Anda di halaman 1dari 13

BIOTRANSFORMASI TOKSIKAN DAN EFEK

TOKSIKAN









DISUSUN OLEH :


ASIH LARASATI ( H31112002 )
NINI ASTUTI ALWI ( H31112019 )



JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2013

C. BIOTRANSFORMASI TOKSIKAN DAN EFEK TOKSIKAN
BIOTRANSFORMASI TOKSIKAN
Suatu toksikan diserap melalui berbagai jalur. Setelah diabsorpsi, toksikan terdistribusi ke
berbagai bagian tubuh termasuk organ ekskresi sehingga siap dikeluarkan dari tubuh. Banyak zat
kimia yang mengalami biotransformasi atau transformasi metaholit di dalam tubuh. Tempat yang
terpenting untuk proses ini adalah hati, meskipun proses ini juga terjadi di paru-paru, lambung,
usus, kulit dan ginjal.
Crosby (1998) membagi mekanisme reaksi biotransformasi toksikan ke dalam dua jenis
utama yaitu :
a. Reaksi fase I (Reaksi Penguraian), yaitu: pemutusan hidrolitik, oksidasi dan reduksi.
Umumnya reaksi fase I mengubah bahan yang masuk ke dalam sel menjadi lebih bersifat
hidrofilik (mudah larut dalam air) daripada bahan asalnya.
b. Reaksi fase II (Reaksi Konjugasi), terdiri dari reaksi sintesis dan konjugasi. Oleh reaksi
konjugasi maka zat yang memiliki gugus polar (-OH, -NH2, -COOH), dikonjugasi dengan
pasangan reaksi yang berasal dari tubuh sendiri dan lazimnya diubah menjadi bentuk yang
larut dalam air, dan dapat diekskresikan dengan baik oleh ginjal. Reaksi fase II ini
merupakan proses biosintesis yang mengubah bahan asing atau metabolit dari fase I
membuat ikatan kovalen dengan molekul endogen menjadi konjugat.
Reaksi penguraian (fase 1) biasanya disusul oleh reaksi konjugasi (fase 2).

