonodus axilla
d. Thorax: Aliran limfe thorax dan kelenjar mammae masuk kedalam
nodus limfatikus anterior dan posterior.
i. Parietal (dinding thorax)
ii. Viscera (jantung, perikardium, pulmo, pleura, thymus, dan
esophagus)
e. Abdomen dan pelvis: Meliputi daerah peritoneum dan disekitar aorta,
vena cava inferior serta pembuluh darah intestinum.
i. Parietal (dibawah peritoneum, dekat pembuluh darah besar)
ii. Viscera (dekat pembuluh darah viscera/organ-organ dalam)
f. Extremitas inferior: Aliran limfe masuk ke limfonodus inguinal
i. Disepanjang arteri dan vena tibialis
ii. Regio poplitea
iii. Regio inguinale
Lien

Merupakan organ limfoid yang terbesar, lunak, rapuh, vaskular berwarna
kemerahan karena banyak mengandung darah dan berbentuk oval. Pembesaran
limpa disebut dengan splenomegali. Pembesaran ini terdapat pada keaadan
leukimia, cirrosis hepatis, dan anemia berat.

Letak : Regio hipochondrium sinistra intra peritoneal. Pada proyeksi
costae 9, 10, dan 11. Setinggi vertebrae thoracalis 11-12. Batas anterior
yaitu gaster, ren sinistra, dan flexura colli sinistra. Batas posterior yaitu
diafragma, dan costae 9-12.
Ukuran : Sebesar kepalan tangan masing-masing individu.
Fiksasi :
Fiksasi lien ke renal melalui ligamentum renolienalis.
Fiksasi lien ke gaster melalui ligamentum gastrolienalis.
Aliran darah : Aliran darah akan masuk kedaerah hillus lienalis yaitu
arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis ke vena porta menuju hati.
Thymus
Timus tumbuh terus hingga pubertas. Setelah mulai pubertas, timus akan
mengalami involusi dan mengecil seiring umur kadang sampai tidak ditemukan.
akan tetapi masih berfungsi untuk menghasilkan limfosit T yang baru dan darah.
Mempunyai 2 buah lobus, mempunyai bagian cortex dan medulla, berbentuk
segitiga, gepeng dan kemerahan. Thymus mempunyai 2 batasan, yaitu :
Batasan anterior : manubrium sterni dan rawan costae IV
Batasan atas : Regio colli inferior (trachea)

Letak: Terdapat pada mediastinum superior, dorsal terhadap sternum.
Dasar timus bersandar pada perikardium, ventral dari arteri pulmonalis,
aorta, dan trakea. Batas anterior yaitu manubrium sterni, dan rawan costae
IV. Batas Atas yaitu regio colli inferior (trachea).
Perdarahan : Berasal dari arteri thymica cabang dari arteri thyroidea
inferior dan mammaria interna. Kembali melalui vena thyroidea inferior
dan vena mammaria interna.


Tonsil

Tonsil termaksud salah satu dari organ limfoid yang terdiri atas 3 buah tonsila
yaitu Tonsila Palatina, Tonsila Lingualis, Tonsila Pharyngealis. Ketiga tonsil
tersebut membentuk cincin pada saluran limf yang dikenal dengan Ring of
Waldeyerhal ini yang menyebabkan jika salah satu dari ketiga tonsila ini
terinfeksi dua tonsila yang lain juga ikut meradang.

Organ limfoid yang terdiri atas 3 buah tonsila, yaitu :
Tonsila palatina: Terletak pada dinding lateralis (kiri-kanan uvula) oropharynx
dextra dan sinistra. Terletak dalam 1 lekukan yang dikenal sebagai fossa
tonsilaris dengan dasar yang biasa disebut tonsil bed. Fossa tonsilaris dibatasi
oleh dua otot melengkung membentuk arcus yaitu arcus palatoglossus dan
arcus palatopharyngeus.
Tonsila lingualis
Tonsila pharyngealis

Perdarahan : Aliran darah berasal dari arteri tonsillaris yang merupakan cabang dari
arteri maxillaris externa (fascialis) dan arteri pharyngica ascendens lingualis.

1.2. Mikroskopik
Umumnya terdiri atas jaringan penyambung, jala-jala sel dan serabut retikulin yang
didalamnya terdapat limfosit, sel plasma, dan makrofag.

