Oleh :
Dicky
Maral Bimanti Febrilina
Mentari Fitria Rachman
Angelina Utama
Winda Lestari
Duas Jourgie S
Astrie Hanada F
Gia Cellisa Sianosa
Anita
Harris Hardian
090100265
090100133
090100139
090100158
090100179
090100274
090100299
090100271
090100293
099010075
Pembimbing :
dr. M. Jaelani, Sp.BP
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2014
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat hidayah-Nya makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada makalah ini, kami menyajikan
pembahasan mengenai Luka bakar. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
meningkatkan pemahaman kami mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
Luka bakar, di samping untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Departemen
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. M. Jaelani, Sp.BP atas kesediaan
beliau sebagai pembimbing dalam pembahasan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah
ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun
spiritual, kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat memberikan
sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang
kesehatan.
Medan, 2 Desember 2014
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1. Definisi ..................................................................................... 3
2.2. Klasifikasi Luka Bakar.............................................................. 3
2.3. Luas Luka Bakar....................................................................... 6
2.4. Patofisiologi Luka Bakar........................................................... 8
2.5. Menentukan Keparahan Luka Bakar......................................... 10
2.6. Berat Ringannya Luka Bakar.................................................... 11
2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keparahan Luka
Bakar......................................................................................... 12
2.8. Terapi......................................................................................... 12
2.8.1. Manajemen Akut............................................................. 12
2.3.2. Resusitasi Luka Bakar..................................................... 15
2.3.3. Antibiotika Yang Sesuai.................................................. 17
2.3.4. Dukungan Nutrisi............................................................ 18
2.3.5. Analgetik dan Sedatif...................................................... 20
2.3.6. Perawatan Luka............................................................... 22
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar berat adalah luka yang kompleks. Sejumlah fungsi organ tubuh
mungkin ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan adanya
penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar mengenai kulit,
maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau elektrolit normal tubuh,
temperatur tubuh, pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi, dan penampilan fisik. Sebagai
tambahan terhadap kerusakan fisik yang disebabkan oleh luka bakar, pasien juga bisa
menderita permasalahan psikologis dan emosional yang dimulai sejak peristiwa
terjadi dan bisa bertahan / berlangsung untuk jangka waktu yang lama.1
Luka bakar hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas pada anak. Di Amerika, lebih dari 2 juta orang mengalami luka bakar
setiap tahun. Sekitar 700.000 dirawat di unit gawat darurat dan 50.000 membutuhkan
perawatan di rumah sakit. Luka bakar menempati peringkat ketiga penyebab
mortalitas di seluruh dunia.1,2
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kedalaman serta luasnya
luka bakar yang menentukan gejala klinis serta beratnya luka bakar.1,3 Luka bakar
menyebabkan terjadinya hipermetabolisme akibat stimulasi sitokin-sitokin berlebihan
yang menyebabkan meningkatnya respons stres akibat proses infeksi. Proses inflamasi
umumnya meningkat segera setelah trauma terjadi dan bertahan sekitar 5 minggu
paska trauma. Respons metabolisme yang terjadi diantaranya peningkatan suhu,
kebutuhan O2, glukosa serta peningkatan produksi CO2. Komplikasi yang terjadi pada
pasien luka bakar antara lain, gagal napas, syok dan infeksi sistemik ke berbagai
organ yang dapat menyebabkan kematian. Seringkali pasien luka bakar mengalami
syok akibat kehilangan banyak cairan atau sepsis, sehingga diperlukan pemantauan
hemodinamik ketat. Tatalaksana penanganan luka bakar di ruang perawatan intensif
harus bersifat holistik yang mencakup tatalaksana jalan napas dan oksigenasi,
resusitasi cairan, pemberian antibiotika, tatalaksana nutrisi, penanganan nyeri hingga
perawatan luka untuk menurunkan mortalitas.1,2
2
Pasien luka bakar memiliki keunikan baik dalam resusitasi, stres metabolik,
komplikasi dan luaran. Perawatan berkelanjutan sangat penting dalam menilai infeksi,
penyembuhan dan kemampuan untuk memberikan penanganan luka bakar yang baik.
