Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidrograf merupakan penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan
waktu. Hidrograf menunjukan sifat tanggapan DAS terhadap masukan hujan
dengan intensitas, lama dan agihan tertentu (Sri Harto Br, 1993).
Ada beberapa jenis hidrograf, yaitu :
1. Hidrograf Muka Air (Stage Hydrograph), yaitu grafik hubungan antara
perubahan tinggi muka air dengan waktu.
2. Hidrograf Debit (Discharge Hydrigraph), yaitu grafik hubungan antara
debit dengan waktu.
3. Hidrograf Sedimen (Sediment Hydrograph), yaotu grafik hubungan antara
kandungan sedimen dengan waktu (Sri Harto Br, 1993).
Hidrograf terdiri dari tiga bagian, yaitu sisi naik (Rising Limb), puncak
(Crest), dan sisi resesi (Recession Limb). Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan
tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise) adalah waktu yang diukur dari
saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak, debit puncak
(peak discharge) adalah debit maksimum yang terjadi dalam suatu kasus tertentu,
dan waktu dasar (base time) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai
naiksampai waktu di mana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan (Sri
Harto Br, 1993).
Bentuk hidrograf pada umumnya sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang
terjadi, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain. Menurut
Kennedy dan Watt (1967) sifat hujan yang sangat mempengaruhi bentuk
hidrograf ada tiga macam, yaitu intensitas hujan, lama hujan, dan arah gerak
hujan (Sri Harto Br, 1993).
Intensitas hujan yang makin tinggi akan mengakibatkan hidrograf naik
dengan cepat, atau dengan kata lain akan terjadi hidrograf dengan waktu naik
pendek dan debit puncak tinggi, demikian pula sebaliknya. Intensitas hujan yang
tinggi pada umumnya terjadi dalam waktu yang pendek, atau lama hujan pendek,
sedangkan intensitas hujan yang rendah pada umumnya terjadi dengan lama
hujan yang besar. Arah gerak hujan ke hulu mengakibatkan hidrograf naik dengan
cepat mencapai debit puncak dengan waktu dasar yang relatif panjang.
Sebaliknya, arah gerak hujan ke hilir menyebabkan hidrograf naik lebih lambat,
akan tetapi kemudian naik dengan cepat dan mempunyai waktu dasar yang relatif
pendek (Sri Harto Br, 1993).
Hidrograf untuk berbagai keadaan sungai, sangat tergantung dari posisi
akuifer yang berada di sekitar sungai tersebut, maka secara umum sungai dapat
dikelompokkan menjadi tiga golongan :
1. Sungai Parennial, yaitu sungai yang sepanjang tahun mengalirkan air
yang cukup, karena keadaan akuifer di sekitarnya cukup baik, sehingga
selalu dapat mengalirkan air tanah ke dalam sungai.
2. Aliran Intermitten, yaitu muka air tanah yang hanya berada di atas dasar
sungai pada musim hujan, akan tetapi selama musim kering, muka air
tanah berada di bawah dasar sungai. Maka aliran airnya akan nampak
selama musim hujann dan beberapa lama setelah musim hujan berakhir,
akan tetapi selebihnya aliran menjadi kering sama sekali.

3. Aliran Ephimeral, yaitu aliran permukaan permukaan yang hanya terjadi


sesaat pada waktu terjadi hujan yang melebihi laju infiltrasi. Hal ini
terjadi karena laju muka air dalam akuiferselalu di bawah dasar sungai
(Sri Harto Br, 1993).
1.2 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah berjudul Hidrograf Satuan ini agar
mahasiswa dapat memahami maksud peyajian grafis (hidrograf) dari suatu DAS.
Dengan memahami hidrograf, maka mahasiswa mampu mengatasi masalahmasalah yang berkaitan dengan hidrologi. Tujuan lainnya yaitu dalam pekerjaan
pengendalian banjir, kita dapat memperkirakan debit banjir dan elevasi muka air
banjir pada sungai, sehingga dapat direncanakan tinggi jagaan yang dapat
melindungi daerah di sekitar sungai.
1.3 Rumusan Masalah
Dalam memperkirakan debit banjir dan elevasi muka air banjir pada sungai,
maka kita memerlukan suatu metode untuk mendapatkan hidrograf. Metode yang
umunya dipakai di Indonesia adalah Metode Nakayasu untuk menghitung
hidrograf satuan DAS-DAS di Pulau Jawa.