Limfonodus
Limfonodus berfungsi menyaring aliran limfe sebelum dicurahkan kedalam aliran
darah melalui duktus torasikus. Limfonodus dibagi atas daerah korteks dan
sinusoid. Daerah korteks dapat dibagi atas 2 bagian. Pada nodulus limfatikus
terdapat germinal centers. Limfonodus dibungkus oleh kapsula fibrosa yang
terdiri dari serat kolagen, yang menjulur kedalam disebut trabeculae. Dibawah
kapsula fibrosa terdapat sinus sub kapsularis atau sinus marginalis dimana cairan
limfe ditapis dan kemudian mengalir melalui sinus kortikalis atau sinus
trabekularis mengikuti trabekula. Stroma limfonodus dibentuk oleh cabang-
cabang trabekula dan jaringan retikular (sel retikular merupakan sel fagosit) yang
juga membentuk dinding dari sinusoid. Limfonodus dibagi menjadi dua daerah
yaitu :
Korteks
Dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Korteks luar: Dibentuk dari jaringan limfoid yang terdapat satu jaringan
sel retikular dan serat retikular yang dipenuhi oleh limfosit B. Terdapat
struktur berbentuk sferis yang disebut nodulus limfatikus, dalam satu
nodulus limfatikus terdapat corona (dibentuk dengan susunan sel yang
padat) dan sentrum germinativum (dibentuk dari susunan sel yang
longgar, dan merupakan tempat diferensiasi limfosti B menjadi sel
plasma) . Terdapat sinus subkapsularis atau sinus marginalis yang
dibentuk oleh jaringan ikat longgar dari makrofag, sel retikular dan serat
retikular.
Korteks dalam: Merupakan kelanjutan dari korteks luar, terdapat juga
nodulus limfatikus, dan mengandung limfosit T.
Medula: Terdapat korda medularis (genjel-genjel medula) yang merupakan
perluasan korteks dalam yang berisi sel plasma hasil diferensiasi pada
sentrum germinativum. Korda medularis dipisahkan oleh struktur seperti
kapiler yang berdilatasi yang disebut sebagai sinus limfoid medularis yang
mengandung cairan limfe.

Lien

Lien berwarna merah tua karena banyak mengandung darah. Lien dibungkus oleh
kapsula fibrosa tebal, bercabang cabang ke dalam lien sebagai trabekula,
keduanya merupakan jaringan ikat padat. Suplai darah kedalam parenkim melalui
arteri trabekularis yang masuk bersama trabekula. Lien dibentuk oleh jaringan
retikular yang mengandung sel limfoid, makrofag dan Antigen Presenting cell.
Dibungkus oleh simpai jaringan ikat padat yang menjulur (trabekula) yang
membagi parenkim atau pulpa lien menjadi kompartemen yang tidak sempurna,
tidak terdapat pembuluh limfe, terdapat arteri dan vena trabekularis.

Pulpa lien terbagi menjadi dua bagian yaitu :
Pulpa alba/putih: Terdapat nodulus limfatikus (terdapat banyak limfosit B)
dan arteri sentralis/folikularis yang dikelilingi oleh sel-sel limfoid terutama
sel limfosit T dan membentuk selubung periarteri. Pulpa alba dan pula rubra
dibatasi oleh zona marginalis
o Zona marginalis: Terdapat sinus dan jaringan ikat longgar dalam
jumlah yang banyak. Sel limfosit (jumlah yang sedikit) dan makrofag
aktif (jumlah yang banyak). Banyak terdapat antigen darah yang
berperan dalam aktivitas imunologis limpa.
Pulpa rubra/merah : Merupakan jaringan retikular dengan korda limpa
(diantara sinusoid) yang terdiri dari sel dan serat retikular (makrofag, limfosit,
sel plasma, eritrosit, trombosit, dan granulaosit)
Fungsi limpa :
1) Pembentukan limfosit: Dibentuk dalam pulpa alba, menuju ke pulpa rubra
dan masuk dalam aliran darah
2) Destruksi eritrosit: Oleh makrofag dalam korda pula merah
3) Pertahanan organisme: Oleh karena kandungan limfost T, limfosit B, dan
Antigen Presenting cell