Kebanyakan luka bakar hanya melibatkan kulit (jaringan epidermis dan dermis), tapi
jaringan yang lebih dalam seperti otot, tulang dan pembuluh darah juga bisa terlibat.
Luka bakar juga dapat mengalami komplikasi syok, infeksi, disfungsi multiorgan,
gangguan elektrolit dan gangguan pernapasan. Pasien dengan kegagalan dua organ
atau lebih memiliki nilai mortalitas sebesar 98%, sementara infeksi adalah penyebab
75% kematian dalam luka bakar.1,2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan
kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir,
sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif. Kerusakan kulit yang terjadi tergantung
pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka
bakar adalah sekitar 44C dengan kontak sekurang-kurangnya 5-6 jam. Suhu 65C
dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit
dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm
dapat mencapai suhu 47C, air panas yang mempunyai suhu 60C yang kontak
dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan kehilangan sebagian ketebalan
kulit dan diatas 70C akan menyebabkan kehilangan seluruh kulit. Temperatur air
yang digunakan untuk mandi adalah berkisar 36C-42C. Pelebaran kapiler dibawah
kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35C selama 120 detik, vesikel terjadi
pada suhu 53C-57C selama kontak 30-120 detik.1,2,3
2.2.
Panas. Termasuk api, radiasi, atau pajanan panas dari api, uap dan cairan
panas serta benda benda yang panas
Cahaya. Luka bakar yang disebabkan oleh sumber cahaya yang kuat atau
cahaya ultra violet, juga termasuk sinar matahari
Radiasi. Seperti radiasi nuklir, cahaya ultra violet juga termasuk salah satu
sumber penyebab luka bakar karena radiasi 1,2
5
Gambar 2. Luka Bakar Derajat II
Gambar 3. Evaluasi
luka bakar derajat 2
1 jam ,
6
Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus dimana
kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat penting
pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya. Untuk perhitungan
luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan `Rule of Nines` dari
Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat diindikasikan sebagai
presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena luka termal. Bila permukaan
tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%, tiap tiap ekstremitas bagian
atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18%, tiaptiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan leher 1%. 3,4
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lund
and Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut
adalah luas telapak tangan dianggap seluas 1%.3,4
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban
dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu
terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat keparahan dan
luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke
kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat
dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai
kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang relatif
ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar yang
relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat maka daerah yang terbakar akan
berkurang. Selain itu derajat luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai
korban ketat dan mengelilingi tubuh.5,6
1 th
5 th
14
18
9
9
18 18
18 18
16
14
16
14
15 th
Dewasa
10
18 18
18 18
1
18
18
18
18
2.4.
Area Permukaan
9%
18%
18%
18%
9%
1%
8
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, akan rusak dan permeabilitasnya
meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka
bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.3,4
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi
pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. 1,2
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan
gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat
jelaga. 7,8
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. 1,2
Setelah 12 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai
dengan meningkatnya diuresis.3,4
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi
ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang
mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran atas dan kontaminasi kuman di
lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena
9
kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai macam antibiotik.
Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3 akibat infeksi, dapat dicegah dengan
mencegah infeksi.7,8
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi
kuman Gream negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin
protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada
luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup
luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan
eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.7,8
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi
keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mulamula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada
pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga
jaringan yang diperdarahinya mati.1,4
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman
dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian
disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti
Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman
lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok septik
dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyumbat di darah.2,4
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen
epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat,
atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam mungkin menimbulkan
parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara estetik sangat jelek.7,8
Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
10
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis
dapat menurun karena kekurangan ion kalium.3,4
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil
sebagai hematemesis dan/atau melena. 7,8
Fase
permulaan
luka
bakar
merupakan
fase
katabolisme
sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi,
metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga
memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama
didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi
sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka
bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar
menyebabkan cacat, terutama bila luka bakar mengenai wajah sehingga rusak berat,
penderita mungkin menderita beban kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar
terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar. 7,8
2.5.