BAB II
ISI
2.1 Hidrograf Satuan
Sherman mengemukakan bahwa dalam suatu sistem DAS terdapat satu sifat
khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan tertentu.
Tanggapan yang demikian dalam konsep model hidrologi dikenal dengan
hidrograf satuan (unit hydrograph). Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan
langsung (direct runoff hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan mangkus yang
terjadi merata di seluruh DAS dan dengan intensitas tetap dalam satu satuan
waktu yang ditetapkan (Sri Harto Br, 1993).
Sherman mengklasifikasikan limpasan ke dalam limpasan permukaan dan
limpasan air tanah (Ven Te Chow, 1988).
Konsep hidrograf satuan ini pertama kali dikemukakan oleh Sherman
(1932)dalam upayanya untuk mendapatkan perkiraan banjir yang terjadi akibat
berbagai kedalaman hujan dan berbagai agihan jam-jaman. Namun, karena
anggapan-anggapan yang digunakan, bahwa hidrograf aliran yang sebenarnya
terjadi selalu berbeda untuk setiap masukan yang terjadi pada saat yang berbeda.
Oleh sebab itu, untuk memperoleh hidrograf yang dapat dianggap sebagai
hidrograf khas dan mewakili DAS tersebut diperlukan perata-rataan hidrograf
satuan yang diperoleh dari beberapa kasus banjir. Sri Harto (1989) menunjukkan
bahwa makin sedikit jumlah kasus banjir yang digunakan, makin besar nilai debit
puncak yang diperoleh dibandingkan dengan jumlah kasus banjir yang banyak
(Sri Harto Br, 1993).
Harus ditekankan, bahwa nasaban yang dicari adalah antara hujan bersih atau
hujan sangkil (yaitu hujan yang tetap berupa limpasan setelah dikurangi semua
yang hilang akibat penguapan, pencegatan, dan peresapan) dan limpasan
permukaan (yaitu hidrograf limpasan dikurangi aliran dasar).
Cara itu meliputi tiga asas yang berikut :
1. Dengan curah hujan bersih berkelebatan seragam pada DAS tertentu,
kelebatan hujan yang berbeda-beda menghasilkan jujuh yang sama untuk
jangka waktu yang sama, meskipun banyaknya berbeda-beda.
2. Dengan hujan bersih berkelebatan seragam pada DAS tertentu, kelebatan
hujan yang berbeda-beda dengan jujuh (lama hujan) yang sama
menghasilkan hidrograf limpasan untuk jangka waktu yang sama. Ordinat
hidrograf itu, pada sebarang waktu, memiliki perbandingan yang sama
satu dengan yang lain dengan kelebatan hujannya. Dengan kata lain,
bahwa hujan sebanyak n kali dalam waktu tertentu akan memberikan
ordinat sebesar n kali.
3. Asas superposisi berlaku untuk hidrograf dari jangka waktu malar dan
atau yang berdiri sendiri-sendiri dari hujan bersih berkelebatan seragam.
Hidrograf jumlahan limpasan yang disebabkan oleh hujan badai yang
berdiri sendiri-sendiri merupakan jumlah dari hidrograf yang terpisah
(E.M. Wilson, 1993)
Pemisahan hidrograf ke dalam komponen-komponen :
Direct Run Off (Limpasan langsung) dan
Base Flow (Aliran Dasar)

Dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:


1. Fixed Base Length Method
Prosedur pemisahan aliran dasar ini berdasarkan pengertian bahwa
limpasan permukaan akan berakhir sesudah waktu tertentu, dihitung dari
puncak hidrograf.
Langkah-langkahnya :
Meneruskan garis resesi dari hidrograf sebelumnya sampai pada titik
di bawah puncak hidrograf.
Ukurkan suatu titik pada kurva resesi sejarak N dari garis vertikal
lewat puncak hidrograf dengan
N = A 0,2

....(i)

dengan

N = waktu dalam hari


A = luas daerah (mil2)
2. Straight Line Method
Cara ini merupakan cara yang paling sederhana. Langkah-langkahnya
yaitu menghubungkan titik dimana limpasan permukaan mulai terjadi,
dengan titik pemisah aliran dasar pada kurva resesi.
3. Variable Slope Method
Aliran dasar (Base Flow) akan mulai memberikan sumbangan pada
periode resesi dari harga puncaknya yaitu pada suatu titik peralihan
(Inflection Point), sedang kurva resesi yang terjadi sebelumnya diteruskan
sampai di bawah puncak hidrograf
(http://pksm.mercubuana.ac.id/modul/11020-13-607145855233.doc ).
Hidrograf satuan mempunyai dua andaian pokok, yaitu :
1. Hidrograf satuan ini ditimbulkan oleh hujan yang terjadi merata di seluruh
DAS (spatialy evenlly distributed),
2. Hidrograf satuan ini ditimbulkan oleh hujan yang terjadi merata selama
waktu yang ditetapkan (constant intensity)
(Sri Harto Br, 1993)
Dalam hidrograf satuan menggunakan beberapa asumsi yang menjadi dasar
teori hidrograf satuan, yaitu :
1. Hidrograf satuan dihasilkan dari satu satuan hujan lebih dengan intensitas
yang tetap dalam satu satuan waktu tertentu,
2. Hidrograf satuan dihasilkan dari hujan lebih yang terdistribusi secara
merata di seluruh DAS,
3. Waktu dasar hidrograf aliran langsung dihasilkan dari hujan lebih dengan
durasi yang konstan,
4. Ordinat hidrograf aliran langsung sebanding dengan hujan lebih yang
menimbulkannya, dan
5. Karakteristik fisik DAS tidak berubah (Chow et al, 1988)
(www.geocities.com/jurnal_stmc/vol2/pdf/vol2no1-07.pdf )
Untuk memperoleh hidrograf satuan dari suatu kasus banjir, maka diperlukan
data sebagai berikut :
1. Rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder),
2. Pengukuran debit yang cukup,
3. Data hujan biasa (manual), dan

4. Data hujan otomatik.


Selanjutnya, perlu dipilih kasus yang menguntungkan dalam analisis, yaitu
dipilih hidrograf yang terpisah (isolated) dan mempunyai sau puncak (single
peak), serta hujan yang cukup serta agihan jam-jamannya. Syarat di atas
sebenarnya bukan merupakan keharusan, kecuali untuk mempermudah hitungan
yang dilakukan
(Sri Harto Br, 1993).
2.2 Hidrograf Satuan Sintetik
Hidrograf satuan dapat dibuat jika tersedia pasangan data hujan dan debit
aliran, namun jika tidak tersedia kedua data tersebut maka hidrograf satuan dapat
dibuat secara sintetik yaitu hidrograf satuan sintetik. Hidrograf satuan sintetik
dapat digunakan untuk membangun hidrograf satuan di tempat lain pada sungai
yang tidak diukur. Pada garis besarnya ada tiga tipe hidrograf satuan sintetik,
yaitu :
1. berdasarkan hubungan karakteristik hidrograf dengan karakteristik DAS
(metode snyder, 1938),
2. berdasarkan pada metode simpanan DAS (metode Clark, 1943), dan
3. berdasarkan pada hidrograf satuan yang tidak berdimensi (metode SCS,
1972)
(www.geocities.com/jurnal_stmc/vol2/pdf/vol2no1-07.pdf ).
2.2.1 Metode Snyder
Snyder memanfaatkan parameter DAS untuk memperoleh hidrograf satuan
sintetik. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan
menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan
dipengaruhi oleh sistem DASnya. Persamaan yang diturunkan adalah sebagai
berikut ini :
tp = Ct (L.Lc)0,3
tr = tp / 5,5
qp = (640 Cp.A) / tp
tb = 3 + tp / 8
tp = tp + 0,25 (tp tr)