REAKSI PENGURAIAN
a. Pemutusan hidrolitik
Bila suatu molekul dihidrolisis akan dipecah menjadi dua molekul karena pengambilan satu
molekul air. Contohnya adalah pemutusan ester oleh esterase dengan pembentukan alkohol dan
asam. Namun dalam keadaan tertentu stabilitas ester yang toksik dapat merupakan kerugian,
misalnya ester ftalat yang digunakan sebagai peliat (plasticizer) pada pembuatan bahan plastik.
Ester ini sangat lipofil dan dapat berdifusi keluar dari wadah plastik, misalnya ke dalam bahan
makanan yang mengandung lemak yang disimpan didalamnya atau wadah plastik yang
digunakan pada transfusi darah. Bila peliat ini stabil terhadap berbagai esterase, maka organisme
tidak mampu untuk menguraikannya menjadi alkohol dan asam dan tidak dapat menguraikannya.
Senyawa-senyawa demikian yang stabil terhadap hidrolisis enzimatik dan sekaligus peliat
yang lipofil, memperlihatkan kecenderungan tertimbun dalam jaringan lemak organisme.
Mamalia memperlihatkan kadar esterase yang tinggi di dalam plasma dan di hati. Jadi
kapasitas hidrolisis esternya tinggi tetapi sebaliknya pada serangga. Keadaan ini telah
dimanfaatkan pada pengembangan jenis insektisida organofosfat yang bekerja selektif. Zat ini
mengandung suatu gugus ester tambahan dalam molekul fosfat organik yang dihidrolisis oleh
esterase menjadi asam karboksilat dan alkohol. Mamalia mampu untuk mendetoksifikasi dengan
cepat zat tersebut dengan hidrolisis. Karena serangga lebih sedikit esterasenya, maka mereka
tidak mampu untuk mendetoksifikasi senyawa ini. Tetapi ada pula usaha untuk pengembangan
senyawa fosfat organik dengan toksisitas yang lebih tinggi pada manusia, seperti pengembangan
senyawa fosfat organik sebagai gas saraf.
Kecuali ester, amida juga dapat dihidrolisis oleh pengaruh katalisis amidase dengan
pembentukan asam dan amina. Dalam hal ini stabilisasi mungkin dilakukan dengan memasukkan
gugus amino dari substituen alkil yang bertetangga. Pada umumnya amida asam lebih stabil
daripada ester karenanya juga lebih lambat dihidrolisis. Selain itu plasma mengandung relatif
lebih sedikit amidase dibandingkan dengan esterase.
b. Oksidasi
Enzim yang berperanan pada oksidasi zat asing berada di dalam sel, terutama di dalam
retikulum endoplasma sel hati. Penyelidikan di bidang ini sering dilakukan dengan mikrosoma,
yang diperoleh dari retikulum endoplasma setelah homogenisasi sel hati. Substrat yang paling
cocok untuk reaksi oksidasi ini adalah senyawa alkohol, aldehida, asam karboksilat, senyawa
dengan rantai samping alifatik yang tidak bercabang dan amina alifatik.
Senyawa asam fenilalkil karboksilat, fenilalkilamina dan sebagainya dengan rantai samping
yang panjang tidak bercabang, dioksidasi menjadi asam benzoat, bila rantai sampingnya
mengandung atom karbon berjumlah ganjil dan menjadi asam fenilasetat, bila rantai sampingnya
mengandung atom karbon berjumlah genap. Proses demikian merupakan mekanisme
detoksifikasi yang penting.
Proses penguraian secara oksidasi yang serupa berperanan pada proses self-purification
sungai dan kanal. Sabun yang klasik, yaitu garam natrium dan kalium dari asam-asam lemak
yang panjang, tidak bercabang, merupakan substrat yang baik untuk banyak mikroorganisme
yang terdapat di dalam air. Mula-mula deterjen sintetik dibuat dari parafin (hidrokarbon) yang
bercabang banyak yang dihasilkan sebagai produk samping pada pengilangan minyak bumi
karena tidak cocok untuk dipakai sebagai bahan bakar. Zat hidrokarbon yang bercabang ini tahan
terhadap proses oksidasi yang berperanan dalam self-purification air, sehingga merupakan
deterjen kuat yaitu deterjen yang tidak dapat diuraikan. Mereka menyebabkan pencemaran air
yang berat dan terus menerus yang nampak dari pembentukan busa dalam sungai dan kanal.
Salah satu tanda pertama dari pencemaran air oleh deterjen adalah menghilangnya serangga yang
bergerak di atas air. Deterjen menurunkan tegangan permukaan, sehingga serangga tenggelam ke
dalam air dan mati terbenam. Solusinya adalah dengan menggunakan deterjen dengan rantai
samping yang tidak bercabang, jadi zat yang dapat diuraikan secara biologi. Deterjen lunak yaitu
deterjen yang dapat diuraikan sudah banyak digunakan sekarang.
Oksidasi xenobiotika selanjutnya dapat menghasilkan pembentukan peroksida tokson atau
pembentukan H2O2. Peroksida ini kemudian menyerang substrat biologi dan dengan cara ini
menimbulkan lesi kimia, misalnya methemoglobinemia.
c. Reduksi
Sebagai reaksi biotransformasi, reaksi reduksi relatif jarang terjadi. Senyawa nitro dapat
direduksi menjadi amina dan senyawa azo diuraikan melalui reduksi menjadi amina yang sesuai.
Senyawa keton dan aldehida yang tahan oksidasi mungkin terjadi reduksi menjadi senyawa
alkohol yang sesuai.