Sumber luka bakar. Luka bakar minor yang disebabkan oleh radiasi nuklir
lebih parah dibandingkan dengan suatu luka bakar termal. Luka bakar yang
disebabkan oleh bahan kimia adalah berbahaya sebab bahan kimia mungkin
masih terdapat pada kulit. 4,7
Bagian tubuh yang terbakar luka bakar yang terdapat pada wajah lebih
berbahaya sebab bisa mempengaruhi jalan nafas atau mata. Luka bakar pada
telapak tangan dan kaki juga membutuhkan perhatian khusus sebab bisa
membatasi pergerakan jari dan jari kaki. 4,7
Derajat luka bakar. Derajat luka bakar adalah penting untuk ditentukan sebab
bisa
menyebabkan
infeksi/peradangan
jaringan
yang
terbakar
dan
11
Luas daerah luka bakar. Adalah penting untuk mengetahui persentase dari
jumlah permukaan kulit yang terbakar. Tubuh orang dewasa dibagi menjadi
beberapa regio, masing-masing mewakili sembilan persen dari total
permukaan tubuh. Regio
ekstremitas bagian atas, dada, abdomen, punggung bagian atas, pantat dan
punggung bagian bawah, bagian depan dari masing-masing ekstremitas
bawah, dan bagian belakang dari masing-masing ektremitas bagian bawah.
Jumlahnya 99 persen. 1 persen sisanya adalah area genital. Pada bayi atau
anak kecil, persentase yang lebih besar ditempatkan pada kepala dan batang
tubuh.7,8
Umur pasien. Ini sangat penting sebab anak-anak kecil dan orang tua pada
umumnya mempunyai reaksi yang lebih berat terhadap luka bakar dan berbeda
proses penyembuhannya.4,6
Kondisi fisik dan mental sebelum terjadinya luka bakar. Pasien dengan
penyakit saluran pernapasan, kelainan jantung, diabetes atau penyakit ginjal
berada dalam bahaya yang lebih besar dibanding orang-orang yang sehat.7,8
2.6.
12
2.7.
Intensitas panas
Pada kebakaran rumah, biasanya suhu berada pada kisaran di bawah 1200
16000F. 4,6
2.8.
Terapi
2.8.1.
Tujuan:
Segera diidentifikasi kondisi yang mengancam kehidupan dan manajemen
kegawatdaruratan dimulai.
1. Primary Survey
A. Pemeliharaan Airway dengan kontrol tulang belakang leher
Stabilisasi leher untuk suspek cervical spine injury.
Hal ini penting untuk menjaga patensi jalan napas. Periksa saluran napas untuk
benda asing / edema. Jika pasien tidak dapat merespon perintah verbal, membuka
jalan napas dengan chin lift atau jaw trust.
Minimumkan pergerakan cervical spine dan tidak pernah hiperfleksi atau
hiperekstensi kepala atau leher.
Masukkan Guedel Airway jika patensi jalan napas terganggu. Pikirkan untuk
intubasi lebih awal. 10
13
B. Breathing dan Ventilasi
Berikan oksigen 100%
Menilai dan memastikan bahwa ekspansi/gerakan dada memadai dan sama bilateral
Waspadalah kulit dalam melingkar atau dada ketebalan penuh luka bakar nilai
apakah escharotomy diperlukan?
Palpasi untuk krepitus dan patah tulang rusuk
Lakukan auskultasi untuk napas suara bilateral
Ventilasi via bag dan mask atau intubasi pasien jika perlu.
Memantau laju pernapasan - berhati-hatilah jika <10 atau> 20 per menit.