Thymus

Timus diliputi oleh jaringan ikat tipis (kapsula fibrosa) yang terdiri dari serat
kolagen dan elastin. Memiliki suatu simpai jaringan ikat yang masuk ke dalam
parenkim dan membagi timus menjadi lobulus. Thymus terdiri dari 2 lobulus, tiap
lobulus terdiri dari korteks dan medula, tidak terdapat nodulus limfatikus. Korteks
merupakan bagian perifir lobulus, dipenuhi oleh limfosit timus. Medula sendiri
terisi oleh limfosit. Di daerah medula terdapat badan hassal, suatu bangunan
dengan bagian tengahnya berupa daerah hialinisasi berwarna merah muda,
dikelilingi oleh sel sel epitoloid. Thymus tidak memliki sinusoid ataupun
pembuluh limfe afferen.
Korteks: Banyak terdapat limfosit T dan beberapa sel makrofag, dengan sel
retikular yang tersebar.
Medula: Mengandung sel retikular dan limfosit (jumlah sedikit), terdapat
badan hasal tersusun dari sel retikular epitel gepeng konsentris yang
mengalami degenerasi hialin dan mengandung granula keratohialin dengn
fungsi yang belum diketahui.

Tonsil

Tonsil lingualis: Terdapat pada 1/3 bagian posterior lidah, tepat dibelakang
papila sirkumvalata, bercampur dengan muskular skelet. Limfonodulus
umumnya mempunyai germinal center yang umumnya terisi limfosit dan sel
plasma.
Tonsil palatina: Tonsila palatina tidak terdapat muskular dan pada kriptus
banyak terdapat debris yang disebut benda liur.
Tonsila faringea atau adenoid: Terdapat pada permukaan medial dari dinding
dorsal nasofaring. Epitel yang meliputi jaringan limfoid ini adalah epitel
bertingkat torak bersilia.

2. MM Sistem Imunitas
2.1. Definisi
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi untuk mempertahankan
keutuhannya terhadap bahaya yang ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan
hidup.

2.2. Klasifikasi

2.3. Mekanisme
I. Kekebalan natural = alamiah = non-spesifik
Dipunyai sejak lahir
Pertahanan pertama dari bahan asing atau antigen dari luar
Bersifat non-spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu
Responnya cepat.

Terdiri atas 3 mekanisme, yaitu:
Fisik / Mekanik
Contoh: kulit, selaput lendir, silia saluran nafas, batuk, dan bersin
Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang utuh
tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang rusak akibat luka bakar
dan selaput lendir saluran nafas yang rusak oleh asap rokok akan
meningkatkan resiko infeksi.
Larut
Contoh: asam lambung, interferon, dan komplemen
Komplemen: Berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis,
sebagai faktor kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi atau lisis bakteri
dan parasit
Interferon
Suatu glikoprotein yang dihasilkan sel manusia yang mengandung nukleus
dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus/sifat antivirus dengan
menginduksi sel-sel sekitar sel yang telah terserang virus. Interferon juga
dapat mengaktifkan natural killer cell (sel NK) untuk membunuh virus dan
sel neoplasma, sehingga dapat menyingkirkan reservoir infeksi. Sel NK
memberikan respon terhadap IL-12 yang diproduksi makrofag dan melepas
IFN- yang mengaktifkan makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah
dimakannya.
Selular
Contoh: fagositosis, sel NK, sel mast, dan eosinofil
Fagosit: Berbagai sel dapat melakukan fagositosis, sel utama yang berperan
dalam hal tersebut adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel
polimononuklear (neutrofil) yang keduanya berasal dari sel hemopoietik
yang sama. Fagositosis dini efektif pada invasi kuman, dapat mencegah
timbulnya penyakit. Proses fagositosis terjadi dalam beberapa tingkat :
kemotaksis, menangkap, membunuh, dan mencerna.
Sel NK: Merupakan sel limfosit tanpa ciri-ciri sel limfoid sistem imun
spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi. Disebut juga sel non B non T atau
sel populasi ketiga atau null cell. Sel NK mempunyai granula yang besar
(large granular lymphocyte/LGL). Sel NK menghancurkan sel yang
mengandung virus atau sel neoplasma. Interferon mempercepat pematangan
dan meningkatkan efek sitolitik sel NK.
Sel Mast: Berperan dalam reaksi alergi dan pertahanan pada pejamu
imunokompromais, sebagai imunitas terhadap parasit usus dan invasi
bakteri. Berbagai faktor nonimun seperti latihan jasmani, tekanan, trauma,
panas, dan dingin dapat mengaktifkan dan menimbulkan degranulasi sel
mast.
II. Kekebalan didapat = spesifik = adaptif
Dibentuk sesudah kontak dengan bahan asing (non-self); antigen/ imunogen/
allergen.
Kekebalan terbentuk sesudah:
Sakit
Infeksi subklinik
Imunisasi (Imunisasi pasif/ vaksinasi atau imunisasi aktif)