REAKSI KONJUGASI
Reaksi konjugasi yang penting adalah konjugasi dengan asam glukuronat, asam amino
(terutama glisina), asam sulfat, dan asam asetat. Kecuali pada konjugasi dengan asam asetat atau
reaksi metilasi, pada konjugasi selalu dimasukkan gugus asam ke dalam molekul yang
meningkatkan sifat hidrofil secara nyata. Konjugat asam ini cepat diekskresikan oleh ginjal
melalui proses aktif. Reaksi konjugasi bersifat sebagai reaksi detoksifikasi, karena produk
konjugasi hampir selalu tidak aktif secara biologi. Namun dalam beberapa kasus konjugat dapat
dihidrolisis kembali menjadi senyawa asalnya. Hal ini sering terjadi bila konjugat bersama
empedu, mencapai usus.
a. Konjugasi dengan asam glukuronat
Senyawa alkohol sekunder dan tersier yang dapat cepat dioksidasi dikonjugasi dengan
asam glukuronat. Gugus OH-fenolik, gugus karboksil dan gugus NH2 juga dapat dikonjugasi
dengan asam glukuronat. Asam glukuronat adalah suatu asam yang relatif kuat, yang
mengandung gugus OH-alkohol tambahan dan karena itu sangat hidrofil. Pada pembentukan
glukuronida sifat ini dipindahkan ke metabolit.
b. Konjugasi dengan glisina
Asam karboksilat, khususnya asam karboksilat yang tidak dapat diuraikan lanjut secara
oksidasi, dapat membentuk konjugat dengan glisina. Contohnya adalah asam hipurat yang
dibentuk dari asam benzoat dan asam salisilurat yang terjadi dari asam salisilat.
c. Konjugasi dengan asam sulfat
Senyawa fenol terutama membentuk konjugat dengan asam sulfat sehingga terbentuk ester
parsial dari asam sulfat. Residu asam sulfat adalah asam kuat sehingga konjugat sangat hidrofil
dan dapat diekskresikan dengan mudah. Karena itu senyawa fenol sering diekskresikan ke dalam
urin sebagai ester asam sulfat. Perbandingan antara sulfat organik dan sulfat anorganik
meningkat kuat dalam urin setelah penggunaan senyawa fenol atau zat yang diuraikan menjadi
senyawa fenol.
d. Pembentukan turunan asam merkapturat
Pada reaksi biotransformasi ini terlibat reaksi konjugasi yang berlangsung melalui beberapa
tingkat. Hal ini menyangkut terutama senyawa klor dan brom organik yang pada proses ini atom
halogen diganti oleh gugus asam merkapturat. Zat aromatik tertentu juga dapat juga dikonjugasi
dengan cara ini.
Turunan asam merkapturat sangat hidrofil dan dapat diekskresikan dengan mudah. Turunan
asam merkapturat adalah substrat yang baik untuk sistem transpor aktif dalam ginjal dan hati.
e. Metilasi
Metilasi jarang terdapat dalam lingkup reaksi biotransformasi. Contohnya adalah
pembentukan N-metilnikotinamida dari nikotinamida. Basa amonium kuaterner yang dibentuk
dengan cara ini adalah hidrofil dan dapat diekskresikan secara aktif. Reaksi ini menghasilkan
suatu bioinaktivasi dan menjadi suatu detoksikfikasi meskipun produk yang dihasilkan lebih
kurang hidrofil dari zat asal.
f. Asetilasi
Xenobiotika dengan gugus amino yang tidak dapat diuraikan secara oksidasi, sering
diasetilasi. Contohnya adalah senyawa amina aromatik, yaitu gugus amino langsung terikat pada
cincin aromatik dan senyawa alkilamina yang gugus aminonya terdapat pada atom karbon
tersier. Asetilasi sulfonamida menghasilkan penurunan kehidrofilan, sehingga menimbulkan
komplikasi kristaluria sebagai kerja samping sulfonamida. Asetilasi dapat mengurangi daya
kerja, karena gugus amino yang biasanya bermakna untuk aktivitas biologi tertutup karena
asetilasi.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIOTRANSFORMASI
a. Faktor Instrinsik
Faktor penting yang mengontrol jalannya reaksi enzimatik dari bahan asing adalah
konsentrasinya dalam pusat aktivitas dari enzim. Konsentrasi ini tergantung pada Lipophilicity,
Protein binding, Doses, dan Route administration. Lipophilicity penting karena dapat mengatur
banyaknya absorbsi dari xenobiotik dari jalan masuknya (kulit, usus, paru). Bahan kimia yang
bersifat lipofilik lebih mudah diabsorbsi dalam darah, sedangkan bahan yang larut dalam air
kurang cepat diserap.
b. Variabel Host
Beberapa kondisi fisiologik, farmakologik, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi
proses biotranformasi xenobiotik, yaitu: spesies, strain, umur, sex, time of day, enzym induksi,
enzym penghambat, status gizi, dan status penyakit.
Karena itu, biotransformasi adalah suatu proses yang umumnya mengubah senyawa asal
menjadi metabolit, kemudian membentuk konyugat. Tetapi, mungkin yang terjadi hanya salah
satu reaksi saja. Misalnya, benzene mengalami oksidasi pada reaksi fase I menjadi fenol,
kemudian berkonjugasi dengan asam sulfat pada reaksi fase II. Akan tetapi bila zat kimia yang
bereaksi adalah fenol, maka hanya terjadi kanyugasi dengan asam sulfat tanpa reaksi fase I..
Metabolit dan konyugasi biasanya lebih larut dalam air dan lebih polar, karenanya lebih mudah
diekskresi.
Oleh karena itu, biotransformasi dapat dianggap sebagai mekanisme ketoksifikasi organisme
pejamu. Tetapi perlu diingat bahwa dalam kasus tertentu metabolit dapat lebih toksik dari pada
senyawa asalnya. Reaksi semacam ini dikenal dengan bioaktivasi.
Senyawa tertentu yang stabil secara kimia dapat diubah menjadi metabolit reaktif secara
kimia. Reaksi ini biasanya diaktalisis oleh system-sistem monooksigenase yang bergantung pada
sitokrom P-450, tetapi enzim-enzim lian termasuk enzim dari flora usus, juga berperan dalam
kasus tertentu. Metabolit reaktif seperti epoksid dapat terikat secara kovalen pada makromolekul
sel dan menyebabkan nekrosis dan atau kanker. Metabolit lain, missal radikal bebas dapat
menyebabkan peroksidasi lipid dan mengakibatkan kerusakan jaringan. Misalnya, karbon
tetraklorida membentuk radikal triklorometil yang menyebabkan peroksidasi lemak tak jenuh
dan terikat secara kovalen pada protein dan lemak tek jenuh.