Nilai saturasi oksigen dengan pulsa oksimeter
Pertimbangkan apakah terjadi keracunan karbon monoksida
10
14
Waspada terhadap kegelisahan dan penurunan tingkat kesadaran - hipoksemia, CO
intoksikasi, shock, alkohol, obat-obatan dan analgesia yang mempengaruhi tingkat
kesadaran. 10
E. Exprosure dengan kontrol lingkungan
Lepaskan semua pakaian dan perhiasan.
Jaga kehangatan pasien
Hipotermia dapat memiliki efek merugikan pada pasien. Hal ini penting untuk
memastikan
bahwa pasien tetap hangat, terutama selama periode bantuan pendinginan pertama.
Log roll pasien, menghapus lembar basah dan memeriksa permukaan posterior untuk
luka bakar dan luka lain. 10
2.
Secondary Survey
15
C . Penilaian Head to toe
menilai kembali A, B, C, D, E 10
d. Tindakan lain
Mencatat dan dokumen
membuat hapusan luka bakar dan kirim ke mikrobiologi. 10
2.8.2. Resusitasi Luka Bakar
Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat fase awal
penanganan luka bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan yang adekuat
akan mencegah syok yang disebabkan karena kehilangan cairan berlebihan pada luka
bakar.9
Luka bakar dapat menyebabkan berbagai perubahan parameter anatomis,
imunologis bahkan fisiologis tubuh. Luka bakar dapat menyebabkan hilangnya cairan
intravaskular melalui luka atau jaringan yang tidak mengalami cedera. Hilangnya
cairan umumnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah cedera. Teknik resusitasi cairan
pada luka bakar terus mengalami perkembangan. Prinsip resusitasi cairan luka bakar
mengacu pada rumus Parkland yaitu :
4 cc/kg/luas permukaan tubuh + cairan rumatan
Cairan rumatan dapat digunakan dekstrosa 5% dalam ringer laktat yang
jumlahnya disesuaikan dengan berat badan :
10 Kg
100 mL/kg
11-20 Kg :
>20 Kg
Pemberian cairan ini diberikan 24 jam pertama, 50% diberikan 8 jam pertama
dan 50% diberikan 16 jam berikutnya. Formula ini telah digunakan secara luas sejak
40 tahun yang lalu untuk terapi cairan pada luka bakar selama 24 jam pertama setelah
trauma, namun penelitian terbaru mengatakan bahwa formula Parkland tidak dapat
memprediksi kehilangan cairan secara akurat khususnya pada pasien dengan luka
bakar luas, akibatnya pasien seringkali mendapatkan jumlah cairan lebih sedikit
dibandingkan seharusnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Cancio dkk yang
16
melaporkan bahwa penggunaan formula Parkland menyebabkan penurunan kebutuhan
cairan pada 84% pasien. Penelitian ini juga menyebutkan jumlah cairan yang
diberikan pada pasien luka bakar tidak hanya memperhatikan luas serta kedalaman
luka, namun harus diperhatikan apakah pasien ini membutuhkan bantuan ventilasi
mekanik atau tidak karena diperkirakan hal ini dapat meningkatkan kebutuhan
cairan.10
Metode lain resusitasi cairan dikembangkan oleh Baxter pada tahun 1979, ia
memberikan teknik resusitasi cairan pada 954 pasien luka bakar dengan menggunakan
formulasi cairan 3,7 4,3 mL/Kg/total luas permukaan tubuh (TLPT) dan didapatkan
hasil sekitar 70% yaitu 438 dewasa dan 516 anak-anak mengalami keluaran yang
baik. Formulasi lain terapi cairan menurut gavelstron menggunakan rumus
(5000 mL x LPT yang mengalami luka bakar) + (2000 mL x TLPT)
Protokol
saat
ini
melanjutkan
pemberian
resusitasi
cairan
dengan
17
merupakan outcome utama yang dinilai. Hasil yang didapat adalah, mortalitas pada
pasien yang mendapat cairan koloid lebih besar 4% dibanding yang mendapat