Terdiri atas 2 mekanisme, yaitu
a. Humoral
Pemeran utamanya adalah limfosit B atau sel B. Sel B berasal dari sel asal
multipoten di sumsum tulang. Sel B yang dirangsang oleh benda asing
akan berproliferasi, berdiferensiasi, dan berkembang menjadi sel plasma
yang memproduksi antibodi yang berperan untuk pertahanan terhadap
infeksi ekstraseluler, virus, dan bakteri serta menetralkan toksinnya.
b. Selular
Pemeran utamanya adalah limfosit T atau sel T. Sel tersebut juga berasal
dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada orang dewasa, sel T dibentuk
di sumsum tulang, tetapi berproliferasi dan diferensiasinya terjadi dalam
kelenjar timus.
Fungsi umum sel T:
Membantu sel B dalam memproduksi antibodi
Mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus
Mengaktifkan makrofag untuk fagositosis
Mengontrol ambang dan kualitas imun.
Terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan, yaitu:
Sel T naif
Sel limfosit yang meninggalkan timus namun belum berdiferensiasi,
belum terpajan dengan antigen dan menunjukkan molekul permukaan
CD45RA. Sel ini ditemukan dalam organ limfoid perifer. Sel T naif
yang terpajan antigen akan berkembang menjadi sel Th0 dan dapat
berkembang menjadi Th1 dan Th2, sel Th0 memproduksi sitokin dari
ke 2 jenis sel tersebut seperti IL-2, IFN, dan IL-4.
Sel CD4+ (Th1, Th2)
Sel T naif CD4+ memasuki sirkulasi dan menetap dalam organ limfoid
bertahun-tahun sebelum terpajan antigen atau mati. Sel tersebut
mengenal antigen yang dipresentasikan bersama molekul MHC-II oleh
APC dan berkembang menjadi subset sel Th1 atau sel Tdth (delayed
type Hypersensitivity) atau Th2 yang tergantung sitokin lingkungan.
IFN- dan IL-12 yang diproduksi APC seperti makrofag dan sel
dendritik diaktifkan mikroba merangsang diferensiasi sel CD4+
menjadi Th1/Tdth yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas lambat
(tipe IV). Sel Tdth berperan mengarahkan makrofag san sel inflamasi
ke tempat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Atas pengaruh
IL-4, IL-5, IL-10, IL-13 yang dilepas sel mast yang terpajan antigen
atau cacing, Th0 berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B
untuk memproduksi antibodi.
Sel CD8+ atau CTL atau Tc
Menyingkirkan sel yang terinfeksi virus dengan menghancurkan sel
tersebut.
Sel CTL juga menghancurkan sel ganas dan sel histoimkompatibel
yang menimbulkan penolakan pada transplantasi.
Dalam keadaan tertentu, sel CTL dapat menghancurkan sel
terinfeksi bakteri intrasel.
Sebagai T inducer karena dapat menginduksi sel subset T lainnya.
Sel Ts (T supresor) atau sel Tr (T regulator) atau Th3
Berperan menekan aktivitas sel efektor T yang lain dan sel B. Kerja sel
Tr dengan mencegah respon sel Th1. APC mempresentasikan antigen
ke sel T naif yang akan melepaskan sitokin IL-12 yang merangsang
diferensiasi sel T naif menjadi sel efektor Th1. Sel Th1 menghasilkan
IFN- yang mengaktifkan makrofag dalam fase efektor. Sel Tr
mencegah aktivasi sel T melalui mekanisme yang belum jelas.
Beberapa sel Tr melepas sitokin imunosupresif seperti IL-10 yang
mencegah fungsi APC dan aktivasi makrofag dan TGF- yang
mencegah proliferasi sel T dan aktivasi makrofag.