....(ii)
....(iii)
....(iv)
....(v)
....(vi)

dengan

tr = waktu capai pucak (m)


Ct = tetapan, berkisarantara 0,7-1,0
L = panjang sungai utama (mile)
Lc = panjang sungai diukur sampai titik terdekat dengan titik berat
DAS (mile)
tr = lama hujan satuan (jam)
Cp = tetapan berkisar antara 0,35-0,50
tp = waktu capai puncak bila lama hujan tidak sama dengan (tr)
A = luas DAS (mile2) (Sri Harto Br, 1993).
Metode Snyder pada dasarnya menentukan hidrograf satuan sintetik yang
dihitung berdasarkan rumus empiris dan koefisien empiris yang menghubungkan
komponen hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Snyder menganggap ciri
DAS yang mungkin berpengaruh pada bentuk hidrograf satuan adalah luas DAS,

bentuk cekungan, rupabumi, lereng alur, kerapatan sungai, dan simpanan alur. Ia
meniadakan semua parameter kecuali yang dua pertama dengan memasukkannya
ke dalam koefisien Ct (E.M. Wilson, 1993).
Dalam pengujian untuk beberapa buah sungai di Pulau Jawa, ternyata bahwa
persamaan-persamaan Snyder menunjukkan penyimpangan yang besar, baik
dalam besaran waktu capai puncak (time to peak) maupun debit puncak. Hal ini
dapat dipahami karena memang cara ini mengandung beberapa koefisien empirik
yang dikembangkan di daerah Appalachian di Amerika yang kurang sesuai
dengan keadaan di Indonesia (Sri Harto Br, 1993).
2.2.2

Metode Clark
Untuk metode Clark mendasarkan pada metode penampungan yang
menyatakan bahwa hujan menjadi limpasan langsung dapat dimodifikasi menjadi
hidrograf satuan oleh dua faktor yang terjadi secara berurutan sebagai berikut :
1. Perpindahan volume air hujan yang jatuh pada suatu DAS yang mengalir
menuju keluaran DAS mengikuti waktu perjalanannya,
2. Volume air yang menuju keluaran DAS tersebut secara bertahap (E.M.
Wilson, 1993).
Bentuk hidrograf satuan sintetik metode Clark pada dasarnya ditentukan
berdasarkan dua parameter yaitu waktu konsentrasi (TC), koefisien simpanan
DAS (R) dan diagram luasan waktu. Diagram luasan waktu menentukan jumlah
luasan simpanan DAS yang memberikan kontribusi pada debit keluaran DAS
sebagai fungsi waktu yang dinyatakan sebagai bagian dari TC (US Army Corps
Of Engineers, 1990).

2.2.3

Metode Nakayasu
Metode hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah metode yang paling sering
dipakai di Indonesia, untuk menghitung hidrograf satuan DAS-DAS di Pulau
Jawa. Metode Nakayasumempunyai rumus pokok sebagai berikut :
Qp = CARO / (3,6(0,3Tp + T0,3)

....(vii)

di mana :
Qp =
C
=
A
=
RO =
Tp =

debit puncak banjir (m3/dt)


koefisien pengaliran DAS
luas DAS (km2)
hujan satuan (1 mm)
tenggang waktu dari permulaan hujan sampai dengan waktu puncak
banjir (jam)
T0,3 =
tenggang waktu dari Tp sampai dengan waktu 30% debit puncak (jam)
Waktu puncak (Tp) dirumuskan sebagai berikut :
Tp = Tg + 0,058Tr