kristaloid. Direkomendasikan cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya
dihindari dalam 24 jam pertama setelah trauma luka bakar (level II B). 10,11
Koloid tidak memperlihatkan keuntungan dibanding kristaloid pada awal
resusitasi cairan pada pasien luka bakar dan bahkan memperburuk edema formation
pada awal awal terjadinya luka bakar. Hal ini oleh karena selama 8-24 jam setelah
luka bakar terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga koloid mengalami
influx masuk ke dalam interstitium sehingga memperburuk edema. Studi metaanalisis terakhir memperlihatkan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang
mendapatkan albumin sebagai bagian resusitasi awal dengan 2,4 kali risiko relatif
mortalitas dibanding yang mendapatkan kristaloid. 10,11
2.8.3. Antibiotika yang sesuai
Pasien luka bakar terutama luka bakar luas berpotensi mengalami infeksi
sekunder maupun sepsis sehingga berpotensi meningkatkan mortalitas. Penelitian
yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 175 pasien luka bakar luas dikatakan
bahwa infeksi berhubungan dengan disfungsi multiorgan yang dapat menimbulkan
kematian pada 36% pasien. 9
Infeksi sekunder pada luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri gram
positif terutama stafilokokus yang berdomisili di kelenjar keringat dan folikel rambut,
perubahan kondisi akibat luka bakar akan mempercepat pertumbuhan bakteri,
sedangkan infeksi bakteri gram negatif umumnya disebabkan karena translokasi dari
kolon karena berkurangnya aliran darah mesenterika. Selain itu kondisi pasien
diperberat akibat penurunan respons limfosit T sitotoksik, maturasi mieloid yang
menyebabkan terganggunya aktivitas netrofil dan makrofag. Tujuan penanganan luka
adalah mempercepat epitelisasi sehingga dapat mengurangi risiko infeksi sekunder.
Sepsis seringkali menyertai luka bakar. 9,11
Menurut Centre for Disease Control (CDC), infeksi luka bakar adalah keadaan
apabila:
18
Kebutuhan kalori
2100 kkal/m2/LPT + 1000 kkal/m2/LPT
1800 kkal/m2/LPT + 1300/m2/LPT
1500 kkal/m2/LPT + 1500 kkal/m2/LPT
19
anak-anak. Rumus Curreri digunakan untuk menghitung kebutuhan kalori dewasa dan
anak-anak. Studi terbaru menunjukkan bahwa rumus ini cenderung bersifat berlebihan
(over estimate) sebesar kira kira 150% dari kebutuhan kalori. Karena tidak ada
satupun rumus yang dapat memperhitungkan secara akurat berapa banyak kalori yang
dibutuhkan oleh pasien, adalah penting bagi dokter dan ahli gizi untuk memonitor
secara ketat kondisi nutrisi pasien.9,10
Kebutuhan protein pada umumnya meningkat daripada kebutuhan energi dan
tampaknya berhubungan dengan besarnya massa tubuh. Tubuh kehilangan protein
melalui luka dan karena hal ini tubuh meningkatkan kebutuhan kalori untuk
penyembuhan. Bagaimanapun juga mayoritas dari peningkatan kebutuhan protein
berasal dari adanya kerusakan otot dan terkait penggunaannya dalam memproduksi
energi. Memberikan indeks protein yang lebih tinggi tidak dapat menghentikan proses
perusakan ini akan tetapi protein penting untuk menyediakan bahan untuk sintesis
jaringan yang rusak atau hilang. Karbohidrat merupakan penyuplai kalori terbesar
pada kebanyakan kondisi terrmasuk stress pada luka bakar. Memberikan kalori yang
adekuat dari karbohidrat dapat mengurangi penggunaan protein sebagai bahan bakar.
Tubuh memecah karbohidrat menjadi glukosa yang akan digunakan sebagai energi.