2.4. Fungsi
Fungsi utamanya adalah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler,
virus, jamur, parasit, dan keganasan.

2.5. Sifat

3. MM Antigen
3.1. Definisi
Secara spesifik imunogen adalah bahan yang dapat merangsang sel B atau sel T atau
keduanya. Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang
oleh imunogen spesifik seperti antibodi dan atau TCR. Antigen lengkap adalah
antigen yang menginduksi baik respons imun maupun bereaksi dengan produknya.
Yang disebut antigen inkomplit atau hapten, tidak dapat dengan sendiri menginduksi
respons imun, tetapi dapat bereaksi dengan produknya seperti antibodi.

3.2. Klasifikasi
Antigen dapat dibagi menurut epitop, spesifisitas, ketergantungan terhadap sel T dan
sifat kimiawi:
1) Pembagian antigen menurut epitop
a. Unideterminan, univalen: Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu
molekul
b. Unideterminan, multivalen: Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih
determinan tersebut ditemukan pada satu molekul
c. Multideterminan, univalen: Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi
hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein).
d. Multidetermina, multivalen: Banyak macam determinan dan banyak dari
setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi
dan kompleks secara kimiawi).
2) Pembagian antigen menurut spesifisitas
a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu.
c. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri
3) Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
a. T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk
dapat menimbulkan respons antibodi. Kebanyakan antigen protein termasuk
dalam golongan ini.
b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk
membentuk antibodi. Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar
polimerik yang dipecah didalam tubuh secara perlahan-lahan, misalnya
lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan dan flagelin polimerik bakteri.
4) Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
a. Hidrat arang (polisakarida): Hidrat arang pada umumnya imunogenik.
b. Lipid: Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila
diikat protein pembawa.
c. Asam nukleat: Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi
imunogenik bila diikat protein molekul pembawa.
d. Protein: Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya
multideterminan dan univalen.

3.3. Fungsi
3.4. Struktur
3.5. Imunogen
4. MM Antibodi
4.1. Definisi
Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan antigen spesifik
yang menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama; digolongkan menurut
cara kerja seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin.
Antibodi disintesis oleh limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen
pada reseptor permukaan sel. Antibodi biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab.
(Dorlan).
4.2. Fungsi
4.3. Klasifikasi
IgG (Imuno globulin G)
Merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa
hari, ia memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa
tahun. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah
bening, dan usus. Mereka mengikuti aliran darah, langsung menuju musuh dan
menghambatnya begitu terdeteksi. Mereka mempunyai efek kuat anti-bakteri dan
penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus, serta
menetralkan asam yang terkandung dalam racun. Selain itu, IgG mampu menyelip di
antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk ke
dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka
dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan
infeksi. Jika antibodi tidak diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan
mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan
terlindungi melawan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum lahir.
Karena itu, antibodi sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu
lahir.
IgA (Imuno globulin A)
Terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen seperti air mata, air liur,
ASI, darah, kantong-kantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus.
Kepekaan daerah tersebut berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan
virus yang lebih menyukai media lembap seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu
sama lain. Mereka mendiami bagian tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba.
Mereka menjaga daerah itu dalam pengawasannya layaknya tentara andal yang
ditempatkan untuk melindungi daerah kritis. Antibodi ini melindungi janin dari
berbagai penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah kelahiran, mereka tidak akan
meninggalkan sang bayi, melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru lahir
membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi
yang baru lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi
sistem pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan
hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya,
pada saat bayi telah berumur beberapa minggu.
IgM (Imuno globulin M)
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat
organisme tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama
yang dihasilkan tubuh untuk melawan musuh.
Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika
musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin
akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat
diketahui dari kadar IgM dalam darah.
IgD (Imuno globulin D)
IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Mereka
tidak mampu untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan menempelkan dirinya pada
permukaan sel-sel T, mereka membantu sel T menangkap antigen.
IgE (Imuno globulin E)
IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini bertanggung
jawab untuk memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya untuk berperang.
Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu, kadar
IgE tinggi pada tubuh orang yang sedang mengalami alergi. (Yahya, Harun. 2005)

4.4. Struktur
5. MM Vaksin dan Imunisasi
5.1. Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.

5.2. Vaksin
Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu
penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini
berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak
tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul
pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan
perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang
mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak
yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.