....(viii)

di mana :
Tg = 0,21L0,7
untuk panjang sungai (L) < 15 km
Tg = 0,4 + 0,058L
untuk panjang sungai (L) > 15 km
Tr = 0,5tg sampai dengan Tg

Adapun T0,3 dirumuskan sebagai berikut :


T0,3 = Tg

....(ix)

di mana :
= 1 untuk DAS biasa
= 1,5 untuk DAS dengan hidrograf naik yang cepat dan hidrograf turun yang
lambat
= 3 untuk DAS dengan hidrograf naik yang lambat dan hidrograf turun yang
cepat
Debit pada hidrografnya dicari dengan rumus sebagai berikut :
a. Untuk bagian lengkung naik :
Qa = Qp (t / Tp)2,4

....(x)

di mana :
Qa =
debit sebelum mencapai puncak banjir
T
= waktu dari permulaan hujan sampai dengan waktu puncak banjir (jam)
b. Untuk bagian lengkung turun :
dari Tp sampai dengan T0.,3

Qd1 = Qp. 0,3 (t-Tp/T0,3)


dari T0,3 sampai dengan T0,09

....(xi)

Qd2 = Qp.0,3 (t-Tp+0,5 T0,3 / (1,5 T0,3))

....(xii)

waktu untuk T<0,09


Qd3 = Qp.0,3 (t-Tp+1,5 T0,3 / (2 T0,3))

....(xiii)

di mana :
Qd1
=
debit antara Tp sampai dengan T0,3
T0,3
=
tenggang waktu antara Qp sampai dengan Q0,3 (jam)
Qd2
=
debit antara T0,3 sampai dengan T0,09
T<0,09 =
tenggang waktu antara Q0,3 sampai dengan Q0,09 (jam)
=
1,5.T0,3
Apabila hidrograf satuan sintetik telah ditemukan maka hidrograf akibat
hujan- hujan yang lain dapat dicari dengan mengalikan debit pada hidrograf satuan
dengan curah hujan yang jatuh.
2.2.4

Metode Rational
Perhitungan debit banjir dengan Metode Rational diberikan sebagai
persamaan yang merupakan fungsi dari koefisien pengaliran, intensitas hujan, dan
luas daerah pengaliran yang dirumuskan sebagai :
Q = C.I.A / 3,6

....(xiv)

di mana :
Q = debit puncak banjir (m3/dt)

C = koefisien pengaliran
A = luas daerah pengaliran (km2)
I = intensitas hujan (mm/jam) yang dapat dicari dengan rumus :
I = RT /24((24/t)2 / 3)

....(xv)

di mana :
RT = hujan harian dengan kala ulang tertentu (mm)
T = waktu puncak banjir (jam) yang dapat dicari dengan rumus :
t=L/V

....(xvi)

di mana :
L = panjang sungai di daerah pengaliran (km)
V = kecepatan rambat banjir (km/jam)yang dapat dicari dengan rumus :
V = 72(H / 0,9L)0,6

....(xvii)

di mana :
H = beda elevasi titik terjauh pada daerah pengaliran dengan elevasi titik
kontrol (km).
(http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202009/SATEK%202008/VERSI
%20PDF/bidang%2011/XI-16.pdf )
2.2.5

Metode FSR
FSR menyediakan suatu cara untuk mensintesiskan hidrograf satuan 1 jam
bagi DAS yang tak tersukat dan untuk memilih hujan ripta (rencana)yang cocok
untuk digunakan padanya.
Hidrograf satuan itu didasarkan pada tiga parameter yang serupa dengan yang
digunakan oleh para peneliti sebelumnya yaitu waktu hingga puncak, luah puncak
dan lebar dasar hidrograf. Tetapi batasannya tidak sama benar.
Waktu hingga puncak adalah waktu hidrograf satuan 1 jam yang diukur dari
sejak dimulainya limpasan tanggapan, dan dinyatakan dengan
Tp = 46,6(MSL)0,14(S1085)-0,38(1+URBAN)-1,99(RSMD)-0,4