Luka bakar membutuhkan glukosa untuk energi dan tidak dapat menggunakan sumber
energi lain.9
Lemak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan
juga sebagai sumber kalori. Rekomendasi umum memberikan 30% kalori dalam
bentuk lemak, dan jumlah ini bisa lebih besar jika diperlukan. Kekurangan asupan
lemak berimplikasi pada penurunan fungsi imun.10
Kebanyakan institusi kesehatan mengetahui bahwa luka bakar membutuhkan
jumlah vitamin dan mineral yang lebih tinggi akan tetapi berapa peningkatan
kebutuhan ini belum dapat ditentukan. Beberapa vitamin yang penting adalah vitamin
C dan E bersama dengan zinc dapat membatasi kerusakan oksidatif dan mempercepat
penyembuhan luka. 10
Memberikan kalori dan zat gizi yang adekuat adalah tugas yang sangat sulit
pada pasien luka bakar terutama pada anak-anak. Adalah sangat penting bagi para
tenaga kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dalam rangka
meminimalisasi efek buruk dari kehilangan masa tubuh,dan malnutrisi energi protein.
20
Kegagalan memenuhi kebutuhan ini dapat bermanifestasi sebagai penyembuhan luka
yang tidak sempurna, balance nitrogen yang negatif, penurunan BB dan penurunan
fungsi kekebalan tubuh. 10
Penilaian status nutrisi awal sebaiknya dilakukan secepatnya setelah masuk
rumah sakit. Hal ini sangat penting agar pemberian makan yang adekuat dapat
diberikan dalam 24-48 jam pertama setelah pasien mengalami luka bakar. Pengukuran
berat badan dan tinggi badan yang akurat seperti sebelum luka bakar terjadi yang
dapat dilihat pada Tabel Standar Pertumbuhan Anak sangat diperlukan untuk
memperkirakan kebutuhan nutrisi pada anak. 10
2.8.5. Analgetik dan Sedatif
Luka bakar dapat menimbulkan rasa nyeri terlebih lagi pada luka bakar luas.
Nyeri tersebut akan sangat mengganggu proses emosi dan fisiologi anak. Sehingga
diperlukan analgetika dan sedatif yang dapat mengontrol nyeri agar anak menjadi
nyaman. Derajat luka bakar akan menentukan nyeri yang ditimbulkannya. Pada luka
bakar superfisial, persyarafaan masih utuh sehingga pergerakan maupun sentuhan
akan sangat memicu rasa nyeri. Sedangkan luka bakar luas dan dalam (deep partial
thickness) beberapa persarafan bahkan hampir seluruh saraf mengalami kerusakan,
akibatnya pasien tidak begitu merasakan rangsangan nyeri. Namun hal yang harus
diperhatikan adalah apabila sekeliling luka mengalami kemerahan yang dapat
menimbulkan nyeri. Luka bakar jenis full thickness, seluruh persarafan telah
mengalami kerusakan, oleh sebab itu respons terhadap rasa nyeri sama sekali tidak
ada, namun daerah sekeliling luka masih berespons terhadap rangsang nyeri. 9,10
Seringkali anak yang mengalami luka bakar, rangsangan sekecil apapun
mampu menstimulasi pusat nyeri sehingga akan menimbulkan nyeri kronik dan nyeri
neuropatik. Nyeri neuropatik terjadi sekunder akibat kerusakan saraf. Hal ini dapat
menyebabkan kurangnya respons terhadap analgetika sehingga dibutuhkan obatobatan sedatif.14 Analgetika yang diberikan pada anak yang mengalami nyeri akibat
luka bakar adalah parasetamol dan anti inflamasi non steroid (AINS). Namun bila
dengan pengobatan oral masih tidak berespons, dapat diberikan obat analgetika
intravena.