EFEK TOKSIKAN
Penggunaan bahan kimia oleh manusia terutama sebagai bahan baku di dalam industri
semakin hari semakin meningkat. Walaupun zat kimia yang sangat toksik sudah dilarang dan
dibatasi pemakaiannya, seperti pemakaian tetra-etil timbale (TEL) pada bensin, tetapi pemaparan
terhadap zat kimia yang dapat membahayakan tidak dapat dielahkan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap manusia bias bersifat kronik dan akut. Pemaparan
akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja (pada kasus bunuh diri atau
dibunuh), dan pemaparan kronik biasanya dialami para pekerja terutama di lingkungan industri-
industri kimia.
Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun
mekanisme kerjanya. Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cedera pada tempat yang kena
bahan tersebut (efek lokal), bias juga efek sistemik setelah bahan kimia diserap dan tersebar ke
bagian organ lainnya. Efek toksik ini dapat bersifat reversibel artinya dapat hilang dengan
sendirinya atau irreversibel yaitu akan menetap atau bertambah parah setelah pajanan toksikan
dihentikan. Efek irreversibel (efek Nirpulih) di antaranya karsinoma, mutasi, kerusakan syaraf,
dan sirosis hati. Efek toksikan reversibel (berpulih) bila tubuh terpajan dengan kadar yang rendah
atau untuk waktu yang singkat, sedangkan efek nirpulih terjadi bila pajanan dengan kadar yang
lebih tinggi dan waktu yang lama.
Efek toksik atau toksisitas suatu bahan kimia dapat didefinisikan sebagai potensi bahan
kimia untuk meracuni tubuh orang yang terpapar.Potensi bahan kimia untuk dapat menimbulkan
efek negatif terhadap kesehatan tergantung terutama pada toksisitas bahan kimia tersebut, dan
besarnya paparan. Toksisitas merupakan sifat dari bahan kimia itu sendiri, sedangkan paparan
tergantung dari bagaimana bahan itu digunakan, misalnya, apakah bahan dipanaskan,
disemprotkan atau dilepaskan ke lingkungan kerja. Tetapi dalam menilai bahaya, perlu
diperhitungkan juga kerentanan orang yang terpapar, yang dipengaruhi oleh antara lain jenis
kelamin, umur; status gizi. Beberapa konsep telah dikembangkan untuk membantu
menggolongkan efek beracun bahan kimia, sebagai berikut:
1. Efek akut
Istilah efek akut dapat diartikan sebagai paparan singkat dengan efek seketika. Namun
pemaparan akut selain dapat menimbulkan efek akut, juga dapat mengakibatkan penyakit
kronik, sebagai contoh kerusakan otak yang permanen dapat disebabkan oleh paparan akut
senyawa timah putih trialkil atau karena keracunan karbon monoksida berat.
2. Efek kronik
Istilah kronik dapat diartikan sebagai pemaparan berulang dengan masa tunda yang lama
antara paparan pertama hingga timbulnya efek yang merugikan kesehatan.
3. Efek akut dan kronik
Suatu bahan dapat mempunyai efek akut dan kronik sekaligus. Sebagai contoh pemaparan
tunggal karbon disulfida dengan konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan hilangnya
kesadaran (efek akut), tetapi pemaparan berulang tiap hari selama bertahun-tahun dengan
konsentrasi yang jauh lebih rendah yang jika dialami sebagai pemaparan tunggal tidak
menimbulkan efek merugikan (efek kronik) dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem
saraf pusat dan tepi, juga jantung.
4. Efek dapat balik (reversible)
Efek yang hilang bila pemaparan berhenti/mereda. Sebagai contoh, dermatitis kontak, nyeri
kepala dan mual karena terpapar pelarut.
5. Efek tidak dapat balik (irreversible)
Efek yang tidak akan hilang atau permanen meskipun bahan kimia penyebabnya telah
mereda atau hilang. Sebagai contoh, penyakit kanker yang disebabkan oleh pemaparan
bahan kimia.
6. Efek local
Efek berbahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia dibagian permukaan tubuh atau dapat
masuk ke dalam tubuh. Sebagai contoh, luka bakar pada kulit
7. Efek sistemik
Efek suatu bahan kimia pada organ tubuh atau cairan tubuh setelah penyerapan atau
penetrasi ke dalam organ atau cairantubuh. Sebagai contoh, masuknya bahan-bahan kimia
seperti timbal, benzen, kadmium, raksa dan sebagainya dapat menyebabkan anemia,
gangguan saraf, dan sebagainya.
8. Efek sinergis
Efek gabungan dari lebih dari satu bahan kimia. Efek gabungan ini dapat lebih parah dari
efek yang dimiliki oleh masing-masing bahan kimia.Berdasarkan sifat bahayanya, toksisitas
dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Korosif
Merusak (membakar) jaringan hidup apabila kontak. Sebagai contoh, larutan asam pekat
seperti sulfat atau basa seperti soda api dapat menimbulkan luka bakar.
b. Iritan