Tujuan:
Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang
Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi
Keberhasilan Imunisasi tergantung faktor:
5) Status Imun Penjamu:
Adanya Ab spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi, mis:
campak pada bayi
kolustrum ASI IgA polio
Maturasi imunologik: neonatus fungsi makrfag, kadar komplemen, aktifasi
optonin.
Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang hasil vaksinasi ditunda
sampai umur 2 bulan.
Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan,
bayi diimunisasi
Frekuensi penyakit , dampaknya pada neonatus berat imunisasi dapat
diberikan pada neonatus.
Status imunologik (spt defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang
6) Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu baik, cukup, rendah
keberhasilan vaksinasi tidak 100%
7) Kualitas vaksin
Cara pemberian, misal polio oral imunitas lokal dan sistemik
Dosis vaksin:
Tinggi= menghambat respon, menimbulkan efek samping
Rendah= tidak merangsang sel imunokompeten
Frekuensi pemberian
Respon imun sekunder = sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi
produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi
repon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar
Ab spedifik masih tinggi Ag dinetralkan oleh Ab spesifik tidak merangsang
sel imunokompeten
Ajuvan: Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag
Mempertahankan Ag tidak cepat hilang
Mengaktifkan sel imunokompeten
Jenis vaksin
Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik
8) Kandungan vaksin
Vakin yang dilemahkan: polio, campak, BCG
Vaksin mati: pertusis
Eksotoksin: Toksoid, dipteri, tetanus
Ajuvan: perse: air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur
9) Hal-hal yang merusak vaksin
Panas: semua vaksin
Sinar matahari: BCG
Pembekuan: Toxoid
Desinfeksi/antiseptik: sabun
10) Jadwal imunisasi
Untuk keseragaman
Mendapatkan respon imun yang baik berdasarkan keadaan epidemiologi,
prioritas penyebab kematian, kesakitan
Jenis-jenis dan mekanisme vaksin
a. Imunisasi BCG
BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC).
BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak
dianjurkan karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur
kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur
lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang
dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem
kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani
pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi yang
mungkin terjadi:
Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat
penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras.
Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi
nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini
akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan
meninggalkan jaringan parut.
Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher,
tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang
dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah
Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan
karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang
secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah
matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan
menggunakan jarum) dan bukan disayat.
Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu
dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam
waktu 2-6 bulan.
a. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri,
pertusis dan tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai
dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking.
Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan
serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum.
Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia,
kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang
serta kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang
berumur kurang dari 7 tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2
bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III
dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi
terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan
booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena
vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun
perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali
suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan
terhadap difteri selama 10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan
atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut
terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:
demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)
kejang
kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah
mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan,
imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami
kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT
sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam
ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk
mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau
ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa
dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan
maupun tungkai yang bersangkutan.
a. Imunisasi DT
Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan
oleh kuman penyebab difteri dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak
boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu
menerima imunisasi difteri dan tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini
tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita
demam inggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan
pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung
selama 1-2 hari.
a. Imunisasi TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk
pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat
kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot
paha atau lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah
reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan,
pembengkakan dan rasa nyeri.
a. Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun
kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-
otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio :
IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus
polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup
yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk
monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah
imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat
meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan
sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan
sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
Diare berat
Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi,
kortikosteroid)
Kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan
primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan
kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertinggi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak
perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak
bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang
dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani
imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang pernah
mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV,
streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV.
Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan
(misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma),
dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang
sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat
imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang
menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi
ditunda sampai mereka benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang
biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.
a. Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak
berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada
umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara
subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak :
infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38?Celsius
gangguan sistem kekebalan
pemakaian obat imunosupresan
alergi terhadap protein telur
hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
wanita hamil.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare,
konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).
a. Imunisasi MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan
campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata
berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak
juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak
dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan
pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai
nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan
korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga
menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan.
Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan
pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban
pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau
kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat
dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian
membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian
vaksin MMR.
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak,
gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR
hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu
memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan
pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat,
karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun
(sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum
masuk SMP).
Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun
atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status
imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah
memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit
tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang menerimanya,
suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap
campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk
memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan
pertama.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen
vaksin:
Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin
akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang
menerima suntikan MMR. Demam 39,50 Celsius atau lebih tanpa
gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang menerima suntikan
MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah
disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek samping tersebut
jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.
Komponen gondongan. Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan
dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi
dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR.
Komponen campak Jerman, Pembengkakan kelenjar getah bening dan
atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu
1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-
15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi
yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu
setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1%
anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25%
orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan
sendi ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang- timbul).
Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1
minggu dan terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan
pada 10% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi
kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau mati rasa pada tangan
atau kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada orang
dewasa. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak
yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang
(misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu
setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam
tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek
samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman
merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi
MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:
anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin
anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker,
leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi,
terapi penyinaran atau obati imunosupresan.
wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