Obat - obat analgetika sebaiknya memiliki persyaratan sebagai berikut:1
21
-
Mudah diberikan
Dapat ditoleransi dengan baik
Memiliki onset kerja singkat namun memiliki efek samping minimal 10,11
Penanganan nyeri pada anak mencakup terapi farmakologik dan non
diberikan
secara
bolus
dilanjutkan
dengan
titrasi
4-8
22
tindakan rutin yang harus dilakukan. Bilas luka dapat menggunakan sabun dan air
bersih atau clorhexidin atau NaCl 0,9%. Setelah dibersihkan, diberikan antibiotika
topikal yang kemudian menutup luka dengan kasa steril untuk mengurangi risiko
infeksi sekunder. Antibiotik topikal dapat diberikan sehari 2 kali sambil dilakukan
ganti balutan. 9
Tujuan utama perawatan luka adalah mencegah infeksi dan melindungi luka
terhadap terjadinya infeksi sekunder. Bula yang terbentuk apabila berukuran <2cm
dapat dibiarkan tetap utuh, sedangkan bula yang besar harus dipecahkan kemudian
dilakukan debridement. Pasien luka bakar yang dirawat umumnya dilakukan skin
graft dalam 15 hari setelah trauma. Tindakan ini terbukti dapat mengurangi risiko
sepsis.9
23
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
Anamnesis
Identitas Pribadi
Nama
: K
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 28 tahun
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal Masuk
3.2.
Keluhan Utama
Telaah
: Luka Bakar
: Hal ini dialami oleh pasien 10 menit SMRS. Kejadian
terjadi di ruang terbuka. Pasien tidak langsung kontak dengan
api, tetapi terkena hawa panas api dari bocoran tabung gas
disebelah dapur selama lebih kurang 10 menit.
RPT
:-
RPO
: tidak jelas
3.3.
Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
Airway
: Clear
Breathing
Circulation
Disability
: GCS 15
Exposure
: Stabil Lokalisasi
Secondary Survey
Kepala / Leher: Jelaga (-), Luka bakar Grade II-A 1% di leher
Thorax
Abdomen
24
Ekstremitas
Belakang
1%
4.5%
4.5%
4%
6%
Status Presens
Sensorium
: Compos mentis
RR
: 20 x/i
TD
: 110/70 mmHg
HR
: 84 x/I
Temp
: 36.7C
3.4.
Pemeriksaan Tambahan
g%
10 / mm3
103/ mm3
%
3
10 / mm3
16.2
4.75
15.76
43.50
219
13.2-17.3
4.2-4.87
4.5- 11.0
43-49
150-450
Detik
Detik
Detik
Detik
mg/dL
g/dL
15.2
1.09
27.4
56.5
134.7
4.4
14.0
34.0
18.0
<200
3.5-5.0
mg/dL
mg/dL
31.9
0.87
<50
0,70-1,20
25
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
mEq/L
mEq/L
mEq/L
137
4.4
102
3.5.
3.6.
Penatalaksanaan
3.7.
Rencana
135-155
3,6-5,5
96-105
: Debridement
Follow up pasien
24-26 November 2014
S : (+) Nyeri Luka Bakar
O : CM, HD stabil, luka terbungkus dengan verban (+), Rembesan (-)
A : Flame Burn Grade IIa-b 20%
P : - Diet TKTP 5000 kkal
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8jam
R : Ganti Verban (26 November 2014)
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Walls
M.
Thermal
Burns.
Rosens
Emergency
Medicine
7th
Edition.2010.Mosby:758-66.
2. Andrew R, Singer. Burns-General Management. Oxford Handbook of
Critical Care 2nd Edition.2005.Oxford Univeersity Press Inc:512-3.
3. Children of Fire. Burn. Diunduh dari http://www.firechildren.org. Diakses
14 September 2014.
4. Update on the Critical Care Management of Severe Burns. Diunduh dari
http://jcm.sagepuh.com. Diakses 14 September 2014.
5. Plantz S, William Gossman. Burns. Mergency
Medicine
5th
27
7. Pittaway AJ. Managing Paediatric Burns Anaesthesia Tutorial of the Week
78. 2007. Diunduh dari http://www.totw.anaesthesiologists.org. Diakses 14
September 2014.
8. 8. Harbin K, Teressa E. Norris. Anesthetic Management of Patients With
Major
Burn
Injury.
2012.
Diunduh
dari