Menimbulkan iritasi setempat atau peradangan pada kulit,hidung, atau jaringan paru.
c. Sensitizer
Menimbulkan reaksi alergi. Seseorang yang peka terhadap bahan kimia akan mengalami
reaksi alergi yang berat, sedang bagi individu yang tidak peka, dosis yang sama tidak
akan membahayakan. Bagi individu yang peka, setiap pemaparan berikutnya apakah
melalui kontak kulit atau inhalasi akan menimbulkan risiko kesehatan.
d. Asfiksian
Mengganggu pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh.Sebagai contoh, antara Iain karbon
monoksida dan sianida.
e. Karsinogen
Penyebab kanker.
f. Mutagen
Dapat menimbulkan kerusakan DNA sel . DNA adalah molekul pembawa informasi
genetik yang mengendalikan pertumbuhan dan fungsi sel. Kerusakan DNA dalam sel
telur atau sperma manusia dapat menurunkan kesuburan; aborsi spontan, cacat lahir, dan
penyakit keturunan.
g. Teratogen
Suatu bahan kimia yang apabila berada dalam aliran darah wanita harnil dan menembus
plasenta, mempengaruhi perkembangan janin dan menimbulkan kelainan struktur dan
fungsional bawaan atau kanker pada anak. Contoh yang telah diketahui secara luas
sebagai teratogen adalah talidomid, yang pada tahun 1960an telah banyak menyebabkan
kasus fokomelia (pengecilan lengan dan tungkai sedemikian rupa hingga tungkai dan
lengan menempel langsung ke tubuh) pada bayi para wanita yang memakan obat tersebut
selama tahap awal kehamilannya.
h. Fetotoksikan
Suatu bahan kimia yang berpengaruh buruk terhadap perkembangan janin sehingga bayi
lahir dengan bobot yang rendah.
Bahan kimia dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin
berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki
tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan
sistem tubuh :
1. Paru-paru dan sistem pernafasan
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau
pneumonitis).Dalam luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan
udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia
dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya
dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka
panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru
sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.
2. Hati
Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia
menggalami metabolisme dalarn hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang
berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat
menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit
kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati.
3. Ginial dan saluran kencing
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap
ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan
kanker ginjal atau kanker kandung kemih.
4. Sistem syaraf
Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan
kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah
mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran
karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni
sistem enzim yang mennuju ke syaraf adalah pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini
dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kirnia lain
yang dapat secara perlahan meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta
mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.
5. Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat rnerusak sel-sel darah merah yang
menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak surnsum tulang dan organ
lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.
6. Jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler)
Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal
terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan
peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.
7. Kulit
Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat
menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi.Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat,
hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker
kulit.
8. Sistem reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam
percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara langsung dapat
mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi
seksual.
9. Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu
seperti kelenjar tiroid.




Target organ dari zat kimia













DAFTAR PUSTAKA

Wisaksono, Satmoko. 2002, Efek Toksik dan Cara Menentukan ToksisitasBahan
Kimia,http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_EfekToksik.pdf/11_EfekToksik.pdf,diakses
tanggal 16 Februari 2012

Anda mungkin juga menyukai