b. Imunisasi Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b.
Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi
tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak.
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak
berumur 2, 4 dan 6 bulan.
c. Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air
ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara
perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas.
Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air
dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan
suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis
vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum
pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air,
sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu.
Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya
infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus
terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di
rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa
cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah
kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan
varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa
lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang
terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama
10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup.
Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa :
Demam
nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah :
kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah
penyuntikan
pneumonia
reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan
pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan
perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit
sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang
terjadi.
Ensefalitis
penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada :
Wanita hamil atau wanita menyusui
Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang
lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan
imunosupresif bawaan
Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin
atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan
tersebut
Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker
atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi
kortikosteroid
Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen
darah lainnya
Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima
suntikan immunoglobulin.

d. Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B
adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki
HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar
diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I
dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan
HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III.
Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar
HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV
pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan
kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak
berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui,
diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan,
contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif,
maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai
anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan)
dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran
pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.
e. Imunisasi pneumokokus Konjugata
Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri
yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan
penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah).
Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat
digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap
terjadinya infeksi pneumokokus.

6. Pandangan islam terhadap pemberian vaksin
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari
penyakit sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari itu
dari racun dan sihir(HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyariatkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan
terjadi wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat
tatkala terkena penyakit. Boleh dalam kondisi darurat dalil firman Allah :
Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu,
kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. (QS. Al- Anam [6]:119)

I. Dhorurat dalam Obat
Dhorurat (darurat) adalah suatu keadaan terdesak untuk menerjang keharaman,
yaitu ketika seorang memilki keyakinan bahwa apabila dirinya tidak menerjang
larangan tersebut niscaya akan binasa atau mendapatkan bahaya besar pada badanya,
hartanya atau kehormatannya. Dalam suatu kaidah fiqhiyyah dikatakan:
Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang
Namun kaidah ini harus memenuhi dua persyaratan: tidak ada pengganti lainya
yang boleh (mubah/halal) dan mencukupkan sekadar untuk kebutuhan saja. Oleh
karena itu, al-Izzu bin Abdus Salam mengatakan : Seandainya seorang terdesak
untuk makan barang najis maka dia harus memakannya, sebab kerusakan jiwa dan
anggota badan lebih besar daripada kerusakan makan barang najis.20
II. Kemudahan Saat Kesempitan
Sesungguhnya syariat islam ini dibangun di atas kemudahan. Banyak sekali
dalil-dalil yang mendasari hal ini, bahkan Imam asy-Syathibi mengatakan:
Dalil-dalil tentang kemudahan bagi umat ini telah mencapai derajat yang pasti.
Semua syariat itu mudah. Namun, apabila ada kesulitan maka akan ada
tambahan kemudahan lagi. Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafii tatkala
berkata :
Kaidah syariat itu dibangun (di atas dasar) bahwa segala sesuatu apabila sempit
maka menjadi luas.

Dapus:
http://medicastore.com/penyakit/81/Imunisasi.html
Sherwood
Dorland
Campbell

Anda mungkin juga menyukai