....(xviii)

di mana :
MSL
=
S1085
=

panjang sungai utama (km),


lereng yang diperoleh dengan mengenali dua titik, masingmasing pada jarak 10 persen dan 85 persen daripada panjang
sungai utama itu dari mulut DAS (m/km),
URBAN =
bagian DAS dalam perkembangan perkotaan,
RSMD
=
curahan hujan M5 satu hari, dikurangi kekurangan kelengasan
tanih rerata sangkil.
Jika ada rekaman hujan dan tanggapan limpasan, maka orang dapat membuat
taksiran yang lebih handal dari

Tp = 0,9 LAG

....(xix)

di mana :
LAG
=

waktu (jam)dari pusat massa penampang hujan ke puncak


limpasannya, atau ke pusat massa puncak, jika penampang yang
ada lebih dari sebuah.
Puncak hidrograf satuan Qp dalam m3/det setiap 100 km2 ditaksir dari
Qp = 220 / Tp
TB = 2,52 Tp

di mana :
TB
=
dasar waktu
(E.M. Wilson, 1993).
2.2.5

Metode HSS GAMA I


Dari metode-metode yang telah ada, masih menunjukkan penyimpangan yang
cukup besar dibanding dengan hidrograf terukur. Oleh karena itu, untuk
mengatasi berbagai penyimpangan tersebut Sri Harto menyelesaikan dengan
menggunakan parameter-parameter DAS yang lain. Adapun parameter yang
digunakan, yaitu :
1. Faktor Sumber (SF)
2. Frekuensi Sumber (SN)
3. Faktor Lebar (WF)
4. Luas DAS sebelah hulu (RUA)
5. Faktor Simetri (SIM)
6. Jumlah Pertemuan Sungai (JN)
7. Kerapatan Jaringan Kuras (D)
Khusus untuk hidrograf satuan sintetik Gama I, kedalaman hujan yang
dipergunakan adalah dalam 1mm/jam, dan berlaku untuk luas DAS maksimum
3250 km2 (Sri Harto Br, 1993).

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan dari makalah yang telah dibuat, yaitu :
1. Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu
dari suatu DAS.
2. Hidrograf terdiri dari 3 bagian, yaitu sisi naik (Rising Limb), puncak (Crest),
dan sisi resesi (Recession Limb).
3. Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung (direct runoff
hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan mangkus yang terjadi merata di
seluruh DAS dan dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu yang
ditetapkan (Sri Harto Br, 1993).
4. Terdapat beberapa metode untuk mendapatkan hidrograf satuan, yaitu :
Metode Snyder

Metode Clark

Metode Nakayasu

Metode rational

Metode FSR

Metode HSS GAMA I

5. Metode Snyder kurang sesuai digunakan untuk DAS di Indonesia karena


Snyder mengembangkan metodenya di Amerika.
6. Metode hidrograf satuan sintetik yang paling umum digunakan dan paling
cocok diterapkan untuk DAS-DAS di Indonesia adalah Metode Nakayasu.

3.2 Saran
Saran yang dapat saya sampaikan dalam pembuatan makalah ini yaitu diperlukan
banyak referensi dan kepemahaman akan apa yang kita buat.

DAFTAR PUSTAKA

10

Chow, V.T., D.R. Maidment, dan L.W. Mays.1988.Applied Hydrolody.McGraw Hill


Book Company:New York
Harto Br, Sri.1993.Analisis Hidrologi.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
Wilson, E.M.1993.Hidrologi Teknik.Penerbit ITB:Bandung

11

Anda mungkin juga menyukai